KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN Keynote Speech Kebijakan Business Development Center Untuk Mendukung Penanganan Kumuh Di Perkotaan Ir. Didiet Arief Akhdiat, M.Sc Kepala PMU P2KKP Jakarta, 31 Oktober 2016
1. RPJMN 2015-2019 Ditjen Cipta Karya berkomitmen mewujudkan lingkungan permukiman di Perkotaan yang layak huni dan berkelanjutan melalui prakarsa 100-0- 100; 100% akses air minum, 0% kawasan permukiman kumuh 100% akses sanitasi layak 2. Kondisi saat ini capaian akses air minum 67 %, kumuh 11,6 % dan akses sanitasi layak 59 % (basis data BPS 2013) 3. Ditjen Cipta Karya meyakini bahwa keberhasilan mencapai target 100-0 - 100 sebagian besar turut ditentukan oleh kontribusi peran pemda dan partisipasi masyarakat serta sinergi stakeholders di daerah. 4. Untuk itu, Ditjen Cipta Karya menyiapkan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) sebagai upaya strategis percepatan penanganan kawasan kumuh, pencapaian target 100-0-100, dan pengembangan livelihood di perkotaan.
1. Pembangunan Infrastruktur berbasis Masyarakat, dalam rangka perubahan sikap dan perilaku masyarakat dan revitalisasi peran BKM yang mendukung partisipasi aktif dalam percepatan penanganan kumuh di wilayahnya; 2. Mendorong Pemerintah Daerah sebagai Nakhoda dalam penanganan kumuh di wilayahnya; 3. Kolaborasi Sinergis, terutama membangun kerjasama dan kolaborasi antara masyarakat dengan pemda dan swasta (CSR), termasuk penguatan Pokja Permukiman Kota; 4. Tridaya, kegiatan penanganan kumuh dan pencegahan meluasnya kumuh di perkotaan dilakukan secara komprehensif, antara penanganan fisik/infrastruktur, pengembangan ekonomi (Local Economic Development) dan kegiatan sosial
Kegiatan usaha kecil yang dilakukan KSM dampingan Program KOTAKU secara bertahap telah banyak berkembang, antara lain produk atau jasa unggulan (misalnya batik, kerajinan, bahan makanan, tas, sandal dll); Sebagian usaha masyarakat miskin tersebut berpotensi untuk dikembangkan, baik kualitas produk atau pasar dll, bila didorong untuk melakukan kolaborasi dan kerjasama usaha di tingkat yang lebih luas, khususnya tingkat kota/kabupaten; Kolaborasi/kerjasama usaha antar kelompok masyarakat tersebut akan sangat produktif bila sejalan dan sinergis dengan kebijakan dan program pemkot/kab dalam mengembangkan produk2 unggulan di wilayahnya; Atas dasar hal tersebut, Program KOTAKU mengembangkan Pilot Pusat Pengembangan Usaha di Tingkat Kota/Kab atau Business Development Centre (BDC) dalam rangka menjalin kemitraan sinergis antara usaha produktif yang dikembangkan masyarakat dengan program produk unggulan dari Pemerintah Kota/Kab.
1. Peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam melaksanakan Pilot BDC untuk mengembangkan usaha KSM yang berkelanjutan di wilayahnya. 2. Mewujudkan BDC sebagai simpul jaringan usaha dan sarana pengembangan KSM yang mencakup pemasaran, produksi, sumber daya manusia (SDM), pembiayaan serta menjadi penghubung usaha dalam pengembangan ekonomi lokal. 3. Mewujudkan jejaring usaha usaha antara kelompok masyarakat dengan dunia usaha dan kelompok peduli (stakeholders) lainnya.
