Menyampah' dari Perspektif Psikologi (1) Marselius Sampe Tondok Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya

dokumen-dokumen yang mirip
Menyampah' dari Perspektif Psikologi (2) Marselius Sampe Tondok Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya

Pengertian Psikologi

SEJARAN DAN ALIRAN PSIKOLOGI. Pertemuan 4

SE S J E A J R A A R H DA D N A N A L A I L R I A R N A N PSI S KO K LOGI G Pertemuan 4

Teori Pendidikan dan Teori Belajar dalam Kurikulum. Oleh. Fauzan AlghiFari / / TP-B.

Karakteristik manusia komunikan. Rahmawati Z

Dasar-Dasar Perilaku Manusia O L E H M U N A E R A W A T I, S. P S I, M. S I

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

BERBAGAI PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI

PENGANTAR DAN TEORI ALIRAN BEHAVIOUR

Oleh: Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA.

Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan Lanjut

Teori Belajar Behavioristik

Modul ke: Psikologi Sosial I. Fakultas Psikologi. Intan Savitri,S.P., M.Si. Program Studi Psikologi

TEORI TEORI BELAJAR. Oleh : Jumari Ismanto, M.Ag 1 BAB I PENDAHULUAN

PSIKOLOGI KOMUNIKASI. Ruang Lingkup Psikologi. Komunikasi. Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom. Komunikasi. Modul ke: Fakultas Ilmu

HAKIKAT DAN EKSISTENSI MARTABAT MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

DEFINISIKEPRIBADIANEPRIBADIAN

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Pendekatan-Pendekatan Psikologi Kepribadian. Adhyatman Prabowo, M.Psi

Teori-teori Belajar. Teori Humanistik. Afid Burhanuddin. Memahami teori toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran.

BAB II KAJIAN TEORITIS

TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU

TEORI BELAJAR BEHAVIORISME (TINGKAH LAKU)

Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

PENDAHULUAN (MATERI) Pengertian Psikologi Pendakatan dalam Psikologi: Sub disiplin Psikologi Bidang terapan Psikologi

Oleh : Muh. Mustakim, M.Pd.I

Theories And Intervention

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TEORI BELAJAR SKINNER

PSIKOLOGI ALIRAN BEHAVIORISME

PENDEKATAN- PENDEKATAN/ALIRAN DALAM PSIKOLOGI

Carl Rogers, Abraham Maslow

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang

Teori-teori Belajar. Teori Behavioristik. Afid Burhanuddin. Memahami teori-toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran.

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 5 orang mahasiswa yang tidak

Perkembangan Sepanjang Hayat

PERILAKU KONSUMEN Kepribadian Dan Gaya Hidup

M O D U L A) APA ITU PSIKOLOGI? Kode Mata Kuliah : M P B

Kepribadian Pola perilaku Memberikan karakter pada Pemikiran seseorang sepanjang waktu Motif dalam berbagai Emosi situasi berbeda relatif stabil

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat

KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN JENJANG MAGISTER (S2) SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang ditinjau secara

KONSEP PSIKOLOGI SOSIAL PROF MADYA DR. MA ROF REDZUAN

PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI SOSIAL

Sejarah dan Aliran Psikologi

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

Psikologi Komunikasi

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

Persepsi, Memori, Daya Bayang, Bahasa, Penyelesaian Masalah, Pemahaman/Penalaran, Pmbuatan Keputusan

Agus Triyanto, M.Pd. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Tahun 2011

PSIKOLOGI KOGNITIF (Diringkas oleh Hanna Widjaya Dosen PPS Unpad Bandung)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Pieget (1932) dalam bukunya, The Moral Judgement of. objek dan kejadian yang ada di sekitar lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

Jenny Ratna Suminar Fakultas Ilmu Komunikasi

CARL ROGERS (CLIENT CENTERED THERAPY)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

Teori Teori Belajar: Behaviorisme, Kognitif, dan Gestalt

Pertemuan 5 PENDEKATAN TRANSORIENTASIONAL

Teori belajar : Analisis perilaku BF Skinner

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

AWAL MUNCULNYA TEORI BEHAVIORISME

kabel perusahaan telekomunikasi dan segala macam (Setiawan, 2014).

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum Obyek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015 KONTRIBUSI POLA ASUH ORANG TUA DI DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SD KELAS III

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

Teori-Teori Perkembangan

MODEL TERAPI KONSELING. Teori dan Praktek

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar

Desain dan Pengembangan Pelatihan

Serlly Oktaviana Prodi Pendidikan Matematika Universitas Nusantara PGRI Kediri 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

B.F. Skinner. Pendekatan Psikologi Skinner

TEORI ORGANISMIK KURT GOLDSTEIN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

MENGUKUR KUALITAS PEMIMPIN MELALUI INTERAKSINYA DENGAN PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

DASAR DASAR PERILAKU SOSIAL

Holistik dan Humanistik. Mata Kuliah Kepribadian II

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik

Produksi Iklan Multimedia dan Interaktif

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan konsumsi terhadap suatu ataupun beragam barang atau jasa. Konsumen

