ANALISIS KEBERLANJUTAN PEMBANGUNAN PULAU-PULAU KECIL: PENDEKATAN MODEL EKOLOGI-EKONOMI 1

dokumen-dokumen yang mirip
POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODEL PENDUGAAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PULAU WETAR (MALUKU TENGGARA BARAT) ATAS DASAR ASIMILASI FOSFAT

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58

ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

3. METODE PENELITIAN

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA. Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung

Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su

KESTABILAN MODEL BIOEKONOMI SISTEM MANGSA PEMANGSA SUMBER DAYA PERIKANAN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI PEMANGSA

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Kawasan Pantai Timur Surabaya sebagai Kawasan Konservasi Berkelanjutan

MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD (MSY) PADA PERIKANAN DENGAN STRUKTUR PREY-PREDATOR

Model Matematika Populasi Plankton dan Konsentrasi Nitrogen

(In-shore and Off-shore Bioeconomic Model for Swimming Crab Fisheries Management in Makassar Strait)

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS BIOEKONOMI DAN OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN LAYANG DI PERAIRAN KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA

2 KERANGKA PEMIKIRAN

Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX-

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DI KOTA BENGKULU (Tinjauan Bioekonomik Terhadap Sumberdaya Perikanan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Governance of Dagho fishing port, Sangihe Islands Regency, Indonesia

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KECENDERUNGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA TAHUN Adrian A. Boleu & Darius Arkwright

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN

PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERILAKU SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DALAM MENGELOLA TERUMBU KARANG

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI KOTA BENGKULU GITA MULYASARI

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

KESTABILAN MODEL BIOEKONOMI SISTEM MANGSA PEMANGSA SUMBER DAYA PERIKANAN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI PEMANGSA

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):43-50

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

X. ANALISIS KEBIJAKAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

ANALISIS BIO-EKONOMI PENGELOLAAN SUMBER DAYA KAKAP MERAH(Lutjanus sp) SECARA BERKELANJUTAN DI TANJUNGPANDAN, BELITUNG

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

Transkripsi:

ABSTRAK ANALISIS KEBERLANJUTAN PEMBANGUNAN PULAU-PULAU KECIL: PENDEKATAN MODEL EKOLOGI-EKONOMI 1 (Analysis of Small Islands Development Sustainability: An Ecology-Economical Model Aproach) Setyo Budi Susilo 2 Penelitian ini bertujuan untuk menilai keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil dengan menggunakan sebuah model ekologi-ekonomis, dimana Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, dipilih sebagai sebuah studi kasus pada tahun 2002. Sebuah model dinamika sistem dengan dua peubah status akumulasi, yaitu stok ikan laut sebagai peubah ekologis dan jumlah nelayan sebagai peubah ekonomis digunakan untuk analisis. Hasil penelitian memperlihatkan tidak adanya keseimbangan antara jumlah nelayan dan besarnya stok ikan yang tersedia. Terlalu banyak nelayan mengeksploitasi stok ikan yang terbatas. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan pulau-pulau kecil di kabupaten ini masih belum berkelanjutan. Kata kunci: model ekologi-ekonomis, pembangunan berkelanjutan, pulau-pulau kecil. ABSTRACT The study is aimed to assess the sustainability of small islands development using an ecology-economical model, where the Regency of Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, was taken as a place for a case study, in the periode of 2002. A system dynamic model with two state variables, i. e. marine fish stock as an ecological variable and the number of fishermen as an economical variable were used for analysis. The results showed that there wasn t balance between the number of fishermen and the available fish stock. Too many fishermen exploits the existing fish stock. This indicates that the developments of small islands in the regency is still not sustainable yet. Keywords: ecology - economical model, sustainable development, small islands. PENDAHULUAN 1 2 Diterima 20 November 2006 / Disetujui 9 Februari 2007. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sebagaimana telah disebutkan oleh Susilo (2005) bahwa pulau kecil merupakan salah satu aset kelautan Indonesia yang sangat penting bukan saja dari aspek sumberdaya alam tetapi juga dari aspek jasa lingkungan dan nilai politiknya. Oleh karena itu pulau-pulau kecil harus dibangun berdasarkan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Ia juga menyebutkan bahwa permasalahan yang dihadapi di dalam pembangunan pulau-pulau kecil berkelanjutan di Indonesia adalah bahwa sampai saat ini belum ada metode yang disepakati bersama untuk menilai keberlanjutan pembangunan yang dapat mencakup berbagai dimensi pembangunan tersebut secara terpadu. Mengingat hal tersebut berbagai metode dan model pembangunan berkelanjutan perlu dieksplorasi sehingga tersedia berbagai alternatif alat untuk menilai keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil. Pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah proses perubahan dari berbagai atribut pembangunan yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan pembangunan yaitu adanya keseimbangan antara manfaat social-ekonomi dan kelestarian sumberdaya alam. Penilaian keberlanjutan pembangunan dapat dilakukan pada tahap proses maupun pada tahap hasil capaian outcome. Susilo (2005) telah memaparkan salah satu metode penilaian keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil pada tahap proses, dan tulisan ini bertujuan untuk menganalisis salah satu metode penilaian keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil pada tahap hasil capaian pembangunan. Tujuan dari penelitian ini adalah menilai keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, melalui analisis keseimbangan ekonomi-ekologis. 29

