BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

Menjebatani Keabstrakan Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB II KAJIAN TEORITIS

KHETRINA CITRA PUSPITA SARI 1 DWI AVITA NURHIDAYAH, M. Pd 2 1. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo 2. Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seseorang akan mengetahui hal-hal baru serta dapat mengerti dan memahami

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Matematika SD Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathein atau Manthenien yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas.

Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) KELAS VIII SMP NEGERI 1 BILUHU

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Hasil Belajar Para ahli mengemukakan beberapa pengertian hasil belajar. Dimyati dan Mudjiono (1999),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Dalam upaya

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Freudenhal (dalam Zulkardi, 2001:3) menekankan bahwa. dalam matematika. Aktivitas matematika ini dikenal juga sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah bagaimana mengupayakan agar siswa memperoleh hasil belajar yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

Oleh : Muhamad Toyib K BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Untuk medefinisikan pengertian matematika belum ada kepastian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Komunikasi Matematis, Pembelajaran Matematika. Realistik, Pembelajaran Ekspositori, dan Sikap.

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Matematika Sekolah Dasar Matematika merupakan mata pelajaran yang ada di Sekolah Dasar. Menurut Wahyudi dan Inawati (2009:5) mengemukakan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah yang diketahui melalui proses perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angkaangka atau simbol. Matematika SD digunakan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan efektif. Antonius Cahya (2006: 18) mengemukakan bahwa Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Matematika Sekolah Dasar terdiri dari sistem-sistem yang terstruktur yang masing-masing terbentuk melalui pola penalaran secara deduktif dengan logika matematika sebagai alat penalarannya dalam mengkomunikasikan suatu proses perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angkaangka. 2.1.2 Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar Pembelajaran matematika hakikatnya adalah suatu proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan peserta didik melaksanakan pembelajaran, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar. Pembelajaran matematika harus memberika peluang kepada peserta didik untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Menurut Aisyah (Wahyudi dan Kriswandani, 2007:47) 6

7 menyimpulkan bahwa Pembelajaran matematika adalah pembelajaran berpusat pada kegiatan peserta didik belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar. Pembelajaran matematika sebaiknya terdapat pendekatan yang sesuai dengan pemahaman karakteristik matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir matematis. Adam dan Hamm (Wijaya, 2012: 15) berpendapat Pembelajaran matematika seharusnya mempunyai peranan pengajaran yang dapat membantu para guru untuk memberikan materi pada peserta didik secara proporsional sesuai dengan tujuan. Pemilihan pembelajaran yang sesuai dengan fungsi yang ada pada pelajaran matematika. Pemilihan pembelajaran matematika yang tepat dapat membuat peserta didik membangunan suatu sistem yang bermakna dalam pembelajaran, pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman interaksi sosial dengan teman sebaya, berani berargumentasi melalui percakapan dalam kelompok kerja dengan adanya suatu pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan bernalar, bereksplorasi, dan mengkonfirmasikan hasil dari pembelajaran apabila dalam pembelajaran matematika guru dapat menyampaikan materi secara proposional sesuai dengan tujuan matematika. Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan, (2) geometri, (3) pengolahan data (Depdiknas, 2006). Cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan pengukuran berkaitan dengan perbandingan kuantitas suaru obyek, penggunaan satuan ukuran dan pengukuran.

8 2.1.3 Pendekatan Matematika Realistik 2.1.3.1 Hakekat Pendekatan Matematika Realistic Salah satu pembelajaran matematika yang beroreintasi pada matematisasi pengalaman sehari hari dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari hari adalah pembelajaran Matematika Realistik (MR). Realistic Mathematica Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak yang relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa, Gravencher (Suharta, I;2005). Seperti yang dikatakan Zulkardi (2001:1) bahwa Realistic Mathematic Education (RME) atau pendekatan matematika realistic adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal real. Realistic dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa, Slettenhar (Asmin, 2005). Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi. Dua jenis matematisasi diformulasikan oleh Traffers yaitu matematisasi horizontal dan vertical (Suharta, I:2005). Dalam bermatematika secara horizontal, siswa mengidentifikasi bahwa soal konstektual harus ditransfer ke dalam soal bentuk matematika untuk lebih dipahami. Menurut Gravemeijer dan Traffers (Suharta, I:2005) melalui penskemaan, perumusan, dan pemvisualisasian, siswa mencoba menemukan kesamaan dan hubungan soal dan mentransfernya kedalam bentuk model matematika formal dan tidak

