MENENTUKAN KOEFISIEN EKSPANSI LINIER BATANG KUNINGAN DENGAN TEKNIK ESPI (ELECTRONIC SPECKLE PATTERN INTERFEROMETRY) ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
MENENTUKAN KOEFISIEN EKSPANSI LINIER MATERIALKUNINGAN DENGAN TEKNIK ESPI

Kontribusi Fisika Indonesia Vol. 12 No.2, April 2001

EVALUASI PERUBAHAN POLA SPEKEL TERHADAP PERGESERAN SUDUT POLARIZER MENGGUNAKAN METODE ELECTRONICA SPECKLE PATTERN INTERFEROMETRY (ESPI)

LAPORAN FISIKA LABORATORIUM OPTOELEKTRONIKA

PENGUKURAN NILAI PANJANG KOHERENSI DUA SUMBER LASER MENGGUNAKAN INTERFEROMETER MICHELSON

III. METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson

ANALISIS POLA INTERFERENSI CELAH BANYAK UNTUK MENENTUKAN PANJANG GELOMBANG LASER He-Ne DAN LASER DIODA

SISTEM OPTIK INTERFEROMETER MICHELSON MENGGUNAKAN DUA SUMBER LASER UNTUK MEMPEROLEH POLA FRINJI. Yayuk Widamarti*, Minarni, Maksi Ginting

Soal dan Jawab Eksperimen OSN 2010

JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 03, No.02,juli 2015

BAB II LANDASAN TEORI. pada permukaannya digoreskan garis-garis sejajar dengan jumlah sangat besar.

OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 BIDANG ILMU FISIKA

spektrometer yang terbatas. Alat yang sulit untuk diperoleh membuat penelitian tentang spektrum cahaya jarang dilakukan. Padahal penelitian tentang

INTERFEROMETER MICHELSON DAN CCD WEBCAM SEBAGAI PENENTU FREKUENSI GETAR OBJEK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan November 2013 s/d Mei 2014.

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

Perancangan Sistem Pengukuran Konsentrasi Larutan Dengan Menggunakan Interferometer Michelson

Pengukuran Panjang Koherensi Menggunakan Interferometer Michelson

Review Studi Difraksi Fresnel Menggunakan Celah Bentuk Lingkaran

Penentuan Faktor Intensitas Tegangan Dengan Metode Kaustik Determination of Stress Intensity Factor Using Caustic Method

Interferometer Michelson

BAB II. Landasan Teori

Difraksi. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung

MODUL 1 INTERFEROMETER DAN PRINSIP BABINET

Kompetensi. 1.Mahasiswa mampu menentukan perbedaan fasa antara dua buah gelombang. 2.Mahasiswa mampu menentukan pola gelap-terang hasil interferensi.

PENENTUAN TEBAL BAHAN TRANSPARAN

INTERFEROMETER DAN PRINSIP BABINET

A. PENGERTIAN difraksi Difraksi

Penentuan Nilai Panjang Koherensi Laser Menggunakan Interferometer Michelson

A. DISPERSI CAHAYA Dispersi Penguraian warna cahaya setelah melewati satu medium yang berbeda. Dispersi biasanya tejadi pada prisma.

BAB III METODE PENELITIAN. karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin. Selanjutnya,

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

Antiremed Kelas 12 Fisika

Interferensi Cahaya. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung

ANALISA DEFORMASI PELAT LOGAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE MOIRE PROYEKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 RANCANG BANGUN EKSPERIMEN SISTEM INTERFEROMETER SAGNAC

PEMBUATAN HOLOGRAM TRANSMISI

HANDOUT FISIKA KELAS XII (UNTUK KALANGAN SENDIRI) GELOMBANG CAHAYA

Evaluasi Perancangan Sensor Fiber Optik Plastik untuk Pengukuran Stress dan Strain

Studi Awal Aplikasi Fiber coupler Sebagai Sensor Tekanan Gas

ANALISA PEREKAMAN DAN REKONSTRUKSI HOLOGRAFI DIGITAL MIKROSKOPIK PADA KACA PREPARAT MENGGUNAKAN METODE IN-LINE. Mahasiswa Jurusan Fisika 2

Keywords : Optical flat, Fringe pattern, beam splitter, contack methode, interferometer Michelson methode.

