Gambar 1. Anatomi Palatum 12

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

BAB II CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL. Kelainan kongenital berupa celah palatum telah diketahui sejak lama. Pada

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. KELAINAN DENTOFASIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Scanned by CamScanner

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

III. RENCANA PERAWATAN

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK. Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dibentuk oleh processus palatines ossis maxilla dan lamina horizontalis

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum merupakan salah satu bagian dari kraniofasial yang juga merupakan pembentuk dari sepertiga tengah wajah. Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan proses mengunyah dan bernafas pada saat yang sama. Secara anatomi palatum terbagi menjadi palatum durum (palatum keras) 2/3 posterior dan palatum mole (palatum lunak) 1/3 anterior. Palatum durum terletak di bagian anterior atap rongga mulut. Palatum durum terbentuk dari tulang yang memisahkan antara rongga mulut dan rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang maksila dan tulang palatin yang dilapisi oleh membran mukosa. Bagian posterior atap rongga mulut dibentuk oleh palatum mole. Palatum mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang membatasi antara bagian orofaring dan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari jaringan otot yang sama halnya dengan palatum durum, juga dilapisi oleh membran mukosa. 1,2,8 Gambar 1. Anatomi Palatum 12

2.1.2 Pembentukan Palatum Selama minggu ke lima perkembangan prenatal, terjadi pembentukan segmen intermaksilari yaitu hasil dari penyatuan dua prosessus nasal media di dalam embrio. Segmen ini adalah suatu massa internal berbentuk baji yang meluas ke inferior dan bagian dalam nasal dan septum nasal yang terletak diantara permukaan prosesus intermaksilaris. Segmen intermaksilaris ini akan membentuk palatum primer, suatu massa triangular. Selama minggu ke enam pada perkembangan prenatal, prosessus maksilaris bilateral membentuk dua palatal shelves atau prosessus lateral palatines. Shelves akan berkembang ke inferior dan ke bagian dalam stomodeum pada arah vertikal di sepanjang kedua sisi lidah yang sedang berkembang. Palatine shelves ini berkembang ke arah bawah sejajar dengan permukaan lidah dan menyatu dengan yang lain dengan palatum primer dan akan membentuk palatum sekunder. Untuk pembentukan palatum yang lengkap terjadi karena penyatuan dari palatum sekunder dengan bagian posterior palatum primer. Ke tiga prosessus menyatu secara sempurna, membentuk palatum akhir bagian lunak dan keras selama minggu ke dua belas perkembangan prenatal. 12 Gambar 2. Proses Pembentukan Palatum 12

2.1.3 Pertumbuhan Tinggi dan Lebar Palatum Pertumbuhan palatum dimulai pada awal minggu kelima sampai minggu ke duabelas prenatal. 9 Palatum akan turun sesuai pertumbuhan maksila ke bawah yang diikuti oleh aposisi pada permukaan yang menghadap ke dasar rongga hidung. Lengkung palatal bertambah dalam dengan adanya pertumbuhan prosesus alveolaris. Ruang mulut dalam pertumbuhan anak-anak letaknya makin menjauh dari dasar tengkorak karena adanya pertumbuhan dari sinus maksilaris dan rongga hidung. Lengkungan transversal dan sagital dari palatum akan bertambah besar sepanjang masa kanak-kanak sampai dewasa. Pertumbuhan lebar palatum paling banyak terjadi pada regio molar pertama dan kedua sisi sutura media. Lima per enam perkembangan palatum yang matur tercapai rata-rata pada usia 4 tahun dan perkembangan lebar maksimum palatum dapat tercapai pada usia 19 tahun. Secara keseluruhan, peningkatan lebar palatum terjadi karena aposisi dari permukaan terluar tulang selama tahun pertama postnatal. 2,5,9 2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tinggi Palatum Bentuk palatum terdiri dari bentuk U dan bentuk V. Variasi bentuk palatum selain dipengaruhi pertumbuhan herediter dari tulang palatum, lengkung prosesus alveolaris, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pertumbuhan palatum dapat dipengaruhi oleh kebiasaan buruk. 5 Kebiasaan buruk yang dapat mempengaruhi ketinggian palatum antara lain ; 1. Kebiasaan mengisap ibu jari Mengisap ibu jari adalah kebiasaan buruk yang paling umum dan prevalensi untuk kebiasaan ini dilaporkan sekitar 13 sampai 100% di beberapa masyarakat. 13 Kebiasaan mengisap ibu jari biasanya dimulai pada usia 3-4 tahun. Proses terjadi pada minggu pertama setelah kelahiran, hal ini biasanya fisiologis. Akibat mengisap ibu jari, terjadi kontraksi dinding bukal, sehingga lengkung maksil menjadi sempit, dasar hidung sempit, dan palatum tinggi.,13,14,15

