HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN. uji linieritas hubungan variabel bebas dan tergantung. diuji normalitasnya dengan menggunakan program Statistical

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai (A) Tipe Penelitian (B). Identifikasi Variabel Penelitian, (C). Definisi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Variabel Tergantung : Minat Belajar. 2. Variabel Bebas : Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Guru

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. apabila P > 0,05 dan diperoleh hasil sebagai berikut:

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan. Yogyakarta angkatan 2015 yang berjenis kelamin laki-laki dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. terhubungdengan internet seperti Smartphone dan I-phone serta berbagai macam

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi variabel-variabel penelitian. 1. Variabel tergantung : Persepsi terhadap penggunaan alat kontrasepsi

BAB III METODE PENELITIAN. menekankan analisanya pada data-data numerical (angka) yang di olah dengan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Dan Definisi Operasional

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Penelitian ini menggunakan tiga variabel yang terdiri dari satu variabel

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian. lain yang harus dilakukan yaitu: yang akan dicapai.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. subyek dengan rentang usia dari 15 tahun sampai 60 tahun dan

BAB III METODE PENELITIAN. Oleh karena itu, peneliti telah menetapkan tiga variable dalam penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. b. Regulasi emosi. B. Definisi Operasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. b. Kepribadian Narsisme. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan untuk memenuhi sebagaian persyaratan guna mencapai derajat sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tipe Penelitian. B. Identifikasi Variabel. Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang digunakan yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel kriterium: Penyesuaian diri terhadap lawan jenis. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Setiap kegiatan penelitian tentu memusatkan perhatiannya pada beberapa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kuantitatif, penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. yang banyak menggunakan angka-angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini meliputi identifikasi variable penelitian, defenisi operasional, populasi,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. a. Variabel Terikat (Y) : Prestasi Kerja Karyawan

BAB III METODE PENELITIAN. penafsiran terhadap data, serta penampilan dari hasilnya. Serta mengunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Devinisi Operasional Penelitian, (C) Subjek Penelitian, Populasi dan Sampel (D)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. fenomena atau gejala utama dan pada beberapa fenomena lain yang relevan.

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa.

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KETERAMPILAN MANAJERIAL BAGIAN SUMBER DAYA MANUSIA DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Menurut Sugiyono (2009)

BAB III METODE PENELITIAN. inferensial atau dalam rangka pengujian hipotesis sehingga diperlukan. kuantitatif maupun kualitatif (Azwar, 2004).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di

BAB V HASIL PENELITIAN. normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan menggunakan One. Sample Kolmogorov-Smirnov Tes dan memberikan hasil sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menemukan apakah

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013) metode penelitian kuantitatif adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diteliti yaitu kecerdasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai gambaran umum subjek, hasil

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA PERUSAHAAN DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA KARYAWAN PRODUKSI CV. CAHYO NUGROHO JATI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS AL-HAMID

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis korelasi Product

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KORELASI SELF CONTROL DENGANKECEMASAN DALAM MENGHADAPI DUNIA KERJA PADA MAHASISWA SEMESTER V DI APIKES IRIS PADANG

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Hubungan antara Kematangan Emosi dan Happiness pada Remaja Wanita yang Menikah Muda

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Subjek Penelitian. Unit Kegiatan Mahasiswa Forum Mahasiswa Islam Psikologi Ar-Ruuh.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi ialah suatu

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN MINAT MEMBELI BARANG - BARANG BERMEREK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN. 1) Prokrastinasi Akademik. Kolmogorov Smirnov Z dengan bantuan Statistcal. Packages for Social Sciences (SPSS) Release 16.0.

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara dua atau beberapa variabel (Arikunto, 2005: 247). Penelitian dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode yang akan digunakan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian untuk membahas masalah-masalah atau cara yang digunakan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Defenisi Operasional Variabel Penelitian, (C) Populasi, Sampel, Teknik

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya.

