BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditujukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORITIS

DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER

BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

STUDI DIFUSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin rendahnya pertumbuhan pasar serta tingginya persaingan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat.

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. pilihan kartu simcard yang ditawarkan oleh penyedia jaringan telekomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB 1 PENDAHULUAN. zaman yang semakin modern, kebutuhan manusia semakin tidak dapat dibatasi.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

DEWAN RISET NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Demikian para provider berusaha mengeluarkan produk-produk untuk

I. PENDAHULUAN. mutu hidup serta kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya peningkatan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi di Indonesia sampai dengan saat ini

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dasar-Dasar Komunikasi, Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, IPB, hal:

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

I. PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat di Indonesia. Adanya pembangunan selain. dalam menopang perekonomian masyarakat.

1.1 TINJAUAN TERHADAP OBJEK STUDI

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

I. PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat di Indonesia. Adanya pembangunan selain. memberikan dampak positif juga memberikan dampak negatif terutama

Paradigma baru di bisnis telekomunikasi ini sudah barang tentu juga akan berimbas pada kebijakan dan strategi perusahaan itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION

BAB I PENDAHULUAN. strategi pembangunan daerah mulai dari RPJPD , RPJMD ,

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN. informasi terbaru. Seiring dengan meningkatnya pengguna telepon seluler (smart

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai peluang untuk berkomunikasi dengan pelanggannya. pemasaran yang mempunyai peranan sangat besar dalam memfasilitasi proses

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari satu pihak

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I. PENDAHULUAN. masyarakat baru, disebut masyarakat informasi (information society) (Wiryanto,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mencermati perkembangan dunia telekomunikasi di Indonesia yang. telepon seluler dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin pesat pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Pertanian (SIPP) yaitu: terwujudnya sistem pertanianbioindustri

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. bergantung pada penggunaan teknologi dan informasi. Saat ini, semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Apabila dilihat dari perkembangannya, perkembangan telepon nirkabel di

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Kerangka Kebijakan Pengembangan Dan Pendayagunaan Telematika Di Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi, bidang telekomunikasi juga mengalami kemajuan yang cukup pesat.

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu perusahaan. Konsumen saat ini begitu dimanjakan dengan begitu

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia bahkan di dunia ini dapat diakui banyak menarik minat para pelaku

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

TEORI KOMUNIKASI KONTEKS BUDAYA DAN MASYARAKAT

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk pengembangan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta penguatan daya saing perekonomian. Adapun misi pembangunan nasionalnya diarahkan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman dan damai, serta meletakkan fondasi yang lebih kuat bagi Indonesia yang adil dan demokratis (BAPPENAS 2010). Selanjutnya pemerintah menyatakan bahwa untuk mewujudkan misi pembangunan tersebut di atas diperlukan sarana dan prasarana, di antaranya adalah berupa jaringan komunikasi dan informatika, yang selain memungkinkan pertukaran informasi secara cepat (real time) menembus batas ruang dan waktu, juga berperan sangat penting, baik dalam proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi ekonomi. Bersamaan dengan itu, telekomunikasi juga dipandang sebagai elemen yang sangat penting dalam proses produksi dari sektor-sektor ekonomi, seperti perdagangan, industri, dan pertanian. Upaya pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur jaringan komunikasi dan informatika serta telekomunikasi juga menjadi penting, karena sebagaimana dikemukakan Mugniesyah (2009) ada dua komitmen yang harus dipenuhi pemerintah Indonesia. Pertama, merespon United Nation Development Programme (UNDP) yang telah menetapkan bahwa akses penduduk terhadap teknologi yang berperan dalam proses difusi dan penciptaan menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia di sebuah negara. Kedua, pemerintah Indonesia tunduk pada komitmen untuk mencapai Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals atau MDGs), khususnya rumusan tujuan kedelapan, yaitu mengembangkan suatu kerja sama global untuk pembangunan; yang salah satu targetnya adalah bekerja sama dengan sektor swasta, guna memberikan manfaat teknologi baru, khususnya informasi dan