A B Gambar 3. A. Kebiasaan mengisap ibu jari B. Palatum yang dalam akibat kebiasaan buruk mengisap ibu jari. 13,14 2. Kebiasaan bernafas melalui mulut Bernafas melalui mulut merupakan kebiasaan yang paling sering menimbulkan kelainan pada struktur wajah dan oklusi gigi-geligi. Kebiasaan bernafas lewat mulut yang berlangsung selama masa tumbuh kembang dapat mempengaruhi pertumbuhan dentokraniofasial. Bernafas melalui mulut yang sudah kronis dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada otot-otot di sekitar mulut, sehingga dapat memacu perkembangan maloklusi. 14 Bernafas melalui mulut total terjadi jika jalan pernafasan benar-benar terhambat. Penyebab hambatan saluran pernafasan yang paling sering pada anak-anak adalah pembesaran jaringan limfoid yang terletak pada daerah faring yaitu pembesaran adenoid dan tonsil. Faktor penyebab lainnya adalah pembengkakan kelenjar mukosa pada hidung. Akibat hambatan saluran pernafasan akan menyebabkan ketidakaktifan fungsi saluran pernafasan, oleh sebab itu akan terjadi kurangnya perkembangan dari rongga hidung dan rahang atas sehingga akan terlihat lengkung rahang atas yang sempit atau terjadinya perubahan lengkung rahang, palatum yang dalam atau terjadinya deformitas bentuk palatum serta adanya overbite. 13,14,15

2.2 Maloklusi 2.2.1 Definisi Maloklusi Maloklusi adalah suatu kondisi menyimpang dari relasi normal gigi terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya. Keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan baik fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan merupakan proses patologis penyimpangan dari perkembangan normal. Penentuan oklusi dapat didasarkan pada kunci oklusi normal. 6,11,15 Menurut beberapa studi epidemiologi yang dilakukan pada remaja Amerika Serikat dilaporkan 11% remaja umur 12-17 tahun oklusi normal, 34,8% maloklusi ringan dan 25,2% maloklusi yang berat sehingga beberapa kasus memerlukan perawatan. 8 2.2.2 Etiologi Maloklusi 2,10,16,17,18 Menurut Proffit (1998) etiologi dari maloklusi tidak disebabkan oleh satu faktor saja, maloklusi biasanya disebabkan oleh multifaktorial. Menurut Moyers maloklusi dapat disebabkan oleh ; 1. Faktor Genetik Penyebab maloklusi bervariasi salah satunya faktor genetik. Kerusakan genetik mungkin akan tampak setelah lahir atau mungkin baru tampak beberapa tahun setelah lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan kraniofasial dan sebagai penyebab deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari, tetapi belum banyak diketahuai bagian dari gen yang mana berperan dalam maturasi otot-otot orofasial. Beberapa etiologi yang termasuk dalam faktor genetik; 1) Evolusi pengurangan rahang dan ukuran gigi yang menyebabkan perbedaan ukuran rahang dan gigi 2) Sindrom genetik 3) Kerusakan perkembangan embriologi

2. Faktor Lingkungan Pengaruh lingkungan pada maloklusi akan terjadi terus menerus selama individu masih bertumbuh dan berkembang. 1) Tekanan terus menerus atau kekuatan yang melebihi 4-6 jam per hari pada gigi; misalnya tekanan yang ada pada jaringan lunak seperti kebiasaan buruk menghisap ibu jari. 2) Trauma a. Trauma prenatal - Hipoplasia mandibula dapat disebabkan oleh tekanan intrauterin atau trauma selama kelahiran. - Vogelgesicht pertumbuhan mandibula terhambat berhubungan dengan ankilosis persendian temporomandibularis, mungkin disebabkan karena cacat perkembangan oleh trauma. b. Trauma postnatal - Fraktur rahang dan gigi - Trauma pada TMJ 3) Penyakit a. Penyakit sistemik Penyakit demam dapat mengganggu perkembangan gigi pada masa balita dan kanak-kanak b. Penyakit lokal - Penyakit nasofaringeal dan gangguan fungsi pernafasan - Tumor - Karies. Dapat menyebabkan kehilangan dini gigi desidui, terganggunya urutan erupsi gigi permanen, dan kehilangan gigi permanen. 2.2.3 Klasifikasi Maloklusi 2,10,16,17 Tujuan untuk menggolongkan maloklusi ke dalam kelompok-kelompok dimana tiap kelompok memiliki ciri-ciri khas yang mudah ditandai dan mempunyai variasi.

Klasifikasi maloklusi menurut Angle (1899); 1. Klas I Angle Ciri-ciri Klas I Angle : Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak pada buccal groove gigi M1 bawah, adanya crowding, spacing, dan rotasi. Gambar 5. Klas 1 Angle 1,3,17 2. Klas II Angle Ciri-ciri Klas II Angle: Tonjol mesiobukal M1 atas berada pada bagian mesial M1 bawah. Kelas II Angle dibagi menjadi 2 yaitu Divisi 1 dan divisi 2 : a. Kelas II Angle divisi 1 : Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya ke labial atau protrusi sehingga didapatkan overjet, overbite curve of spee positif. b. Kelas II Angle divisi 2 : Insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus lateral atas proklinasi, deep bite, jarak gigit bisa normal atau sedikit bertambah.