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja. Hipotesis yang diajuakn dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan posititf antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang dalam hal ini adalah mahasiswa keseluruhannya berjumlah 100 orang. Metode pengumpulan data menggunakan skala konformitas dan skala kematangan emosi, metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis product moment dari Pearson. Hasil analisis data diperoleh hasil korelasi sebesar 0.549 dengan taraf signifikansi p < 0,01, yang berarti terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja. Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti menyatakan bahwa hipotesis terbukti. Variable konformitas dalam penelitian ini mempunyai sumbangan sebesar 30,1% terhadap kematangan emosi pada remaja. Kata kunci: Konformitas, Kematangan Emosi dan Remaja xiv

A. Latar Belakang Permasalahan Perilaku manusia senantiasa dipengaruhi oleh keadaan emosi dan pertimbangan akalnya. Emosi akan memberikan warna hidup, menumbuhkan semangat dan gairah hidup. Cacioppo (Wahyono, 2001) menyatakan bahwa emosi mempunyai peran penting dalam peningkatan proses konstruksi pikiran dalam memaknai dan megartikan berbagai pengalaman dalam kehidupan manusia. Kemampuan seseorang untuk mengenali dan memantau emosi pribadi dan orang lain, mampu membedakan dan menggunakannya sebagai informasi untuk pengarahan pikiran dan tindakan seseorang, sangat penting bagi kesuksesan hidup seseorang (Goleman, 1995). Namun emosi yang berlebihan akan membuat manusia tidak mampu bergerak atau berpikir untuk beberapa lama, keadaan ini akan berkembang menuju tingkat emosi yang tidak stabil (Najati, 1985). Kematangan emosi adalah keadaan emosi seseorang yang ditunjukkan dengan sikap mandiri, tidak egosentris, serta mampu mengontrol dan mengatur emosinya secara efektif dalam penyesuaian dengan lingkungan. Menurut Bastaman (1995) emosi yang tidak matang akan membuat manusia mengalami kehampaan hidup, selalu berkeluh kesah, putus asa, serba bosan, merasa jenuh dengan pekerjaannya, malas dan tidak pernah merasakan kenikmatan atas prestasi yang mereka capai. Individu yang tidak matang emosinya merasa bahwa lingkungannya sangat membatasi gerak-geriknya. Pada kenyataannya, banyak individu mengalami masalah emosional yang cukup berat, seperti mudah marah, mudah terpengaruh, putus asa, sulit mengambil keputusan xv

dan memotivasi diri sendiri (Goleman, 1995). Terutama pada remaja, yang secara psikologis sedang mengalami masa transisi menuju kedewasaan dan kematangan. Menurut Young (1950), salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan emosi adalah faktor lingkungan, yaitu tempat individu berada, termasuk lingkungan keluarga dan lingkungan sosial masyarakat yang turut membentuk keseimbangan dan kematangan emosi pada individu. Hal ini dipertegas oleh pendapat Sears (1988) bahwa manusia pada hakekatnya adalah mahkluk sosial, karena hampir setiap hari individu meluangkan waktu dalam kebersamaan dengan orang lain baik di sekolah, di rumah, maupun di tempat kerja. Salah satu bentuk sosialisasi yang dikenal dalam masa remaja adalah konformitas kelompok remaja. Baron & Byrne (1991) mendefinisikan konformitas sebagai suatu bentuk penyesuaian terhadap kelompok sosial karena tuntutan kelompok sosial menghendaki demikian meskipun tuntutan tersebut tidak terbuka. Melalui konformitas seorang remaja diakui keberadaannya oleh remaja lain. Remaja yang tidak memiliki konformitas akan mendapat perlakuan berbeda atau tidak menerima pengakuan dari teman sebaya lainnya. Sebaliknya tanpa konformitas remaja merasa dirinya tidak diterima oleh orang lain terutama temanteman sebayanya, sehingga dapat menimbulkan perasaan inferior, egosentrisme yang kuat, tidak peduli orang lain dan kemampuan memahami orang lain yang buruk. Berdasar berbagai penjelasan diatas maka penulis menyatakan rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah, apakah terdapat hubungan antara konformitas kelompok dengan kematangan emosi pada remaja? xvi

