Bab IV Hasil dan Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

PENAMBAHAN BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum ) UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBENTUKAN PEROKSIDA DAN IODIUM PADA MINYAK CURAH

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

Pemanfaatan Limbah Debu Tanur Pembakaran Laterit Nikel (Raw Gas) Sebagai Adsorben Untuk Meningkatkan Mutu Minyak Kelapa Nohong *)

Penurunan Bilangan Peroksida dengan kulit pisang kepok (Musa normalis L)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MUTU MINYAK GORENG

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

PENENTUAN KADAR CuSO 4. Dengan Titrasi Iodometri

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

BAB III METODE PENELITIAN

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi

TELUR ASIN PENDAHULUAN

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS. Korry Novitriani M.Si Iin Intarsih A.Md.Ak. Program Studi D-III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmlaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

LAMPIRAN 1 DATA ANALISIS PRODUK SABUN PADAT TRANSPARAN. Tabel 9. Data Analisis Minyak Jelantah

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP)

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias

r = pengulangan/replikasi 15 faktor nilai derajat kebebasan Penurunan bilangan peroksida pada minyak jelantah.

Yijk=^ + ai + )3j + (ap)ij + Iijk. Dimana:

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS ANALISIS AIR, MAKANAN DAN MINUMAN ANALISIS LEMAK

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

PENGARUH PERENDAMAN KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiaca, Linn) PADA MINYAK BEKAS MENGGORENG AYAM TERHADAP KUALITAS MINYAK TESIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

4 Pembahasan Degumming

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Minyak dan Lemak 1.1 TUJUAN PERCOBAAN. Untuk menentukan kadar asam lemak bebas dari suatu minyak / lemak

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Transkripsi:

Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI). Perbandingan hasil uji kualitas minyak dengan syarat standar mutu dari SNI dapat dilihat dari Tabel IV.1. Tabel IV.1 Hasil uji kualitas minyak No. Kriteria Uji Hasil uji kualitas Persyaratan minyak 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Bau, rasa Warna Kadar Air Asam lemak bebas Bilangan peroksida Angka iodium Angka penyabunan Berat jenis Cemaran ion logam : Normal Kuning 0,21% 1,83% 4,15 Meg/kg 33,6 199 1,05 g/l Normal Mudah jernih Max 0,3% Max 0,3% Max 2 Meg/kg 45 46 196 206 0,9 g/l Fe 2+ Pb 2+ Cu 2+ Zn 2+ 0,23 mg/kg 1,5 mg/kg 0,01 mg/kg 0,1 mg/kg 0,79 mg/kg 40 mg/kg 0,00 mg/kg 0,05 mg/kg IV.1 Bau dan Rasa Minyak jelantah sebelum diperlakukan perendaman kulit pisang terasa bau tengik atau bau bekas ayam goreng, setelah direndam kulit pisang bau dan rasa menjadi hilang. Hal ini disebabkan karena kulit pisang sebagai adsorben yang dapat 29

menyerap bau dan rasa yang terdapat dalam minyak goreng. Hal ini dilakukan secara organoleptik. IV.2 Warna Warna minyak sebelum dilakukan perendaman kulit pisang adalah coklat keruh, hal ini disebabkan karena minyak ketika dipanaskan mengalami perubahan psikokimia. Setelah direndam kulit pisang warna minyak menjadi kuning jernih, hal ini disebabkan karena kulit pisang berfungsi sebagai adsorben yang mampu menyerap warna yang terdapat dalam minyak Warna minyak seperti yang terlihat pada Gambar IV.1. Gambar IV.1 Hasil uji warna pada minyak. IV.3 Kadar air Kadar air ditentukan dengan cara oven terbuka (air oven method). Penyusutan bobot disebabkan oleh bobot air dan zat yang dapat menguap yang terkandung dalam minyak. Minyak dipanaskan pada 105 o C selama 30 menit untuk menguapkan air yang terkandung dalam minyak dan didinginkan dalam desikator supaya air yang terdapat di udara tidak terserap ke dalam minyak lagi. Kulit pisang dapat menyerap kadar air yang terdapat dalam minyak. Hasil yang terbaik yang diperoleh adalah perendaman 1,5 jam menggunakan kulit pisang kering yang dihaluskan. Perbandingan minyak dengan kulit pisang adalah 1:1, kemungkinan semua kulit pisang terendam dalam minyak. Jadi terjadi penyerapan maksimum terhadap air yang terdapat pada minyak oleh kulit pisang. 30