30 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2007, Jilid 14, Nomor 1: 29-35 METODOLOGI Sebagaimana telah di jelaskan di atas, penilaian keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu penilaian seluruh atribut pembangunan dan penilaian keseimbangan antara manfaat sosial ekonomi dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan atau yang dikenal sebagai model e- konomi-ekologis (atau ekologi-ekonomis). Salah satu sumberdaya alam di lingkungan pulaupulau kecil adalah sumberdaya ikan laut yang dimanfaatkan oleh nelayan setempat sebagai sumber kegiatan ekonomi masyarakat setempat. Pendekatan penilaian terhadap tujuan pembangunan pulau-pulau kecil berkelanjutan adalah menilai seberapa jauh telah terjadi keseimbangan antara manfaat sosial-ekonomi dengan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Pendekatan ini dikenal sebagai model ekonomiekologis atau model bioekonomi (Clark, 1985; Conrad dan Clark, 1989; Brown dan Roughgarden, 1997). Penelitian dilakukan pada tahun 2002 di Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan nelayan setempat maupun dari literatur/laporan yang terkait. Kerangka Model Dinamik Model ekonomi-ekologis yang digunakan di dalam penelitian ini menggunakan peubah stok ikan sebagai peubah kunci sumberdaya a- lam (peubah ekologis) dan peubah tenaga kerja (nelayan) sebagai peubah kunci ekonomi. Analisis model ekonomi-ekologis didasarkan atas dinamika dan keseimbangan dua peubah tersebut. Dinamika stok ikan dirumuskan berdasarkan model pertumbuhan Schaefer dan dinamika tenaga kerja dirumuskan berdasarkan asumsi model perikanan open access (Clark, 1985). Model ini pada prinsipnya didasarkan pada model perikanan open access yang dikembangkan Smith pada tahun 1969 (Clark, 1985). Jika penghasilan (revenue), π, pada suatu saat positif maka upaya penangkapan ikan dalam satuan jumlah tenaga kerja, L, akan meningkat dan sebaliknya. Secara matematis hal ini dapat dimodelkan secara sederhana sebagai berikut: dl = k π (1) dt k adalah konstanta adjustment tenaga kerja. Penghasilan (π) dapat dirumuskan sebagai: π = Yp cl (2) Y adalah hasil biomas tangkapan, p adalah harga jual per satuan hasil tangkapan, dan c adalah biaya upaya penangkapan per tenaga kerja. Pada persamaan (2), tenaga kerja nelayan pemilik (L) sebenarnya mewakili upaya penangkapan (effort, E). Persamaan (1) dan persamaan (2) mewakili model ekonomis. Sementara itu dinamika sumberdaya ikan dimodelkan sebagai: dx X = rx 1 Y (3) dt K Persamaan (3) ini mewakili model ekologis. Menurut Gulland (1983), Y=qLX. Oleh karena itu apabila dinamika sumberdaya ikan dan dinamika tenaga kerja tersebut digabungkan maka terdapat dua persamaan dinamis yang saling terkait, yaitu: dx X = rx 1 qlx (4) dt K dan dl k ( pqx c ) L dt = (5) k adalah elastisitas tenaga kerja, p adalah harga jual per satuan produksi panenan, c adalah biaya per tenaga kerja, r adalah tingkat pertumbuhan biomas intrinsic, K adalah daya dukung lingkungan, q adalah tingkat kemudahan tertangkapnya ikan (catchability), X adalah besarnya stok ikan (kg), dan L adalah jumlah tenaga kerja (orang-hari). Pada persamaan (4) dan persamaan (5) terlihat hubungan saling terkait antara peubah e- kologis (X) dengan peubah ekonomis (L). Pada persamaan (4) terlihat bahwa dinamika peubah X dipengaruhi oleh peubah L, dan sebaliknya pada persamaan (5) terlihat bahwa dinamika peubah L dipengaruhi oleh peubah X. Intinya adalah bahwa kenaikan L akan dapat menurunkan X dan sebaliknya penurunan X pada akhirnya dapat menurunkan L. Pemanfaatan yang berkelanjutan dicapai pada titik keseimbangan antara X dan L.

