BAB III. Metodologi Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Sosio-Ekologi dan Sosio-Budaya Burung Berkicau di Dua Kota di Indonesia: Teladan dari Surabaya dan Yogyakarta 1

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

3 METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Paradigma Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Apa itu Penelitian Kualitatif???

BAB V Konstruksi Sosial dan Ruang-Ruang Interaksi Sosial Aktor pada Komunitas Penggemar Burung

III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF : KONTRUKTIVIS DAN PARADIGMA KRITIS. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Paradigma Peneliti yang menggunakan metode penelitian studi kasus harus

BAB III METODE PENELITIAN. terdapat beberapa tempat lapangan Futsal. Sebagai sasaran penelitian ini lokasi

METODE-METODE DALAM PENELITIAN ILMU SOSIAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dan dengan mengamati teks online

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH METODE PENELITIAN KUALITATIF. Cara Pengajaran Tatap muka + Tanya jawab/diskusi

MAKNA MEDIA GOOGLE BAGI MAHASISWA PASCASARJANA JURUSAN STUDI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN DALAM KAJIAN KONSTRUKTIVISME

BAB III METODE PENELITIAN. yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

BAB III METODE PENELITIAN

Panduan Praktis Penelitian Kualitatif oleh Anis Fuad; Kandung Sapto Nugroho Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang bertujuan. Setiap pernyataan padadasarnya adalah tindakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Oleh: Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA. Universitas Brawijaya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

Pendekatan penelitian disebut juga dengan desain penelitian yakni rancangan, pedoman ataupun acuan penelitian yang akan dilaksanakan (Soemartono,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

BAB III METODE PENELITIAN

Selayang Pandang Penelitian Kualitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diinginkan. Melalui paradigma seorang peneliti akan memiliki cara pandang yang

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELTIAN. terhadap objek yang diteliti. Secara ontologi aliran ini bersifat critical realism

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menjawab persoalan-persoalan dalam penelitian tersebut. Paradigma merupakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan dan Tipe Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

Paradigma dalam Penelitian Kualitatif (Pertemuan Ke-7) Oleh : Dr. Heris Hendriana,M.Pd

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peneliti menguraikan paradigma sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perencanaan, Pelaksanaan dan

BAB III METODE PENELITIAN. memperdalam makna individu atau kelompok dalam masalah sosial maupun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (bagian dan hubungannya) atau bagaimana bagian-bagian berfungsi (perilaku

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METEODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis bertujuan menjelaskan tentang proses

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF

BAB V PENUTUP. berlandas pada konstruktivisme, studi ini bertujuan melakukan rekonstruksi pemahaman.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki

METODOLOGI RISET. Rahmatina B. Herman. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

BAB III METODE PENELITIAN. dan gambar, kata-kata disusun dalam kalimat, misalnya kalimat hasil

BAB III METODE PENELITIAN

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

METODOLOGI PENELITIAN

PRADIGMA PENELITIAN SOSIAL. Bahan Kuliah 1. Universitas Andalas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dipergunakan guna menjawab tujuan penelitian (Soehartono, 1999: 9). Oleh karena itu, pada

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif lebih menekankan pada cara berfikir yang lebih positifistik yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Dalam bab tiga ini akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan penulis untuk memahami usaha Perpustakaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sebelum memulai penelitian, peneliti harus memilih dan menetapkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Menurut Harmon dalam buku yang ditulis oleh Moleong 22, paradigma

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Mulyana, 2002: 145) merupakan proses, prinsip, dan prosedur yang kita

