HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Performa Ayam Petelur Strain ISA-Brown Umur Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

MATERI DAN METODE. Materi

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar Jenis dan Morfologi

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Kelangsungan Hidup

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

MATERI DAN METODE. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging dengan bobot badan 1,9 kg

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi Kandungan nutrien bungkil biji jarak pagar (disertai kulit) sebelum dan sesudah mengalami pengolahan secara biologis (fermentasi) dengan kapang Rhizopus oligosporus dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar 1) Nutrien Tanpa pengolahan Fermentasi Bahan kering (%) 94,65 90,16 Protein kasar (%) 20,71 21,41 Serat kasar (%) 41,62 42,95 Lemak kasar (%) 10,86 4,53 Beta-N (%) 16,18 16,33 Abu (%) 5,28 4,94 Ca (%) 0,65 0,46 P total (%) 0,78 0,78 Energi bruto (kkal/g) 3.698 4.160 Kadar curcin 2) (%) 0,0897 0,0675 Sumber : 1) Hasil analisa laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2006) 2) Hasil analisa laboratorium Pasca Panen Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2006) Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa kadar bahan kering, abu, energi bruto, kadar curcin dan kandungan nutrien bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) yang diolah secara biologis (fermentasi dengan Rhizopus oligosporus) mengalami perubahan kandungan nutrien. Bahan kering dan abu setelah fermentasi mengalami penurunan. Beberapa kandungan nutrien mengalami peningkatan seperti protein kasar, serat kasar dan Beta-N. Kandungan nutrien yang mengalami penurunan adalah lemak kasar, dan mineral kalsium. Kandungan energi bungkil biji jarak juga mengalami peningkatan dan terjadi penurunan kadar curcin setelah proses fermentasi. Penurunan bahan kering pada proses fermentasi dengan Rhizopus oligosporus dari 94,65% (tanpa pengolahan) menjadi 90,16% (fermentasi) disebabkan penggunaan air selama proses fermentasi bungkil biji jarak pagar. Penurunan kadar

abu sebanding dengan terjadinya penurunan pada kadar bahan kering bungkil biji jarak dari 5,28% (tanpa pengolahan) menjadi 4,94% setelah difermentasi. Peningkatan nilai protein kasar setelah proses fermentasi dengan menggunakan Rhizopus oligosporus sebesar 3,38% (dari 20,71% menjadi 21,41%), menunjukkan efektifitas enzim protease Rhizopus oligosporus dalam merombak senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Enzim protease berperan dalam memecah protein menjadi asam amino,sehingga meningkatkan daya cerna (Ganjar, 1977). Peningkatan kandungan serat kasar setelah difermentasi disebabkan oleh aktivitas Rhizopus oligosporus yaitu pembentukan dinding sel kapang yang termasuk polisakarida seperti selulosa (Eze dan Ibe, 2005). Penurunan lemak kasar disebabkan penggunaan lemak oleh kapang untuk menghasilkan energi yang diperlukan untuk aktivitas ketika kandungan gula rendah (Eka, 1980). Kandungan kalsium mengalami penurunan dan pospor relatif tetap. Penurunan kandungan kalsium kemungkinan disebabkan aktivitas Rhizopus oligosporus yang memerlukan Ca untuk pertumbuhan dan sintesis protein. Kadar phospor yang relatif tetap (0,78%) disebabkan adanya phitat dalam bungkil biji jarak yang bersifat mengikat phospor sehingga sulit didegradasi Rhizopus oligosporus. Kadar curcin setelah fermentasi mengalami penurunan dari 0,0897% menjadi 0,0675% atau sebesar 24,75%. Hal tersebut disebabkan aktivitas Rhizopus oligosporus dalam merombak protein dalam bungkil biji jarak pagar. Selain itu dalam proses fermentasi menggunakan metode pemanasan (pengukusan) sehingga terjadi penurunan curcin, seperti diketahui curcin memiliki sifat tidak tahan terhadap panas (Aregheore et al., 2003).

Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Konsumsi Ransum merupakan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan yang berpengaruh terhadap bobot badan, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Konsumsi ransum pada periode starter dan grower selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Konsumsi Ransum pada Periode Starter dan Grower Periode R0 R1 R2 R3 ------------------------------------ (gram/ekor) ------------------------------------- Starter 451,1±16,4 A 330,3±44,1 B 249,2±28,9 C 154,4±17,1 D (0-2 Minggu) Grower 2188,8±290,6 A 1312,3±201,2 B 712,7±167,1 C 380,6±60,6 C (2-5 Minggu) Kumulatif 2639,9±278,26 A 1642,52±219,47 B 961,80±194,62 C 607±142,56 C (0-5 Minggu) Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01). R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi Rataan konsumsi ransum pada periode starter berkisar antara 154,4-451,1 gram/ekor (Tabel 10). Hasil sidik ragam pada periode starter menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak terfermentasi, baik sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi ransum jika dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan tersebut sebesar 26,78% (R1), 44,76% (R2) dan 65,77% (R3). Hal ini disebabkan ransum tidak palatabel karena mengandung serat kasar yang bersifat bulky (Amrullah, 2003), dan kemungkinan pengaruh bau dan rasa bungkil biji jarak (Aregheore et al., 2003) serta masih terdapat kandungan racun curcin dan (terutama) phorbolesther. Adanya senyawa yang berbahaya (racun) menyebabkan respon berupa mekanisme pertahanan diri dari tubuh sehingga terjadinya penurunan konsumsi ransum (Makkar dan Becker, 1997b). Efek racun pada periode starter disebabkan karena daya tahan tubuh ayam masih rentan terhadap racun sehingga dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh, terutama berkaitan dengan fungsi hati sebagai tempat detoksifikasi racun dan organ pencernaan seperti usus yang berperan

sebagai tempat penyerapan zat-zat nutrisi. Hal ini sesuai dengan Makkar dan Becker (1997a,b) yang menyatakan bahwa pada awalnya phorbolesther dan curcin menyebabkan gangguan pada proses fisiologis pencernaan dan penurunan kecernaan nutrisi. Rataan konsumsi ransum periode grower berkisar antara 380,6-2188,8 gram/ekor. Sidik ragam pada periode grower menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi ransum dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan tersebut sebesar 40,04% (R1), 67,44% (R2) dan 82,61% (R3). Peningkatan persentase penurunan konsumsi ransum yang terjadi diantara perlakuan dibandingkan dengan kontrol (R0) disebabkan pengaruh racun curcin dan (terutama) phorbolesther yang terakumulasi didalam tubuh. Akumulasi tersebut menyebabkan kerusakan organ hati dan pendarahan pada pembuluh darah usus (Istichomah, 2007; Lusiana, 2008). Kerusakan organ hati sebagai tempat detoksifikasi racun menyebabkan pula kerusakan usus yang berfungsi sebagai tempat penyerapan zat-zat nutrisi karena racun tersebut ikut terserap. Racun tersebut kemudian memodifikasi sel-sel usus sehingga sel-sel usus tersebut menjadi rusak. Becker dan Makkar (1998) melaporkan bahwa peningkatan level penggunaan phorbolester dalam pakan ikan dapat menekan konsumsi ransum, hal ini diperkirakan karena usus mengalami iritasi. Phorbolesther diketahui menyebabkan efek iritasi kulit dan pemacu tumor karena merangsang PKC (Protein Kinase C) yang berperan dalam sinyal transduksi dan proses perkembangan seluruh sel dan jaringan (Makkar dan Becker, 1997b; Goel et al., 2007). Efek akumulasi racun tersebut menyebabkan kerusakan dan kematian hepatosit (nekrosis) hati, ginjal, jantung, paru-paru, saluran gastrointestinal, pembuluh darah, sistem saraf dan sumsum tulang (Makkar dan Becker, 1997a, b). Mekanisme tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi organ-organ tubuh sehingga berpengaruh terhadap terjadinya penurunan konsumsi ransum. Rataan konsumsi ransum kumulatif selama penelitian berkisar antara 607-2639,9 gram/ekor. Rataan konsumsi ransum kontrol (R0) maupun perlakuan R1 (3%), R2 (6%) dan R3 (9%) masih dibawah standar konsumsi ransum strain Ross berdasarkan Aviagen (2007) yaitu sebesar 523 gram/ekor (periode starter) dan 3.248 gram/ekor (periode grower). Penurunan konsumsi ransum perlakuan terkait dengan

peningkatan persentase bungkil biji jarak dalam ransum karena meningkatkan pula kadar racun curcin dan phorbolesther. Histogram rataan konsumsi total selama pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 5. Keterangan R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi Gambar 5. Konsumsi Ransum Selama Pemeliharaan Hasil sidik ragam kumulatif menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi ransum dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan tersebut masing-masing sebesar 37,78% (R1), 63,57% (R2) dan 77,01% (R3). Hal ini disebabkan semakin meningkatnya persentase penggunaan bungkil biji jarak dalam ransum sehingga menyebabkan peningkatan kadar racun curcin dan phorbolesther. Penurunan konsumsi kemungkinan disebabkan pengaruh diare, penurunan konsumsi air dan dehidrasi selama pemberian bungkil biji jarak pagar. Hal ini sesuai dengan Ahmed dan Adam (1979a,b) yang melaporkan bahwa racun tersebut menyebabkan tanda-tanda klinis pada sapi dan domba, seperti diare, penurunan konsumsi air, dehidrasi dan penurunan kondisi tubuh. Pemberian bungkil biji jarak pagar dengan fermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus meningkatkan konsumsi ransum dibandingkan pemberian bungkil biji jarak tanpa perlakuan. Penelitian Nurhidayah (2007) menunjukkan bahwa konsumsi ransum periode starter (0-2 Minggu) dengan pemberian bungkil biji jarak tanpa perlakuan dalam ransum sebesar 5%, yaitu 207,13 gram/ekor dan

