KAJIAN SISTEM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Rabu, 10 April :55

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Prospek Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal dan Penafsir Konstitusi - Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. UMUM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Mengenal Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

ANALISIS PENGUJIAN PENGADUAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL COMPLAINT)

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

BAB 4 GAMBARAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL DAN KEPANITERAAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

Pengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. telah menggariskan beberapa prinsip dasar. Salah satu prinsip dasar yang

BAB II KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..


RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 8/PUU-VIII/2010 Tentang UU Penetapan Hak Angket DPR Hak angket DPR

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

Transkripsi:

 KAJIAN SISTEM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ABSTRACT DELFINA GUSMAN, SH,MH [1]  Indonesia as state of law which guarantees constitutional right of its civic adopted the mechanism of judicial review into the constitutional of state by constructing the constitution court. One of authorization of this institute as reference with section 24 C paragraphs (1) of Indonesian Constitutional 1945 is justice in the first and last which the decision nature is completed to review the regulation over the constitution. Key word : constitutional, judicial review  A. Pendahuluan 1 / 14

Negara Hukum adalah negara yang berlandaskan hukum dan menjamin keadilan bagi warganya. Dengan kata lain, negara yang segala tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa, semata-mata berdasarkan hukum. Hal yang demikian akan mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warganya. [2] Peraturan Perundang-undangan merupakan instrumen pengatur yang mengikat dan punya legitimasi dalam mewujudkan sebuah negara hukum, tentulah harus menjamin rasa keadilan dan melindungi hak-hak rakyat. Salah satu mekanisme hukum tata negara dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang ideal adalah sistem pengujian peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Dasar atau konstitusi kita mengenal 2 (dua) jenis sistem pengujian peraturan perundang-undangan. Pertama adalah sistem pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar yang berada di bawah otoritas Mahkamah Konstitusi; dan Kedua adalah sistem pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, yang berada di bawah otoritas Mahkamah Agung. Terlepas adanya kekurangan yang terdapat pada sistem pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang jelas pembentukan peraturan perundang-undangan harus bertumpu pada sistem pengujian yang ada. Sistem pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia mengisyaratkan, bahwa suatu peraturan perundang-undangan dapat digugat atau dimohonkan pengujiannya karena : (1) pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945; dan/atau (2) materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945; atau (3) materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang bertentangan dengan undang-undang. Â 2 / 14

Agar pembentukan peraturan perundang-undangan di kemudian hari tidak menghadapi gugatan atau permohonan pengujian, baik terhadap pembentukannya maupun materi muatannya, maka pembentukan peraturan perundang-undangan itu harus bertumpu pula pada sistem pengujian peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengabaikan sistem pengujian ini, sudah barang tentu akan menghadapi berbagai gugatan atau permohonan pengujian dari masyarakat atau pihak-pihak yang berkepentingan, yang merasa hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk itu. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir telah dilahirkan berbagai Peraturan Perundangan-undangan, khususnya Undang-Undang yang ditujukan untuk membangun dan menata sistem ketatanegaraan yang dikehendaki, seperti UU Paket Politik. [3] Berbagai Peraturan Perundang-undangan tersebut, dinilai relatif banyak yang mengutamakan kepentingan pihak tertentu. Salah satu bukti kegagalan itu, banyak undang-undang yang telah diundangkan dan dinyatakan berlaku, langsung diajukan sistem pengujian ke Mahkamah Konstitusi, karena bertentangan dengan UUD 1945. [4] Berdasarkan data tahun 2003-2008, menunjukan bahwa ada sebanyak 169 perkara pengujian undang-undang yang terdaftar di Mahkamah Konstitusi, meskipun tidak seluruhnya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi dengan alasan bertentangan dengan UUD 1945. [5] Beranjak dari kondisi dan permasalahan hukum mengenai pengujian undang-undang terhadap UUD pada Mahkamah Konstitusi, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian mendasar terhadap sistem pengujian undang-undang pada Mahkamah Konstitusi Indonesia. B. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Gagasan Pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia boleh dikatakan telah muncul ketika para pendiri negara ( the founding fathers) yang tergabung dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tahun 1945. Dimana, diawali dengan adanya perdebatan judicial review. Perdebatan ini terus berkembang sebagai wacana di masyarakat hingga akhir masa orde baru. Pada masa orde baru, konsep judicial review dicoba dirintis dan diakomodasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Namun, kesemuanya masih jauh dari memadai, karena hanya mengatur tentang uji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Ide 3 / 14