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III Metodologi Penelitian 3. 1 Paradigma dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih paradigma konstruktivisme sebagai landasan filosofis untuk memahami realitas sosial di masyarakat. Pemilihan paradigma konstruktivisme sebagai landasan filosofis penelitian ini didasarkan pada beberapa argumentasi. Pertama, fokus penelitian tentang realitas sosial komunitas penggemar burung di Jawa bersifat relatif dan unik sesuai dengan konteks setting sosio-kultural masyarakat Jawa. Kedua, realitas sosial komunitas penggemar burung di Jawa dipahami sebagai hasil konstruksi sosial yang besifat kontekstual, di mana realitas sosial tersbut dipahami dari sudut pandang pelaku tindakan sosial (intersubjektif). Ketiga, kajian ini memberikan pandangan baru tentang keterhubungan antara permasalahan semakin punahnya beberapa jenis burung di alam dengan realitas sosial semakin meningkatnya kegemaran memelihara burung yang tidak hanya dilihat dari sudut pandangan konservasi an sich, akan tetapi juga memperhatikan konstruksi sosial yang terbentuk pada masyarakat yang memiliki kegemaran memelihara burung. Keempat, terkait dengan argumentasi-argumentasi sebelumnya, secara mendasar pemilihan paradigma konstruktivisme dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai kritik terhadap pendekatan positivisme yang memandang bahwa realitas sosial bersifat objektif dan universal, karena pandangan tersebut bersifat reduksionis dalam memahami realitas sosial yang sangat kontekstual dan bersifat realtif. Paradigma konstruktivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang memposisikan diri sebagai kritik terhadap paradigma positivisme dalam memahami realitas sosial. Realitas sosial dalam paradigma konstruktivisme dipahami sebagai hasil konstruksi manusia yang bersifat unik dan kontekstual. Paradigma konstruktivisme memandang realitas sosial bersifat relatif (relativisme), sebagai implikasinya maka pandangan ini menolak berlakunya adanya suatu metode ilmiah tunggal yang dianggap mantap dan dapat berlaku secara universal. Penjelasan ini sangat bertolak belakang dengan paradigma

positivisme yang memandang realitas sosial sebagai fakta objektif yang bersifat universal. Paradigma positivisme mempercayai adanya metode ilmiah tunggal yang bersifat universal di manapun dan dalam konteks apapun (Adian, 2002). Tabel 1. Perbandingan antara Paradigma Konstruktivisme dengan Positivisme dalam Aspek Ontologi, Epistemologi dan Metodologi Bidang Positivisme Konstruktivisme Ontologi Realisme naif semesta adalah nyata dan dapat diketahui apa adanya Relativisme, semesta yang diketahui spesifik, lokal yang dikonstruksi oleh paradigma, kerangka konseptual, perspektif Epistemologi Bersifat dualis, objektivisme Bersifat transaksional, dialogis, teori hasil konstruksi sebagai hasil investigasi dan proses sosial (khususnya ilmu pengetahuan sosialbudaya) Metodologi Eksperimental manipulatif, pembuktian atas hipotetis, kuantitatif Hermeneutis dan dialektis, ilmu hasil konstruksi atau interaksi peneliti terhadap objek yang diteliti (kualitatif) Sumber: Adian, 2002; May, 2001; Denzin and Lincoln, 2000 dan Salim, 2001 Sementara itu, selaras dengan paradigma penelitian yang dipilih dalam penelitian ini, yaitu konstruktivisme, maka pendekatan penelitian atau metodologi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif menekankan pada proses-proses dan makna-makna yang tidak diuji atau diukur secara ketat dari segi kuantitas, jumlah, intensitas, ataupun frekuensi (Denzin dan Lincoln, 1994). Penelitian kualitatif secara metodologis menjadi kritik (berposisi sebaliknya) dengan penelitian kuantitatif (lihat Neuman, 1999; Sitorus, 1998; Bungin, 2004; Muhajir, 2000). Penelitian kualitatif memiliki sejumlah asumsi dasar dalam memahami realitas sosial, hubungan antara peneliti dengan realitas sosial, dan bagaimana cara peneliti menjelaskan realitas sosial (Sitorus, 1998). Pertama, realitas sosial dalam penelitian kualitatif bersifat subjektif, artinya realitas sosial dimaknai sebagai hasil konstruksi tindakan sosial individu (manusia) yang mempunyai maknamakna tertentu. Kedua, realitas sosial bersifat sarat nilai atau tidak bebas dari nilai (free value). Hal ini berkaitan dengan asumsi pertama, di mana realitas sosial dipahami sebagi hasil konstruksi tindakan sosial dari proses interaksi sosial antar