Susilo, S. B., Analisis Keberlanjutan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil: Pendekatan Model 31 Pembangunan berkelanjutan berdasarkan model ekonomi ekologi ini dicapai jika besarnya stok ikan dan jumlah tenaga kerja yang memanfaatkan stok ikan tersebut berada pada satu titik keseimbangan yang stabil (stable node). Titik kesimbangan yang stabil dicapai pada saat = = 0 dan memiliki akar ciri yang ne- dx dl dt dt gatif (Fauzi dan Anna, 2005). Secara matematis, melalui teknik linearisasi, titik keseimbangan yang stabil tersebut dapat ditemukan, yaitu pada, 1. pq q pqk Namun demikian dengan bantuan sebuah pe- c r c rangkat lunak analisis sistem, titik keseimbangan tersebut juga dapat ditemukan. Pendugaan Parameter Parameter yang terdapat pada persamaan (4) dan (5) diduga dari wawancara di lapangan dan literatur. Metode pendugaan parameter tersebut adalah seperti diuraikan berikut. Nilai daya dukung lingkungan (K) diduga melalui asumsi bahwa nilai ini merupakan nilai produktivitas pakan ikan alami yang tersedia di perairan, dalam hal ini adalah produktivitas primer. Didalam model ini produksi primer menjadi pembatas daya dukung biomas i- kan yang dimodelkan dalam bentuk ikan 1 ( ikan pemakan plankton), ikan 2 ( ikan herbivora fitoplankton), dan ikan 3 ( ikan karnivora). Jumlah biomas ikan yang dapat didukung oleh lingkungan ditentukan oleh produksi primer sebagai makanan paling bawah dan rerata efisiensi ekologis (Parsons, et al., 1984). Berdasarkan hal ini maka secara umum daya dukung lingkungan dirumuskan sebagai produktivitas daging pada ikan dengan jenjang makanan ke-n: n 1 P = PE (6) n 1 P n adalah produktivitas pada jenjang makanan (trophic level) ke-n; P 1 adalah produktivitas primer (n=1); n adalah jenjang makanan; E adalah efisiensi ekologis rata-rata. Produksi primer diasumsikan akan hilang dengan faktor 0.015 (Nakata, 1993) terutama a- kibat tenggelam (sinking), sehingga fraksi produksi primer yang dapat dimanfaatkan oleh organisme trophic level di atasnya adalah sebesar 0.985. Produksi primer yang akan mengalir (dimanfaatkan) oleh zooplankton diasumsikan 50% dari yang tersedia, oleh ikan omnivora ( ikan 1 ) sebesar 25%, dan oleh ikan herbivora ( ikan 2 ) sebesar 25%). Ikan karnivora ( ikan 3 ) diasumsikan hanya memangsa ikan 1 dan ikan 2. Akhirnya daya dukung lingkungan dihitung dari biomas ikan (ikan 1, ikan 2, dan i- kan 3) yang telah dikonversi dari berat karbon ke berat daging ikan dengan faktor konversi 0.003 (Nakata, 1993). Penelitian mengenai efisiensi ekologis masih jarang sehingga tidak tersedia cukup data yang lebih rinci. Parsons et al. (1984) menyebutkan bahwa secara rata-rata perairan oceanic mempunyai efisiensi ekologis sebesar 10%, perairan continental shelf sebesar 15%, dan daerah upwelling sebesar 20%. Perairan Kepulauan Seribu lebih mirip dengan perairan continental shelf tetapi mempunyai ekosistem terumbu karang, suatu ekosistem yang sangat produktif dan efisien, yang sangat luas. Oleh karena itu dugaan efisiensi ekologis yang digunakan didalam penelitian ini adalah 20%. Produksi primer diduga dari konsentrasi klorofil melalui persamaan hubungan antara keduanya (Susilo, 1999). Hubungan antara produktivitas primer dan konsentrasi klorofil-a a- dalah: P= 0.046 + 0.0107C (7) P adalah produktivitas primer (g C/m 3 /jam), C adalah konsentrasi klorofil-a (μg/l), R adalah koefisien korelasi. Pendugaan produksi primer dimulai dengan menduga volume air produktif yang ada di lokasi penelitian, yaitu perkalian antara luas perairan dengan kedalaman produktif. Luas perairan Kebupaten Administrasi Kepulauan Seribu secara total sekitar 7 000 km 2 (Dinas Perikanan DKI Jakarta, 2001; BPS DKI Jakarta, 2000). Dengan demikian angka ini akan digunakan sebagai dugaan parameter luas perairan Kepulauan Seribu. Kedalaman produktif sebenarnya adalah kolom air hingga kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi adalah sekitar 4.6 kali kedalaman atenuasi. Kedalaman atenuasi adalah sekitar kedalaman Secchi disc (biasanya disebut sebagai kecerahan) dibagi dengan 1.7 (Parsons et al., 1984). Dengan demikian kedalaman kompensasi adalah sekitar 2.7 kali kecerahan. Kedalaman produktif ini diperlukan untuk meng-