pembentukan Mahkamah Konstitusi pada era reformasi mulai dikemukakan pada masa sidang kedua Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI. Perubahan ketiga UUD 1945 merupakan tonggak sejarah pembentukan MK sebagai lembaga yang berdiri sendiri disamping MA dengan kewenangan yang diuraikan dalam Pasal 24C ayat 1 UUD 1945: (a) Menguji undang-undang terhadap UUD; (b) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar; (c) Memutus pembubaran partai politik; (d) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan (e) Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainâ nya, atau perbuatan tercela dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden. Kewenangan pertama Mahkamah Konstitusi sering disebut sebagai â œjudicial reviewâ. Namun istilah ini harus diluruskan dan diganti dengan istilah â œ constitutional review â atau pengujian konstitusional mengingat bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945. Per definisi, konsep â œ constitutional review â merupakan perkembangan gagasan modern tentang sistem pemerintahan demokratis yang didasarkan atas ide negara hukum ( rule of law ), prinsip pemisahan kekuasaan ( separation of power ), serta perlindungan hak asasi manusia ( the protection of fundamental rights ). Dalam sistem â œconstitutional reviewâ itu tercakup dua tugas pokok, yaitu: [6] 1. Menjamin berfungsinya sistem demokrasi dalam hubungan peran atau â œinterpalyâ antara cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Constitutional review dimaksudkan untuk mencegah dominasi kekuasaan dan/atau penyahgunaan kekuasaan oleh salah satu cabang kekuasaan. 2. Untuk melindungi setiap individu warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan oleh 4 / 14

lembaga negara yang merugikan hak-hak fundamental mereka yang dijamin dalam konstitusi. Sedangkan kewenangan Mahkamah Konstitusi yang lain dapat dilihat sebagai upaya penataan hubungan kelembagaan negara dan institusi-institusi demokrasi berdasarkan prinsip supremasi hukum. Sebelum terbentuknya Mahkamah Konstitusi dengan kewenangannya tersebut, hubungan kelembagaan negara dan institusi demokrasi lebih didasarkan pada hubungan yang bersifat politik. Akibatnya, sebuah lembaga dapat mendominasi atau mengkooptasi lembaga lain, atau terjadi pertentangan antar lembaga atau institusi yang melahirkan krisis konstitusional. Hal ini menimbulkan ketiadaan kepastian hukum dan kontraproduktif terhadap pengembangan budaya demokrasi. Pengaturan kehidupan politik kenegaraan secara umum juga telah berkembang sebagai bentuk â œthe constitutionalization of democratic politicsâ. [7] Hal ini semata-mata untuk mewujudkan supremasi hukum, kepastian hukum, dan perkembangan demokrasi itu sendiri, berdasarkan konsep negara hukum yang demokratis ( democratische reshtsstaat ). Selain kewenangan di atas, Mahkamah Konstitusi memiliki fungsi dalam upaya mewujudkan negara hukum yang demokratis, yaitu : [8] 1. Fungsi Sebagai Penafsir Konstitusi 2. Fungsi Sebagai Penjaga Hak Asasi Manusia 3. Fungsi Sebagai Pengawal Konstitusi 4. Fungsi Sebagai Penegak Demokrasi 1. Sistem Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Istilah â Toetsingrechtâ, â Judicial Reviewâ, dan â Constitutional Reviewâ sering dicampuradukkan penggunaannya satu sama lain, ketiga istilah tersebut sesungguhnya berasal dari dua sistem yang berbeda dengan makna yang berbeda pula. Toetsingrecht berasal dari Belanda yang sesungguhnya lebih berdasarkan pada supremasi parlemen sehingga tidak mengenal konsep judicial review dan constitutional review. Sedangkan konsep judicial review 5 / 14