9 formal. Peran guru adalah membentuk siswa menemukan model-model tersebut dengan memberikan gambaran model-model yang cocok untuk mempresentasikan soal tersebut, De Lange (Asmin, 2006). Sedangkan dalam matematika secara vertical, siswa menyelesaikan bentuk matematika formal atau tidak formal dari soal kontekstual dengan menggunakan konsep, operasi dan prosedur matematika yang berlaku dan dipahami siswa. Dalam hal ini peran guru sangat dominan. Dengan bantuan guru siswa menunjukkan hubungan dari rumus yang digunakan, membuktikan aturan matematika yang berlaku, membandingkan model,menggunakan model yang berbeda, mengkombinasikan dan menerapkan model, serta merumuskan konsep matematika dan menggeneralisasikannya, De Lange (Asmin:2005). Berdasarkan matematisasi horisontal dan vertical, pendekatan dalam pendekatan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu mekanistik, empiristik, strukturalistik, dan realistik. Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih kompleks). Dalam pendekatan ini manusia dianggap sebagai mesin. Kedua matematisasi tidak digunakan. Pendekatan empiristik merupakan pendekatan dimana konsep konsep matematika tidak diajarkan. Dan diharapkan siswa dapat menemukan melalui matematisasi horisontal. Pendekatan strukturalistik merupakan pendekatan yang menggunakan sistem formal. Misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertical. Pendekatan realistik merupakan pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas matematisasi horisontal dan vertical diharapkan siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep konsep matematika.

10 2.1.3.2 Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik Karakteristik RME adalah menggunakan konteks dunia nyata, model model, produksi, dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (Treffers, 1991 ; Van den Heuvel-panhuizen, 1998). a. Menggunakan Konteks Dunia Nyata. Gambar berikut menunjukkan dua proses matematisasi yang berupa siklus dimana Dunia Nyata tidak hanya sumber matematisasi, tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika. Gambar 1 Konsep Matematisasi (De Lange, 1987) Dalam RME, Pembelajaran diawali dengan masalah konstektual Dunia Nyata, sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh De Lange (Suharta, I;2005) sebagai matematisasi konseptual, melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dunia nyata (applied Mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematization of every day experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari (Cinzia Bonotto, 2000). b. Menggunakan model-model (Matematisasi). Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self develoved models). Peran self develoved models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa.

11 Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan berubah menjadi modelof masalah tersebut. Melalui penalaran model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika formal. c. Menggunakan Produksi dan Kontruksi Steefland (Suharta, I;2005) menekankan bahwa dengan pembuatan produksi bebas siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang merupakan prosedur pemecahan masalah konstektual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal. d. Menggunakan Interaktif Interaksi siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa. e. Menggunakan Keterkaitan (Intertwinment) Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya dalam aritmatika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain. 2.1.3.3 Implementasi Pendekatan Matematika Realistik Di Belanda, pengimplementasian dengan pendekatan realistic (RME) sudah cukup menunjukkan keberhasilan dimana siswa yang menggunakan pendekatan realistic prestasi matematikanya tinggi. Zulkardi (Yulianto, I

12 2003:20), Hasil positif yang dicapai Belanda dan beberapa Negara lainnya bahwa prestasi siswa meningkat baik secara nasional maupun internasional. Implementasi pendidikan matematika realistic di Indonesia harus dimulai dengan mengadaptasi pendidikan matematika realistic (PMR) sesuai dengan karakteristik dan budaya bangsa Indonesia. Pengimplementasian PMR di kelas harus didukung oleh sebuah perangkat yang dalam hal ini adalah buku ajar yang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Menurut Suharta, I (2005) bahwa implementasi PMR di kelas meliputi tiga fase yakni: a. Fase pengenalan. Pada fase pengenalan, guru memperkenalkan masalah realistic dalam matematika realistic kepada seluruh siswa serta membantu untuk memberi pemahaman (setting) masalah. Pada fase ini sebaiknya ditinjau ulang semua konsep-konsep yang berlaku sebelumnya dan diusahakan untuk mengaitkan masalah yang dikaji saat itu ke pengalaman siswa sebelumnya, b. Fase eksplorasi. Pada fase eksplorasi, siswa dianjurkan bekerja secara individual, berpasangan atau dalam kelompok kecil. Pada saat siswa sedang bekerja, mereka mencoba membuat model situasi masalah, berbagi pengalaman atau ide, membuat dugaan. Selanjutnya dikembangkan strategi-strategi pemecahan masalah yang mungkin dilakukan berdasarkan pada pengetahuan informal atau formal yang dimiliki siswa. c. Fase meringkas. Peranan siswa dalam fase ini sangat penting seperti: mengajukan dugaan, pertanyaan kepada yang lain, bernegosiasi, alternatif-alternatif pemecahan masalah, memberikan alasan, memperbaiki strategi dan dugaan mereka, dan membuat keterkaitan. Sebagai hasil diskusi, siswa diharapkan