Analisis Pola Interferensi Pada Interferometer Michelson untuk Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya

ANALISIS KONTRAS SPEKEL PADA OLI TERHADAP PERUBAHAN KEKENTALAN DENGAN VARIASI TEMPERATUR MENGGUNAKAN LSI (LASER SPECKLE IMAGING)

Penentuan Nilai Koefisien Linear Magneto Optik Bahan Transparan Menggunakan Interferometer Michelson

PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG DENGAN TEKNIK DIFRAKSI FRAUNHOFER MENGGUNAKAN CELAH SEMPIT BERBENTUK LINGKARAN

P out P in. Power(dB) = 10 Log 10. NA out = n 2 1 n2 2 (2) NA out = n 2 1 2a

BAB 4 ANALISIS DATA POLA INTERFERENSI FRINJI PADA SISTEM INTERFEROMETER SAGNAC

BAB 4 Difraksi. Difraksi celah tunggal

DETEKSI FORMALIN PADA TOMAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE LSI (LASER SPECKEL IMAGING)

Fisika I. Interferensi Interferensi Lapisan Tipis (Gelombang Pantul) 20:12:40. m2π, di mana m = 0,1,2,... (2n-1)π, di mana n =1,2,3,...

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

INTERFERENSI DAN DIFRAKSI

PENGARUH KENAIKAN FREKUENSI GETARAN AKUSTIK TERHADAP JUMLAH PERGESERAN FRINJI PADA INTERFEROMETER MICHELSON

Studi Difraksi Fresnel Untuk Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya Monokromatis Menggunakan Celah Bentuk Lingkaran

Interferometer Fabry Perot : Lapisan optis tipis, holografi.

Berkala Fisika ISSN : Vol. 7, No. 3, Juli 2004, hal 91-96

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun

DIFRAKSI FRAUNHOFER CELAH TUNGGAL DENGAN DAN TANPA MENGGUNAKAN LENSA POSITIF SEBAGAI PEMFOKUS

PENGUKURAN DISTRIBUSI INTENSITAS CAHAYA YANG DIHASILKAN KISI DIFRAKSI MENGGUNAKAN VERNIER LABPRO SKRIPSI

ANALISA PENGARUH SUDUT PENYINARAN TERHADAP GRAY VALUE PADA POLA SPEKEL BUAH APEL MENGGUNAKAN METODE LASER SPECKLE IMAGING. Mahasiswa Jurusan Fisika

ANALISA POINTING STABILITY SINAR LASER MENGGUNAKAN QUADRANT PHOTODIODE (QPD)

Sistem Interferometer Michelson untuk Mengukur Regangan pada Mesin Uji Tarik

METODA PENYARING RUANG SEDERHANA PADA INTERFEROMETER MICHELSON

Analisis Pengaruh Panjang Kupasan dan Perubahan Suhu Terhadap Pancaran Intensitas pada Serat Optik Plastik Multimode Tipe FD

Untuk terang ke 3 maka Maka diperoleh : adalah

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

Difraksi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0

EVALUASI DEGRADASI DISTRIBUSI TEGANGAN SISA PADA KACAMATA AKIBAT PENGARUH TERMAL DENGAN METODE FOTOELASTISITAS

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan tentang metode penelitian aplikasi multimode

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

LAPORAN PRAKTIKUM Pengukuran Panjang Gelombang Laser

PENENTUAN TEBAL BAHAN TRANSPARAN (ZnO) MENGGUNAKAN INTERFEROMETER MICHELSON

Comercial lamp, Michelson interferometer, prism spectroscope, color spectrum, coherence

PEMBUATAN ALAT PERCOBAAN PENGUKURAN KOEFISIEN PEMUAIAN PANJANG LOGAM DENGAN DIFRAKSI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. gelombang cahaya yang terbuat dari bahan silica glass atau plastik yang

BAB III KONDUKSI ALIRAN STEDI - DIMENSI BANYAK

BAB III METODE PENELITIAN

Pengukuran Panjang Gelombang Sumber Cahaya Berdasarkan Pola Interferensi Celah Banyak

Sensor Indeks Bias Larutan Menggunakan Fiber Coupler

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

PENENTUAN KOEFISIEN LINIER ELEKTRO OPTIS PADA AQUADES DAN AIR SULING MENGGUNAKAN GELOMBANG RF

APLIKASI SERAT OPTIK SEBAGAI SENSOR KEKENTALAN OLI MESRAN SAE 20W-50 BERBASIS PERUBAHAN TEMPERATUR

Abstrak. Kata kunci: NiraTebu, Sukrosa, Indeks bias, Interferometer Michelson

ANALISA PENGGUNAAN LENSA SILINDER UNTUK MENGUBAH BENTUK BERKAS LASER DIODA MENJADI BENTUK GARIS

JUSUSAN AKUNTAN INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM JURUSAN FISIKA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