penggunaan sebesar 10% dalam ransum yaitu 132,59 gram/ekor, sedangkan konsumsi ransum dengan penggunaan bungkil biji jarak sebesar 5% dalam ransum umur 28 hari sebesar 363,06 gram/ekor. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan Bobot badan merupakan bobot badan ayam broiler yang dicapai selama masa pemeliharaan. Bobot badan yang diperoleh pada periode starter dan grower dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rataan Bobot Badan Periode Starter dan Grower Periode R0 R1 R2 R3 ------------------------------------(gram/ekor)--------------------------------------- Starter 354,7±12,9 A 246,2±13,4 B 163,8±16,2 C 115,7±18,2 D (0-2 Minggu) Grower-Finisher 1426,1±176,8 A 861,3±96,1 B 445,3±55,1 C 297,3±24,4 C (2-5 Minggu) Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01). R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi Rataan bobot badan pada periode starter berkisar antara 115,7-354,7 gram/ekor. Hasil sidik ragam pada periode starter menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak terfermentasi, baik sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) sangat nyata (p<0,01) menurunkan bobot badan dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan tersebut sebesar 30,59% (R1), 53,82% (R2) dan 67,38% (R3). Rendahnya bobot badan yang dicapai terkait adanya racun curcin dan phorbolesther. Racun tersebut berpengaruh terhadap konsumsi ransum dan penyerapan nutrisi ransum (Makkar dan Becker, 1997b; Becker dan Makkar, 1998). Hal ini sesuai dengan Bell dan Weaver (2002) yang menyatakan bobot badan dipengaruhi oleh konsumsi ransum, sehingga berpengaruh terhadap konsumsi energi (Widodo, 2002) dan protein (Scott et al., 1982. Racun curcin dan phorbolesther berpengaruh terhadap penyerapan nutrisi sehingga konsumsi energi dan protein menurun. Curcin merupakan protein yang berikatan secara spesifik dengan karbohidrat dan dapat menghambat sintesis

protein di dalam ribosom (Pfander, 1984 dalam Marni, 1991). Konsumsi energi dan protein dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14. Rataan bobot badan pada periode grower (akhir) berkisar antara 297,3-1426,1 gram/ekor. Sidik ragam periode grower menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan bobot badan dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan tersebut sebesar 39,60% (R1), 68,77% (R2) dan 79,15% (R3). Meningkatnya penurunan persentase bobot badan dibandingkan periode starter disebabkan akumulasi racun curcin dan phorbolester yang berpengaruh terhadap konsumsi ransum dan konsumsi nutrisi (terutama energi dan protein). Rendahnya energi dan protein dengan pemberian bungkil biji jarak menyebabkan rendahnya bobot badan yang diperoleh karena terjadi penekanan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan Makkar dan Becker (1997b) yang menyatakan phorbolesther dalam ransum berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Histogram rataan bobot badan akhir pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan kurva bobot badan tiap minggu dapat dilihat pada Gambar 7. Keterangan R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi Gambar 6. Bobot Badan Akhir Pemeliharaan

Gambar 7. Bobot Badan Tiap Minggu Selama Pemeliharaan Bobot badan setiap minggu mengalami peningkatan bervariasi. Hal ini disebabkan oleh kadar racun curcin dan phorbolesther yang berpengaruh terhadap penurunan konsumsi ransum yang berbanding lurus dengan asupan energi dan protein sehingga bobot badan semakin rendah. Bobot badan yang diperoleh mengikuti kurva pertumbuhannya masing-masing (Gordon dan Charles, 2002). Bobot badan yang dicapai selama pemeliharaan baik kontrol (R0) maupun perlakuan pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) lebih rendah dibandingkan dengan bobot badan berdasarkan Aviagen (2007). Bobot standar berdasarkan Avigen (2007) pada periode starter sebesar 455 gram/ekor dan periode grower sebesar 2.021 gram/ekor. Bobot badan yang rendah pada perlakuan dibandingkan kontrol (R0) disebabkan broiler tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup untuk pembentukan daging karena menurunnya konsumsi akibat adanya racun curcin dan phorbolesther yang terdapat di dalam ransum Penelitian Nurhidayah (2007) menunjukkan bahwa bobot badan periode starter (0-2 Minggu) dengan pemberian bungkil biji jarak tanpa perlakuan sebesar 5% dalam ransum yaitu 164,23 gram/ekor, sedangkan bobot badan dengan penggunaan sebesar 10% dalam ransum yaitu 130,16 gram/ekor. Bobot badan dengan penggunaan bungkil biji jarak sebesar 5% dalam ransum umur 28 hari lebih rendah dibandingkan pemberian bungkil biji jarak yang difermentasi dengan Rhizopus oligosporus.