13 menemukan konsep-konsep awal atau pengetahuan matematika formal sesuai dengan tujuan materi. 2.1.3.4 Keunggulan dan Kelemahan Matematika Realistik Mengungkapkan berbagai kekurangan sama artinya mengemukakan berbagai kelemahan yang muncul di depan mata kita, sebagai suatu kenyataan apa adanya, hal ini bukan berarti bahwa pembelajaran matematika yang telah berjalan pada kurun waktu yang lampau secara mutlak dipersalahkan atau sama sekali tidak memberi manfaat secara nyata kepada peserta didik. Namun, pemaparan berbagai kelemahan itu lebih diartikan sebagai titik tolak untuk mengambil tindakan positif sebagai upaya memberikan antisipasi berupa tindakan kongkrit bertahap yang harus ditempuh selama pelaksanaan pembelajaran. Menurut Mustaqimah (2001) dalam artikelnya mengatakan bahwa, keunggulan dan kelemahan Matematika Realistik sebagai berikut: a) Keunggulan Matematika Realistik a) Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya. b) Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan. c) Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya. d) Memupuk kerjasama dengan kelompok. e) Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya. f) Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat. g) Pendidikan budi pekerti, misalnya: kerja sama dan saling menghormati teman yang sedang berbicara.

14 b) Kelemahan Matematika Realistik a) Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya. b) Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah. c) Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang belum selesai. d) Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu. e) Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi/memberi nilai. 2.1.3.5 Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik Wahyudi dan Kriswandani (2007: 52) mengemukakan bahwa langkah langkah pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran matematika realistik adalah sebagai berikut : 1. Memahami masalah/soal konteks guru memberikan masalah/persoalan kontekstual dan meminta peserta didik untuk memahami masalah tersebut. 2. Menjelaskan masalah konstektual, langkah ini dilakukan apabila ada peserta didik yang belum paham dengan masalah yang diberikan. 3. Menyelesaikan masalah secara kelompok atau individu. 4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Guru memfasilitasi diskusi dan menyediakan waktu untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara kelompok. 5. Menyimpulkan hasil diskusi 2.1.4 Hasil Belajar Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Hasil belajar berasal dari dua kata dasar yaitu

15 hasil dan belajar, istilah hasil dapat diartikan sebagai sebuah prestasi dari apa yang telah dilakukan. Sedangkan definisi belajar menurut para ahli sebagai berikut : Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamanya yang berulangulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan. (Hilgard dan Bower, 1975 : 156) Belajar juga dapat dikatakan suatu proses perubahan dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningakatan kecakapan pengetahuan, sikap, pemahaman, keterampilan, daya fakir dan kemampuan lainnya. (Thursan Hakim, 2002) Beberapa penjelasan ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan perilaku siswa dalam bakat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar mengajar ialah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, menilai proses dan hasil belajar, termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru dalam pencapaian hasil belajar siswa. Petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil menurut Syiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain ( 2002 : 120 ) ialah : a) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok. b) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa. Berdasarkan ungkapan pendapat tentang hasil belajar tersebut maka dapat dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hasil belajar dalam penelitian ini

16 adalah kemampuan yang diperoleh individu setelah melakukan kegiatan belajar yang membawa suatu perubahan dari diri seseorang untuk mencapai tujuan dan ditegaskan bahwa salah satu fungsi hasil belajar siswa diantaranya ialah siswa dapat mencapai prestasi yang maksimal seauai dengan kapasitas yang mereka miliki, serta siswa dapat mengatasi berbagai macam kesulitan belajar yang mereka alami. 2.1.4.1 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar itu dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor Internal 1. Faktor Biologis (Jasmaniah) Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indera, anggota tubuh. Kedua, kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan dan minum yang teratur, olahraga serta cukup tidur. 2. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. Faktor psikologis ini meliputi hal-hal berikut. Pertama, intelegensi. Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Kedua, kemauan. Kemauan dapat dikatakan faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Ketiga,

17 bakat. Bakat ini bukan menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang. b. Faktor Eksternal 1. Faktor lingkungan keluarga Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dan utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian orangtua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya maka akan mempengaruhi keberhasilan belajarnya. 2. Faktor lingkungan sekolah Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan belajar siswa. Hal yang paling mempengaruhi keberhasilan belajar para siswa disekolah mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, pelajaran, waktu sekolah, tata tertib atau disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. 3. Faktor lingkungan masyarakat Seorang siswa hendaknya dapat memilih lingkungan masyarakat yang dapat menunjang keberhasilan belajar. Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa karena keberadaanya dalam masyarakat. Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya adalah, lembaga-lembaga pendidikan nonformal, seperti kursus bahasa asing, bimbingan tes, pengajian remaja dan lain-lain.