dan constitutional review berasal dari negara yang menganut prinsip supremasi konstitusi. [9] Toetsingrecht berarti hak menguji, istilah ini digunakan pada saat membicarakan kewenangan menguji peraturan perundang-undangan, yang dapat saja dimiliki oleh hakim, pemerintah, legislatif atau lembaga tertentu tanpa membedakan jenis peraturan perundang-undangan dalam tata urutan peraturan perundang-undangan. Sedangkan judicial review adalah pengujian peraturan perundang-undangan tertentu oleh hakim(yudikatif), dengan kata lain kekuasaan yang diberikan kepada badan peradilan negara untuk menguji tindakan legislatif, eksekutif dan kekuasaan administratif pemerintah untuk memastikan setiap tindakan sesuai dengan ketentuan konstitusi. [10] Disamping dua istilah sebelumnya, juga dikenal istilah constitutional review, yaitu merupakan pengujian peraturan perundang-undangan terhadap konstitusi yang kewenangannya dapat dimiliki oleh yudikatif, eksekutif atau legislatif. [11]. Meskipun antara ketiga istilah memiliki pengertian yang berbeda, setidaknya mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan memiliki tujuan yang sama yakni adanya perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara dan penghargaan terhadap konstitusi sebagai norma dasar. Beranjak dari ketiga istilah di atas, maka dikenal salah satunya sistem pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar yaitu Continental Model. Model kontinental dapat disebut juga model pengujian konstitusional ala Austria karena didasarkan atas pemikiran Hans Kelsen. Ia adalah orang pertama yang mengusulkan ide pengujian konstitusional dilakukan oleh lembaga tersendiri secara terpusat (centralized judicial review), maksudnya hanya peradilan konstitusi yang memiliki kekuatan untuk menekan suatu undang-undang yang inkonstitusional. [12] Proses pengujian konstitusional dalam model ini menghendaki adanya pengadilan konstitusi yang berdiri sendiri dengan hakim-hakimnya yang mempunyai keahlian khusus di bidang ini. Pada dasarnya Mahkamah Konstitusi Indonesia mengadopsi Model Kontinental ini, hal tersebut ditandai dengan kedudukan Mahkamah Konstitusi yang berdiri sendiri di luar 6 / 14

Mahkamah Agung. Kesamaan lainnya adalah Hakim-hakim Mahkamah Konstitusi adalah orang-orang yang profesional dibidang hukum, ketentuan ini sesuai dengan yang diatur Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi: Hakim Konstitusi harus mempunyai pengalaman kerja dibidang hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun. Hal lain yang juga dapat dikatakan serupa dari model kontinental ini adalah karena eksistensinya yang menjadi the guardian of the constitution, lembaga ini memerlukan jaminan konstitusi untuk memiliki kemandirian dibidang administrasi dan finansial. Hal ini menjadi prasyarat utama bagi independensi lembaga peradilan konstitusi dalam melaksanakan perannya. Undang-Undang No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi mengakomodasi ketentuan tersebut dalam Pasal 12 yang berbunyi:â Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab mengatur organisasi, personalia, administrasi dan keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih. [13] Adapun kewenangan Mahkamah Konstitusi Indonesia dalam sistem pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 dapat dilihat dari : [14] 1. Segi Waktu Sebagaimana dinyatakan Pasal 50 UU No.24 Tahun 2003, undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan pertama UUD 1945 yaitu 19 Oktober 1999. Namun, melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 066/PUU-II/2004, Pasal 50 ini dinyatakan bertentangan dengan Pasal 24 C UUD 1945, sehingga tidak mempunyai kekuatan mengikat. Artinya Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili permohonan undang-undang baik yang berlaku sebelum maupun sesudah tanggal 19 Oktober 1999. 1. Segi Materi Berdasarkan Pasal 51 UU No.24 Tahun 2003, jenis pengujian undang-undang yang dapat dimohonkan pengujiannya, yaitu : 7 / 14