32 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2007, Jilid 14, Nomor 1: 29-35 hitung volume air yang produktif. Namun demikian mengingat perairan Kepulauan Seribu banyak yang dangkal, jika nilai 2.7 kali kecerahan ini digunakan maka dugaan volume air yang produktif akan melebihi yang sebenarnya (over estimate). Oleh karena itu kedalaman produktif hanya akan menggunakan nilai 2 kali kedalaman Secchi disc (kecerahan) sebagai rata-rata. Pada bulan Juni 2002 penulis melakukan pengukuran kecerahan air di 24 titik yang tersebar di berbagai pulau di Kepulauan Seribu dan mendapatkan data rata-rata kecerahan adalah 9.52 m. Sementara itu kecerahan air yang pernah diteliti oleh Dinas Perikanan DKI (1998) di 10 titik di perairan ini mendapatkan rata-rata hanya 5 m. Oleh karena itu dugaan rata-rata kecerahan air adalah 8 m, dan dengan demikian dugaan kedalaman produktif adalah sebesar 16 m. Pengukuran konsentrasi klorofil permukaan pada bulan Juni 2002 di 24 titik di Kepulauan Seribu mempunyai rara-rata 0.15 mg/m 3. Berdasarkan Susilo (1999) hubungan antara konsentrasi klorofil permukaan dengan konsentrasi klorofil kolom air hingga kedalaman 15 m adalah C w = 1.1171 + 3.0615 C s ; dimana C w adalah konsentrasi klorofil kolom air dan C s adalah konsentrasi klorofil permukaan. Dengan rumus tersebut maka dugaan rata-rata konsentrasi klorofil di Kepulauan Seribu adalah 1.58 mg/m 3. Berdasarkan data di atas dan dengan menggunakan persamaan (7) maka secara sederhana dapat dihitung produksi primer perairan laut Kepulauan Seribu dalam waktu satu tahun. Fauzi dan Anna (2002) menduga tingkat pertumbuhan populasi ikan-ikan pelagis di Pantai Utara Jawa (Pantura) sebesar 1.43157. Sementara itu Susilo (2002) menduga tingkat pertumbuhan populasi ikan tongkol di Teluk Pelabuhan Ratu sebesar 1.855. Oleh karena itu tingkat pertumbuhan intrinsik populasi ikan di Kepulauan Seribu diduga dari rata-rata kedua nilai tersebut, yaitu 1.64. Nilai peluang tertangkapnya ikan (catchability) juga diduga dengan cara yang sama. Fauzi dan Anna (2002) menduga nilai catchability (q) ikan pelagis di Pantura sebesar 0.000005. Nilai ini akan digunakan sebagai dugaan nilai q didalam tulisan ini. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan diperoleh informasi bahwa secara rata-rata biaya operasi per tenaga kerja (nelayan) per hari adalah Rp. 25.000,-. Angka ini kemudian digunakan sebagai biaya per tenaga kerja didalam model. Sementara itu data BPS DKI Jakarta (2000) memperlihatkan bahwa harga rata-rata i- kan per kg adalah Rp. 5.881,-. Konstanta adjustment tenaga kerja dimaksudkan sebagai faktor atau konstanta respons tenaga kerja terhadap perubahan keuntungan. Faktor ini (k) merupakan slope hubungan antara keuntungan dengan perubahan jumlah tenaga kerja atau elastisitas tenaga kerja. Fauzi dan Anna (2002) mencantumkan data effort dan present value rente (dalam juta rupiah) didalam analisisnya mengenai stok ikan pelagis di Pantura. Data tersebut digunakan sebagai dasar pendugaan nilai k. Berdasarkan data tersebut maka nilai dugaan k adalah 0.00014628 yang berarti bahwa setiap kenaikan keuntungan (dalam bentuk present value rente) satu juta rupiah akan meningkatkan upaya (hari melaut) sebesar 146.28 hari. Fauzi dan Anna (2002) menggunakan satuan hari melaut sebagai satuan upaya penangkapan, sedangkan didalam kajian ini akan digunakan jumlah tenaga kerja (nelayan) sebagai satuan upaya penangkapan. Jika nelayan yang dikaji adalah nelayan yang melakukan operasi penangkapan satu hari kembali (one day fishing) maka kiranya satuan hari dengan satuan tenaga kerja menjadi tidak berbeda. Namun demikian dengan pertimbangan nilai q yang relatif kecil padahal stok ikan (sumberdaya a- lam) tidak terlalu besar maka dalam kajian ini akan digunakan nilai dugaan k (elastisitas tenaga kerja) sebesar 0.000001. Melalui proses pendugaan tersebut maka nilai parameter model ekonomi-ekologi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Sementara itu model ekonomi-ekologi tersebut diterjemahkan ke dalam model konseptual sebagaimana terlihat pada Gambar 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis model ekonomi-ekologis menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang mengeksploitasi sumberdaya alam di seluruh Kabupaten Kepulauan Seribu terlalu banyak dibanding stok ikan yang ada. Kondisi ini akan menyebabkan ketidakseimbangan sistem dinamika ekonomi-ekologis (Gambar 2). Pada Gambar 2 terlihat bahwa dengan tenaga kerja saat ini, yaitu sebesar 500 000 orang-

