BAB II KAJIAN TEORETIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II STUDI LITERATUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Metode Improve, Metode Pembelajaran Konvensional, Kemampuan. Representasi Matematis, dan Teori Sikap

BAB I PENDAHULUAN. individu dan kita dituntut untuk dapat memperoleh, memilih, serta mengolah

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB II KAJIAN TEORETIS. kata communication yang dalam Kamus Inggris-Indonesia berarti

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS. 1. Kemampuan pemecahan masalah matematik. tinggidankompleksdibandingkandengantipebelajarlainnya.

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORETIS. a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Pemahaman Matematis, Metode Pembelajaran Buzz. Group, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian Model Thinking Aloud Pair Problem Solving

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Model pembelajaran Reciprocal Teaching. Menurut Palincsar dan Sullivan model reciprocal teaching memiliki 4

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Matematika selain memiliki sifat abstrak, ternyata juga memerlukan

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Kelas Problem Based Learning (PBL) Satuan Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : Matematika

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB II KAJIAN TEORI. A. Efektivitas Pembelajaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 284) efektivitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

BAB I PENDAHULUAN. satu ilmu dasar yang digunakan secara luas dalam berbagai bidang kehidupan. Hal

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata latin communicatio dan bersumber dari kata

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika. sehingga dapat memahami situasi (Sardirman, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Metode Pembelajaran Delikan, Kemampuan Komunikasi, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

BAB II KAJIAN TEORETIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian. yaitu kelas VIII E sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII C sebagai kelas

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Spasial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB II KAJIAN TEORETIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II. Tinjauan Pustaka

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Perkembangan ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran matematika secara tuntas di setiap jenjang pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

2014 PEMBELAJARAN BERMOD EL SIKLUS BELAJAR 7E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS D AN PENGUASAAN KONSEP SISWA PAD A MATERI HID ROKARBON

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belajar sebagai suatu kebutuhan yang telah dikenal dan bahkan sadar atau

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Model Pembelajaran Course Review Horay (CRH) a. Definisi Model Pembelajaran Course Review Horay (CRH)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Learning Cycle 7E Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered). Pembelajaran Learning Cycle pada awalnya diperkenalkan oleh Robert Karplus dan Their pada tahun 1967. Menurut Ramsey (Yuliani, 2012:14) model ini pertama kali dikembangkan oleh SCIS (Science Curriculum Improvement Study) USA tahun 1970 yang dipelopori oleh Their, Karplus, Lowron, dan Mont Gomery. Mereka membagi model pembelajaran atas tiga fase yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep. Ketiga tahapan dalam siklus belajar ditunjukan pada Gambar 2.1 berikut ini: Eksplorasi Tanya Jawab Tes Awal Demonstrasi Percobaan Pengenalan Konsep Diskusi Konsep baru Penjelasan Pemantapan Penyimpulan Aplikasi Konsep Contoh lain Demonstrasi kembali kegiatan Gambar 2.1 Tiga Tahapan Siklus Belajar Pada tahun 1997 pembelajaran Learning Cycle dikembangkan oleh Bybee (Fitriah, 2011:15) menjadi model pembelajaran Learning Cycle 5E yaitu: a.engagement (mengajak/melibatkan); b.exploration (menyelidiki); c.explanation 12