individu sebagai pelaku. Ketiga, realitas sosial dilihat dari sudut pandang subjek penelitian (tineliti). Kebenaran mengenai realitas sosial dalam penelitian kualitatif didasarkan pada pandangan orang dalam atau subjek penelitian, bukan dari hasil kesimpulan peneliti. Oleh karena itu, penelitian kualitatif mengharuskan peneliti mampu membangun hubungan yang baik dengan subjek penelitian agar dapat mengindentifikasi diri sebagai bagian dari subjek penelitian. Hal ini dimaksudkan agar interpretasi terhadap realitas sosial yang hendak diteliti sesuai dengan pandangan tineliti. Selain asumsi dasar, penelitian kualitatif juga memiliki beberapa sifat dasar yang berbeda dengan penelitian kuantitatif (positivisme) (Denzin dan Lincoln, 1994 dan Guba dan Lincoln, 1994). Pertama, penelitian kualitatif bersifat induktif, yaitu data yang bersifat khusus digunakan untuk membangun konsep, wawasan, dan pengertian baru yang bersifat lebih umum. Kedua, naturalistik yang artinya peneliti tidak melakukan manipulasi terhadap setting penelitian. Realitas sosial dipahami secara alami sesuai dengan konteksnya. Ketiga, subjektif yaitu adanya proses interaksi yang kuat atau keterlibatan dua arah antara peneliti dan tineliti. Keempat, holistik yaitu realitas sosial dan manusia (pelaku/aktor) dilihat secara menyeluruh pada segala aspek atau dimensinya dalam konteks historisnya. Kelima, humanistik yaitu memahami manusia sebagai subjek penelitian secara utuh. Keenam, aposteriori yaitu peneliti tidak membangun pandangan, keyakinan atau hipotesis terlebih dahulu sebelum kelapangan. Ketujuh, fleksibel yaitu adanya peluang dan kemungkinan untuk melakukan perubahan selama proses penelitian sesuai dengan konteks di lapang. Kedelapan, validitas yaitu menekankan pada kesesuaian antara data dengan apa yang terjadi di lapang (perkatan atau perbuatan tineliti). 3. 2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada kepentingan mendapatkan konstekstualitas dari kosntruksi pemaknaan yang terbentuk di antara dua lokasi yang memiliki karakterisitik sosio-kultural yang unik. Analisis terhadap komunitas penggemar burung difokuskan pada analisis tingkat komunitas, yaitu pada kelompok-kelompok komunitas yang terbentuk di tingkat lokal serta

organisasi yang menaungi kelompok-kelompok komunitas tersebut. Pembatasan analisis pada tingkatan tersebut dilakukan untuk mendapatkan pemahaman konstruksi pemaknaan pada agregat individu-individu yang terdapat dalam komunitas penggemar burung, tidak pada ranah individu-individu penggemar. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kajian ini merupakan telaah psiko-sosial dan sosiologis yang memperhatikan dimensi agregat individu dalam keterkaitannya satu dengan lainnya, serta dengan kekuatan-kekuatan yang berada di luar struktur sosial dari komunitas penggemar burung itu sendiri. Selain pembatasan ranah kajian, pembatasan lain dalam kajian ini adalah pada jenis komunitas penggemar burung yang menjadi fokus analisis yaitu pada komunitas penggemar burung berkicau (kicau mania). Penetapan fokus analisis pada komunitas penggemar burung berkicau dikarenakan saat ini burung berkicau merupakan jenis burung yang paling banyak digemari sebagai satwa peliharaan untuk kepentingan hobi memelihara burung. Melalui pertimbangan argumentasi di atas, yaitu kepentingan mendapatkan konstekstualitas dari konstruksi pemaknaan yang terbentuk di antara dua lokasi yang memiliki karakterisitik sosio-kultural yang unik, maka dalam penelitian ini ditetapkan daerah yang menjadi lokasi penelitian adalah Surabaya dan Yogyakarta. Sebelumnya lokasi penelitian ditetapkan ditiga lokasi sekaligus yaitu Surabaya, Yogyakarta dan Bandung. Namun karena beberapa pertimbangan yang tidak memungkinkan, maka Bandung yang diasumsikan sebagai representasi setting sosio-kultural masyarakat Sunda tidak dilakukan. Pemilihan Surabaya dan Yogyakarta sebagai lokasi penelitian didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, kedua daerah ini memiliki sejarah tradisi kebudayaan yang cenderung berbeda, di mana Yogyakarta sejak masa feodalisme hingga saat ini dikenal sebagai pusat kekuasaan politik kerajaan (keraton) di Jawa yang sangat kental dengan tradisi kerajaan (karaton/bangsawan/priyayi), sedangkan Surabaya sebaliknya, sejak masa feodalisme hingga saat ini dikenal sebagai daerah perdagangan atau pusat kegiatan ekonomi dengan dinamika akulturasi dan asimilasi yang cukup tinggi. Di sisi lain, Surabaya sejak dulu dikenal sebagai daerah yang tunduk pada kerajaan-kerajaan besar di Jawa, baik kerajaan Islam maupun Hindu-Budha. Kedua, di kedua lokasi tersebut realitas sosial mengenai