Susilo, S. B., Analisis Keberlanjutan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil: Pendekatan Model 33 hari, stok ikan sebesar 3 000 000 kg dan rasio c/p (rasio antara biaya per tenaga kerja dan harga jual ikan) sebesar 4.25 maka sumberdaya alam akan collapse pada tahun pertama. Tiga peubah tersebut sangat menentukan sistem keseimbangan ekonomi-ekologis. Sistem tersebut akan seimbang jika jumlah tenaga kerja atau rasio c/p diturunkan. Analisis ini menunjukkan bahwa a- pabila jumlah tenaga kerja diturunkan menjadi 397 000 orang-hari maka sistem ekonomi-ekologis mengarah kekeseimbangan sebagaimana ditampilkan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Tk pertumbuhan SDA catchability konstanta konversi Tenaga kerja Tumbuh Dipanen Keuntungan Biaya konversi C ke daging Daya dukung lingkungan Harga jual per unit Biaya per tenaga kerj Rerata efisiensi ekologis Ikan 1 Ikan 2 Ikan 3 Volume air Luas air Zooplankton Produksi primer kgc\th konsentrasi klorofil Kedalaman produktif fraksi ke zoo fraksi ke ikan 1 fraksi ke ikan 2 fraksi yang tidak hilang Gambar 1. Model Konseptual dari Sistem Dinamis Ekonomi-Ekologis. Tabel 1. Nilai Dugaan Parameter pada Model Ekonomi-ekologis. No. Nama Parameter Nilai dugaan 1 Luas air (m 2 ) 7 000 000 000 2 Kedalaman produktif (m) 16 3 Konsentrasi klorofil (mg/m 3 ) 1.58 4 Efisiensi ekologis 0.20 5 Tingkat pertumbuhan biomas populasi 1.64 6 Catchability 0.000005 7 Konstanta adjustment/elastisitas tenaga kerja 0.000001 8 Fraksi produksi primer yang tidak hilang 0.985 9 Fraksi produksi primer yang ke zooplankton 0.50 10 Fraksi produksi primer ke ikan omnivora 0.25 11 Fraksi produksi primer ke ikan herbivora 0.25 12 Konversi berat karbon ke berat daging ikan 0.003 13 Rata-rata biaya operasi per tenaga kerja (nelayan) per hari 25 000 14 harga rata-rata ikan per kg 5 881 Keterangan: Diolah dari berbagai sumber. Jumlah tenaga kerja juga mempengaruhi waktu yang diperlukan sistem untuk mencapai titik keseimbangan yang stabil. Gambar 5 memperlihatkan bahwa dengan kondisi rasio c/p dan besarnya stok ikan yang ada maka waktu yang tercepat untuk mencapai titik keseimbangan yang stabil dapat diperoleh jika jumlah tenaga kerja berada pada selang 250 000 300 000 orang-hari. Pada kondisi ini keseimbangan yang stabil dapat dicapai dalam waktu kurang dari 10 tahun. Gambar 2. Trajektori Stok Sumberdaya Alam Laut (Stok Ikan) dan Tenaga Kerja Selama 3 Tahun. Rasio c/p akan mempengaruhi posisi titik keseimbangan. Jika rasio c/p diturunkan (keuntungan nelayan pemilik dinaikkan) maka titik keseimbangan antara tenaga kerja dengan stok ikan yang digambarkan pada Gambar 4 akan bergeser ke kiri-atas, dan sebaliknya jika rasio c/p dinaikkan (keuntungan nelayan pemilik diturun-

