BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM

dokumen-dokumen yang mirip
Bab KRITERIA PERENCANAAN 4.1 PARAMETER BANGUNAN Tanah

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

BAB IV ANALISA HASIL

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

BAB V STABILITAS BENDUNG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan yang dikehendaki. Pada bendung gerak, elevasi muka air di hulu

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. batu yang berfungsi untuk tanggul penahan longsor. Langkah perencanaan yang

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

BAB V DESAIN RINCI PLTM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masuk.(sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02). potensial yang dapat diairi dari sungai yang bersangkutan.

STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA ABSTRAK

BAB VI PERENCANAAN CHECK DAM

4.2.4 Pintu. Gambar Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) BAB IV KRITERIA PERENCANAAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

Tinjauan Perencanaan Bandung Seloromo Pada Anak Sungai Kanatan Dengan Tipe Ogee

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI STUDI OPTIMASI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi pada Proyek Detail Desain Bendung D.I.

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

58. Pada tail race masih terdapat kecelakaan air 1m/det serta besarnya K = 0,1. Hitung : 1) Hidrolik Losses!

BAB III LANDASAN TEORI

HYDRO POWER PLANT. Prepared by: anonymous

GALIH EKO PUTRA Dosen Pembimbing Ir. Abdullah Hidayat SA, MT

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. dapat memutar turbin generator. Dari pernyataan diatas maka didapat : - Panjang Sungai (L) = 12.

ANALISIS SKEMA PLTM DAN STUDI OPTIMASI

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dasar-dasar teori yang telah kami rangkum untuk perencanaan ini adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK

PERENCANAAN PUSAT LISTRIK TENAGA MINI HIDRO PERKEBUNAN ZEELANDIA PTPN XII JEMBER DENGAN MEMANFAATKAN ALIRAN KALI SUKO

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung cikopo

PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN BENDUNG MRICAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam

BAB V PERENCANAAN KONTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Cimandiri

PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR... i. SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii. ABSTRAK...iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI

BAB III METODOLOGI III UMUM

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sungai atau dengan memperlebar pengambilan di dasar sungai.

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), 2. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3. Pembangkit Listrik Tenaga Angin,

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG

BAB II LANDASAN TEORI...

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PERENCANAAN SABO DAM DAN BENDUNG

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH :

TINJAUAN ANALISIS STABILITAS BENDUNG TETAP (STUDI KASUS BENDUNG NJAEN PADA SUNGAI BRAMBANGAN SUKOHARJO)

LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS

PERENCANAAN BENDUNG TIPE MERCU BULAT UNTUK MENDUKUNG DAERAH IRIGASI PEMATANG GUBERNUR KOTA BENGKULU

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN ULANG PERENCANAAN PIPA PESAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) WONOGIRI

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12

Detail Desain Bendung Karet Sungai Pappa Kabupaten Takalar BAB II

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN

BAB VI EVALUASI BENDUNG KALI KEBO

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Dasar Teori Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 KATA PENGANTAR

PERENCANAAN BENDUNG TETAP DI DESA NGETOS KECAMATAN NGETOS KABUPATEN NGANJUK

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

Persamaan Chezy. Pada aliran turbulen gaya gesek sebanding dengan kuadrat kecepatan. Persamaan Chezy, dengan C dikenal sebagai C Chezy

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bangunan bendung merupakan bangunan yang dipakai untuk mengatur

Transkripsi:

BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM 4.1. KRITERIA PERENCANAAN BANGUNAN AIR Dalam mendesain suatu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) diperlukan beberapa bangunan utama. Bangunan utama yang umumnya dipakai adalah bendung, kolam olak, intake, pembilas, kantong lumpur, saluran penghantar, kolam penenang, pipa pesat, turbin, dan saluran pembuang (Tail Race). Uraian mengenai bangunan air yang didesain tersebut adalah sebagai berikut : 4.1.1 Bendung Perencanaan hidrolis bendung meliputi kriteria hidrolis dari bagian-bagian bendung itu sendiri, yaitu meliputi : 1. Perencanaan Mercu Bendung Perhitungan untuk menentukan mercu bendung dan muka air rencana dilakukan dengan menggunakan persamaan tinggi energi-debit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrol segi empat, yaitu : Q = C d 2/3 2 / 3gBeH...(4.1.) Q = debit rencana, m 3 /detik C d = koefisien debit (C 0 x C 1 ) Be = lebar efektif bendung, m H 1 = tinggi energi hulu, m Koefisien debit C d adalah hasil dari : C 0 yang merupakan fungsi H 1 /r (Gambar 4.1) C 1 yang merupakan fungsi p/h 1 (Gambar 4.2) 15 1 Harga-harga C 0 pada gambar 4.1 valid apabila mercu bendung tinggi di atas dasar rata-rata alur pengarah (p/h 1 sekitar 1,5). Utuk harga-harga p/h 1 yang kurang dari 1,5, maka gambar 4.1 dapat di pakai untuk menentukan faktor pengurangan C 1. Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara H 1 dan r(h 1 /r) (Gambar 4.3). Untuk menghindari bahaya kavitasi lokal, tekanan minimum pada mercu bendung harus dibatasi sampai -1 m tekanan air jika mercu terbuat dari pasangan batu. Jari-jari mercu bendung pasangan batu akan berkisar antara 0,3 sampai 0,7 kali H 1 maks. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 1