Kadar Air (%) 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 Kasar Segar Basah Halus Segar Basah Halus Kering Magnesol 0.2 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lama Perendaman (Jam) Gambar IV.2 Kadar air sampel A Gambar IV.2 diperoleh kadar air yang terendah adalah perendaman dengan kulit pisang kering pada 1,5 jam. Hasil yang diperoleh adalah 0,62%. Hasil tersebut belum memenuhi SNI. Walaupun belum memenuhi SNI tetapi perendaman dengan kulit pisang ini dapat menurunkan kadar air yang terdapat dalam minyak. Hasil yang diperoleh jika dibandingkan dengan pembanding magnesol maka hasil terendah dimiliki oleh kulit pisang halus kering. Kemungkinan air yang terdapat dalm kulit pisang halus belum menguap secara keseluruhan, pori-pori kulit pisang belum tertutup dan kemungkinan masih terdapat aktivitas enzim. Pori-pori kulit pisang yang masih terbuka, berpeluang besar untuk menadsorbsi partikel air sehingga diperoleh kadar air yang rendah. Kadar air sampel B yang di bawah 0,3% diperoleh ketika perendaman kulit pisang halus selama 1,5 jam. Jika perendaman kulit pisang kering yang dihaluskan, kadar air yang diperoleh masih di atas 0,3%. Hal ini disebabkan oleh pori-pori kulit pisang 31

Kadar Air (%) tertutup dan enzim yang terdapat pada kulit pisang sudah tidak ada. selengkapnya terlihat pada Gambar IV.3 sebagai berikut: Data 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 Kasar Segar Basah Halus Segar Basah Halus Kering Magnesol 0.20-0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lama Perendaman (Jam) Gambar IV.3 Kadar air sampel B Pada Gambar IV.4 sampel yang digunakan sampel B. Sampel B dengan massa minyak tetap tetapi massa kulit pisang divariasikan, hal ini bertujuan mengetahui berapa perbandingan massa minyak dan massa kulit pisang untuk menghasilkan kadar air yang terendah. Kulit pisang yang digunakan adalah kulit pisang halus basah, karena diperoleh kadar air yang cukup rendah bahkan dapat menurunkan sampai di bawah maksimum yaitu 0,3 %. Kadar air yang paling rendah adalah pada saat perbandingan massa minyak dengan kulit pisang halus basah 17:17 atau perbandingan 1:1. Gambar selengkapnya sebagai berikut: 32

Kadar Air (%) 1.6 1.4 1.2 1 0.8 Kadar Air 0.6 0.4 0.2 0 0 2 4 6 Massa Kulit Pisang Halus (gram) Gambar IV.4 Kadar air dengan variasi massa kulit pisang Kadar air yang paling rendah adalah pada saat perbandingan minyak dengan kulit pisang 1:1, karena kulit pisang basah segar yang dihaluskan terendam sempurna dalam minyak karena jumlahnya sama. Jika kulit pisang massanya lebih besar dari massa minyak maka ada sebagian kulit pisang yang tidak terendam dengan minyak. Cara penentuan kadar air dengan oven terbuka. Minyak yang dipanaskan dalam oven bertujuan untuk menguapkan air. Lalu didinginkan dalam desikator supaya air yang terdapat di udara tidak diserap oleh minyak. Cara uji kadar air ini dapat dilihat pada Gambar IV.5. Gambar IV.5 Hasil pengamatan uji kadar air 33