1) Pengujian materil ( materieele toetsing) yaitu pengujian atas materi muatan undang-undang apakah materi undang-undang itu bertentangan dengan UUD 1945. 2) Pengujian formil ( formele toetsing) yaitu pengujian atas proses pembentukan itu sesuai dengan proses yang dimaksud dalam Pasal 20 UUD 1945. 1. Segi Keluasan Pasal 60 UU No.24 Tahun 2003, materi muatan yang dapat diuji oleh Mahkamah Konstitusi dapat berupa : 1) Keseluruhan materi muatan yang tercantum dalam undang-undang 2) Pasal atau ayat tertentu 3) Bagian tertentu undang-undang Begitu juga halnya materi yang termuat dalam Penjelasan Undang-Undang, termasuk lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang, merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengujinya. Â Timbul pertanyaan, siapakah yang berhak mengajukan permohonan pengujian undang-undang kepada Mahkamah Kontitusi?. Di Eropa pengujian undang-undang dapat dilakukan melalui tiga jalur. Tolak ukur untuk membedakan ketiga jalur ini adalah pihak yang memiliki kedudukan hukum(legal standing) untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang kepada Mahkamah Konstitusi. [15] 8 / 14

Ketiga jalur tersebut adalah: [16] 1. Tantangan Konstitusional( constitusional challenges) Permohonan untuk mengajukan tantangan konstitusional hanya dapat dilakukan oleh lembaga negara seperti Pemerintah, Ombudsman, kelompok minoritas di Parlemen. Pengujian yang dimohonkan norma yang bersifat abstrak, artinya undang-undang yang tidak ada kaitan dengan sesuatu kasus yang tengah disidangkan di pengadilan lain, dimana undang-undang tersebut sedang diterapkan. Lazimnya permohonan hanya dapat dilakukan dalam batas waktu tertentu setelah undang-undang tersebut diundangkan. 2. Persoalan Konstitusional (Constitutional Questions) Permohonan untuk mengajukan persoalan konstitusional hanya dapat dilakukan oleh suatu pengadilan (pengadilan umum, pengadilan tata usaha negara, pengadilan militer) yang mengalami persoalan validitas dan konstitusionalitas, apakah undang-undang yang akan diterapkan pada suatu kasus konkrit yang tengah diadilinya sesuai atau bertentangan dengan undang-undang dasar. Sementara menunggu putusan Mahkamah Konstitusi terhadap validitas dan konstitusionalitas undang-undang yang dimohonkan pengujiannya oleh pengadilan, maka pemeriksaan harus ditunda. Putusan Mahkamah Konstitusi hanya menetapkan validitas dan konstitusionalitas undang-undang yang dimohonkan untuk diuji, tidak memutus kasus konkritnya sendiri. 3. Pengaduan Konstitutional (Constitutional Complaints) Permohonan untuk mengajukan pengaduan konstitusional dapat dilakukan oleh setiap orang jika ia anggap salah satu hak dasarnya yang dijamin dalam UUD telah dilanggar oleh perbuatan atau kelalaian lembaga negara baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Pengaduan konstitusional baru dapat dilakukan setelah semua upaya hukum ditempuh selalu gagal. Pengaduan konstitusional dapat juga diajukan oleh badan hukum, tentu saja terkait dengan hak dasar tertentu. 9 / 14