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot merupakan selisih antara bobot badan yang dicapai dalam waktu tertentu terhadap bobot awal. Perbandingan pertambahan bobot badan pada periode starter dan grower selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rataan Pertambahan Bobot Badan Periode Starter dan Grower Periode R0 R1 R2 R3 ------------------------------------ (gram/ekor)-------------------------------------- Starter 307,4±12,9 A 199,7±12,7 B 120,5±15,4 C 70,5±17,8 D (0-2 Minggu) Grower 1071,5±166,3 A 615,2±93,4 B 281,5±39,0 C 181,7±33,7 C (2-5 Minggu) Kumulatif 1378,9±178,03 A 814,83±99,94 B 401±34,65 C 252,2±71,74 C (0-5 Minggu) Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01). R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi Rataan pertambahan bobot badan pada periode starter berkisar antara 70,5-307,4 gram/ekor. Hasil sidik ragam pada periode starter menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak terfermentasi, baik sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) sangat nyata (p<0,01) menurunkan pertambahan bobot badan jika dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan tersebut sebesar 35,03% (R1), 60,80% (R2) dan 77,07% (R3). Hal tersebut disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein akibat rendahnya konsumsi ransum karena pengaruh racun curcin dan (terutama) phorbolesther. Efek racun tersebut menyebabkan penurunan fungsi penyerapan nutrisi dalam saluran pencernaan (Makkar dan Becker, 1997a,b; Becker dan Makkar, 1998) dan bersifat merusak sel dan jaringan organ pencernaan (UniProt, 2007). Adanya kerusakan organ pencernaan dan ikatan kompleks antara racun dan sebagian nutrisi (karbohidrat dan protein) dapat mengakibatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berkurang. Rataan pertambahan bobot badan pada periode grower berkisar antara 181,7-1071,5 gram/ekor. Sidik ragam periode grower menunjukkan bahwa pemberian

bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan pertambahan bobot badan dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan tersebut sebesar 42,59% (R1), 73,73% (R2) dan 83,04% (R3). Penurunan persentase pertambahan bobot badan pada periode grower meningkat dibandingkan periode starter, hal ini disebabkan pengaruh racun yang terakumulasi di dalam tubuh yang menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh (Istichomah, 2007), sehingga terjadi penurunan status kesehatan ternak dan konsumsi ransum. Pertambahan bobot badan yang dicapai selama pemeliharaan baik kontrol (R0) maupun perlakuan pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) lebih rendah dibandingkan pertambahan bobot badan berdasarkan Aviagen (2007). Pertambahan bobot badan standar menurut Aviagen (2007) pada periode starter sebesar 413 gram/ekor dan periode grower sebesar 1939 gram/ekor. Pertambahan bobot badan yang rendah dibandingkan kontrol (R0) disebabkan adanya kandungan racun curcin dan phorbolesther sehingga berpengaruh terhadap konsumsi nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan. Lin et al. (2003) mengatakan bahwa curcin dapat berfungsi sebagai pengikat (binding) dari glycoprotein (biomolekul yang merupakan gabungan dari protein dan karbohidrat) pada permukaan sel. Mekanisme dari curcin berhubungan dengan aktivitas N-glycosidase yang kemudian dapat mempengaruhi metabolisme. N-glycosidase merupakan enzim glycosidase yang berfungsi sebagai pengatur kenormalan sel, antibakteri dan mendegradasi selulosa dan hemiselulosa. Selain itu, curcin bersifat aksi inhibitor yang kuat terhadap sintesa protein. Histogram rataan pertambahan bobot badan dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan pertambahan bobot badan tiap minggu pada Gambar 9. Pertambahan bobot badan relatif meningkat sampai umur 4 minggu kemudian menurun. Pertumbuhan ayam broiler sangat sensitif terhadap tingkat nutrisi yang diperoleh sehingga keseimbangan zat nutrisi sangat penting (Scott et al., 1982). Rendahnya pertambahan bobot badan yang diperoleh pada pemberian bungkil biji jarak terkait asupan racun curcin dan phorbolesther yang berpengaruh terhadap konsumsi nutrisi ransum. Menurut North dan Bell (1990), peningkatan bobot badan setiap minggunya tidak terjadi secara seragam. Setiap minggu pertumbuhan ayam mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan.