13 (menjelaskan); d.elaboration (memperjelas); e.evaluation (mengevaluasi). Setelah siklus belajar mengalami pengkhususan menjadi 5 tahapan, maka Eisnkraft (Purnama, 2011:25) mengembangkan siklus belajar menjadi 7 tahapan, ketujuh tahapan itu meliputi: a. Elicit (Mendatangkan pengetahuan awal siswa): Fase untuk mengetahui sampai dimana pengetahuan asal siswa terhadap pelajaran yang akan dipelajari dengan memberikan pertanyaanpertanyaan yang merangsang pengetahuan awal siswa agar timbul respon dari pemikiran siswa serta menimbulkan penasaran tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru. Fase ini dimulai dengan pertanyaan mendasar yang berhubungan dengan pelajaran yang akan dipelajari dengan mengambil contoh yang mudah yang diketahui siswa seperti kejadian sehari-hari secara umum memang terjadi. b. Engage (melibatkan): Siswa dan guru akan saling memberikan informasi dan pengalaman tentang pertanyaan-pertanyaan awal tadi, memberitahu siswa tentang ide dan rencana pembelajaran sekaligus memotivasi siswa agar lebih berminat untuk mempelajari konsep dan memperhatikan guru dalam mengajar. Fase ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, diskusi, membaca, atau aktivitas lain yang digunakan untuk membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa. c. Explore (menyelidiki): Siswa diberi kesempatan untuk mengobservasi, bertanya, bekerjasama dan menyelidiki konsep dari bahan-bahan pembelajaran yang telah disediakan dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk membuktikan hipotesis yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. d. Explain (menjelaskan): Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, membuktikan dan mengklarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Dalam tahap ini siswa pun mendapatkan penjelasan konsep dari guru. e. Elaborate (menerapkan): Siswa diarahkan untuk mengembangkan dan menerapkan simbol-simbol, definisidefinisi, konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan pada permasalahan-permasalahan yang telah dipelajari, membuat hubungan antar konsep dan menerapkannya dalam situasi baru melalui kegiatan seperti praktikum lanjutan. f. Evaluate (mengevaluasi/menilai): Siswa diberi pertanyaan untuk mendiagnosa pelaksanaan kegiatan belajar dan mengetahui pemahaman siswa mengenai konsep yang diperoleh. Guru

14 diharapkan secara terus-menerus mengobservasi dan memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya untuk menilai tingkat pengetahuan kemampuannya, kemudian melihat perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awal. g. Extend (memperluas): Fase yang bertujuan untuk berpikir, mencari, menemukan dan menjelaskan konsep yang telah dipelajari bahkan kegiatan ini dapat merangsang siswa untuk mencari hubungan konsep yang mereka pelajari dengan konsep lain yang sudah atau belum mereka pelajari. Gambar 2.2 Learning Cycle 7E Menurut Shoimin (2014:61) implementasi Learning Cycle dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivisme, yaitu: a. Siswa belajar secara aktif, siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, dan pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa. b. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa, informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu. c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah.

15 Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa melainkan pemerolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Menurut Lorsbach (Kotimah, 2011:20) kelebihan dari model pembelajaran Learning Cycle 7E, sebagai berikut: a. Merangsang siswa untuk mengingat kembali materi pelajaran yang telah mereka dapatkan sebelumnya. b. Memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dan menambah rasa keingintahuan. c. Melatih siswa belajar menemukan konsep melalui kegiatan eksperimen. d. Melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah mereka pelajari. e. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari. f. Guru dan siswa menjalankan tahapan-tahapan pembelajaran yang saling mengisi satu sama lainnya. g. Guru dapat menerapkan model ini dengan metode yang berbedabeda. Sementara itu fajaroh (Kotimah, 2011:20) mengemukakan kelemahan dari Learning Cycle 7E sebagai berikut: a. Efektifitas guru rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran. b. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran. c. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran. Dari uraian yang telah disebutkan, dapat disimpulakan bahwa Model Pembelajaran Learning Cycle 7E adalah model yang proses pembelajarannya lebih didominasi peran aktive siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator. Langkahlangkah Model pembelajaran Learning Cycle 7E meliputi: Elicit (mendatangkan pengetahuan awal siswa), Engage (Melibatkan siswa untuk membuka pengetahuan dan memotivasi siswa), Explore (Menyelidiki), Explain (Menerangkan), Elaborate