Dengan mengacu kepada Pasal 51 UU No.24 Tahun 2003, yang memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 adalah: [17] a. Perorangan/Warga Negara Dengan demikian, sebagian dari pengaduan konstitusional berupa permohonan pengujian produk legislatif telah diatur dalam UU No.24 Tahun 2003. Sedangkan pengujian tindakan eksekutif dan putusan hakim terhadap UUD belum diatur. Sementara itu permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD tidak dibatasi kasus yang konkrit, tetapi juga norma abstrak. Serta tidak disyaratkan bahwa pemohon sebelumnya telah menggunakan upaya hukum tetapi selalu gagal. b. Badan Hukum Publik dan Privat c. Lembaga Negara 1. Penutup Sistem pengujian undang-undang pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menggunakan Continental Model. Maksudnya, adanya Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga khusus yang dibentuk untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD. Sistem pengujian undang-undang pada Mahkamah Konstitusi Indonesia tetap berpedoman kepada pengadilan konstitusi negara-negara lain, namun memiliki beberapa perbedaan dalam hal legal standing. Diharapkan kedepannya, bagaimana sistem pengujian undang-undang yang telah ada dilaksanakan oleh Mahkamah Konstitusi seoptimal mungkin, serta jika memang dirasa perlu untuk melakukan perubahan aturan sebelumnya. maka itu merupakan hal yang wajar, karena selama ini adopsi sistem yang dianut terkadang tidak memperhatikan kondisi ketatanegaraan Indonesia. DAFTAR PUSTAKA 10 / 14

Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busroh. 1991, Azas-Azas Hukum Tata Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia. Abdul Latief, 2009, Fungsi Mahkamah Konstitusi Upaya Mewujudkan Negara Hukum Yang Demokrasi, Yogyakarta, Total Media Abdul Mukhtie Fajar, 2006, Hukum Konstitusi Dan Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI Achmad Roestandi, 2006, Mahkamah Konstitusi Dalam Tanya Jawab, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI Jimly Asshiddiqie, 1994, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtisar Baru van Hoeve, Jakarta. ---------------------------. 2005, Model-Model Pengujian Konstitusional Di Berbagai Negara. Jakarta: Konstitusi Press. â â â â â â â, Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bahan Ceramah yang disampaikan di Universitas Mataram tanggal 27 Septemebr 2005. Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, 1973 Widodo Ekatjahjana, Pengujian Peraturan Perundang-undangan Menurut UUD 1945, (Disertasi), Universitas Padjadjaran, Bandung, 2007 11 / 14

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Konstitusi www.elsam.or.id/pdf/kursusham/mekanisme_judicial review_2pdf, diakses oktober 2008 http://www.venice.coe.int/docs/2006/cdl-ju(2006)16-e,asp, The European Model of Constitusional Review of Legislation, diakses tanggal 27 Oktober 2008 Â Â [1] Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas [2] Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro, 1983, Azas-Azas Hukum Tata Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal 109 [3] Yuliandri, 2009, Membentuk Undang-Undang Berkelanjutan, Artikel ditulis dalam Jurnal Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Hal. 10 [4] Ibid, Hal.11 12 / 14

[5] Mahkamah Konstitusi, Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi, Sekjen Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Maret 2009 [6] Asshiddiqie, Model-Model Pengujian, Op. Cit., hal. 10-11. [7] Ibid [8] Abdul Latif, 2009, Fungsi Mahkamah Konstitusi Upaya Mewujudkan Negara Hukum Demokrasi, Yogyakarta, Hal.108 [9] Mengenal Dewan Konstitusi Perancis, Hal.47 [10] Dian Rositawati, www.elsam.or.id/pdf/kursusham/mekanisme_judicial review_2pdf, diakses oktober 2008 [11] Op cit, Hal.50 [12] Jan Mazak, http://www.venice.coe.int/docs/2006/cdl-ju(2006)16-e,asp, The European Model of Constitusional Review of Legislation, diakses tanggal 27 Oktober 2008 [13] Jimly Asshidiqie Dan Ahmad Syahrizal, 2006, Peradilan Konstitusi di Sepuluh Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia [14] Achmad Roestandi, 2006, Mahkamah Konstitusi Dalam Tanya Jawab, Jakarta: Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 13 / 14

[15] Ibid, Hal.36 [16] Ibid [17] Ibid, Hal.39 14 / 14