ANALISIS INTERFERENSI CAHAYA LASER TERHAMBUR MENGGUNAKAN CERMIN DATAR BERDEBU UNTUK MENENTUKAN INDEKS BIAS KACA

LAPORAN R-LAB. Pengukuran Panjang Gelombang Laser

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tiga jenis bahan pembuat gigi yang bersifat restorative yaitu gigi tiruan berbahan

PENGUKURAN INDEKS BIAS ALKOHOL DENGAN MENGGUNAKAN INTERFEROMETER MICHELSON SKRIPSI

Pembuatan Model Laser Nd-YAG Gelombang Kontinyu Daya Rendah

MAKALAH CEPAT RAMBAT BUNYI DI UDARA

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT DAN PEREKAMAN POLA DIFRAKSI

Kurikulum 2013 Kelas 12 SMA Fisika

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Pengukuran Indeks Bias Minyak Kelapa Sawit dengan Menggunakan Metode Difraksi Fraunhofer Celah Tunggal

KISI DIFRAKSI (2016) Kisi Difraksi

Transkripsi:

MENENTUKAN KOEFISIEN EKSPANSI LINIER BATANG KUNINGAN DENGAN TEKNIK ESPI (ELECTRONIC SPECKLE PATTERN INTERFEROMETRY) 1 Edi Tri Astuti, 1 Suryadi, 2 Zona Mabrura Ishaq, dan 3 Ahmad Paiz 1 Pusat Penelitian Fisika LIPI, Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang 2 Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Andalas, Padang 3 Jurusan Fisika, Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Telah dilakukan eksperimen untuk menentukan koefisien ekspansi linier batang kuningan dengan teknik ESPI (Electronic Speckle Pattern Interferometry). Objek uji yang digunakan terbuat dari kuningan dengan diameter 45 mm, panjang 44 mm, dan dikenai beban thermal dari temperatur 30 C sampai dengan 40 C menggunakan heater (pemanas) yang ditempelkan erat dibelakang objek. Data citra spekel selama pemanasan diamati dan setiap selang waktu 1 menit disimpan di memori komputer untuk diproses. Pemrosesannya dilakukan dengan cara mensubtraksikan (mengurangkan) ke dua citra spekel pixel per pixel dan hasilnya ditampilkan di layar monitor dalam bentuk pola frinji. Dari eksperimen diperoleh harga koefisien ekspansi linier kuningan α = (1,96 ± 0,02)10-5 / C dengan standard deviasi terhadap rata-rata sebesar 1,02%. Kata kunci: ESPI (Electronic Speckle Pattern Interferometry), thermal, heater, citra, koefisien ekspansi linier. ABSTRACT An experiment to determine the linear coefficient of expansion for the brass rod have been done by using the ESPI (Electronic Speckle Pattern Interferometry) technique. The specimen we used were brass with diameter 45 mm, length 44 mm, and thermal loaded from temperature 30 C up to 40 C use heaters behind object. The image speckle data for each 1 menit during thermal were record by the computers. Its process done by subtraction to image speckle data pixel by pixel, and the result presented on monitor screen in the fringe pattern. From experiment obtained that the average value of the linear coefficient of expansion for the brass is, α = (1,96 ± 0,02)10-5 / C with the deviation from average value is 1.02 %. Keywords: ESPI (Electronic Speckle Pattern Interferometry), thermal, heater, image, the linear coefficient of expansion I. PENDAHULUAN Secara umum respon objek terhadap beban yang diberikan dapat mengakibatkan deformasi, dan itu dapat terjadi di daerah elastik, plastik maupun terjadinya patah static [1-3]. Pada daerah elastik, bila beban yang diberikan berupa thermal (panas) maka objek akan bertambah panjang, dan sebaliknya bila beban yang diberikan berupa pendinginan maka objek akan menyusut. Koefisien ekspansi linier dari sebuah objek didefinisikan sebagai perubahan panjang suatu objek karena adanya kenaikan temperatur 1 C. Untuk menentukan koefisien ekspansi linier ini secara 29