Keterangan R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi Gambar 8. Pertambahan Bobot Badan Selama Pemeliharaan Gambar 9. Pertambahan Bobot Badan Tiap Minggu Selama Pemeliharaan Hasil sidik ragam kumulatif menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan pertambahan bobot badan dibandingkan dengan kontrol (R0), masingmasing sebesar 40,91% (R1), 70,92% (R2) dan 81,71% (R3). Hubungan pertambahan bobot badan yang diperoleh selama pemeliharaan erat kaitannya dengan racun curcin dan phorbolesther yang berkorelasi negatif terhadap konsumsi ransum. Semakin tinggi konsumsi pakan, semakin tinggi pula pertambahan bobot badan, dan

sebaliknya. Tingkat konsumsi ransum berkaitan erat dengan konsumsi energi dan protein. Menurut Widodo (2002), agar jaringan daging tumbuh lebih cepat maka protein dalam ransum harus diberikan secara maksimal, namun energi dalam ransum juga diberikan secara maksimal karena energi digunakan untuk menggerakkan kegiatan dan menghasilkan daging. Rataan konsumsi energi pada periode starter dan grower dapat dilihat pada Tabel 13, sedangkan rataan konsumsi protein pada Tabel 14. Tabel 13. Rataan Konsumsi Energi Periode Starter dan Grower Periode R0 R1 R2 R3 ------------------------------------(kkal/ekor)--------------------------------------- Starter 1378,5±50,1 A 1012,7±135,2 B 764,8±88,9 C 473,8±52,4 D (0-2 Minggu) Grower 6743,8±895,5 A 4050,9±621,0 B 2200,2±515,7 C 1175,2±187,1 C (2-5 Minggu) Kumulatif 8122,3±857,6 A 5063,6±720,2 B 2975,0±600,2 C 1649,0±224,3 C (0-5 Minggu) Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01). Rataan konsumsi energi periode starter berkisar antara 473,8-1378,5 kkal/ekor. Hasil sidik ragam pada periode starter menunjukkan pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) 9% dan (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi energi dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan konsumsi energi sebesar 26,54% (R1), 44,52% (R2) dan 65,63% (R3). Rataan konsumsi energi periode grower berkisar antara 1175,2-6743,8 kkal/ekor. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi energi dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan konsumsi energi tersebut sebesar 39,93% (R1), 67,37% (R2) dan 82,57% (R3). Semakin tinggi taraf pemberian bungkil biji jarak semakin rendah konsumsi energi karena menurunnya konsumsi ransum akibat pengaruh kandungan racun curcin dan phorbolesther. Curcin merupakan racun yang berikatan dengan protein dan karbohidrat

Rataan konsumsi energi secara kumulatif berkisar antara 1649,0-8122,3 kkal/ekor. Konsumsi energi selama pemeliharaan masih di bawah konsumsi energi strain Ross secara genetis (Aviagen, 2007) yaitu 10282,3 kkal/ekor, tetapi konsumsi energi kontrol (R0) lebih baik dibandingkan perlakuan pemberian bungkil biji jarak pagar sebanyak 3% (R1), 6% (R2) maupun 9% (R3) (Tabel 13). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi energi dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan konsumsi energi tersebut sebesar 37,66% (R1), 63,37% (R2) dan 79,69% (R3) dibandingkan dengan kontrol (R0). Tabel 14. Rataan Konsumsi Protein Periode Starter dan Grower Periode R0 R1 R2 R3 ------------------------------------(gram/ekor)--------------------------------------- Starter 96,1±3,5 A 70,7±9,4 B 53,3±6,2 C 33,2±3,7 D (0-2 Minggu) Grower 422,4±56,1 A 251,9±38,6 B 137,6±32,2 C 73,5±11,7 C (2-5 Minggu) Kumulatif 518,5±53,5 A 322,6±45,6 B 190,9±38,1 C 106,7±14,3 D (0-5 Minggu) Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01). Rataan konsumsi protein periode starter berkisar antara 33,2-96,1 gram/ekor. Hasil sidik ragam periode starter menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) 9% dan (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi protein dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan konsumsi protein sebesar sebesar 26,43% (R1), 44,54% (R2) dan 65,45% (R3). Rataan konsumsi protein periode grower berkisar antara 73,5-422,4 gram/ekor. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi protein dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan konsumsi protein periode grower sebesar 40,36%, 67,42% (R2) dan 82,59% (R3). Curcin merupakan racun yang berikatan dengan protein dan karbohidrat, sehingga berpengaruh terhadap sintesis protein di dalam ribosom. Efek curcin yaitu menghambat sintesis protein di dalam ribosom (Pfander, 1984 dalam Marni, 1991).