B. TInjauan Pustaka Menurut Finkelor (Sa adah, 1997) seorang yang matang emosinya mempunyai beberapa tanda, yaitu menyadari kelebihan dan kekurangannya, mengenal reaksi-reaksi emosi batinnya terhadap orang lain dan situasi, mengetahui betapa banyak tekanan-tekanan luar yang mempengaruhinya dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan sifat-sifat itu. Hurlock (1973) mengatakan bahwa kematangan emosi memiliki beberapa kriteria. Kriteria pertama yaitu kontrol emosi yang secara sosial dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Kriteria kedua adalah pemahaman diri, individu yang mempunyai kematangan emosi mampu belajar mengetahui besarnya kontrol yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Kriteria ketiga adalah penggunaan fungsi kritis mental, individu yang matang emosinya mampu menilai situasi secara kritis sebelum memberikan responnya secara emosional, kemudian individu tersebut mengetahui cara yang tepat untuk bereaksi terhadap situasi itu. Penulis dalam penelitian ini menyimpulkan kematangan emosi merupakan keadaan emosi seseorang yang ditunjukkan dengan sikap mandiri, tidak egosentris, serta mampu mengontrol dan mengatur emosinya secara efektif dalam penyesuaian dengan lingkungan. Kematangan emosi mempunyai dua aspek, yaitu kontrol emosi dan adekuasi emosi. Kontrol emosi berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengontrol atau mengendalikan emosinya. Adekuasi emosi berkaitan dengan isi dan arah dari respon-respon emosional. xvii

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan emosi emosi. Secara umum kematangan emosi dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan individu. Faktor lingkungan meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial. Faktor pribadi meliputi hal-hal yang bersifat individu, seperti pengalaman, reaksi frustrasi negatif, serta gangguan emosional. Pada remaja, perkembangan pengendalian emosi berkaitan erat dengan kematangan emosinya. Remaja dikatakan telah mencapai kematangan emosi bila remaja tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain, tetapi menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara yang lebih bisa diterima (Hurlock, 1973). Kehidupan masa remaja memang diliputi oleh keadaan-keadaan yang memungkinkan timbulnya ketegangan atau gangguan emosional dan gangguan ini dapat mengakibatkan emosi remaja menjadi tidak stabil. Puncak dari perkembangan emosi adalah kematangan emosi yang merupakan nilai-nilai dasar pribadi.. Menurut Sarwono (1994), apabila remaja tidak berhasil mengatasi situasi kritis dan terlalu mengikuti gejolak emosi, maka besar kemungkinan akan terperangkap masuk ke jalan yang salah. Kasus-kasus penyalahgunaan obat, penyalahgunaan seks atau kenakalan remaja lainnya sering kali disebabkan oleh kurang adanya kemampuan dalam mengarahkan emosinya secara positif. Ketidakjelasan terhadap peran atau posisi diri membuat remaja masih mencari-cari pegangan yang dapat digunakan sebagai acuan agar eksistensinya diakui oleh lingkungan. Proses pencarian tersebut akan mengakibatkan banyaknya informasi ataupun pengaruh lain masuk ke dalam diri remaja. Havighurst xviii

(Mappiere, 1983) mengemukakan bahwa remaja mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalaninya secara bertahap agar remaja dapat belajar mandiri baik secara fisik maupun psikis. Salah satu tugas perkembangan yang harus dijalani remaja adalah memperluas hubungan antar pribadi serta berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita. Mappiere (1983) mengatakan agar dapat diterima kelompoknya, remaja akan selalu berusaha berperilaku sesuai dengan tuntutan perilaku kelompok dan membangun konformitas dengan kelompoknya. Secara universal, dorongan untuk menjadi konformis dapat dikatakan terjadi pada semua remaja dengan tingkatan yang berbeda-beda. Konformitas dapat diartikan sebagai perubahan perilaku atau keyakinan individu sebagai upaya menyesuaikan diri terhadap tuntutan kelompok. Melalui konformitas seorang remaja diakui keberadaannya oleh remaja lain. Remaja yang tidak mampu melakukan konformitas akan mendapat perlakuan berbeda atau tidak menerima pengakuan dari teman sebaya lainnya. Turner (1991) mengemukakan bahwa konformitas terdiri dari dua aspek yaitu aspek normatif dan aspek informasional. Aspek normatif berkaitan dengan keinginan individu untuk disukai atau diterima oleh orang lain, sedangkan aspek informasional berkaitan dengan keinginan individu untuk mendapat pandangan yang akurat tentang realitas. Menurut Fuhrmann (1990) konformitas dengan teman sebaya memiliki beberapa fungsi, antara lain; (1) mewujudkan suasana untuk belajar. Mereka belajar apa yang diharapkan teman membangun identitas unik dengan membandingkannya terhadap kelompok, membandingkan nilai dan xix