akurat maka perubahan panjang dari objek terhadap kenaikan temperatur harus diamati dengan seksama. Banyak metode yang telah dilakukan seperti: mikrometer kapasitans, x-ray, interferometri ultrasonik, dll. Metode-metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Oleh karena alasan itu maka diperlukan suatu teknik pengukuran yang lebih akurat dan tidak merusak, yaitu dengan teknik ESPI. Metode ESPI yang digunakan adalah teknik berkas ganda. Prinsip kerjanya didasarkan pada fenomena interferensi acak gelombang cahaya koheren yang dihamburkan dari suatu permukaan objek uji yang difus, hasil dari penyinaran cahaya laser yang dikombinasikan dengan komputer pengolah citra [1]. Konsep dasarnya adalah merekam citra spekel dari objek uji sebelum dan sesudah deformasi dengan kamera CCD. Data citra spekel disimpan di memori komputer untuk selanjutnya disubstraksikan secara piksel per piksel dan hasilnya ditampilkan di layar monitor dalam bentuk pola frinji. II. METODOLOGI 2.1. Teknik ESPI. Konsep dari teknik ini adalah dengan merekam citra spekel sebelum deformasi dan sesudah deformasi dengan menggunakan kamera CCD dan selanjutnya disimpan di memori komputer untuk diolah. Pengolahannya adalah dengan mensubtraksikan (mengurangkan) ke dua citra spekel pixel per pixel dan hasilnya ditampilkan di layar monitor dalam bentuk pola frinji. Secara matematis hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (lihat Gambar 1). Gambar 1. Prinsip teknik ESPI [1]. 30

Misalkan intensitas cahaya yang direkam sebelum terjadinya deformasi adalah [1]: I 1 = a 1 2 + a 2 2 + 2 a 1 a 2 cosφ (1) dimana a 1 dan a 2 adalah amplitudo dan φ. adalah beda fasa dari berkas pertama dan berkas kedua pada kondisi awal terhadap bidang normal. Pada saat objek dikenai beban, objek mengalami deformasi sebesar U. Pada saat ini besarnya intensitas cahaya sesudah deformasi adalah: I 2 = a 1 2 + a 2 2 + 2 a 1 a 2 cos (φ + φ) (2) dimana φ adalah beda fasa ke dua berkas sesudah deformasi. Kedua data tersebut kemudian disubtraksikan pixel per pixel dengan menggunakan program pengolah citra dan hasilnya ditampilkan di layar monitor dalam bentuk pola frinji. Jika amplitudo a 1 = a 2 = A, maka rumusnya menjadi [1]: Ι = I 2 I 1 φ φ = 4A 2 sin(φ + 2 ) sin 2 (3) Perubahan intensitas Ι terhadap waktu terlalu cepat untuk diamati oleh mata ataupun kamera, sehingga yang dapat diamati hanyalah intensitas rata-rata: φ Ι = 4A 2 sin 2 (4) Untuk φ/2 = nπ maka harga I= 0 (terjadi garis gelap) dan bila φ/2 = (n + ½)π maka harga I = 1 (terjadi garis terang) untuk n = 0,1, 2, 3, dst. Besarnya deformasi arah in-plane U ditentukan melalui persamaan matematik [1]: U = mλ 2sinθ (5) dengan λ adalah panjang gelombang cahaya, m adalah jumlah pola frinji dan θ adalah besarnya sudut datang terhadap bidang normal. 31

2.2. Pengolahan Data Citra Spekel. Selama objek dikenai beban thermal, data citra spekel direkam secara terus menerus dengan selang waktu t oleh kamera dan disimpan di dalam memori komputer. Untuk mengetahui keadaan deformasi maka dilakukan proses subtraksi setiap pixel dari dua citra spekel I t dan I t+p t. secara kontinyu seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Proses pengolahan ini menghasilkan pola frinji I t, I t dan I t3, I nt. Gambar 2. Pengolahan citra spekel [1]. 2.3. Menentukan Koefisien Ekspansi Linier. Efek-efek yang biasa terjadi akibat perubahan temperatur adalah perubahan ukuran dan perubahan keadaan bahan. Perubahan dimensi linier dari suatu objek, seperti panjang, lebar, atau tebalnya karena adanya kenaikan temperatur 1 C dinamakan koefisien ekspansi thermal linier atau koefisien ekspansi linier. Jika suatu objek memiliki panjang linier L pada temperatur T, maka perubahan panjang yang berasal dari suatu perubahan temperatur T adalah L yang dapat dituliskan sebagai [1]: L =α L T (7) dengan α, yang dinamakan koefisien ekspansi linier, mempunyai nilai yang berbeda-beda untuk bahan-bahan yang berbeda. Dengan menuliskan kembali rumus ini maka kita dapatkan: 32