2 komunikasi bagi masyarakat luas. Terdapat tiga indikator dari target tersebut, yaitu (1) jaringan telepon dan subscriber seluler per 1000 orang, (2) komputer personal (personal computer atau PC) per 100 orang, dan (3) pengguna internet per 1000 orang. Semakin berkembangnya infrastruktur telekomunikasi baik yang dilakukan pemerintah maupun swasta, disertai meningkatnya pendapatan pada warga masyarakat di lain pihak, telah berdampak pada meluasnya jaringan telepon seluler (selanjutnya ditulis ponsel) sekaligus meningkatnya pengguna ponsel. Hasil studi lembaga penelitian ROA (Research On Asia) Group menyatakan bahwa pengguna ponsel di Indonesia tercatat sebanyak 68 juta pada akhir tahun 2006. Kondisi ini menjadikan Indonesia akan menempati peringkat ketiga pasar ponsel terbesar di Asia setelah Cina dan India (Novita 2010). Selanjutnya, data lembaga riset Wireless Intelligence Global Comms, menunjukkan bahwa sampai dengan kuartal I-2010 lalu total konsumen ponsel mencapai 171 juta pelanggan, atau 72,3 persen terhadap total penduduk Indonesia yang tersebar di perkotaan dan perdesaan (Haraito dan Hidayat 2010). Dengan demikian, ponsel menjadi inovasi bagi masyarakat perdesaan. Penduduk di perdesaan Indonesia umumnya dominan terdiri atas rumahtangga pertanian. Menurut Badan Pusat Statistik, terdapat 25,4 juta rumahtangga pertanian di perdesaan Indonesia pada tahun 2003, yang terdiri dari 54,9 persen di Jawa dan 45,1 persen di luar Jawa. Sebagaimana diketahui, sejak diintroduksikannya Revolusi Hijau, inovasi yang diintroduksikan kepada masyarakat petani umumnya berupa teknologi pertanian, baik berupa teknologi produksi maupun pasca panen beragam komoditi. Teknologi pertanian sebagai inovasi dipandang mampu meningkatkan produktivitas usahatani, yang pada gilirannya diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam konteks tersebut, sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah (2006), Rogers dan Shoemaker (1971) serta Rogers (1995) mengembangkan konsep difusi inovasi, yang diartikan sebagai proses melalui mana suatu inovasi dikomunikasikan kepada anggotaanggota sistem sosial melalui saluran-saluran komunikasi tertentu dalam suatu periode waktu tertentu. Berdasar definisi tersebut, difusi inovasi mencakup empat unsur penting: inovasi, saluran komunikasi, sistem sosial, dan waktu. Selanjutnya,