Gambar 4.1. Harga-harga Koefisien C 0 Untuk Bendung Gambar Bulat Sebagai Fungsi Perbandingan H 1 /r Gambar 4.2. Koefisien C 1 Sebagai Fungsi Perbandingan p/h 1 Gambar 4.3. Tekanan Pada Mercu Bendung Bulat Sebagai Fungsi Perbandingan H 1 /r BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 2

2. Lebar Bendung Lebar bendung, yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya, diambil sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya (B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung, ditentukan dengan persamaan berikut : Be = B 2(nKp + Ka)H 1...(4.2.) B = lebar bersih bendung N = Jumlah pilar Kp = Koefisien kontraksi pilar Ka = Koefisien kontraksi pangkal bendung Harga-harga koefisien kontraksi diperoleh dari tabel 4.1. Tabel 4.1. Harga Koefisien Kontraksi URAIAN - Pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut dibulatkan pada jari-jari yang hampir sama dengan 0,1 dari tebal pilar. - Pilar berujung bulat. - Pilar berujung runcing. URAIAN - Pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90 0 ke arah aliran. - Pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90 0 ke arah aliran dengan 0,5 H1 > r > 0,15 H1. - Pangkal tembok bulat, dimana r > 0,5 H1 dan tembok hulu tidak lebih dari 45 0 ke arah aliran. Kp 0,02 0,01 0 Ka 0,20 0,10 0 3. Pangkal Bendung Pangkal-pangkal bendung (abutment) menghubungkan bendung dengan tanggultanggul sungai dan tanggul-tanggul banjir. Pangkal bendung harus mengarahkan aliran air dengan tenang di sepanjang permukaannya dan tidak menimbulkan turbulensi. Gambar 4.4 memberikan dimensi-dimensi yang dianjurkan untuk pangkal bendung dan peralihan (transisi). Elevasi pangkal bendung di sisi hulu bendung sebaiknya lebih tinggi daripada elevasi air (yang terbendung) selama terjadinya debit rencana. Tinggi jagaan (freeboard) yang harus diberikan adalah 0,75 m sampai 1,5 m, tergantung kepada kurva debit sungai di tempat itu. Untuk kurva yang landai 0,75 m akan cukup, BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 3

sedangkan untuk kurva yang curam akan diperlukan 1,5 m untuk memberikan tingkat keamanan yang sama. Gambar 4.4. Pangkal Bendung 4.1.2 Kolam Olak Karena banjir diperkirakan akan mengangkut batu-batu bongkah, maka akan digunakan peredam energi tipe bak tenggelam (Bucket Type). Parameter-parameter dasar sebagaimana diberikan oleh USBR (Peterka, 1974) sulit untuk diterapkan bagi perencanaan bendung dengan tinggi energi rendah. Oleh sebab itu, parameterparameter dasar ini sebagai jari-jari bak, tinggi energi, dan kedalaman air telah dirombak kembali menjadi parameter-parameter tanpa dimensi dengan cara membaginya dengan kedalaman kritis : h c = 3 2 q...(4.3) g h c = kedalaman kritis, m g = percepatan gravitasi, m/det 2 Q q = Debit satuan, q = Be Jari-jari minimum bak yang diizinkan (R min ) diberikan pada gambar 4.5, dimana garis menerus adalah garis asli dari kriteria USBR. Dibawah ΔH/h c = 2,5 USBR tidak memberikan hasil-hasil percobaan. Sejauh ini penyelidikan dengan model yang dilakukan oleh IHE, ditunjukkan bahwa garis putus-putus menghasilkan kriteria yang bagus untuk jari-jari minimum bak yang diizinkan bagi bangunanbangunan dengan tinggi energi rendah ini. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 4