16 (meluaskan), Evaluate (Mengevaluasi perubahan kemampuan siswa), dan Extend (Memperluas konsep pada konsep sudah atau belum mereka pelajari). 2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Gagne (Ruseffendi, 2006:335) mengatakan Pemecahan masalah adalah tipe belajar yang tingkatnya paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar lainnya. Suatu persoalan dikatakan masalah, jika persoalan tersebut tidak bisa diselesaikan dengan cara biasa, dan dituntut untuk berpikir dengan menemukan suatu solusi yang sesuai untuk memecahkan masalah tersebut. Indikator pemecahan masalah matematis menurut Sumarmo (Rahmalia, 2015:23) yaitu: a. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. b. Merumuskan masalah matematis atau menyusun model matematis dari masalah sehari-hari dan menyelesaikannya. c. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah dalam atau di luar matematika. d. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal. e. Menerapkan matematika secara bermakna Indikator pemecahan masalah matematis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu indikator pemecahan masalah menurut Polya (Fauziah, 2015:10) dengan langkahlangkah kegiatan sebagai berikut: a. Memahami masalah: Pada tahap ini siswa dituntut dapat memahami masalah dengan menyatakan masalah melalui katakata sendiri, menuliskan informasi apa yang diberikan, apa yang ditanyakan, serta membuat sketsa gambar (jika diperlukan). b. Merencanakan atau merancang strategi pemecahan masalah: Pada tahap ini siswa harus menentukan konsep yang mendukung pemecahan masalah dan memenetukan persamaan matematis yang akan digunakan.

17 c. Melaksanakan perhitungan: Pada tahap ini siswa melaksanakan rencana penyelesaian yang telah dibuat dan memeriksa setiap langkah penyelesaian itu. d. Memeriksa kembali kebenaran hasil: Pada tahap ini siswa dapat melaksanakan proses peninjauan kembali dengan cara memeriksa hasil dan langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan serta menguji kembali hasil yang diperoleh atau memikirkan apakah ada cara lain untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. 3. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan oleh guru di SMP Nasional yaitu pembelajaran dengan menggunakan ceramah dan ekspositori. Proses pembelajaran konvensional lebih sering diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa atau guru sebagai pusat informasi sejalan dengan pendapat Ruseffendi (2006:351) pada pembelajaran klasikal guru pada umumnya mendominasi kelas, murid pada umumnya pasif dan hanya menerima. Pembelajaran konvensional yang digunakan pada penelitian ini adalah pembelajaran ekspositori. Proses pembelajaran ekspositori menurut Ruseffendi (2006:290) adalah sebagai berikut: Setelah guru memberikan informasi (ceramah) guru mulai dengan menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilannya mengenai pola/ aturan/ dalil tentang konsep itu, siswa bertanya, guru memeriksa (mengecek) apakah siswa sudah mengerti atau belum. Kegiatan selanjutnya guru memberikan contoh-contoh soal aplikasi konsep itu, selanjutnya meminta murid untuk menyelesaikan soalsoal di papan tulis atau di mejanya. Siswa mungkin berkerja individual atau bekerja sama dengan teman yang duduk disampingnya, dan sedikit tanya jawab. Dan kegiatan terakhir ialah siswa mencatat materi yang telah diterangkan yang mungkin dilengkapi dengan soal-soal pekerjaan rumah.

18 Adapun prosedur pembelajaran ekspositori menurut Rusyan, Kusdinar, dan Arifin (Sekali, 2013:76) sebagai berikut: a. Preparasi, yaitu guru menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematis dan rapi, b. Apersepsi, guru bertanya atau memberikan uraian secara singkat untuk mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan diajarkan, c. Presentasi, guru menyajikan bahan dengan cara ceramah atau menyuruh peserta didik membaca bahan yang telah dipersiapkan, d. Resitasi, guru bertanya dan peserta didik menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari. Beberapa karakteristik pembelajaran ekspositori menurut Sanjaya (Sekali, 2013:76) diantaranya: a. Model ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan model ini., oleh karena itu sering mengidentikanya dengan ceramah b. Materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehinga tidak menuntut siswa untuk bertutur ulang c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang sudah diuraikan. Dari uraian yang telah disebutkan, dapat disimpulakan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran matematika secara konvensional adalah suatu kegiatan belajar mengajar matematika yang didalamnya terdapat aktivitas guru yang mendominasi kelas dan kurangnya aktivitas siswa dalam mendominasi kelas. 4. Sikap Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap. Secord dan Backman (Azwar, 1995:5) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan perdisposisi tindakan (konasi)