Rataan konsumsi protein secara kumulatif berkisar antara 106,7-518,5 gram/ekor. Konsumsi protein selama pemeliharaan masih di bawah konsumsi energi strain Ross berdasarkan Aviagen (2007), yaitu 650,1-752,9 gram/ekor, tetapi konsumsi protein kontrol (R0) lebih baik dibandingkan perlakuan pemberian bungkil biji jarak pagar sebesar 3% (R1), 6% (R2) maupun 9% (R3) (Tabel 14). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi protein dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan konsumsi protein sebesar 37,78% (R1), 63,18% (R2) dan 79,42% (R3) dibandingkan dengan kontrol (R0). Penelitian Nurhidayah (2007) menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan periode starter (0-2 Minggu) dengan pemberian bungkil biji jarak tanpa perlakuan dalam ransum sebesar 5%, yaitu 58,94 gram/ekor dan penggunaan sebesar 10% dalam ransum, yaitu 27,58 gram/ekor, sedangkan pertambahan bobot badan dengan penggunaan bungkil biji jarak sebesar 5% dalam ransum umur 28 hari sebesar 79,53 gram/ekor. Hal ini menunjukkan pertambahan bobot badan dengan pengolahan secara biologis dengan Rhizopus oligosporus meningkatkan pertambahan bobot badan dibandingkan tanpa perlakuan. Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Konversi ransum atau efisiensi makanan adalah rasio antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan yang diperoleh dalam kurun waktu tertentu. Konversi dipengaruhi oleh faktor kualitas ransum, teknik pemberian pakan dan angka mortalitas (Amrullah, 2003). Rataan konversi ransum selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rataan Konversi Ransum Periode Starter dan Grower Periode R0 R1 R2 R3 --------------------------------------(per ekor)-------------------------------------- Starter 1,47±0,11 A 1,64±0,11 A 2,07±0,08 B 2,24±0,35 B (0-2 Minggu) Grower 2,05±0,06 2,14±0,14 2,52±0,36 2,13±0,44 (2-5 Minggu) Kumulatif 1,92±0,06 2,01±0,11 2,39±0,38 2,40±1,87 (0-5 Minggu)

Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01). R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi Rataan konversi ransum pada periode starter berkisar antara 1,47-2,24. Hasil sidik ragam menunjukkan pemberian bungkil biji jarak sebesar 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) meningkatkan nilai konversi ransum sebesar 40,8% (R2) dan 52,4% (R3) dibandingkan dengan kontrol (R0), sedangkan pemberian sebesar 3% (R1) meningkat pula sebesar 11,6% walaupun secara statistik tidak berbeda. Hal tersebut disebabkan pengaruh racun curcin dan (terutama) phorbolesther yang mempengaruhi terhadap konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Selain itu racun tersebut berpengaruh terhadap penyerapan nutrisi dalam saluran pencernaan (Becker dan Makkar, 1998). Adanya kombinasi racun curcin dan phorbolester yang terakumulasi pada organ tubuh menyebabkan kemampuan ayam untuk memanfaatkan zat nutrisi untuk pertumbuhan rendah, akibatnya pertambahan bobot badannya rendah Rataan konversi ransum pada periode grower berkisar antara 2,05-2,52. Hasil sidik ragam menunjukkan pemberian bungkil biji jarak pagar tidak berpengaruh terhadap konversi ransum. Hal tersebut disebabkan konsumsi ransum yang berbanding lurus dengan pertambahan bobot badan. Konsumsi ransum yang tinggi tentu diimbangi dengan pertambahan bobot badan yang tinggi pula, dan sebaliknya. Pada perlakuan pemberian bungkil biji jarak pagar sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) terjadi penurunan konsumsi ransum sehingga berkorelasi positif terhadap pertambahan bobot badan akibat pengaruh racun curcin dan phorbolesther dalam ransum. Pemberian bungkil biji jarak dalam ransum menyebabkan peningkatan angka konversi ransum sebesar 4,4% (R1), 22,9% (R2) dan 3,9% (R3) dibandingkan dengan kontrol (R0), walaupun secara statistik tidak berbeda. Konversi ransum terbaik selama pemeliharaan yaitu pada perlakuan R0 sebesar 1,92; kemudian berturut-turut adalah 2,01 (R1); 2,39 (R2) dan 2,4 (R3). Pemberian bungkil biji jarak meningkatkan angka konversi ransum sebesar 4,6% (R1), 24,5% (R2) dan 25% (R3), walaupun secara statistik tidak berbeda. Rataan konversi pakan selama penelitian menunjukkan nilai konversi ransum lebih tinggi