Gambar 4.5. Jari-Jari Minimum Bak Tenggelam Gambar 4.6. Batas Minimum Tinggi Air Hilir 4.1.3 Bangunan Pengambilan (Intake) Bangunan pengambilan untuk mengelakan air dari sungai dalam jumlah yang diinginkan dan bangunan berfungsi untuk mengurangi sebanyak mungkin bendabenda terapung dan fraksi-fraksi sedimen kasar yang masuk ke saluran penghantar. Pengambilan sebaiknya dibuat sedekat mungkin dengan pembilas dan as bendung. Selain itu, adalah penting untuk merencanakan dinding sayap dan dinding pengarah sedemikian rupa, sehingga turbulensi dapat sebanyak mungkin dihindari dan dialirkan menjadi mulus. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 5

Gambar 4.7. Sketsa Pintu Pengambilan Kebutuhan pengambilan rencana untuk bangunan pengambilan sama dengan debit yang direncanakan untuk saluran penghantar, yaitu 1,2 Q rencana. Tetapi dengan adanya kantong lumpur, debit rencana pengambilan ditambah 20%. Sehingga debit rencana pengambilan adalah 1,2 x Q saluran. Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0-2,0 m/det yang merupakan besaran perencanaan normal. Dimensi bangunan pengambilan dapat dengan rumus sebagai berikut : V = μ 2 g z...(4.4.) dan Q = v b a...(4.5.) v = kecepatan pengambilan rencana, m/dt µ = koefisien debit. Untuk bukaan dibawah permukaan air dengan kehilangan tinggi energi kecil = 0,85 g = percepatan gravitasi, m/dt 2 = 9,81 m/dt 2 z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m Q = debit, m 3 /dt b = lebar bukaan, m a = tinggi bukaan, m 4.1.4 Bangunan Pembilas Kriteria bangunan pembilas adalah operasi pembilasan tidak boleh terganggu atau mendapat pengaruh negatif dari lubang pembilas dan kecepatan pembilasan tetap dijaga. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 6

Agar aliran melalui pembilas bisa mulus, lebar total lubang pembilas termasuk pilar dibuat sama dengan lebar rata-rata kantong lumpur. Pintu bangunan pembilas dibuat kedap air dan mampu menahan tekanan air dari kedua sisi, dibuat dengan bagian depan tertutup. Oleh sebab itu, aliran pada pintu pembilas harus tidak tenggelam, keadaan ini selalu terjadi pada debit sungai dibawah Q 1/5. Penurunan kecepatan aliran akan berarti menurunnya kapasitas angkutan sedimen. Oleh karena itu kecepatan pembilasan di depan pintu tidak boleh berkurang. Bangunan pembilas direncanakan sebagai pembilas bawah dengan pertimbangan untuk mencegah masuknya angkutan sedimen dasar dan fraksi pasir ke dalam pengambilan. Mulut pembilas bawah ditempatkan di hulu pengambilan, dimana ujung pembilas membagi air menjadi dua lapisan, yaitu lapisan atas dan mengalir ke pengambilan dan lapisan bawah mengalir melalui saluran pembilas bawah lewat bendung. Pintu diujung pembilas bawah akan tetap terbuka selama aliran air rendah pada musim kemarau, pintu pembilas ditutup agar air tidak mengalir. Untuk membilas kandungan sedimen dan agar pintu tidak tersumbat, pintu tersebut akan dibuka setiap hari selama 1 jam. Lebar bersih bangunan pembilas (B sc ) adalah 0,6 x lebar total pengambilan. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 7

Gambar 4.8. Grafik Pembilasan Sedimen Camp Untuk Aliran Turbulen (Camp, 1945) 4.1.5 Bangunan Kantong Lumpur Untuk mencegah agar sedimen tidak mengendap di seluruh saluran penghantar, bagian awal dari saluran penghantar direncanakan untuk berfungsi sebagai kantong lumpur. Kantong lumpur merupakan pembesaran potongan melintang saluran sampai panjang tertentu untuk mengurangi kecepatan aliran dan memberi kesempatan kepada sedimen untuk mengendap. Untuk menampung endapan sedimen ini, dasar bagian saluran diperdalam atau diperlebar. Tampungan ini dibersihkan tiap jangka waktu tertentu dengan cara membilas sedimennya kembali ke sungai dengan aliran terkonsentrasi yang berkecepatan tinggi. 1. Ukuran Partikel Rencana Ukuran partikel rencana dapat dilihat pada tabel 4.2. sebagai berikut : Tabel 4.2. Ukuran Partikel Rencana Sedimen Diameter (mm) 5 2 1 0,5 0,25 0,125 0,063 0,05 Kecepatan endap (m/det) 0,25 0,2 0,15 0,075 0,03 0,01 0,003 0,002 Sedangkan untuk melihat hubungan antara diameter endapan dengan kecepatan endap untuk air tenang dapat dilihat pada gambar 4.9. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 8