18 Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar seseorang dan dapat mencegah siswa dari penyebab-penyebab terhambatnya pembelajaran. 2.1.5 Metode Kerja Kelompok Kerja kelompok diartikan sebagai suatu kegiatan belajar mengajar dimana siswa satu kelas dibagi atas beberapa kelompok kelompok kecil, untuk mencapai tujuan tertentu. Metode kerja kelompok dapat dipakai untuk bermacam macam tujuan pengajaran. Pelaksanaannya tergantung pada beberapa factor, misalnya tujuan yang akan dicapai, kemampuan siswa, serta fasilitas pengajaran di kelas yang terbatas sehingga harus di buat beberapa kelompok. Metode kerja kelompok mengajak siswa agar mampu berkomunikasi dan berkerja sama dengan siswa yang lainnya pada saat mereka berdiskusi dengan temannya pada saat mengerjakan tugas dari guru. Siswa juga diharapkan agar bisa menjawab pertanyaan dari guru dan berani mengemukakan pendapatnya. Metode belajar secara kerja kelompok digunakan untuk mengembangkan sikap social anak didik, hal ini didasari pengakuan bahwa anak didik termasuk makhluk social yang memiliki kecenderungan untuk hidup bersama. Penggunaan metode kerja kelompok menuntut adanya keterlibatan yang aktif baik dari pihak guru maupun siswa, yang didasari perasaan yang menyenangkan, keterbukaan, tidak menegangkan, dan diberi kebebasan berkomunikasi dengan kelompoknya dalam menyelesaikan masalahnya tanpa menghilangkan keserasian, keharmonisan, antara guru dengan murid sehingga melalui metode kerja kelompok ini bisa menumbungkan dan mengembangkan intelektual peserta didik. Mudjiono (1991:61) mengemukakan Metode kerja kelompok dapat diartikan sebagai format belajar mengajar yang menitik beratkan kepada interaksi anggota yang satu dengan anggota yang lain dalam

19 satu kelompok guna menyelesaikan tugas tugas belajar secara bersama sama. Adapun kelebihan dari metode kerja kelompok yaitu : a) Dapat memupuk rasa kerjasama dengan teman temannya. b) Melatih keberanian untuk berkomunikasi dengan teman sekelas maupun diluar lingkungan sekolah. c) Suatu tugas yang banyak dapat terselesaikan dengan cepat. d) Adanya persaingan yang sehat. e) Melatih dan menanamkan rasa tenggang rasa dan tanggung jawab. Sedangkan kelemahan dari metode kerja kelompok yaitu : a) Adanya sifat-sifat pribadi yang ingin ditonjolkan /egois. b) Bagi yang keberaniannya kurang akan merasa rendah dan tergantung pada orang lain. c) Bila tidak ada kerja sama antar anggota maka akan ada hambatan dalam mengerjakan tugas. d) Adanya dominasi oleh orang lain. Melalui metode kerja kelompok diharapkan dapat menumbuh kembangkan rasa dan jiwa social yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois, menjalin rasa kesetiakawanan di lingkungan sekelasnya/ sekolah. Anak didik dibiasakan untuk hidup bersama, berkerja sama dalam kelompok akan menyadari bahwa dalam dirinya masing masing memiliki kekurangan dan kelebihan, persaingan positifpun otomatis akan terjadi dalam rangka mendapatkan hasil belajar yang optimal.

20 2.1.6 Bangun Ruang Bangun ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titiktitik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut. Permukaan bangun itu disebut sisi. Dalam memilih model untuk permukaan atau sisi, sebaiknya guru menggunakan model berongga yang tidak transparan. Model untuk bola lebih baik digunakan sebuah bola sepak dan bukan bola bekel yang pejal, sedangkan model bagi sisi balok lebih baik digunakan kotak kosong dan bukan balok kayu. Hal ini mempunyai maksud untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud sisi bangun ruang adalah himpunan titik-titik yang terdapat pada permukaan atau yang membatasi suatu bangun ruang tersebut. Sedangkan model benda masif dipergunakan untuk mengenalkan siswa pada bangun ruang yang meliputi keruangannya secara keseluruhan. Sedangkan untuk model berongga yang transparan, biasanya dibuat dengan mika bening atau plastik yang tebal dimaksudkan agar siswa memahami bahwa rusuk dihasilkan oleh perpotongan dua buah sisi dan titiksudut dihasilkan oleh adanya perpotongan tiga buah rusuk atau lebih. Selain itu bangun ruang dengan model berongga yang transparan ini juga dapat untuk melatih siswa dalam menggambar bangun ruang, karena kedudukan semua unsur bangun ruang dapat diamati untuk dialihkan dalam gambar. 2.1.7 Penggunaan Pendekatan Matematika Realistik pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran matematika realistik, misalnya diberikan contoh tentang pembelajaran pecahan di sekolah dasar (SD). Sebelum mengenalkan pecahan kepada siswa sebaiknya pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bilangan yang sama misalnya pembagian kue, supaya siswa memahami pembagian dalam bentuk yang sederhana dan yang terjadi dalam kehidupan