Bilangan Asam (%) IV.4 Bilangan asam Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah mg NaOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 g minyak. Semakin banyak asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak maka semakin rendah kualitas minyak tersebut. Hal ini karena asam lemak bebas akan mempengaruhi tekstur dan rasa dari minyak tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan kadar asam lemak bebas yang terbaik adalah 1,83%. Hasil ini diperoleh dari perendaman kulit pisang halus basah selama 1,5 jam. Hasil ini belum memenuhi SNI yaitu 0,3%. Walaupun belum memenuhi SNI tetapi terjadi penurunan bilangan asam dari 10,25 % menjadi 1,83%. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar IV.6. 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 Kasar Segar Basah Halus Segar Basah Halus Kering Magnesol 0.5 0 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 Lama Perendaman (Jam) Gambar IV.6 Bilangan asam sampel A Perendaman yang terbaik adalah saat perendaman kulit pisang halus basah pada waktu 1,5 jam karena permukaannya kulit pisang lebih luas. Jika dilakukan perendaman lebih dari 1,5 jam, maka bilangan asamnya semakin naik. Perendaman 34

Bilangan Asam (%) kulit pisang lebih dari 1,5 jam, keadaan minyak mulai membeku sehingga proses adsorbsi semakin berkurang. Perendaman kulit pisang dengan sampel B diperoleh hasil yang terbaik yaitu saat perendaman kulit pisang halus basah 1,5 jam. Hal ini disebabkan oleh luasnya permukaan sehingga adsorbsi lebih banyak. Bilangan asam mengalami penurunan persentase dari 10,3 menjadi 1,83. Hasil yang diperoleh belum memenuhi SNI yaitu 0,3%. Perendaman lebih dari 1,5 jam menyebabkan minyak menjadi padat sehingga adsorbsi tidak sempurna. Perendaman yang semakin lama akan menaikkan kadar keasaman, hal ini karena terjadi reaksi hidrolisis yang mungkin disebabkan oleh aktifitas enzim, air dan uap air dari udara, pemanasan, juga oksidasi dengan adanya oksigen di udara. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar IV.7 sebagai berikut: 6 5 4 3 2 Kasar Segar Basah Halus Segar Basah Halus Kering Magnesol 1 0 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 Lama Perendaman (Jam) Gambar IV.7 Bilangan asam sampel B Sampel B yang massa minyak tetap tetapi massa kulit pisang divariasikan diperoleh bilangan asam terendah pada saat perbandingan minyak dan kulit pisang 1:1. Bilangan asam mengalami penurunan dari 10,3000% menjadi 2,8300%. Perendaman dengan menggunakan jumlah kulit pisang yang semakin banyak berarti 35

Bilangan Asam (%) menambah luas permukaan adsorben, sehingga proses adsorbsi semakin sempurna. Jika perendaman massa minyak dan massa kulit pisang lebih dari 1:1 maka sebagian kulit pisang tidak terendam minyak berarti adsorbsi tidak sempurna juga. Hasil perendaman yang massa minyak tetap tetapi massa kulit pisang divariasikan dapat dilihat pada Gambar IV.8 sebagai berikut: 4 3.5 3 2.5 2 Bilangan Asam 1.5 1 0.5 0 0.00 2.00 4.00 6.00 Massa Kulit Pisang Halus (gram) Gambar IV.8 Bilangan asam sampel B, variasi massa kulit pisang IV.5 Bilangan peroksida Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak. Asam Lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium thiosulfat. Semakin tinggi bilangan peroksida semakin tinggi kerusakan minyak atau semakin rusak minyak yang dihasilkan. Oksigen yang terserap oleh minyak dapat bereaksi dengan ikatan rangkap yang menyebabkan reaksi autooksidasi. Autooksidasi 36