keyakinan dengan anggota lain. (2) memberikan dukungan psikologis tanpa kepuasan hubungan kelompok di masa anak, remaja, dan orang dewasa akan mendapatkan halangan berat pada kepribadian maupun interaksi sosialnya. Melihat arti penting kelompok bagi remaja tersebut maka dapat dimengerti jika remaja akan melakukan apa saja untuk bisa berinteraksi dengan kelompok, sehingga konformitas pun akan lebih besar kemungkinannya untuk terjadi. Bagi remaja konformitas merupakan aspek penting yang ditanai dengan tendensi untuk menyesuaikan, menerima, dan melakukan suatu pola atau standar nilai yang telah digunakan kelompok. Akibat dari konformitas adalah iklim dan norma-norma dapat mempengaruhi pembentukan identitas remaja. Hal ini dimungkinkan dengan adanya keinginan remaja untuk lebih mementingkan perannya sebgaai anggota kelompok daripada mengembangkan pola norma sendiri-sendiri. Namun dalam kenyataanya iklim ataupun norma-norma kelompok tadi bisa sangat berbeda dengan moral yang diperoleh remaja dari keluarganya (Walgito, 1978). Konformitas merupakan salah satu unsur hubungan sosial yang dapat memberikan manfaat bagi situasi emosional remaja. Melalui konformitas pula seorang remaja diakui keberadaannya oleh remaja lain. Sedangkan remaja yang tidak mampu melakukan konformitas akan mendapat perlakuan berbeda atau tidak menerima pengakuan dari teman sebaya lainnya sehingga dirinya kesulitan membangun hubungan yang nyaman dengan teman sebayanya (Young, 1950). Keuntungan dari keterlibatan remaja dalam kelompok sebaya adalah tersedianya sarana untuk menjalankan tugas perkembangan pada masa remaja xx

seperti memperoleh peranan sosial, membentuk sistem nilai-nilai moral dan falsafah hidup, serta sebagai sarana melatih berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya (Hurlock, 1973). Pada akhirnya hal itu dapat menjadi sarana bagi remaja untuk mengembangkan diri menjadi lebih matang, emosi yang tertata dan stabil serta pola sosialisasi yang sehat. Dari uraian yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat konformitas individu memegang peranan yang cukup besar bagi remaja, sehingga hal ini juga berpengaruh terhadap tingkat kematangan emosi remaja di dalam lingkungannya. C. Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka serta dinamika psikologis yang memperlihatkan keterkaitan antara konformitas kelompok dengan kematangan emosi remaja, maka peneliti mengemukakan hipotesis Terdapat hubungan positif antara konformitas kelompok dengan kematangan emosi remaja, semakin tinggi konformitas maka kematangan emosi pada remaja akan semakin tinggi pula. Demikian kebalikannya, semakin rendah konformitas maka kematangan emosi akan semakin rendah. D. Metode Penelitian Identifikasi Variabel Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian maupun hipotesis penelitian pada bab sebelumnya, maka di ketahui variable-variabel dalam penelitian ini yaitu; Variabel Tergantung : Kematangan Emosi xxi

Variabel Bebas : Konformitas Subjek Penelitian Populasi penelitian ini adalah mahasiswa, berusia antara 18-21 tahun atau remaja akhir sebanyak 100 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive random sampling yaitu pemilihan subjek berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai hubungan erat dengan ciri-ciri yang telah diketahui sebelumnya Metode Pengumpulan Data Metode pungumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket, yang terdiri dari dua alat ukur, yaitu skala kematangan emosi dan skala konformitas. Bentuk skala yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari skala likert sebagai alat pengumpul data primer. Dengan bentuk skala semacam ini, subyek telah diberi beberapa alternatif jawaban, dan subyek diminta untuk memilih salah satunya. Berikut ini adalah penjelasan dari skala-skala tersebut: 1. Skala Kematangan Emosi Skala kematangan emosi disusun oleh peneliti, dengan didasari oleh aspek-aspek yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) yaitu : (1) kontrol emosi, dan (2) adekuasi emosi. 2. Skala Konformitas Angket konformitas ini dimaksudkan untuk mengungkapkan tinggi rendahnya konformitas yang dilakukan remaja. Skala konformitas disusun peneliti xxii