Gambar 4.9. Hubungan Antara Diameter Ayak Dan Kecepatan Endap Untuk Air Tenang 2. Volume Kantong Lumpur Perhitungan volume kantong lumpur ini menggunakan rumusan : V = a.qn.t...(4.6.) a = Sedimen yang harus diendapkan Qn = Debit rencana 1.68 m 3 /det T = Periode pembilasan 1 bulan 3 Luas Permukaan Rata-rata Perhitungan untuk mengetahui luas permukaan rata-rata menggunakan rumusan : LB= Qn/w...(4.7.) Dengan persyaratan : L/B> 8...(4.8.) 4 Penentuan Kemiringan (i n ) Pada Saat Kantong Lumpur Hampir Penuh dan Kemiringan (i s ) Pada Saat Kantong Kosong/Pembilasan Kecepatan yang ditentukan sedimikian, sehingga dapat mencegah tumbuhnya vegetasi dan agar partikel-partikel yang lebih besar tidak langsung mengendap di BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 9

. hilir pengambilan. Koefisien kekasaran k s diambil untuk dasar dari pasangan batu. Penampang adalah berbentuk trapesium dengan kemiringan 1 : 1. 5 Efisiensi Kantong Lumpur Untuk mencek efisiensi kantong lumpur, digunakan grafik pembuangan sedimen dari Camp (Gambar 4.8.) yang memberikan efisiensi sebagai fungsi dari dua parameter. Kedua parameter itu adalah w/wo dan w/vo, dimana : w = kecepatan endapan partikel-partikel yang ukurannya di luar ukuran partikel yang direncanakan, m/det. w o = kecepatan endapan rencana, m/det. v o = kecepatan rata-rata aliran dalam kantong lumpur, m/det 4.1.6 Saluran Penghantar Saluran penghantar ini terdiri dari dua bagian besar, yaitu: 1. Intake Bangunan pengambilan saluran penghantar dilengkapi dengan pintu untuk mencegah agar selama pembilasan air tidak mengalir kembali ke saluran penghantar dan mencegah masuknya air pembilas yang mengandung sedimen ke dalam saluran. Ambang intake di saluran penghatar = 0,1 m di atas muka kantong lumpur dalam keadaan penuh. 2. Saluran Saluran penghantar direncanakan sebagai saluran pasangan menggunakan pasangan batu kali. Aliran yang akan dilewatkan sebesar 120 % dari debit rencana. Saluran berbentuk trapesium dengan kemiringan talud 0.25 : 1. Perhitungan dimensi saluran menggunakan rumus Manning, yaitu : 1 2 / 3 V = R S...(4.9.) n Dan sesuai dengan hukum kekekalan massa, rumus diatas dikalikan dengan luas aliran menjadi persamaan aliran seragam : Q = A v = A 1 R 2/3 S...(4.10.) n Q = debit rencana saluran, m 3 /det V = kecepatan di saluran, m/det A = luas basah, m 2 R = jari-jari hidraulik, m BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 10

S = kemiringan saluran n = koefisien kekasaran Manning Untuk bentuk saluran trapesium, dimensinya ditentukan dengan rumus : A = (b + zy) y...(4.11.) P = b+2y 2 1 + z...(4.12.) R = P A...(4.13.) 4.1.7 Kolam Penenang Bak penenang ditempatkan sebelum intake pipa pesat untuk memperoleh dan mengatur aliran yang stabil menuju pipa pesat. Kolam penenang direncanakan berbentuk segi empat. Dimensi kolam penenang ditentukan : B = 3b...(4.14) L = 2b...(4.15) B = lebar kolam penenang L = panjang kolam penenang b = lebar saluran penghantar Gambar 4.10 Penampang Kolam Penenang dan Intake ke Pipa Pesat Persamaan untuk menghitung kedalaman air di kolam penenang yang arah alirannya tegak lurus dengan arah aliran pipa pesat adalah : n = S + D...(4.16) S = 0.54 v D 0.5...(4.17) BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 11