19 seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Thurstone (Suherman dan Sukjaya, 1990:233) mendefinisikan sikap sebagai: Derajat perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek yang bersifat psikologis. Seseorang akan mempunyai sikap positif terhadap suatu objek yang bernilai dalam pandangannya dan ia akan bersifat negatif terhadap objek yang dianggapnya tidak bernilai atau merugikan. Sikap positif dapat diartikan sebagai menyukai, menyenangi, menunjang, atau memihak objek tersebut, sedangkan sikap negatif dapat diartikan sebaliknya. Slameto (2013:189) memaparkan bahwa sikap terbentuk melalui bermacam-macam cara, antara lain : a. Melalui pengalaman yang berulang-ulang, atau dapat pula melalui suatu pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam (pengalaman traumatic) b. Melalui imitasi, peniruan dapat terjadi tanpa disengaja, dapat pula dengan sengaja. Dalam hal terakhir individu harus mempunyai minat dan rasa kagum terhadap model, disamping itu diperlukan pula pemahaman dan kemampuan untuk mengenal dan mengingat model yang hendak ditiru; peniruan akan terjadi lebih lancar bila dilakukan secara kolektif daripada perorangan c. Melalui sugesti, disini seseorang membentuk suatu sikap terhadap objek tanpa suatu sikap terhadap objek tanpa suatu alasan dan pemikiran yang jelas, tapi semata-mata karena pengaruh yang dating dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam pandangannya d. Melalui identifikasi, disini seseorang meniru orang lain atau suatu organisasi/badan tertentu didasari suatu keterikatan emosional sifatnya; meniru dalam hal ini lebih banyak dalam arti berusaha menyamai. Menurut Suherman dan Sukjaya (1990:232), dengan melaksanakan evaluasi sikap terhadap matematika, ada beberapa hal yang dapat diperoleh: a. Memperoleh balikan (feedback) sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan program pengajaran remedial b. Memperbaiki perilaku diri sendiri (guru) maupun siswa c. Memperbaiki atau menambah fasilitas belajar yang masih kurang d. Mengetahui latar belakang kehidupan siswa yang berkenaan dengan aktivitas belajarnya.

20 Mengevaluasi sikap dapat dilakukan dengan wawancara, observasi, dan skala sikap. Dalam penelitian ini skala sikap yang digunakan adalah skala sikap Likert. B. Analisis dan Pengembangan Materi Pelajaran yang Diteliti 1. Keluasan dan Kedalaman Materi Materi Bangun Ruang Sisi Datar merupakan salah satu materi yang terdapat pada kelas VIII semester 2 bab tiga pada kurikulum 2006. Pembahasan dalam bab Bangun Ruang Sisi Datar meliputi Sifat-sifat, Jaring-jaring, Luas Permukaan dan Volume dari Kubus, Balok, Prisma dan Limas. Materi prasyarat dari Bangun Ruang Sisi Datar adalah materi bangun ruang pada beberapa tingkat kelas SD dan materi segi tiga dan segi empat pada kelas VII SMP. Penjabaran materi tentunya merupakan perluasan dari SK dan KD yang sudah ditetapkan, berikut adalah SK yang telah ditetapkan oleh Permendiknas No.22 Th. 2006 untuk SMP Kelas VIII tentang materi Bangun Ruang Sisi Datar: Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya. KD pada materi bangun ruang sisi datar yang telah ditetapkan oleh Permendiknas No.22 Th. 2006 untuk SMP Kelas VIII adalah sebagai berikut: 5.1 Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagianbagiannya. 5.2 Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas 5.3 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas Terkait dengan penelitian ini, peneliti menggunakan KD nomor 5.3 sebagai bahan pembelajaran. Pada KD 5.3 materi bangun ruang sisi datar dikaitkan untuk