berlangsung menurut reaksi yang meliputi 3 tahap yaitu: tahap permulaan, tahap perbanyakan dan tahap akhir. Reaksi yang mungkin terjadi dapat dilihat pada Gambar IV.9. RCH CHR1 RCH CHR1 RCH CHR1 O O O RCHO + R1CHO Gambar IV.9 Tahapan reaksi pembentukan peroksida pada minyak Uji bilangan peroksida pada minyak di tambahkan CHCl 3 yang bertujuan untuk melarutkan minyak dan penambahan CH 3 COOH untuk mengubah suasana menjadi asam karena alkali iodida akan bereaksi dengan peroksida dalam suasana asam. Kelebihan I 2 dititrasi dengan Na 2 S 2 O 3 sampai warna ungu hilang. Hasil pengamatan minyak sebelum dan sesudah dititrasi dapat dilihat pada Gambar IV.10 sebagai berikut: Gambar IV.10 Uji bilangan peroksida sebelum dan sesudah titrasi 37

Bilangan Peroksida (Meg/kg) Pada Gambar IV.11 sampel minyak yang digunakan sampel A, data yang terbaik akan ditunjukkan oleh bilangan peroksida yang terendah. Bilangan peroksida yang terendah ditunjukkan oleh data yang diperoleh dari kulit pisang mentah halus yang direndam 1,5 jam yaitu 4,1500 Meg/ kg, yang seharusnya menurut SNI adalah 2,0000 Meg/kg. Walaupun tidak memenuhi standar SNI tetapi dengan perendaman kulit pisang mengalami penurunan dari 158,8700 Meg/kg menjadi 4,1500 Meg/kg. Hasil perendaman dengan kulit pisang halus lebih baik bila dibandingkan dengan magnesol yaitu 4,2600 Meg/kg. Bilangan peroksida terendah adalah perendaman kulit pisang halus basah karena semakin luas permukaan maka semakin luas penyerapan permukaan. 35.0000 30.0000 25.0000 20.0000 15.0000 Kasar Segar Basah Halus Segar Basah Halus Kering Magnesol 10.0000 5.0000-0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lama Perendaman (Jam) Gambar IV.11 Bilangan peroksida sampel A Sampel B diperlakukan sama dengan sampel A, bilangan peroksida terendah adalah perendaman dengan kulit pisang halus basah yang dilakukan 1.5 jam. Seperti yang terlihat pada Gambar IV.12. 38

Bilangan Peroksida (meg/kg) 60.0000 50.0000 40.0000 30.0000 20.0000 Kasar Segar Basah Halus Segar Basah Halus Kering Magnesol 10.0000-0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lama Perendaman (Jam) Gambar IV.12 Bilangan peroksida sampel B Bilangan peroksida terendah adalah perendaman kulit pisang basah segar yang dihaluskan dengan perendaman 1,5 jam. Hasil bilangan peroksida yang diperoleh adalah 4,9800 Meg/kg. Semakin lama perendaman maka terjadi kenaikkan bilangan peroksida. Hal ini disebabkan karena luas permukaan dan saat 1,5 jam ke atas minyak mulai membeku, sehingga adsorbsi semakin kecil. Serta adanya oksigen di udara yang terserap semakin banyak sehingga peroksida yang terbentuk semakin banyak. Perendaman dengan menggunakan kulit pisang dapat menurunkan bilangan peroksida walaupun nilainya belum memenuhi standar SNI, tapi dengan perendaman kulit pisang, bilangan peroksida mengalami penurunan. Perendaman kulit pisang halus basah dengan sampel B yang perlakuannya massa minyak tetap tetapi massa kulit pisang divariasikan. Hasil terbaik yang diperoleh adalah perbandingan massa minyak dan kulit pisang 1:1 karena makin banyak jumlah kulit pisang maka permukaan semakin luas dan tentunya adsorbsi semakin banyak, sehingga bilangan peroksida semakin menurun. Faktor lain yang dapat menyebabkan penurunan bilangan peroksida adalah kemungkinan adanya oksidoreduktase, yang 39