h = kedalaman air di kolam penenang S = kedalaman air di atas pipa pesat V = kecepatan aliran pipa pesat D = diameter pipa pesat 4.1.8 Pipa Pesat Pipa pesat direncanakan terletak pada permukaan bertumpu pada pondasi dan pada belokan diperkuat dengan angker blok. Perhitungan meliputi dimensi pipa, kehilangan tinggi tekan, dan struktur pendukungnya. Diameter pipa pesat dihitung dengan persamaan yang hanya tergantung dari besarnya aliran (debit rencana) yang akan melewatinya, yaitu : D = 0,72 Q 0.5...(4.18) Tabel pipa pesat dihitung menggunakan persamaan : t = (D+20)/400 (in)...(4.19) Untuk mengetahui stabilitas pondasi penstock dapat dibagi menjadi dua macam pondasi, yaitu pondasi tumpuan biasa dan pondasi angker blok. 4.1.9 Saluran Pembuang (Tail Race) Saluran pembuang direncanakan untuk menampung dan mengalirkan air yang keluar dari turbin kembali ke sungai. Oleh karena itu, dimensi saluran pembuang ditentukan oleh debit yang keluar dari turbin, yaitu debit rencana pembangkitan. Saluran pembuang direncanakan berbentuk segi empat diperkuat dengan pasangan batu. Persamaan hidraulik saluran segi empat : - Luas A = by...(4.20) - Keliling basah P = b + 2y...(4.21) - Jari-jari hidraulik R = A/P...(4.22) - Kecepatan v = (1/n)R 2/3 S 1/2...(4.23) - Debit Q = va...(4.24) 4.1.10 Kehilangan Tinggi Tekan Pada bagian ini akan dibahas masalah kehilangan tinggi tekan atau kehilangan energi pada bangunan hidraulik PLTM, yang mencakup : - masukan intake - saringan intake - ambang intake - kantong pasir - sepanjang saluran pembawa BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 12

- bak penenang, akibat ekspansi tiba-tiba dan akibat saringan pipa pesat Adapun penjelasan dari masalah di atas adalah sebagai berikut : a. Kehilangan Energi Akibat Masukan Intake Kehilangan energi akibat masukan (Intake) mempergunakan rumus : v 2 a H f1 = K e...(4.25) 2g H f = kehilangan energi Ke = koefisien, tergantung atas bentuk masukan untuk Circulat Bell Mounth koefisien untuk masukannya berharga 0,10. v a = kecepatan masuk = 1,58 m/det g = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt 2 b. Kehilangan Energi Akibat Saringan Kehilangan energi akibat saringan mempergunakan rumus : v 2 h f2 = c...(4.26) 2g c = β s b 4/3 sin δ...(4.27) hf = kehilangan energi v = kecepatan awal = 1,58 m/dt g = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt 2 C = koefisien saringan jeruji β = koefisien baja = 2,42 untuk jeruji persegi dan 1,80 untuk jeruji bulat s = tebal jeruji = 0,01 m b = jarak antar jeruji = 0,05 m δ = inklinasi saringan (sudut kemiringan dari horisontal) = 82 0 c. Kehilangan Energi Akibat Ambang Ada 2 (dua) ambang dari intake sampai ke pipa pesat, yaitu : - ambang intake - ambang kantong lumpur Kehilangan energi akibat ambang dihitung dengan persamaan : Q = μ b(h-z) 2gz...(4.28) BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 13

Q = debit desain (m 3 /dt) µ = koefisien debit = 0.80 b = lebar ambang (m). h = tinggi air di atas ambang (m) z = kehilangan energi (m) g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) d. Kehilangan Di Kantong Pasir Kehilangan energi di kantong pasir mempergunakan rumus : h f4 = (V intake -V desand ) 2 /2g...(4.29) e. Kehilangan Energi Pada Saluran Pembawa Kehilangan energi pada saluran pembawa mempergunakan rumus : 2 2 n v L h f5 =...(4.30) 4 / 3 R h f = kehilangan energi (m) n = angka kekasaran Manning V = kecepatan pada kanal L = panjang kanal (m) R = jari-jari hidrolik. f. Kehilangan Energi Akibat Bak Penenang Kehilangan energi akibat bak penenang terjadi akibat adanya ekspansi tiba-tiba dan akibat saringan. Rumus yang dipergunakan untuk memperhitungkan pengaruh kedua hal tersebut adalah : - akibat ekspansi tiba-tiba v 2 h f6a = k...(4.31) 2.g dimana k adalah koefisien ekspansi sebesar 1 - akibat saringan v 2 h f6b = c...(4.32) 2.g dimana c adalah koefisien saringan bak penenang sebesar 0,25 BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 14

4.1.11 Analisis Stabilitas 1. Gaya-Gaya yang bekerja pada bangunan Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pengelak dan mempunyai arti penting dalam perencanaan adalah : - tekanan air, dalam dan luar - tekanan lumpur (sediment pressure) - gaya gempa - berat bangunan - reaksi pondasi a. Tekanan Air Rumus gaya tekan ke atas untuk bangunan yang didirikan pada pondasi batuan adalah (lihat Gambar 4.11) : W u = c γw [h 2 + ½ x (h 1 h 2 )] A...(4.33) c = proporsi luas dimana tekanan hidrostatik bekerja (c = 1, untuk semua tipe pondasi) γ w = berat jenis air, kn/m 3 h 2 = kedalaman air hilir, m x = proporsi tekanan (proportion of net head) h 1 = kedalaman air hulu, m A = luas dasar, m 2 W u = gaya tekan ke atas resultante, kn Tabel 4.3. Harga-Harga x Tipe pondasi batuan berlapis horizontal sedang, pejal (massive) baik, pejal X (proporsi tekanan) 1,00 0,67 0,50 BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 15