berdasarkan aspek-aspek konformitas yang dikemukakan oleh Turner (1991), yaitu : (1) aspek normatif dan (2) aspek informasional. Adapun bentuk skala mengacu pada model skala likert, aitem dalam skala penelitian terdiri dari 2 macam, aitem favourable adalah aitem yang mendukung aspek yang hendak diukur, sedangkan aitem unfavourable adalah aitem yang menentang atau menolak aspek yang hendak diukur. Masing-masing aitem tersebut memiliki empat alternatif jawaban, yaitu; Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS); dan masing-masing alternatif jawaban tersebut mempunyai skor yang berbeda-beda. Skor pada aitemaitem favourable berjalan dari angka 4 menuju 1, sedangkan skor pada aitemaitem unfavourable bergerak dari angka 1 menuju 4. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment dengan bantuan program SPSS for Windows versi 12.0. E. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dari skala konformitas dan kestabilan emosi digunakan sebagai dasar pengujian hipotesis. Deskripsi data konformitas dan kestabilan emosi pada remaja dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5 Variabel Skor Hipotetik Skor Empirik Xmin Xmax Mean SD Xmin Xmax Mean SD Konformitas 25 100 62,5 12,5 46 72 60,8 6,26 Kematangan emosi 27 108 67,5 13,5 63 102 76,59 7,65 xxiii

Hasil kategorisasi konformitas pada remaja diketahui bahwa tidak seorangpun subjek berada dalam kategori sangat tinggi. Sebagian besar subjek (58 orang) berada dalam tingkat kategorisasi sedang, dan hanya 4% subjek (4 orang) dalam tingkat kategorisasi tinggi. Subjek yang berada dalam kategori rendah sebanyak 19 orang (19%) dan tidak ada subjek yang mempunyai tingkat konformitas sangat rendah. Sedangkan hasil kategorisasi kestabilan emosi pada remaja diketahui hanya 2% subjek (2 orang) berada dalam tingkat kategorisasi sangat tinggi. Sebagian besar subjek berada dalam tingkat kategorisasi kecemasan tinggi yaitu 57% subjek (57 orang). Sedangkan subjek yang berada dalam tingkat kategorisasi sedang sebanyak 41% (41 orang). Tidak ada seorang subjek yang mempunyai tingkat kategorisasi kecemasan rendah maupun sangat rendah a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel yang diukur memiliki sebaran normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan teknik Kolmogorov Smirnov Z. Pedoman atau kaidah yang digunakan untuk normal tidaknya sebaran adalah jika p > 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi, 2002). Hasil uji normalitas sebaran skala konformitas pada remaja menunjukkan nilai KS Z sebesar 0,086 dengan p = 0,063 (p > 0,05). Berdasarkan skor yang diperoleh subjek dapat disimpulkan bahwa data pada variabel konformitas pada remaja terdistribusi normal. Hasil uji normalitas sebaran skala kematangan emosi pada remaja menunjukkan nilai KS Z sebesar 0,076 dengan p = 0,174 ( p > 0,05). xxiv

Berdasarkan skor yang diperoleh subjek dapat disimpulkan bahwa data pada variabel kematangan emosi pada remaja terdistribusi normal. b. Uji Linieritas Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua variabel mempunyai hubungan yang linier. Hasil uji linieritas menunjukkan bahwa hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung bersifat linier dengan F sebesar 56,242, p=0,000 (p < 0,05). Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan linier antara variabel konformitas dengan variabel kematangan emosi pada remaja. c. Uji Hipotesis Setelah dilakukan uji normalitas dan uji linieritas sehingga semua prasyarat terpenuhi, maka dilakukan uji korelasi product moment. Hasil analisis data menunjukkan r = 0,549 dengan p = 0,000 (p < 0,01). Berdasarkan hasil korelasi tersebut dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan yang positif antara antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja dapat diterima. Koefisien determinan yang diperoleh sebesar r 2 = 0,301 artinya sumbangan konformitas terhadap kematangan emosi pada remaja sebesar 30,1%. F. Pembahasan Hasil analisis data menunjukkan r = 0,549 dengan p = 0,000 (p < 0,01), hal ini menjelaskan adanya hubungan positif yang berarti semakin tinggi konformitas xxv