Bilangan Peroksida (Meg/kg) berfungsi mengatur transfer elektron. Gambar variasi massa kulit pisang tetapi massaminyak tetap selengkapnya dapat dilihat pada Gambar IV.13 100 90 80 70 60 50 Bilangan Peroksida 40 30 20 10 0 0 2 4 6 Massa Kulit Pisang Basah yang dihaluskan (gram) Gambar IV.13 Bilangan peroksida dengan variasi massa kulit pisang IV.6 Angka iodium Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh. Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 g minyak. Perhitungan bilangan iod berdasarkan prinsip titrasi, dimana pereaksi halogen berlebih ditambahkan pada contoh yang akan diuji. Setelah reaksi sempurna, kelebihan pereaksi ditetapkan jumlahnya dengan cara titrasi. Uji ini bertujuan untuk mengetahui banyaknya ikatan rangkap di dalam minyak tersebut. Semakin banyak ikatan rangkap di dalam asam lemak semakin tinggi bilangan iod. Hal ini disebabkan karena iod akan bereaksi dengan ikatan rangkap tersebut. Semakin lama bilangan iod minyak semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena semakin lama semakin banyak ikatan jenuh yang teroksidasi. Semakin besar 40

bilangan iodium semakin banyak ikatan rangkap yang terdapat di dalam minyak, maka semakin baik mutu minyak. Uji bilangan iodium minyak ditambah CHCl 3 dengan tujuan untuk melarutkan minyak dan penambahan pereaksi hanus bertujuan untuk menghasilkan I 2. Sampel kemudian disimpan di tempat yang gelap dengan tujuan supaya I 2 yang dihasilkan tidak bereaksi dengan O 2 yang ada di udara. Uji titrasi ini dilakukan secara yodometri dimana pada akhir titrasi terjadi perubahan warna dari coklat ungu menjadi kuning. Hasil pengamatan sebelum dan sesudah dititrasi dapat dilihat pada Gambar 1V. 14. Sebelum titrasi Sesudah titrasi Gambar IV.14 Minyak sebelum dan sesudah titrasi pada uji bilangan iodium Dari Gambar IV.15 yang menunjukkan hasil terbesar adalah perendaman dengan kulit pisang halus 1,5 jam yaitu 33,6300. Hasil ini belum memenuhi standar SNI. Walaupun belum memenuhi SNI tetapi perendaman dengan kulit pisang menyebabkan terjadinya kenaikkan bilangan iodium dari 12,1800 menjadi 33,6300. Hasil tersebut bila dibandingkan dengan magnesol maka perendaman dengan kulit pisang jauh lebih bagus. Hal ini karena permukaan penyerapan lebih luas dan adanya aktivitas enzim pada kulit pisang. Kondisi di atas 1,5 jam minyak sudah mulai membeku, sehingga tidak efektif untuk penambahan ikatan rangkap oleh enzim. Kenaikkan bilangan iodium pada minyak jelantah yang direndam kulit pisang 41

Bilangan Iodium kemungkinan disebabkan adanya jenis enzim lyases yang dapat menambah dan mengurangi ikatan rangkap. 40.0000 35.0000 30.0000 25.0000 20.0000 15.0000 Kasar Segar Basah Halus Segar Basah Halus Kering Magnesol 10.0000 5.0000-0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lama Perendaman (Jam) Gambar IV.15 Bilangan iodium sampel A Pada Gambar IV.16 dapat dilihat hasil uji bilangan iodium untuk sampel B. Hasil yang diperoleh sama pada sampel B sama dengan sampel A. Nilai bilangan iodium yang tertinggi ditunjukkan oleh data yang perndaman kulit pisang halus basah pada saat 1,5 jam. Hal ini disebabkan oleh luas permukaan penyerapan kulit pisang halus basah, jika dilakukan perendaman di atas 1,5 jam maka minyak sudah mulai membeku dan aktivitas enzim menjadi berkurang. 42