Gambar 4.11. Gaya Angkat Untuk Bangunan Yang Dibangun Pada Pondasi Batuan Gaya tekan keatas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade) lebih rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan membuat jaringan aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka rembesan (weighted creep theory). P x = H x - L x H L Δ...(4.34.) P x = gaya angkat pada x, kg/m 2 L = panjang total bidang kotak bendung dan tanah bawah, m. L x = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x, m. H = beda tinggi energi, m. H x = tinggi energi di hulu bendung, m. dan di mana L dan L x adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane, bergantung kepada arah bidang tersebut. Bidang yang membentuk sudut 45 0 atau lebih terhadap bidang horisontal, dianggap vertikal. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 16

Gambar 4.12. Gaya Angkat Pada Pondasi Bendung b. Tekanan lumpur Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap pintu dapat dihitung sebagai berikut : 2 γs h 1 sinϕ P s =...(4.35) 2 1 + sinϕ P s = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara horizontal. γ s = berat lumpur, kn H = dalamnya lumpur, m ϕ = sudut gesekan dalam, derajat Beberapa andalan/asumsi dapat dibuat seperti berikut : BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 17

Γ 1 γ s = γ '...(4.36) s g γ s = berat volume kering tanah 16 kn/m 3 (1.600 kgf/m 3 ) Γ = berat volume butir = 2,65 Menghasilkan g s = 10 kn/m 3 (1000 kgf/m 3 ) Sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 30% untuk kebanyakan hal menghasilkan : P s = 1,67 h 2...(4.37) c. Gaya Gempa Harga-harga gaya gempa diberikan dalam bagian Parameter Bangunan. Harga-harga tersebut didasarkan pada peta Indonesia yang menunjukkan berbagai daerah dan risiko. Faktor minimum yang akan dipertimbangkan adalah 0,1 g perapatan gravitasi sebagai harga percepatan. Faktor ini hendaknya dipertimbangkan dengan cara mengalikannya dengan massa bangunan sebagai gaya horisontal menuju ke arah yang paling tidak aman, yakni arah hilir. d. Berat Bangunan Berat bangunan bergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat bangunan itu. Untuk tujuan-tujuan perencanaan pendahuluan, boleh dipakai harga-harga berat volume dibawah ini : - pasangan batu 22 kn/m 3 (2.200 kgf/m 3 ) - beton tumbuk 23 kn/m 3 (2.300 kgf/m 3 ) - beton bertulang 24 kn/m 3 (2.400 kgf/m 3 ) Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta ukuran maksimum kerikil yang digunakan. Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat volume 2,65 berat volumenya lebih dari 24 kn/m 3 (2400 kgf/m 3 ). e. Reaksi Pondasi Reaksi pondasi boleh diandalkan berbentuk trapesium dan tersebar secara linier. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 18

Gambar 4.13. Unsur-Unsur Persamaan Distribusi Tekanan Pada Pondasi - Tekanan vertikal pondasi adalah : ( W ) ( W ) e p = + m...(4.38) A I p = tekanan vertikal pondasi. (W) = keseluruhan gaya vertikal, termasuk tekanan ke atas, tetapi tidak termasuk reaksi pondasi. A = luas dasar, m 2 e = eksentrisitas pembebasan, atau jarak dari pusat gravitasi dasar (base) sampai titik potong resultante dengan dasar. I = momen kelembaman atau moment of inertia dasar di sekitar pusat gravitasi. m = jarak dari titik pusat luas dasar sampai ke titik dimana tekanan dikehendaki. Untuk dasar segi empat dengan panjang I dan lebar 1,0 m, I = L3/12 dan A = 1, rumus tadi menjadi : BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 19