3 kedua ahli menyatakan bahwa waktu tersebut eksis dalam proses difusi khususnya pada tiga aspek, yaitu: (1) proses keputusan inovasi, dimana individu melangsungkan proses dari tahap pengenalan suatu inovasi sampai kepada menolak atau menerima inovasi, (2) keinovativan individu atau unit pengambilan keputusan inovasi lainnya -yang diartikan sebagai keterdinian atau keterlambatan relatif di mana suatu inovasi diadopsi- dibandingkan dengan anggota sistem sosial lainnya, dan (3) laju adopsi inovasi dalam suatu sistem sosial. Telah ada sejumlah penelitian berkenaan difusi inovasi pertanian di Indonesia, namun demikian, sebagian besar peneliti lebih memfokuskan pada aspek yang pertama, yakni proses keputusan inovasi. Hal tersebut sebagaimana dijumpai pada beberapa penelitian, dintaranya adalah: (a) Studi Hubungan Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Supra Insus dengan Adopsi Supra Insus di Tingkat Petani dan Kelompok Tani (Mugniesyah dan Lubis 1990), (b) Adopsi Inovasi Teknologi Tabela bagi Petani Padi Sawah (Novarianto 1999), (c) Tingkat Adopsi Inovasi Pengendalian Hama Terpadu oleh Petani di Kabupaten Karawang (Sadono 1999), (d) Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Adopsi Inovasi (Agussabti 2002), dan (e) Jaringan Komunikasi Petani dalam Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian (Rangkuti 2007). Meskipun sejumlah penelitian tersebut di atas merujuk pada Teori Pengambilan Keputusan Inovasi dari Rogers dan Shoemaker (1971), kecuali penelitian Mugniesyah dan Lubis, penelitian selainnya hanya berfokus pada adopsi inovasi pada tingkat individu petani, tidak mempertimbangkan aspek sistem sosial dimana inovasi tersebut diintroduksikan; sementara penelitian mengenai aspek difusi inovasi lainnya, yakni laju difusi dan kategori adopter, belum banyak dilakukan. Hal ini setidaknya, setelah penelitian rintisan yang dilakukan Soewardi (1972) dalam Sajogyo dan Sajogyo (1982) dan Sastramihardja dan Veronica (1976) baru dijumpai adanya studi laju adopsi, sebagaimana dilakukan oleh Nugraha (2010) dalam studinya yang berjudul Studi Difusi Inovasi System of Rice Intensification (SRI) di Kabupaten Tasikmalaya. Berdasar penjelasan di atas, sejumlah penelitian tentang adopsi dan difusi inovasi, hampir semuanya berkenaan dengan inovasi teknologi pertanian. Di pihak

4 lain, meskipun telah ada sejumlah studi berkenaan ponsel, namun belum menggunakan teori difusi inovasi, karena fokusnya lebih kepada aspek sikap dan perilaku individu dalam penggunaan ponsel; sebagaimana dijumpai pada sejumlah studi, di antaranya pada penelitian: (a) Pengaruh Penggunaan Ponsel pada Remaja terhadap Interaksi Sosial Remaja (Utaminingsih 2006), (b) Sikap dan Perilaku Mahasiswa terhadap Penggunaan Ponsel (Mulyandari 2006), (c) Persepsi dan Perilaku Remaja dalam Menggunakan Ponsel (Lutfiyah 2007), dan (d) Sikap dan Perilaku Remaja Desa dalam Menggunakan Ponsel (Prayifto 2010). Meningkatnya pengguna ponsel di kalangan masyarakat perdesaan mencerminkan adanya penerimaan anggota masyarakat akan pentingnya ponsel sebagai bagian dari perilaku komunikasi mereka. Kondisi tersebut menjadi menarik untuk diteliti, mengingat hampir semua penelitian tersebut di atas berfokus pada inovasi pertanian yang bersumber dari pemerintah, sementara ponsel bersumber dari pihak pengusaha yang diadopsi oleh individu tanpa ada campur tangan langsung pemerintah. Di pihak lain, para ahli dan peneliti terdahulu mengemukakan bahwa masyarakat perdesaan pada umumnya, dicirikan oleh pola komunikasi lokalit, dimana komunikasi interpersonal dominan berperan sebagai media sekaligus sumber informasi bagi mereka. Sehubungan dengan itu, penelitian difusi inovasi dan pola pemanfaatan ponsel di kalangan masyarakat perdesaan menjadi penting. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Merespon ajakan pemerintah terhadap pihak swasta untuk membangun infrastruktur telekomunikasi guna meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi yang mereka butuhkan, pihak Perusahaan Telekomunikasi XL dan Telkomsel telah membangun masing-masing satu menara Base Transceiver Stations (BTS) di Desa Kemang Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, berturut-turut pada tahun 2008 dan 2010. Sebagaimana dikemukakan Mugniesyah (2007), Desa Kemang tergolong desa yang terisolir, karena letaknya ada di sekitar wilayah hutan, baik itu hutan lindung maupun hutan produksi milik Perhutani. Kehadiran dua menara BTS ini telah mendorong warga Desa Kemang untuk memiliki ponsel sesuai dengan motivasinya masing-masing. Merujuk pendapat