Bilangan Iodium 120.0000 100.0000 80.0000 60.0000 40.0000 Kasar Segar Basah Halus Segar Basah Halus Kering Magnesol 20.0000-0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lama Perendaman (Jam) Gambar IV.16 Bilangan iodium sampel B Massa kulit pisang divariasikan, maka hasil yang terbaik adalah pada saat perbandingan massa kulit pisang dengan dengan minyak 1:1. Pada saat perbandingan massa kulit pisang dengan minyak 3:5 terjadi penurunkan bilangan iodium hal ini kemungkinan disebabkan oleh perendaman yang tidak sempurna. Kemungkinan tidak semua kulit pisang terendam kedalam minyak. Hasil uji iodium selengkapnya dapat dilihat pada Gambar IV.17 sebagai berikut: 43

Bilangan Iodium 60.0000 50.0000 40.0000 30.0000 Bilangan Iodium 20.0000 10.0000 - - 2.0000 4.0000 6.0000 Massa Kulit Pisang Basah yang Dihaluskan (gram) Gambar IV.17 Bilangan iodium sampel B dengan variasi massa kulit pisang IV.7 Bilangan penyabunan Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak. Bilangan penyabunan dinyatakan dalam mg NaOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g minyak. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi daripada minyak yang mempunyai yang mempunyai berat molekul tinggi. Dengan bilangan penyabunan dapat diketahui banyaknya komponen yang tidak tersabunkan. Adapun reaksi penyabunan dapat digambarkan seperti pada Gambar IV. 18. 44

O H 2 C - O - C - R O H 2 C - OH O HC - O - C - R + NaOH HC - OH + 3R - C - ONa H 2 C - O - C - R Trigliserida O H 2 C - OH Gliserol Asam lemak Gambar IV.18 Reaksi Penyabunan Semakin rendah dan semakin jenuh asam lemak di dalam minyak maka makin mudah minyak tersebut tersabunkan. Minyak yang ditambahkan NaOH beralkohol bertujuan untuk melarutkan minyak. Minyak dipanaskan dengan tujuan untuk mempercepat terjadinya penyabunan, karena dengan kenaikkan suhu berarti mengubah energi potensial menjadi energi kinetik. Alat dilengkapi pendingin tegak supaya uap yang dihasilkan tidak kelur dari erlenmeyer. Keluarnya uap tersebut dapat mengurangi ketelitian penentuan bilangan penyabunan. Percobaan uji penyabunan dapat dilihat pada Gambar IV.19. Gambar IV.19 Uji bilangan penyabunan 45

Bilangan Penyabunan Uji bilangan penyabunan pada sampel A diperoleh hasil yang terbaik adalah minyak yang direndam kulit pisang halus basah dengan waktu 1,5 jam. Hasilnya adalah 191. Hasil ini belum memenuhi standar SNI yaitu 196-206. Walaupun belum memenuhi Standar SNI tetapi dengan perendaman kulit pisang terjadi penurunan dari 299 menjadi 191. Hasil bilangan penyabunan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar IV.20. 250.00 200.00 150.00 100.00 Kasar Segar Basah Halus Segar Basah Halus Kering Magnesol 50.00 0.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lama Perendaman (Jam) Gambar IV.20 Bilangan penyabunan sampel A Semakin pendek rantai karbon yang terdapat dalam minyak maka semakin sedikit NaOH beralkohol yang diperlukan untuk menyabunkannya, sehingga sisa NaOH semakin banyak. Sisa NaOH yang semakin banyak maka semakin banyak juga volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralkannya, akibatnya bilangan penyabunan menjadi lebih tinggi. Rantai karbon pendek berarti bilangan penyabunan tinggi. Pada Gambar IV.21 sampel yang digunakan adalah sampel B. Hasil yang terbaik adalah saat perendaman dengan kulit pisang basah segar yang dihaluskan selama 1,5 jam. Hasil yang diperoleh adalah 199. Hasil tersebut telah memenuhi standar SNI. 46