P = ( W) L 12e 1 + m L...( 4.39) 2 Sedangkan tekanan vertikal pondasi pada ujung bangunan ditentukan dengan rumus : P = ( W ) L 6e 1 + L...( 4.40) Bila harga e dari Gambar 4.13 lebih besar dari 1/6 L, maka akan dihasilkan tekanan negatif pada ujung bangunan. Biasanya tarikan tidak diizinkan, yang memerlukan irisan yang mempunyai dasar segi empat sehingga resultante untuk semua kondisi pembebanan jatuh pada daerah inti. 2. Kebutuhan Stabilitas Ada tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi, yaitu : 1. Gelincir (sliding), : - sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal diatas pondasi - sepanjang pondasi, atau - sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam pondasi. 2. Guling (overtuning) - di dalam bendung - pada dasar (base), atau - pada bidang di bawah dasar 3. Erosi bawah tanah (piping). a. Ketahanan terhadap gelincir Tangen q, sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya, termasuk gaya angkat, yang bekerja pada bendung di atas semua bidang horisontal, harus kurang dari koefisien gesekan yang diizinkan pada bidang tersebut. ( H) f = tanθ < ( V - U) S...(4.41) (H) = keseluruhan gaya horisontal yang bekerja pada bangunan, kn (V-U) = keseluruhan gaya vertikal (V) dikurangi gaya tekan ke atas yang bekerja pada bangunan, kn. θ = sudut resultante semua gaya terhadap garis vertikal, derajat. f = koefisien gesekan S = faktor keamanan Harga-harga perkiraan untuk koefisien gesekan f diberikan pada tabel 4.4. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 20

Tabel 4.4. Harga-harga Perkiraan Untuk Koefisien Gesekan Bahan F Pasangan batu pada pasangan batu Batu keras berkualitas baik Kerikil Pasir Lempung 0.60 0.75 0.75 0.50 0.40 0.30 Untuk bangunan-bangunan kecil seperti bangunan-bangunan yang dibicarakan di sini, dimana berkurangnya umur bangunan, kerusakan besar, dan terjadinya bencana besar belum dipertimbangkan. Harga-harga faktor keamanan (S) yang dapat diterima adalah 2,0 untuk kondisi pembebanan normal dan 1,25 untuk kondisi pembebanan ekstrem. Kondisi pembebanan ekstrem dapat dijelaskan sebagai berikut : - Tak ada aliran di atas mercu selama gempa, atau - Banjir rencana maksimum. Apabila, untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, harga yang aman untuk faktor gelincir yang hanya didasarkan pada gesekan saja ternyata terlampaui, maka bangunan bisa dianggap aman jika faktor keamanan dari rumus itu yang mencakup geser, sama dengan atau lebih besar dari harga-harga faktor keamanan yang sudah ditentukan. f ( V U ) ( H ) + ca...(4.42) S C = satuan kekuatan geser bahan, kn/m 2 A = luas dasar yang dipertimbangkan, m 2 Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan harga-harga yang hanya mencakup gesekan saja, yakni 2,0 untuk kondisi normal dan 1,25 untuk kondisi ekstrem. b. Guling Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya yang bekerja pada bagian bangunan di atas bidang horisontal termasuk gaya angkat harus memotong bidang ini pada teras. Tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan manapun. BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 21

Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap dipertahankan pada harga-harga maksimal yang dianjurkan. Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada distribusi gaya-gaya melalui momen lentur (bending moment). Oleh sebab itu, tebal lantai kolam olak dihitung sebagai berikut : Px W d x > S x...(4.43) γ d x = tebal lantai pada titik x, m P x = gaya angkat pada titik x, kg/m 2 W X = kedalaman air pada titik x, m γ = berat jenis bahan, kg/m 2 S = faktor keamanan (1,5 untuk kondisi normal dan 1,25 untuk kondisi ekstrem) Gambar 4.14. Tebal Lantai Kolam Olak c. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping) Bangunan-bangunan yang harus mengatasi beda tinggi muka air hendaknya dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh akibat naiknya dasar galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan. Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan jalan membuat jaringan aliran/flownet dan dengan beberapa metoda empiris, seperti : - Metode Bligh - Metode Lane, atau - Metode Koshla Metode Lane, yang juga disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio method), adalah cara yang dianjurkan untuk mencek bangunan guna mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman dan mudah BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 22

dipakai. Untuk bangunan-bangunan yang relatif kecil, metode-metode lain mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya lebih sulit. Metode Lane diilustrasikan pada Gambar 4.15 dan memanfaatkan tabel. Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di sepanjang bidang bangunan tanah bawah dengan beda tinggi muka air antara kedua sisi bangunan. Gambar 4.15. Metode Angka Rembesan Lane Disepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari 45 0 dianggap vertikal dan yang kurang dari 45 0 dianggap horisontal. Jalur vertikal dianggap memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal. Oleh karena itu, rumusnya adalah : ΣLv + 1/ 3ΣLH C L =...(4.44) H C L = Angka rembesan Lane (lihat tabel 4.5) ΣL V ΣL H H = jumlah panjang vertikal, m = jumlah panjang horisontal, m = beda tinggi muka air, m BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 23