5 Rogers dan Shoemaker (1971), khususnya pada dua aspek dalam difusi inovasi, bagaimanakah laju adopsi inovasi ponsel dan pola kategori adopter ponsel di kalangan masyarakat Desa Kemang? Berdasar pada paradigma laju adopsi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat sejumlah variabel dari lima faktor yang dianggap mempengaruhi laju adopsi, yaitu: pendapat individu terhadap karakteristik inovasi, saluran komunikasi, tipe pengambilan keputusan inovasi, karakteristik sistem sosial, dan promosi oleh agen promosi. Sehubungan dengan itu, variabel-variabel apa sajakah (dari kelima faktor tersebut) yang mempengaruhi laju adopsi inovasi ponsel di masyarakat Desa Kemang? Sebagaimana dikemukakan Rogers dan Shoemaker, laju difusi inovasi diukur oleh jumlah orang yang mengadopsi inovasi sejak inovasi tersebut diintroduksikan sampai pada suatu periode tertentu. Cepat lambatnya laju adopsi tersebut berhubungan dengan keinovativan (innovativeness), yakni derajat dimana seorang individu akan mengadopsi inovasi lebih dini dibanding anggota sistem sosial lainnya. Berdasar tingkat keinovativan tersebut, kedua ahli merumuskan sebaran kategori adopter ke dalam lima kategori: inovator, penganut dini, penganut awal terbanyak, penganut lambat terbanyak, dan kaum kolot, masingmasing memiliki karakteristik sosial-ekonomi, perilaku komunikasi dan pribadi tertentu. Adakah sebaran kategori adopter yang terjadi di Desa Kemang mengikuti pola sebaran sebagaimana dikemukakan Rogers dan Shoemaker? Bagaimanakah karakteristik kelima kategori adopter ponsel di Desa Kemang tersebut? Sebagaimana dikutip Mugniesyah (2006), Rogers dan Shoemaker (1971) juga mengemukakan konsep adopsi berlebihan (over adoption) yang diartikan sebagai individu yang mengadopsi suatu inovasi padahal seharusnya ia menolaknya, atau sebaliknya. Sehubungan dengan itu, apakah gejala adopsi berlebihan ponsel terjadi di masyarakat Desa Kemang? Mengingat bahwa masyarakat perdesaan, khususnya masyarakat petani dominan dicirikan oleh pola komunikasi lokalit -dimana komunikasi interpersonal dominan berperan sebagai media sekaligus sumber informasi bagi mereka- maka komunikasi melalui media ponsel menjadi suatu hal yang baru. Sehubungan

6 dengan hal tersebut, bagaimanakah pola pemanfaatan ponsel menurut karakteristik kategori adopter yang ada di masyarakat Desa Kemang? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasar perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini terutama untuk mengetahui: 1. Laju adopsi inovasi ponsel pada warga masyarakat di Desa Kemang, sejak pertama ponsel tersebut masuk di desa ini sampai dengan penelitian dilaksanakan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2. Tingkat keinovativan dan karakteristik adopter ponsel serta hubungannya dengan pola sebaran kategori adopter ponsel pada warga masyarakat Desa Kemang. 3. Pola pemanfaatan ponsel menurut karakteristik kategori adopter yang ada di masyarakat Desa Kemang. Ada tidaknya fenomena adopsi berlebihan (over adoption) ponsel di kalangan masyarakat Desa Kemang. 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini memberikan pengalaman dalam menerapkan sejumlah konsep dan teori berkenaan proses difusi inovasi untuk menganalisis fenomena meningkatnya penggunaan media komunikasi ponsel pada masyarakat perdesaan. 2. Bagi Pemda Tingkat II Cianjur, khususnya Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat menjadi masukan bagi pemanfaatan ponsel sebagai media penyuluhan pertanian dan pengembangan cyber extension di perdesaan. 3. Bagi pihak lain, khususnya para peneliti di bidang riset difusi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan informasi awal bagi studi difusi inovasi ponsel di berbagai wilayah perdesaan lainnya, sehingga diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan komunikasi pembangunan pertanian di Indonesia.