Bilangan Penyabunan Hasil perndaman dengan kulit pisang halus basah lebih baik jika dibandingkan dengan perendaman menggunakan magnesol. 300 250 200 150 Kasar Segar Basah Halus Segar Basah Mentah Halus Kering 100 Magnesol 50 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lama Perendaman (Jam) Gambar IV.21 Bilangan penyabunan sampel B Sampel B divariasikan massa kulit pisang halus basah, ternyata bilangan penyabunan yang diperoleh adalah 200. Hasil ini telah memenuhi SNI. Hasil ini diperoleh pada saat perendaman kulit pisang halus basah 1,5 jam dengan perbandingan massa minyak dan massa kulit pisang 1:1. Jika perendamannya dibandingkan dengan magnesol maka perendaman dengan kulit pisang halus basah diperoleh hasil yang lebih baik. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar IV.22. 47

Bilangan Penyabunan 300 250 200 150 Bilangan Penyabunan 100 50 0 0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 Massa Kulit Pisang Halus (gram) Gambar IV.22 Bilangan penyabunan sampel B, variasi massa kulit pisang IV.8 Berat jenis Berat jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada suhu 25 o C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Alat yang digunakan untuk penentuan ini adalah piknometer. Piknometer kosong ditimbang, lalu piknometer tersebut diisi minyak dan ditimbang. Piknometer yang diisi minyak dapat dilihat pada Gambar IV.23. Gambar IV.23 Penentuan berat jenis minyak dengan menggunakan piknometer 48

Berat Jenis (g/l) Sampel A diukur berat jenisnya, ternyata sampel yang memiliki berat jenis terendah adalah perendaman dengan menggunakan kulit pisang halus basah. Variasi waktu perendaman tidak memberikan pengaruh banyak terhadap berat jenis. Hasil yang diperoleh adalah 1,0500g/L. Hasil tersebut belum memenuhi standar SNI. Walaupun belum memenuhi SNI, perendaman dengan kulit pisang halus basah mengakibatkan terjadinya penurunan berat jenis dari 1,1500g/L menjadi 1,0500g/L Hasil perendaman secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar IV.24. 1.0720 1.0700 1.0680 1.0660 1.0640 1.0620 1.0600 1.0580 Kasar Segar Basah Halus Segar Basah Halus Kering Magnesol 1.0560 1.0540 1.0520 1.0500 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lama Perendaman (Jam) Gambar IV.24 Berat jenis sampel A Hasil berat jenis yang terendah untuk sampel B adalah pada saat perendaman kulit pisang halus 9 jam. Hasil yang diperoleh adalah 1,0900g/L. Hasil ini belum memenuhi SNI. Walaupun belum memenuhi SNI tetapi dengan perendaman kulit pisang terjadi penurunan berat jenis. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar IV.25. 49

Berat Jenis (g/l) 1.1020 1.1000 1.0980 1.0960 1.0940 1.0920 1.0900 Kasar Segar Basah Halus Segar Basah Halus Kering Magnesol 1.0880 1.0860 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lama Perendaman (Jam) Gambar IV.25 Berat jenis sampel B Pada Gambar IV.26 divariasikan massa kulit pisang dengan waktu perendaman yang sama yaitu 1,5 jam. Hasil yang terendah adalah pada saat massa minyak dengan massa kulit pisang 1:1, hal ini disebabkan semua kulit pisang terendam minyak. Kemungkinan adsorbsi lebih banyak. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar IV.26. 50