dibandingkan konversi rujukan dari Aviagen (2007), yaitu sebesar 1,607. Pengaruh pemberian bungkil biji jarak terfermentasi terhadap konversi ransum selama penelitian (5 Minggu) dapat dilihat pada Gambar 10. 3 2.5 2 1.92 2.01 2.39 2.4 1.5 1 0.5 0 R0 R1 R2 R3 Perlakuan Keterangan R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi Gambar 10. Konversi Ransum Selama Pemeliharaan Rataan konversi ransum dengan pemberian bungkil biji jarak pagar yang difermentasi dengan Rhizopus oligosporus lebih baik dibandingkan konversi ransum tanpa pengolahan. Konversi ransum periode starter dengan perlakuan fermentasi lebih baik dibandingkan tanpa pengolahan yang dilakukan oleh Nurhidayah (2007) yaitu konversi periode starter sebesar 3,36 dengan level pemberian 5% (R1) dan 7,91 pada level pemberian 10% (R2). Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas Angka mortalitas diperoleh dengan membagi antara jumlah ayam yang mati dengan jumlah ayam pada awal pemeliharaan. Berdasarkan Tabel 16, mortalitas meningkat dengan semakin tingginya penggunaan bungkil biji jarak pagar. Kematian terbesar yaitu 15 ekor (R3) dan menurun dengan semakin rendahnya penggunaan bungkil biji jarak tersebut dalam ransum, masing-masing secara berurutan, yaitu 6 ekor (R2), 1 ekor (R1). Angka mortalitas ayam broiler tiap minggu dapat dilihat pada Tabel 16, sedangkan persentase mortalitas selama pemeliharaan pada Tabel 17.

Tabel 16. Mortalitas Ayam Broiler per Minggu Selama Pemeliharaan Periode (Minggu ke-) R0 R1 R2 R3 -------------------------------------(ekor)-------------------------------------- 1 0 0 0 1 2 0 0 1 5 3 0 0 1 5 4 0 1 2 3 5 0 0 2 1 Total 0 1 6 15 Tabel 17. Rataan Persentase Mortalitas Broiler Periode Starter dan Grower # Periode R0 R1 R2 R3 ------------------------------------------(%)----------------------------------------- Starter 0,0±0,0 A 0,0±0,0 A 4,16±2,08 A 33,33±5,55 B (0-2 Minggu) Grower 0,0±0,0 A 4,16±2,08 A 29,16±5,24 B 50,0±5,55 B (2-5 Minggu) Kumulatif 0,00±0,0 A 4,16±0,5 A 33,33±0,58 B 83,33±0,0 C (0-5 Minggu) Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01). R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi # : Persentase mortalitas adalah jumlah ayam yang mati dibagi jumlah ayam pada awal pemeliharaan dikali 100% Jumlah kematian ayam periode starter (0-2 Minggu) menunjukkan bahwa perlakuan kontrol (R0) dan pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1) memiliki jumlah kematian ayam paling rendah, sedangkan kematian tertinggi pada pemberian bungkil biji jarak sebesar 9% (R3) (Tabel 16). Rataan persentase kematian pada periode starter berkisar 0,0-33,3%. Pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1) belum menunjukkan adanya kematian, sedangkan pemberian bungkil biji jarak pagar sebesar 6% (R2) menunjukkan angka kematian sebesar 4,16%. Hasil sidik ragam

menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) meningkatkan angka kematian (mortalitas) dibandingkan dengan kontrol (R0). Hal ini disebabkan pengaruh kombinasi racun curcin dan phorbolesther di dalam ransum. Makkar dan Becker (1997b) menyatakan bahwa curcin tidak menyebabkan toksisitas dalam jangka pendek, tapi jika bergabung dengan toksin lain seperti phorbolester maka efek toksik akan meningkat. Penyebab utama kematian karena pengaruh racun phorbolesther dalam ransum karena racun ini menyebabkan toksik walaupun dalam konsentrasi rendah. Jumlah angka kematian meningkat pada periode grower (finisher). Kematian terendah pada perlakuan kontrol (R0) dan meningkat dengan penggunaan taraf bungkil biji jarak pagar (Tabel 16). Hasil sidik ragam pada periode grower menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) meningkatkan kematian dibandingkan dengan kontrol (R0), dan meningkat pula dengan pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1) walaupun tidak berbeda. Meningkatnya angka mortalitas disebabkan akumulasi kandungan racun curcin dan (terutama) phorbolesther dalam tubuh ayam yang berpengaruh terhadap penurunan dan kerusakan fungsi hati dan organ-organ pencernaan (Istichomah, 2007; Lusiana, 2008). Gejala-gejala yang terlihat sebelum mati yaitu: pada awalnya bagian paruh dan cakar ayam berubah menjadi berwarna merah keunguan, ayam mengalami kegelisahan, tubuh lemas dan terjadi penurunan kondisi tubuh. Gejala selanjutnya, nafsu makan ayam menurun dengan sangat drastis hingga ayam menghentikan konsumsinya dan berakibat pada penurunan pertumbuhan. Ayam cenderung tidak mau bergerak, keluarnya lendir dari paruh, ekskreta yang dikeluarkan basah dan berlendir. Sebelum mati, ayam akan kejangkejang dan mengalami sesak nafas akibat saluran pernafasan yang tersumbat oleh produksi lendir yang berlebihan, kejang-kejang dan akhirnya mati. El Badwi et al. (1995) melaporkan tingginya angka mortalitas dan beberapa perubahan patologis pada ayam strain Brown Hisex dengan pemberian jarak pagar sebesar 0,5% dalam ransum. Penyebab utama adalah racun phorbolesther, hal ini disebabkan karena racun tersebut tahan terhadap panas dan hanya dapat dikurangi dengan perlakuan kimia (Makkar dan Becker, 1997a,b)