34 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2007, Jilid 14, Nomor 1: 29-35 kan) maka titik keseimbangan akan bergeser ke kanan-bawah. Pengaruh perubahan rasio c/p terhadap posisi titik keseimbangan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 3. Simulasi Dinamika (Trajektori) Stok Sumberdaya Alam Laut (SDA/Stok Ikan) dan Tenaga Kerja Setelah Tenaga Kerja Diturunkan Jumlahnya Hingga Tinggal 397 000 OH. L = 328 026 8644.9 H (8) Y = 198 257 H (9) 0 < H < 37.76 (10) L adalah jumlah tenaga kerja (orang-hari), Y a- dalah besarnya stok ikan (kg), dan H adalah rasio c/p. Nilai rasio c/p saat ini adalah 4.25. Jika rasio c/p diturunkan maka manfaat sosial-ekonomi bagi nelayan akan semakin besar karena keuntungan ekonomi bertambah dan jumlah nelayan yang dapat ditampung juga besar. Namun demikian besarnya stok ikan pada kondisi keseimbangan akan menjadi lebih kecil. Hal yang sebaliknya akan terjadi jika rasio c/p dinaikkan. Gambar 4. Phase Diagram Titik-Titik Hubungan Antara Sumberdaya Alam Laut (SDA/Stok Ikan) dengan Tenaga Kerja yang Mengarah ke Titik Keseimbangan yang Stabil. Gambar 5. Pengaruh Perubahan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Lama Waktu Menuju Titik Keseimbangan. Pada akhirnya dengan menggunakan garis keseimbangan pada Gambar 6 dapat dibuat persamaan hubungan antara rasio c/p dengan jumlah tenaga kerja maupun besarnya stok ikan dalam kondisi keberlanjutan. Persamaan tersebut adalah: Gambar 6. Phase Diagram Titik-Titik Hubungan antara Sumberdaya Alam Laut (SDA/Stok Ikan) dengan Tenaga Kerja jika Rasio C/P Diubah. Sebagaimana telah dibahas oleh Susilo (2005) pembangunan berkelanjutan di pulau-pulau kecil paling tidak harus mencakup 3 aspek yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial. Manfaat ekologis, ekonomis, dan sosial yang diperoleh sebagai hasil pembangunan tersebut selain harus besar secara nyata juga harus seimbang di semua aspek. Ketimpangan antar aspek tersebut sebagai akibat pencemaran lingkungan, eksploitasi sumberdaya alam berlebih, keuntungan pemanfaatan sumberdaya alam tidak merata di masyarakat, timbulnya sifat individualistis dan pelanggaran peraturan perundangan misalnya, a- kan mengakibatkan pembangunan pulau-pulau kecil menjadi tidak berkelanjutan. Di dalam tulisan ini memang hanya dikaji dua peubah yang mewakili dua aspek penting pembangunan berkelanjutan, yaitu aspek ekologi dan aspek ekonomi. Walaupun demikian peubah ekonomi yang digunakan yaitu jumlah nelayan (tenaga kerja) sebenarnya juga terkait de-