A B Gambar 6. A. Klas II div 1 Angle. B. Klas II div 2 Angle 1,3,17 3. Klas III Angle Ciri-ciri Klas III Angle : Tonjol mesiobukal gigi M1 atas berada pada bagian distal dari M1 bawah, terdapat crossbite anterior. Gambar 8. Klas III Angle 1,3,17 5,8, 21,23 2.3 Cara Mengukur Tinggi Palatum Korkhaus (1939 sit. Rakosi dkk., 1993) menilai bentuk palatum berdasarkan indeks tinggi palatum. Palatum yang tinggi merupakan gambaran dari penyempitan bagian apikal prosesus alveolaris maksila yang biasanya terjadi pada kasus dengan kebiasaan mengisap jari atau bernafas melalui mulut. Tinggi palatum menurut

Korkhaus didefinisikan sebagai jarak tinggi garis vertikal yang tegak lurus dengan midpalatal raphe. Lebar palatum diukur dari permukaan palatum sampai bidang oklusal (molar pertama rahang atas). Indeks tinggi palatum dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut: Tinggi palatum Indeks tinggi palatum = X 100 Lebar palatum Nilai rata-rata indeks tersebut adalah 42%, yang merupakan indeks ras Kaukasoid, selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan Korkhaus (1939 sit Rakosi dkk., 1993) diketahui bahwa nilai indeks ini meningkat apabila palatum tinggi dan nilainya menurun jika palatum dangkal. A B Gambar 9. A. Aplikasi alat untuk mengukur tinggi palatum B. Aplikasi jangka sorong pada alat untuk mengukur tinggi palatum 5. 2.4 Hubungan Tinggi Palatum dengan Tipe Maloklusi Angle Pada masa pertumbuhan Lengkung maksila menjadi lebih tinggi dan lebar, sementara itu lengkung palatum akan bertambah besar secara transversal (tinggi) dan sagital (panjang) semasa kanak-kanak sampai dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan palatum sering dikaitkan dengan bentuk palatum, lebar intermolar dan panjang lengkung gigi posterior untuk pencegahan maloklusi. Secara klinis bentuk

palatum yang dalam dapat menyebabkan crossbite posterior, lebar intermolar sempit serta panjang lengkung pendek. 5,23,25,27 Pada maloklusi Klas II divisi 1 memiliki lebar palatum yang sempit, Klas II divisi 2 memiliki palatum yang dangkal sedangkan maloklusi Klas I dan maloklusi Klas III memiliki palatum yang paling dalam. 1,5,10 Hubungan antara dimensi palatal menunjukkan bahwa lebar palatum, garis lengkung dan tinggi palatum sangat berkorelasi positif dengan satu sama lain di semua kelompok oklusi kecuali di Klas II divisi 1 pada laki-laki. Maloklusi klas 1 pada laki-laki memiliki rata-rata tinggi dan lebar palatum sebesar 19.98 mm dan 35.31 mm. Maloklusi klas II divisi 1 sebesar 20.65 mm dan 33.12 mm. Maloklusi klas II divisi 2 sebesar 19.94 mm dan 34.07 mm. Klas II sebesar 19.39 dan 35.63 mm. Sedangkan pada perempuan rata-rata Klas I tinggi dan lebar palatum sebesar 16.72 mm dan 34.46 mm, Klas II divisi 1 sebesar 19.04 mm dan 32.60 mm, maloklusi klas II divisi 2 sebesar 19.52 mm, sedangkan klas III sebesar 20.47 mm dan 33.00. Maloklusi klas III memiliki lebar palatum lebih sempit dibandingkan dengan oklusi Angle lainnya. 3 Menurut penelitian Zarringhalam, pada laki-laki terdapat perbedaan yang signifikan pada maloklusi Klas III daripada maloklusi Klas II dan Klas I. 9 Pada perempuan Klas III memiliki tinggi palatum yang lebih dari semua kelompok maloklusi lainnya. Pada laki-laki, maloklusi Klas II divisi 1 memiliki tinggi palatum lebih dari maloklusi Klas I, Klas II divisi 2 dan Klas III. 7

2.5 Kerangka Teori Palatum Maloklusi Definisi Palatum pembentukan Palatum Primer Anatomi Palatum Pembentukan palatum Pembentukan Palatum sekunder Pertumbuhan tinggi palatum dan lebar palatum Pembentukan Palatum tersier/lengkap Hal-hal yang mempengaruhi tinggi palatum 1.Kebiasaan menghisap ibu jari 2.kebiasaan bernafas dari mulut Cara mengukur tinggi palatum Etiologi Faktor Genetik Faktor Lingkungan Klasifikasi Angle Klas I Angle Klas II Angle - Divisi 1 - Divisi 2 Klas III Angle Gambaran Tinggi Palatum Berdasarkan Klasifikasi Maloklusi Angle Pada Murid SMA Negeri 8 Medan

2.6 Kerangka Konsep Klasifikasi Maloklusi Angle Tinggi palatum pada murid SMA Negeri Medan - Klas I - Klas II Divisi 1 Divisi 2 - Klas III - Usia 14-18 tahun - Jenis kelamin - Tinggi Palatum - Lebar Palatum - Bahan cetak - Bahan pengisi cetakan - Waktu pencetakan dan pengisian model gigi - Operator pencetakan - Genetik - Lingkungan