Jumlah kematian total tertinggi selama pemeliharaan terjadi pada penggunaan bungkil biji jarak pagar sebesar 9% (R3) dan menurun dengan semakin rendahnya taraf bungkil biji jarak yang digunakan. Hasil sidik ragam kumulatif menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) meningkatkan kematian terhadap kontrol (R0), dan meningkat pula pada taraf penggunaan sebesar 3% (R1) walaupun tidak berbeda. Histogram rataan mortalitas ayam broiler selama pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 11. Keterangan R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi Gambar 11. Mortalitas Selama Pemeliharaan Berdasarkan Gambar 11 menunjukkan bahwa mortalitas selama pemeliharaan dengan penambahan bungkil biji jarak yang difermentasi telah melebihi batas kematian yang direkomendasikan Lacy dan Vest (2000), yaitu sebesar 4%. Kematian terbesar selama pemeliharaan yaitu dengan penggunaan persentase bungkil biji jarak 9% (R3) dalam ransum, yaitu sebesar 83,33%, kemudian menurun dengan semakin rendahnya penggunaan bungkil biji jarak pagar, masing-masing 33,3% (R2), 4,16% (R1) dan 0% (R0). Kematian (mortalitas) terkait dengan konsumsi racun curcin dan (terutama) phorbolesther yang dikonsumsi yang berhubungan dengan taraf jarak yang digunakan dalam ransum, konsumsi dan kandungan curcin dalam bungkil biji jarak. Konsumsi racun curcin pada periode starter dan grower dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Rataan Konsumsi Curcin Periode Starter dan Grower # Periode (Minggu ke-) R0 R1 R2 R3 ----------------------------------(mg/ekor)------------------------------------ 1 0,0 2,3 4,6 4,7 2 0,0 4,4 5,5 4,7 3 0,0 6,1 6,1 9,7 4 0,0 8,4 8,7 8,1 5 0,0 12,0 14,1 9,7 Total 0,0 A 33,3 B 39,0 B 36,9 B Keterangan : # = Konsumsi curcin adalah jumlah konsumsi pakan dikali kandungan curcin bungkil biji jarak pagar (kandungan curcin fermentasi = 0,0675%) dikali level jarak yang digunakan Konsumsi curcin dalam ransum selama penelitian menunjukkan bahwa asupan terbesar yaitu pemberian bungkil biji jarak dengan taraf 6% (R2), kemudian R3 (9%), R1 (3%) dan R0 (kontrol). Kematian terbesar terjadi pada penggunaan bungkil biji jarak dengan taraf penggunaan R3 (9%) dalam ransum yang terjadi pada periode starter dan grower walaupun konsumsi curcin R3 (9%) lebih rendah dibandingkan R2 (6%). Efek curcin yang terjadi dalam tubuh ayam yaitu menghambat sintesis protein dalam ribosom (Pfander, 1984 dalam Marni, 1991). Tingkat kematian kemungkinan disebabkan kandungan phorbolester (phorbol-12-myristate 13-acetate) yang merupakan racun yang utama pada Jatropha curcas (Makkar dan Becker, 1997a; Becker dan Makkar, 1998). Phorbolester diketahui dapat menirukan aktivitas diacygliserol (DAG) secara berlebihan, yaitu mengaktifkan protein kinase C yang berperan dalam mengatur jalur penyaluran sinyal dan aktivitas metabolik sel. Selain itu interaksi phorbolester dengan protein kinase C (PKC) mempengaruhi aktifitas sebagian enzim, biosintesis protein, DNA (Deoxiribosa Nucleotid Acid), polyamine, proses pembelahan sel dan ekspresi gen (Goel et al., 2007), proliferasi dan diferensiasi sel yang tidak terkontrol (Asaoka et al., 1992). Phorbol secara berlebihan dalam mengaktifkan PKC dan perkembangan sel,

kemudian memperkuat terjadinya karsinogen. Phorbol dapat mengaktifkan PKC dan setelah lama kemudian mengatur enzim ( Silinsky dan Searl, 2003). Konsumsi curcin dengan pengolahan bungkil biji jarak yang difermentasi dengan Rhizopus oligosporus lebih tinggi (mg/ekor) dibandingkan dengan konsumsi curcin tanpa pengolahan yang dilakukan oleh Nurhidayah (2007), tetapi dengan mortalitas broiler yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan dengan perlakuan fermentasi dengan Rhizopus oligosporus terhadap bungkil biji jarak pagar menunjukkan angka mortalitas lebih rendah dibandingkan tanpa pengolahan.