maka kematangan emosi pada remaja juga akan semakin tinggi, demikian halnya kebalikannya semakin rendah konformitas maka kematangan emosi remaja akan semakin rendah. Koefisien determinan yang diperoleh sebesar r 2 = 0,301 artinya sumbangan efektif konformitas terhadap kematangan emosi pada remaja sebesar 30,1%. Kematangan emosi merupakan keadaan emosi seseorang yang ditunjukkan dengan sikap mandiri, tidak egosentris, serta mampu mengontrol dan mengatur emosinya secara efektif dalam penyesuaian dengan lingkungan. Keadaan tersebut dapat muncul apabila individu dapat mengekspresikan emosi positif maupun negatifnya secara tepat dan wajar. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya kematangan emosi pada remaja dalam penelitian ini adalah keberadaan variabel konformitas pada remaja. Pada masa remaja berkembang Social Cognition yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun perasaannya. Pemahamannya ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka terutama teman sebaya baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan. Pada masa ini juga berkembang sikap conformity yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Kelompok teman sebaya maupun kelompok sosial terdekat merupakan group reference bagi remaja, di mana remaja memperoleh frame of reference yaitu remaja mengambil norma-norma, nilai-nilai, pedoman dan sikap-sikap xxvi

terhadap berbagai macam keadaan yang diyakini oleh kelompok teman sebaya (Gerungan,1988). Pada saat inilah terjadi yang dinamakan dengan internalisasi norma, yaitu individu mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok serta normanormanya, sehingga ia mengambil oper sistem norma termasuk sikap-sikap sosial yang dimiliki kelompok tersebut (Freud dalam Walgito, 1978). Proses di atas tidak akan terjadi tanpa adanya suatu conformity atau konformitas, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobby), atau keinginan teman sebaya. Melalui konformitas pula seorang remaja diakui keberadaannya oleh remaja lain. Remaja yang tidak mampu melakukan konformitas akan mendapat perlakuan berbeda atau tidak menerima pengakuan dari teman sebaya lainnya. Hal ini akan membawa dampak dua hal, pertama dia bergabung dengan kelompok lain yang mampu ia ikuti standar kelakuannya atau bila ia tetap tidak dapat melakukan konformitas, ia akan bergabung dengan kelompok yang akhirnya akan membawa pada perilaku negatif. Kedua, remaja tersebut akan menyendiri karena merasa tidak dapat bergabung dengan kelompok manapun dan merepress dirinya sehingga membuatnya kesulitan bergaul. Konformitas dapat diartikan sebagai perubahan perilaku atau keyakinan individu sebagai upaya menyesuaikan diri terhadap tuntutan kelompok. Tuntutan tersebut berupa tuntutan yang nyata, namun dapat juga berupa sesuatu yang dibayangkan sebgai tuntutan dari kelompok. Hasil kategorisasi konformitas pada remaja diketahui bahwa konformitas pada subjek remaja sedang cenderung rendah xxvii

Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kematangan emosi selain konformitas, hal ini dinyatakan dengan sumbangan efektif konformitas sebesar 30,1%. Sehingga dapat diketahui bahwa pengaruh faktor lain terhadap kematangan emosi sebesar 69,9%. G. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan korelasi antara konformitas dengan kematangan emosi sebesar (r) = 0,549 dengan p = 0,000 (p < 0,01). Berdasarkan hasil korelasi tersebut dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan yang positif antara antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja dapat diterima. Koefisien determinan yang diperoleh sebesar r 2 = 0,301 artinya sumbangan konformitas terhadap kematangan emosi pada remaja sebesar 30,1%. xxviii