1. Institusi atau unit organisasi sebagai simpul dari jaringan kemitraan yang memberikan jasa pelayanan terpadu untuk menumbuh kembangkan usaha yang produktif dan inovatif; 2. Jaringan kemitraan sinergis antara masyarakat (BKM serta KSM produktif) dengan Pemda dan pelaku bisnis serta kelompok peduli lainnya dalam rangka mengembangkan produk unggulan daerah; 3. Perwakilan BKM akan bekerja dengan Pemda dan sektor swasta dengan tujuan membantu pengembangan BDC; 4. Pemda akan mendapatkan keuntungan dalam menciptakan produk unggulan, serta layanan yang akan menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakat dalam bentuk pekerjaan, siap pasar dan peningkatan pendapatan; 5. Jasa layanan kepada BKM/KSM dapat berupa layanan intermediasi bisnis, inkubasi bisnis, akses informasi bisnis, pengembangan sumber daya manusia (SDM), pengembangan teknologi maupun fasilitasi akses pembiayaan bisnis
1. Persepsi konsep BDC masih belum sama diantara stakeholder? BDC merupakan investasi atau proyek? 2. Status BLM BDC Hibah atau pinjaman? 3. Status Kelembagaan BDC BUMD? Swasta? Proyek? 4. Otoritas Pengelola, dalam menentukan komoditas yang prospektif dan menguntungkan 5. Kriteria investasi yang mempunyai peluang keberhasilan BDC dan memenuhi akuntabilitas proyek 6. Sebagian besar Pengelola BDC tidak memiliki pengalaman berusaha dibidang produk unggulan BDC 7. Sebagian besar KSM belum siap menjadi anggota KSM BDC (masih butuh pembinaan, pelatihan dan pendampingan perlu kesepakatan kualifikasi pembinaan dan pelatihan) 8. Sebagian besar produk KSM PPMK tidak terkait produk unggulan daerah
1. Perlu upgrade konsep BDC kepada stakeholder khususnya Komite dan Pengelola; 2. Komite BDC harus menyusun Strategi Pengembangan BDC yang didasarkan pada RPJMD, Renstra SPKD terkait, produk unggulan daerah, Feasibility Study BDC, Pedoman BDC dan dokumen bisnis terkait lainnya; 3. Peningkatan kapasitas Pengelola BDC yang memenuhi standar kapasitas bisnis dengan omzet minimum 2 Milyar 4. Perlu kualifikasi pendamping yang memahami BDC; 5. Pengelola BDC harus merekrut anggota non PPMK untuk menjalankan BDC pada tahap awal; 6. Pengelola BDC harus meningkatkan kapasitas KSM supaya berorientasi produk unggulan yang dikembangkan BDC; 7. Program sebaiknya bekerjasama dengan perguruan tinggi yang memiliki bidang konsentrasi bisnis (IPB, LPPM Prasetya Mulya, UI, dll)
No Provinsi Kabupaten/Kota BLM Cair BLM Disalurkan ke Pengelola BLM Dimanfaatkan (Rp. X Juta) (Rp. X Juta) % (Rp. X Juta) % 1 Sumatera Utara Kota Medan 1.500,0 751,0 50% 185,8 25% 2 Sumatera Barat Kota Pariaman 1.500,0 941,6 63% 496,3 53% 3 Jambi Kota Jambi 1.500,0 750,0 50% 157,2 21% 4 Sumatera Selatan Kota Palembang 1.500,0 949,9 63% 292,3 31% 5 Sumatera Selatan Kota Pagar Alam 1.500,0 794,0 53% 460,9 58% 6 Lampung Kota Bandar Lampung 1.500,0 750,0 50% 197,9 26% 7 Lampung Kota Metro 1.500,0 750,0 50% 190,1 25% 8 Lampung Kab Pringsewu 1.500,0 757,8 50% 755,8 99% 9 Jawa Barat Kota Bandung 1.500,0 761,0 51% 239,7 32% 10 Jawa Barat Kota Tasikmalaya 1.500,0 750,0 50% 481,5 64% 11 Jawa Barat Kab Bogor 1.500,0 750,0 50% 220,4 29% 12 Jawa Barat Kab Garut 1.500,0 750,0 50% 211,8 28% 13 Jawa Barat Kab Pangandaran 1.500,0 1.000,1 67% 359,4 36% 14 Banten Kab Tangerang 1.500,0 753,3 50% 270.3 36% 15 Kalimantan Barat Kota Pontianak 1.500,0 750,0 50% 229,6 31%