21 sehari-hari. Sehingga siswa benar-benar memahami pembagian setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran bukan matematika realistik dimana siswa sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan matematika realistic merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bangun ruang. Usaha ini dilakukan sehubungan dengan adanya kesenjangan antara materi yang dicita citakan oleh kurikulum tertulis (intended curriculum), serta perbedaan materi yang diajarkan dengan materi yang dipelajari siswa (relized curriculum). (Hasanah, 2010: 12). Pendekatan Matematika Realistik dalam pembelajaran matematika topic bangun ruang dapat membantu siswa yang pemahaman daya tilik ruangnya kurang dan lebih memahami pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dan benda benda nyata. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pembelajaran matematika topic bangun ruang dengan menerapkan pendekatan matematika realistic dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian yang dilakukan Suhartini (2004) tentang tinjauan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran sub topik pengukuran waktu di kelas II A SD Percobaan 2 Yogyakarta, hasilnya antara lain ditemukan bahwa siswa menggunakan konteks nyata yang biasa dilakukan siswa, siswa mengkontruksi

22 dan menyelesaikan masalah dengan cara mereka. Siswa berdiskusi dan bertanya atau mengemukakan kepada guru ataupun temannya atas masalah yang dihadapinya. Hasil penelitian Ratini (2005) tentang pembelajaran pecahan dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) di kelas III MIN Yogyakarta II menemukan bahwa terasa sekali siswa dapat menghayati pelajaran tentang pecahan dan dapat memberikan penjelasan, dapat menemukan pecahan lain serta faham mencari dan menemukan cara menjawab suatu masalah serta berkarya dengan kertas-kertas yang yang sudah dipotong-potong menjadi hiasan menarik. Siswa dapat memahami matematika, jiwa seni dan kreatifitas berkembang. Budaya diskusi dan kerja sama mewarnai setiap kegiatan pembelajaran. Penelitian Armanto (2003) tentang pengembangan alur pembelajaran lokal topik perkalian dan pembagian di dua kota yang berbeda yaitu Yogyakarta dan Medan dengan pendekatan Matematika Realistik menunjukkan bahwa siswa belajar dengan aktif, membangun pemahaman mereka sendiri dengan menggunakan strategi penemuan kembali dan mendapatkan hasil (menyelesaikan soal) baik secara individu maupun kelompok.

23 2.3 Kerangka Berpikir Pendekatan matematika realistik dapat membantu mengkonkretkan konsep konsep matematika yang abstrak, dan salah satu pembelajaran matematika yang beroreintasi pada matematisasi pengalaman sehari hari serta menerapkan matematika dalam kehidupan sehari hari adalah pembelajaran Matematika Realistik (MR). Diharapkan, siswa dapat lebih mudah menangkap dan memahami konsep-konsep tersebut. Dengan demikian dapat dipahami apabila penerapan pendekatan matematika realistik pada pembelajaran matematika topik bangun ruang untuk meningkatkan hasil belajar matematika bagi siswa kelas IV. Proses Belajar Mengajar (PBM) Guru/Peneliti Sebelum Tindakan Guru/Peneliti Dengan Tindakan Metode yang digunakan bersifat konvensional Siklus 1 Hasil Belajar Matematika rendah (nilai KKM 65) Pelaksanaan tindakan dengan menerapkan pendekatan matematika realistik Hasil Belajar Matematika belum semuanya meningkat (nilai KKM 66) Siklus II Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Perbaikan dari siklus I Hasil Belajar Matematika meningkat sesuai dengan KKM 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berpikir diatas, hipotesis tindakan penelitian adalah : Penerapan pendekatan matematika realistik pada pembelajaran matematika topik bangun ruang dapat meningkatkan hasil belajar matematika bagi siswa kelas IV.