Tabel 4.5. Harga-Harga Minimum Angka Rembesan Lane (C L ) JENIS TANAH Nilai C L Pasir sangat halus atau lanau Pasir halus Pasir kasar Pasir kasar Kerikil halus Kerikil sedang Kerikil kasar termasuk berangkal Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil Lempung lunak Lempung sedang Lempung keras Lempung sangat keras 4.2. KAJIAN TURBIN Turbin merupakan bagian utama yang mengkonversi gerakan aliran air menjadi gerakan mekanis putaran (rotasi), yang kemudian akan diteruskan kepada generator yang akan menghasilkan tenaga listrik. 8,5 7,0 6,0 5,0 4,0 3,5 3,0 2,5 3,0 2,0 1,8 1,6 4.2.1 Jumlah Pemakaian Turbin Dalam merencanakan jumlah turbin yang akan dipasang pada sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro sangat tergantung pada kondisi beban pekerjaan dan biaya proyek. Kriteria yang sangat penting dalam penentuan jumlah pemakaian turbin ini adalah sebagai berikut : 1. Tipe jaringan, interkoneksi atau isolasi 2. Kurva beban harian 3. Optimasi daya yang dihasilkan 4. Tingkat keandalan yang diinginkan dan ketersediaan sumber tenaga alternatif 5. Perkiraan kebutuhan listrik 6. Kondisi dan posisi aliran air yang tersedia 7. Batasan teknik, seperti pengaturan kestabilan dan dimensi mesin. 8. Ketersediaan turbin yang memenuhi standar 9. Biaya pemasangan berikut pekerjaan sipil 10. Transportasi Secara umum, pengurangan jumlah pemakaian turbin akan mengurangi total biaya keseluruhan, sedangkan penambahan unit turbin akan meningkatkan kualitas dan BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 24

fleksibilitas serta mengoptimalkan energi yang dihasilkan sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro. 4.2.2 Pemilihan Jenis Turbin Pemilihan jenis turbin yang akan dipergunakan dalam suatu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro, ditentukan oleh beberapa kriteria, yaitu antara lain : 1. Karakteristik lokasi Kriteria lokasi ini menyangkut masalah desain aliran air yang tersedia pada lokasi yang dipilih. Dengan mengetahui jumlah pemakaian turbin, maka debit tiap-tiap turbin dapat dikalkulasi, yang pada akhirnya akan menentukan jenis turbin yang akan dipasang. 2. Tinggi jatuh (head) Tinggi jatuh (head) yang tersedia di lokasi sangat berperan penting dalam penentuan jenis turbin yang akan dipilih. Beberapa jenis turbin yang dapat diaplikasikan untuk keperluan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro berdasarkan ketinggian jatuh ini adalah sebagai berikut : - Head rendah (sampai 30 meter) Jika tinggi jatuh yang tersedia di lokasi kurang dari 30 meter, maka jenis turbin yang dapat dipergunakan adalah tipe Propeller, tipe Kaplan, tipe Bulb, tipe Axial dan tipe Francis. - Head medium (30 meter sampai dengan 150 meter) Sedangkan bila tinggi jatuh berkisar antara 30 150 meter, maka jenis turbin yang mungkin dapat dipergunakan adalah tipe Axial, tipe Francis dan tipe Pelton. 3. Kecepatan spesifik dan rotasi. Kecepatan spesifik turbin merupakan faktor utama yang menentukan besarnya daya listrik yang dapat dihasilkan. Rumus yang digunakan untuk mencari harga kecepatan spesifik adalah : n N n s =...(4.45) 5/4 H Atau n Q n q =...(4.46) 3/4 H n s = kecepatan spesifik berdasarkan daya keluar n q = kecepatan spesifik berdasarkan laju aliran n = kecepatan putar turbin yang direncanakan (rpm) BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 25

N = daya turbin (HP) Q = laju aliran (m 3 /det) H = tinggi jatuh, head (m) Tabel berikut menunjukkan jenis turbin tertentu pada lingkup bilangan kecepatan spesifik tertentu. Tabel 4.6. Jenis-jenis Turbin Berdasarkan Putaran Spesifiknya NO JENIS TURBIN PUTARAN SPESIFIK (n s ) 1 Turbin Pelton 1 Nosel 4 35 2 Turbin Pelton 2 Nosel 17 50 3 Turbin Pelton 4 Nosel 24 70 4 Turbin Francis kecepatan rendah 70 120 5 Turbin Francis kecepatan menengah 120 220 6 Turbin Francis kecepatan tinggi 220 350 7 Turbin Francis kecepatan sangat tinggi 350 430 8 Turbin Propeller dan Turbin Kaplan 300-1000 BAB 4 KRITERIA PERENCANAAN PLTM IV - 26