kegemaran memelihara burung semakin menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Menurut temuan Jepson and Ladle (2005) Surabaya merupakan salah satu lokasi yang tertinggi masyarakatnya menjadikan burung sebagai satwa peliharaan selain satwa lainnya seperti ayam, kucing, anjing, dan ikan. Sementara itu mengenai pelaksanaan waktu penelitian, penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama selama dua bulan (2 bulan) di Surabaya, tepatnya April Juni 2006. Sedangkan tahap kedua dilakukan selama satu bulan (1 bulan) di Yogyakata, tepatnya bulan Agustus 2007. Lamanya waktu penelitian disesuaikan dengan kebutuhan data yang harus didapatkan peneliti selama di lapangan. Seharunya di setiap tahapan penelitian, lama waktu yang diagendakan di awal adalah selama dua bulan di masing-masing lokasi penelitian, namun karena beberapa argumentasi pertimbangan tersebut didasarkan pada kebutuhan data yang diperlukan dalam proses penelitian. 3. 3 Metode Pengambilan, Jenis dan Analisis Data Sesuai dengan pilihan pendekatan penelitian di atas, yaitu pendekatan kualitatif, maka metode pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan strategi pengambilan data dalam pendeketan kualitatif, yaitu indept interview (wawancara mendalam), observasi lapang serta penelusuran dan analisis dokumen (lihat Sitorus, 1998). Metode wawancara mendalam dilakukan pada responden yang memiliki keterkaitan langsung dengan kegiatan pemeliharaan burung, baik dalam bentuk kelompok maupun individu (daftar responden terlampir). Sementara wawancara tidak mendalam dilakukan pada informan kunci yang dapat memberikan informasi umum mengenai kegiatan hobi memelihara burung di lokasi penelitian. Observasi lapang dilakukan oleh peneliti dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para penggemar burung di penelitian. Beberapa kegiatan yang menjadi objek pengamatan peneliti antara lain, kegiatan latihan burung, lomba atau kontes burung, pasar burung, dan pertemuanpertemuan informal para penggemar burung di lokasi penelitian. Adapun penulusuran dan analisis dokumen dilakukan peneliti terhadap sumber-sumber literatur yang berkaitan dengan kegiatan hobi memelihara burung, konteks sosiokultural masyarakat lokasi penelitian.

Jenis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bentuk data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari kegiatan wawancara mendalam dan juga observasi lapang selama penelitian ini dilakukan. Sedangkan data sekunder didapatkan dari dokumen-dokumen yang dianalisis selama penelitian ini berlangsung, baik yang didapatkan dari lapangan maupun dari sumber literatur. Adapun analisis data dalam penelitian ini disajikan secara deskriptif, di mana realitas sosial yang didapatkan dari lapangan dijelaskan bagaimana proses terjadinya dan apa saja bentuk, tindakan atau kejadian dalam realitas sosial tersebut. Meskipun memilih analisis dalam bentuk deskriptif namun realitas sosial dalam penelitian ini dalam beberapa aspek dijelaskan juga tentang hal yang melatarbelakangi terjadinya realitas sosial (lihat Sitorus, 1998).

Internal Komunitas: Setting Sosio Kultural Komunitas Penggemar Pehobi Pemaknaan Sosio- Kultural Komunitas Penggemar Pehobi sekaligus Pelomba Interaksi Sosial antar Aktor pada Konstruksi Sosial Pemaknaan Pemaknaan Ekonomi- Komersial Konfigurasi Kepentingan Aktor Komunitas Penggemar Penangkar Pemaknaan Konservasi Gerakan NGO s Tekanan Internasional Gambar 1. Kerangka Teoritis