21 menerapkan materi dalam konsep di mata pelajaran lain, dan dalam masalah matematis dikehidupan sehari-hari. Peneliti menggunakan Bangun Ruang Sisi Datar sebagai materi dalam instrumen tes. Materi tersebut diaplikasikan ke dalam kemampuan pemecahan masalah yaitu dihubungkan dengan materi dalam matematika, mata pelajaran lain dan kehidupan sehari-hari. Adapun materi bangun ruang sisi datar yang akan disampaikan sebagai berikut: a. Kubus Kubus adalah bangun ruang yang semua sisinya berbentuk persegi yang kongruen atau bangun ruang yang semua rusuknya sama panjang. Bila kita memerhatikan benda-benda disekitar kita, terdapat benda-benda yang berbentuk kubus, seperti: kardus, kamar tidur, bak air, tempat sampah dan lainnya. Pada KD 5.3 ini kita akan menghitung luas permukaan dan volume kubus, berikut adalah rumus yang digunakan: Rumus luas permukaan kubus = 6 s 2 Rumus volume kubus = s 3 Dengan: s = panjang rusuk kubus Selanjutnya rumus tersebut akan diaplikasikan pada soal kemampuan pemecahan masalah yaitu soal cerita yang berhubungan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari, materi dalam matematika dan materi pembelajaran lainnya. b. Balok Balok adalah bangun ruang yang alasnya berupa persegi panjang atau persegi. Bila kita memerhatikan benda-benda disekitar kita, terdapat benda-benda yang berbentuk balok, seperti: ruang kelas, aquarium, kontrainer dan lainnya. Pada

22 KD 5.3 ini kita akan menghitung luas permukaan dan volume balok, berikut adalah rumus yang digunakan: Rumus luas permukaan balok = 2 (pl + lt + pt) Volume balok = p l t Dengan: p = panjang, l = lebar dan t = tinggi Selanjutnya rumus tersebut akan diaplikasikan pada soal kemampuan pemecahan masalah yaitu soal cerita yang berhubungan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari, materi dalam matematika dan materi pembelajaran lainnya. c. Prisma Prisma adalah bangun ruang yang mempunyai sepasang sisi sejajar yang kongruen (sama sebangun atau bentuk dan ukurannya sama). Bila kita memerhatikan benda-benda disekitar kita, terdapat benda-benda yang berbentuk prisma, seperti: kolam renang, tenda berkemah dan lainnya. Pada KD 5.3 ini kita akan menghitung luas permukaan dan volume prisma, berikut adalah rumus yang digunakan: Rumus luas permukaan prisma = (2 Luas alas) + (Luas bidang-bidang tegak) Volume prisma = Luas alas tinggi Selanjutnya rumus tersebut akan diaplikasikan pada soal kemampuan pemecahan masalah yaitu soal cerita yang berhubungan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari, materi dalam matematika dan materi pembelajaran lainnya.

23 2. Karakteristik Materi Konsep bangun ruang sisi datar memiliki keterkaitan dengan konsep-konsep lain yang dipelajari pada tingkat sebelumnya, dan sebagai konsep prasyarat untuk pengembangan konsep lainnya, baik dalam matematika maupun mata pelajaran lain. Hiele (Ruseffendi, 2006:161) menyimpulkan bahwa terdapat lima tahap pemahaman geometri, yaitu: a. Tahap pertama (pengenalan), pada tahap ini siswa sudah mengenal bentuk-bentuk geometri b. Tahap kedua (analisis), pada tahap ini siswa sudah dapat memahami sifat-sifat konsep atau bentuk geometri c. Tahap tiga (pengurutan), pada tahap ini siswa sudah mengenal bentuk-bentuk geometri dan memahami sifat-sifatnya juga ia sudah bisa mengurutkan bentuk-bentuk geometri yang satu sama lain berhubungan d. Tahap empat (deduksi), pada tahap ini dapat memahami pentingnya deduksi (mengambil kesimpulan secara deduktif) e. Tahap kelima (keakuratan), pada tahap ini siswa sudah memahami bahwa adanya ketepatan (presisi) dari apa-apa yang mendasar itu penting. Kenyataan siswa mengalami banyak kesulitan dalam memahami konsep bangun ruang sisi datar, Rostika (2008) mengatakan bahwa: Materi bangun ruang sisi datar merupakan bagian dari geometri yang menekankan pada kemampuan siswa untuk mengidentifikasi sifat, unsur, dan menentukan volume dalam pemecahan masalah. Kenyataan di lapangan, peneliti memperoleh temuan mengenai sikap siswa terhadap proses pembelajaran matematika, siswa mengalami kejenuhan karena pembelajaran kurang menarik, guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif memanipulasi benda-benda secara langsung, sehingga sebagian besar siswa sukar memahami setiap konsep yang diajarkan. Sehingga diperlukan suatu model pembelajaran yang kegiatan pembelajarannya lebih menekankan pada peranan aktif siswa, serta guru menjadi motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran, sehingga kemampuan pemecahan masalah