L α = T L (8) sehingga α mempunyai arti sebagai bagian perubahan panjang per derajat perubahan temperatur. Untuk menentukan koefisien ekspansi linier dalam makalah ini digunakan rumus berikut dibawah ini [4,5]: mλ 2sinθ L α = T (9) III. EKSPERIMEN DAN HASIL Teknik ESPI yang digunakan pada eksperimen ini adalah teknik ESPI berkas ganda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 [3,6,7]. M1 SF BS CCD Objek uji Laser He-Ne M2 SF Ke komputer Gambar 3. Diagram skematik sistem ESPI berkas ganda [3]. 33

Berkas cahaya monokhromatis dan koheren yang digunakan pada interferometer ini berasal dari sumber laser He-Ne dengan λ = 632,8 nm dan daya 25 mw. Laser digunakan sebagai sumber cahaya untuk menerangi permukaan objek uji. Keluaran berkas laser dibagi menjadi dua berkas optik oleh pembagi berkas. Sebagian berkas dipantulkan oleh cermin 1 dan disebarkan oleh lensa objektif sehingga dapat menyinari objek secara merata. Dengan cara yang sama sebagian berkas lainnya dipantulkan oleh cermin 2 dan disebarkan oleh lensa objektif agar dapat menyinari objek sehingga membentuk interferometer antara berkas yang satu dengan berkas yang lainnya. Besarnya sudut datang berkas cahaya laser terhadap bidang normal pada objek uji θ adalah 27 0. Citra objek direkam dengan kamera CCD. Objek yang digunakan pada eksperimen ini adalah batang kuningan dengan diameter 45 mm, panjang 44 mm, tebal 5 mm, dan dengan diameter lubang 8 mm yang dibentuk sedemikian rupa untuk memasukkan heater seperti ditunjukkan pada Gambar 4. 34

Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia ISSN No. 0854-3046 (b) objek dan pemanas (a) tampak samping sistem objek Gambar 4. Objek uji. Objek dikenai beban thermal menggunakan pemanas (heater) yang ditempelkan erat dari belakang objek dengan perubahan temperatur konstan sebesar 1 C. Data citra spekel selama pemanasan setiap selang waktu 1 menit direkam di memori komputer. Pola frinji hasil subtraksi yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Pola frinji hasil subtraksi selama pemanasan t=1 28 menit. Jumlah frinji (m) bertambah dengan pertambahan temperatur. Hasil perhitungan deformasi inplane dan koefisien ekspansi linier dapat dilihat pada Tabel 1. 35

Tabel 1. Waktu pemanasan terhadap jumlah frinji dan koefisien ekspansi linier Wakt Beda Jumlah Wakt Beda Jumlah Temp U Temp U u temp frinji α ( C) u temp frinji α ( C) ( C) ( m) ( C) ( m) (mnt) ( C) (m) (mnt) ( C) (m) 1 30.00 0.00 0.00 0.00 0.00E+00 15 35.90 5.90 7.20 4.85 1.87E-05 2 30.40 0.40 0.50 0.34 1.91E-05 16 36.00 6.00 7.40 4.99 1.89E-05 3 30.50 0.50 0.60 0.40 1.84E-05 17 36.50 6.50 8.40 5.66 1.98E-05 4 31.00 1.00 1.30 0.88 1.99E-05 18 36.90 6.90 8.90 6.00 1.98E-05 5 31.50 1.50 1.90 1.28 1.94E-05 19 37.00 7.00 9.00 6.07 1.97E-05 6 31.90 1.90 2.50 1.68 2.02E-05 20 37.50 7.50 9.40 6.33 1.92E-05 7 32.00 2.00 3.10 2.09 2.37E-05 21 37.90 7.90 9.50 6.40 1.84E-05 8 32.50 2.50 3.40 2.29 2.08E-05 22 38.00 8.00 10.10 6.81 1.93E-05 9 33.00 3.00 3.90 2.63 1.99E-05 23 38.50 8.50 10.50 7.08 1.89E-05 10 33.50 3.50 4.40 2.97 1.93E-05 24 38.90 8.90 11.00 7.41 1.89E-05 11 33.90 3.90 5.00 3.37 1.96E-05 25 39.00 9.00 11.50 7.75 1.96E-05 12 34.00 4.00 5.10 3.44 1.95E-05 26 39.50 9.50 12.00 8.09 1.93E-05 13 34.90 4.90 6.20 4.18 1.94E-05 27 39.90 9.90 12.50 8.42 1.93E-05 14 35.00 5.00 6.50 4.38 1.99E-05 28 40.00 10.00 13.00 8.76 1.99E-05 Rata-rata α = α = 5.28x10 4 = 1.96 x 10-5/( C) n 27 Standard deviasi δ = - -2 -- (α α) 2.04042x10 12 = = 0.02 x 10-5/( C) (n 1) 27 Dari perhitungan diperoleh bahwa nilai koefisien ekspansi linier kuningan sebesar α = (1,96 ± 0,02)10-5 / C dengan standard deviasi terhadap rata-rata sebesar 1,02%. Sedangkan dari literatur diketahui bahwa harga koefisien ekspansi linier kuningan adalah 1.9 x 10-5 / C. Kurva hubungan waktu pemanasan dan jumlah frinji dapat dilihat pada Gambar 6. (m) frinji Jumlah 14 12 10 8 6 4 y = 0.4846x + 0.0584 Gbr. 6. Kurva hubungan waktu pemanasan dan jumlah frinji. 2 0 0 4 8 12 16 20 24 28 Waktu pemanasan (menit) 36