Berat Jenis (g/l) 1.068 1.066 1.064 1.062 1.06 1.058 Berat Jenis 1.056 1.054 1.052 1.05 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Massa Kulit Pisang Halus (gram) Gambar IV.26 Hubungan massa kulit pisang terhadap berat jenis (sampel B) IV.9. Kandungan ion logam Penentuan kandungan ion logam dalam minyak dilakukan dengan cara AAS. IV.9.1 Kandungan ion Zn Kandungan ion Zn yang terdapat dalam sampel A dan B adalah 0,7100mg/kg dan 0,5700mg/kg. Perendaman kulit pisang dapat menurunkan kandungan ion Zn yang terdapat dalam minyak. Kandungan ion Zn yang terendah diperoleh pada saat perendaman kulit pisang halus basah selama 1,5 jam. Hasil yang diperoleh adalah 0,1100 mg/kg. Hasil ini belum memenuhi standar SNI yaitu maksimal 0,0500 mg/kg. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D Kandungan logam pada minyak dapat bersumber dari pengolahan dan pengemasan, serta wadah tempat memasak. Karena penggorengan yang digunakan adalah ketel yang terbuat dari stainless steel maka kandungan logam berat yang terdapat dalam minyak relatif kecil. Kandungan ion Zn yang terdapat dalam jumlah besar kemungkinan disebabkan dari wadah pengemasan yang terbuat dari kaleng yang komposisinya Zn. 51

IV.9.2 Kandungan ion Cu Kandungan ion Cu yng terdapat dalam sampel A dan B adalah 0,2200 dan 0,2100 Sampel baik A maupun B sebelum dilakukan perendaman dengan kulit pisang telah memenuhi SNI. Sampel A dan B setelah dilakukan perendaman dengan kulit pisang terjadi penurunan kandungan ion Cu. Hasil terendah diperoleh pada saat perendaman menggunakan kulit pisang halus basah selama 1,5 jam. Hasil yang diperoleh adalah 0,01mg/kg. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran Lampiran E IV.9.3 Kandungan ion Fe Kandungan ion Fe yang terdapat pada sampel A dan B adalah 3,5400 dan 2,6700. Perendaman dengan kulit pisang diperoleh hasil yang terendah yaitu pada saat perendaman 9 jam dengan menggunakan kulit pisang basah halus. Hasil yang diperoleh adalah 0,1100 mg/kg. Hasil ini telah memenuhi SNI. Semua jenis kulit pisang yang direndam minyak, baik kulit pisang halus basah, kasar basah, dan kulit pisang halus kering terjadi penurunan kandungan ion besi. Semua hasil yang diperoleh telah memenuhi SNI. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran F. IV.10 Titik leleh dan Titik didih Minyak Titik didih dan titik leleh minyak tidak terlalu berbeda antara minyak murni, minyak jelantah dan minyak yang diperlakuan dengan perendaman kulit pisang halus basah. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran H. IV.11 Uji Peroksida Uji peroksida untuk minyak yang dipertahankan supaya selalu dalam wujud cair ternyata untuk sampel A saat perendaman kulit pisang halus basah 1,5 jam masih terdapat peroksida yaitu 1,0577 Meg/kg. Perendaman diatas 2 jam tidak terdapat peroksida lagi. Sampel B pada saat perendaman 2 jam sudah tidak terdapat peroksida lagi. 52

IV.12 Analisis struktur IR Analsis struktur IR ternyata C = C diperoleh pada bilangan gelombang 1500-1900 cm -1 (Silverstein dkk, 1991). Sampel minyak yang digunakan ada 5 yaitu minyak murni, minyak sampel A, minyak sampel A yang direndam kulit pisang halus selama 1,5 jam, sampel B, sampel B yang direndam kulit pisang halus selama 1,5 jam. Ke-5 sampel minyak tersebut terdapat puncak pada panjang gelombang tersebut. Berarti sampel minyak tersebut masih mengandung ikatan rangkap. Perendaman kulit pisang saat 1,5 jam tejadi kenaikkan puncak, hal ini kemungkinan disebabkan bertambahnya ikatan rangkap. Bertambahnya ikatan rangkap kemungkinan disebabkan oleh aktivitas enzim yang terdapat dalam kulit pisang. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran J 53