24 matematis siswa menjadi lebih baik dan membuat siswa tertarik pada pembelajaran matematika. Materi Bangun Ruang Sisi Datar tidak hanya mengandalkan hapalan tetapi juga membutuhkan pemahaman dan keterampilan dalam memecahkan masalah matematis. Materi tersebut diaplikasikan ke dalam kemampuan pemecahan masalah matematis, karena kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasi siswa dalam pembelajaran bangun ruang sisi datar. Untuk mendorong kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, digunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E yaitu model yang pembelajarannya lebih didominasi oleh siswa, dalam model ini siswa belajar menemukan konsep bangun ruang sisi datar melalui kegiatan diskusi kelompok, menyampaikan secara lisan konsep yang telah mereka pelajari, selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk berpikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari. Model pembelajaran Learning Cycle 7E ini memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dan menambah rasa keingintahuan, sehingga siswa tertarik untuk menyelesaikan masalah yang diberikan melalui LKS (Lembar Kerja Siswa) dan selama proses menyelesaikan masalah, sehingga kemampuan pemecahan masalah matematis siswa menjadi lebih baik. 3. Bahan dan Media Penelitian ini menggunakan bahan ajar dan Lembar Kerja Siswa (LKS) secara berkelompok dan alat peraga berupa bangun ruang berbentuk kubus, balok dan prisma serta lego. Pembelajaran berlangsung secara berkelompok, dengan masing-masing kelompok mengerjakan LKS yang diberikan guru serta

25 menggunakan alat peraga untuk mempermudah menemukan rumus luas permukaan dan volume. Selama pembelajaran berlangsung guru membimbing peserta didik dalam berdiskusi. 4. Strategi Pembelajaran Ruseffendi (2006:246), mengemukakan Strategi belajar-mengajar dibedakan dari model mengajar. Model mengajar ialah pola mengajar umum yang dipakai untuk kebanyakan topik yang berbeda-beda dalam bermacam-macam bidang studi. Misalnya model mengajar: individual, kelompok (kecil), kelompok besar (kelas) dan semacamnya. Selanjutnya, Ruseffendi (2006:247) juga mengemukakan Setelah guru memilih strategi belajar-mengajar yang menurut pendapatnya baik, maka tugas berikutnya dalam mengajar dari guru itu ialah memilih metode/teknik mengajar, alat peraga/pengajaran dan melakukan evaluasi. Terkait penelitian ini, peneliti menggunakan strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Scientific dengan model Learning Cycle 7E. 5. Sistem Evaluasi Penelitian ini menggunakan teknik tes dan nontes. Tes ini digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Instrumen ini berupa tes uraian yang mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa terhadap materi Bangun Ruang Sisi Datar berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah yang telah ditentukan. Evaluasi dalam penelitian ini dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu pretest untuk mengetahui sejauh mana kemampuan awal pemecahan masalah matematis siswa tentang materi Bangun Ruang Sisi Datar dan posttest untuk mengetahui sejauh mana peningkatan

26 kemampuan pemecahan masalah yang didapatkan siswa setelah diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan model Learning Cycle 7E. Sedangkan teknik nontes yang digunakan berupa angket skala sikap likert. Angket skala sikap digunakan untuk memperoleh data mengenai sikap siswa setelah kegiatan belajar mengajar dikelas dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E.