Susilo, S. B., Analisis Keberlanjutan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil: Pendekatan Model 35 ngan aspek sosial. Pembuatan model keseimbangan antara tiga atau lebih peubah sebenarnya dimungkinkan tetapi akan sangat rumit dan secara grafis sulit digambarkan. Brown dan Roughgarden (1997) misalnya menggunakan tiga peubah di dalam modelnya, yaitu biomas sumberdaya alam, modal, dan tenaga kerja. Secara matematis titik keseimbangan antara tiga peubah ini dapat dicari tetapi penggambaran trajektorinya sulit diinterpretasikan mengingat berada dalam ruang tiga dimensi. KESIMPULAN Analisis model ekologi-ekonomis ini memperlihatkan kondisi yang tidak seimbang antara peubah ekonomi dengan peubah ekologi. Oleh karena itu pembangunan pulau-pulau kecil Kabupaten Kepulauan Seribu belum berkelanjutan. Agar pembangunan pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu berkelanjutan maka ditinjau dari aspek keseimbangan antara sumberdaya ikan dan jumlah upaya penangkapan (tenaga kerja) maka jumlah tenaga kerja (orang-hari) harus kurangi. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. A. Fauzi, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA, dan Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA atas berbagai saran dan masukannya di dalam penelitian ini. PUSTAKA BPS DKI Jakarta. 2000. Potensi ekonomi Kepulauan Seribu Tahun 2000. BPS Propinsi DKI Jakarta. Brown, G. dan J. Roughgarden. 1997. An ecological economi: notes on harvest and growth. In: Perrings, C., K-G. Maller, C. Folke, C. S. Holling, dan B-O. Jasson (eds): Biodiversity loss, economic and ecological issues. Cambridge University Press, Cambridge. Hal. : 150-189. Clark, C. W. 1985. Bioeconomic modelling and fisheries management. John Wiley & Sons, New York. Conrad, J. M. dan C. W. Clark. 1989. Natural resource e- conomics. Cambridge University Press, Cambridge. Dinas Perikanan DKI. 1998. Studi penetapan lokasi pengembangan budidaya laut di Kepulauan Seribu. Kerjasama Dinas Perikanan DKI Jakarta dengan Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Dinas Perikanan DKI. 2001. Pemetaan Lokasi dan Kegiatan Prioritas Kelurahan Pulau Panggang. Kerjasama Dinas Perikanan DKI Jakarta dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Fauzi, A. dan S. Anna. 2002. Evaluasi status keberlanjutan pembangunan perikanan: Aplikasi pendekatan Rapfish (Studi kasus perairan pesisir DKI Jakarta). Jurnal Pesisir dan Lautan, 4(3): 43-55. Fauzi, A. dan S. Anna. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan: untuk Analisis Kebijakan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gulland, J. A. 1983. Fish stock assessment: A manual of basic methods. FAO/Wiley Series on Food and Agriculture, Vol. 1, Rome. Nakata, K. 1993. Ecosystem model; its formulation and estimation method for unknown rate parameters. J. Advanced Marine Technology Conference, 8: 99 138. Parsons, T. R., M. Takahashi, dan B. Hargrave. 1984. Biological oceanographic processes. 3rd edition. Pergamon Press, Oxford. Susilo, S. B. 1999. Konsentrasi klorofil-a sebagai penduga produktivitas primer perairan. J. Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 6(2): 73-82. Susilo, S. B. 2002. Pendugaan stok dan daya dukung biomas ikan melalui data tangkapan ikan. J. Ilmuilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 9(1): 99-108. Susilo, S. B. 2005. Keberlanjutan Pembangunan Pulau- Pulau Kecil: Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. J. Teknologi Perikanan dan Kelautan Maritek, 5(2): 85 110.