Pada Gambar 7 berikut disajikan kurva hubungan antara deformasi in-plane dan jumlah frinji sedangkan pada Gambar 8 ditunjukkan kurva hubungan antara temperatur dan pertambahan panjang relatif. 14 12 y = 1.4839x (m) frinji Jumlah 10 8 6 4 2 0 0 1.5 3 4.5 6 7.5 9 Deformasi in-plane ( m) Gambar 7. Kurva deformasi in-plane dan jumlah frinji 2.50E-02 2.00E-02 y = 0.0019x - 0.0573 (%) DL/L 1.50E-02 1.00E-02 5.00E-03 0.00E+00 30 32 34 36 38 40 Temperatur (o C) Gambar 8. Kurva temperatur dan pertambahan panjang relatif. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Teknik ESPI (Electronic Speckle Pattern Interferometry) dapat digunakan untuk menentukan koefisien muai panjang suatu bahan. 2. Dari eksperimen diperoleh harga koefisien ekspansi linier kuningan sebesar α = (1,96 ± 0,02)10-37

5 / C dengan standard deviasi terhadap rata-rata sebesar 1,02%. Sedangkan dari literatur diketahui bahwa harga koefisien ekspansi linier kuningan adalah 1.9 x 10-5 / C 3. Agar diperoleh hasil pengukuran yang lebih baik maka disarankan untuk memperkecil beda temperatur. Dengan demikian maka informasi pola frinji yang didapat juga akan lebih banyak sehingga distribusi temperatur di seluruh permukaan objek dapat ditentukan. DAFTAR PUSTAKA 1. R. S. Sirohi, Speckle Metrology, ed. R.S. Sirohi, Marcel Dekker, Inc., New York, 1993. 2. Electronic speckle pattern interferometry is an attractive technique for the characterization of materials at elevated temperatures dari http: //www.asnt.org /publications/materialseval /solution /jan98solutions/jan98 sol.htm. 3. Rika Suriamah, Edi Tri Astuti, dan Suprapedi, Menentukan Modulus Elastisitas Pelat Aluminium A5063 Dengan Teknik ESPI (Electronics Speckle Pattern Interferometry), J. Fis. HFI A5 (2002) 0519. 4. Endang Susilo R, Merry Chrismanto, Aplikasi Interferometer Geser Murty Untuk Pengukuran Koefisien Muai Panjang dari Batang Aluminium, Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya 2003, Fisika MIPA ITS-Surabaya, Vol. 2, hal. 290-293. 5. Endang Susilo R, Priyo Budi Wibowo, Pengukuran Koefisien Muai Panjang Dari Batang Aluminium Dengan Menggunakan Metode Interferometer Michelson, Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya 2003, Fisika MIPA ITS-Surabaya, Vol. 2, hal. 294-298. 6. Edi Tri Astuti dan Suprapedi, Visualisasi Pola Frinji Pada Pengujian Dinamik Pelat Aluminium Dengan Teknik Interferometri Spekel, J. Fis. HFI A5 (2002) 0519. 7. Agus Suheri, Edi Tri Astuti, Suprapedi, dan Sigit Arianto, Pengukuran Pergeseran Piezoeleectric Transducer Dengan Teknik Interferometri Spekel, J. Fis. HFI A5 (2002) 0519 38