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data

KEHARUSAN DAN KEMUNGKINAN, SERTA BATASAN PENDIDIKAN. Ismail Hasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Menyampah' dari Perspektif Psikologi (1) Marselius Sampe Tondok Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya Dipublikasikan pada Harian Surabaya Post, 13 Juli 2008 Beberapa waktu yang lalu, saya menunggu kedatangan tamu di ruang tunggu kedatangan Bandara Internasional Juanda, Surabaya. Di depan saya, seorang pria sedang merokok. Takkala rokoknya habis, ia dengan santainya membuang puntung rokok ke lantai. Padahal, beberapa meter di depannya terdapat tempat sampah dan tulisan buanglah sampah pada tempatnya. Sementara itu, kemarin sore dalam perjalanan pulang dari tempat kerja, saya melihat seorang perempuan yang mengendarai mobil dengan seenaknya membuang kertas tissue dari dalam kendaraannya. Kedua perilaku di atas hanyalah sebagian kecil dari fenomena menyampah atau membuang sampah sembarangan, yang terjadi di sekitar kita. Kelihatannya, bagi masyarakat kita, menyampah merupakan perilaku yang sudah sangat biasa, mudah ditemukan. Artinya, menyampah telah dilakukan tidak mengenal bentuk sampah (apa saja), tidak membedakan pelakunya (siapa saja), tidak peduli tempat (di mana saja), tidak berkompromi dengan waktu (kapan saja), serta tidak terbatas pada cara tertentu (bagaimana saja). Terhadap fenomena menyampah yang terjadi pada kedua kasus di atas atau yang terjadi di sekitar kita, mungkin saja kita berkata, Itu sih sudah biasa! Namun demikian, menurut hemat penulis, sebenarnya di balik kebiasaan berperilaku menyampah yang dilakukan seperti itu, tersembunyi suatu persoalan psikologis fundamental: mengapa perilaku menyampah seperti itu terjadi? Untuk menyingkap persoalan ini, penulis mencoba untuk menggunakan pendekatan psikologi untuk menjelaskan perilaku menyampah yang terjadi di sekitar kita. Hingga kini, dalam ilmu psikologi dikenal adanya empat mazhab, yakni psikoanalisa, behavioristik, kognitif, dan humanistik. Pada prinsipnya, masingmasing mazhab memiliki perspektif yang berbeda dalam menjelaskan perilaku manusia. Karena memiliki perspektif yang berbeda tentang perilaku manusia, maka masing-masing mazhab dalam psikologi memiliki konsep yang spesifik pula tentang manusia. Perspektif Psikoanalisis Mazhab yang pertama adalah psikoanalisis, dengan Sigmund Freud sebagai tokohnya. Psikoanalisis memandang manusia sebagai homo volens di mana perilakunya dikendalikan oleh dorongan alam bawah sadarnya. Secara singkat, menurut pendekatan psikoanalisis, perilaku manusia adalah hasil interaksi dari tiga pilar atau komponen kepribadian, yakni komponen biologis (Das Id), psikologis (Das Ego), dan sosial (Das Superego); atau unsur hewani, rasional, dan moral (hewani, akali, dan moral). 1

Dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis, kedua kasus di atas sebagai representasi perilaku menyampah di sekitar kita, dapat dijelaskan sebagai berikut. Perilaku menyampah yang dilakukan baik pria maupun perempuan pada kasus di atas dan juga perilaku menyampah yang biasa terjadi di sekitar kita- lebih dikendalikan oleh alam bawah sadar yaitu Das Id, dorongan biologis, unsur hewani. Das Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin segera memenuhi keinginannya, bersifat egoistis (ego-enhacement) dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Dalam kaitannya dengan alam bawah sadar dan perilaku menyampah, kiranya tepatlah untuk mengemukakan tiga sifat dasar manusia yang menonjol (Binawan, 2007). Pertama, manusia itu mau mencari enak, dan bahkan mencari enaknya sendiri. Manusia pada dasarnya adalah pecandu kenikmatan dan bersifat egoistis. Dalam perilaku menyampah, sifat egoistis ini muncul dalam NIMBY syndrome (Not In My Back Yard syndrome: terserah mau buang sampah di manapun, asal tidak di halaman rumahku). Pada pria dan wanita dalam kasus di atas, menyampah di ruang tunggu bandara atau di jalanan adalah hal yang boleh-boleh saja karena itu bukan halaman atau teritori milik mereka. Akan tetapi, tunggu dulu! Sekiranya ada orang lain yang menyampah di teritori atau wilayah privasi semisal halaman rumah mereka, mereka berdua pasti akan marah. Sekiranya hal yang sama terjadi di teritori kita, kita pun pasti akan peduli, marah. Dalam NIMBY syndrome inilah egoisme perilaku menyampah mengemuka. Kedua, masih berkaitan dengan ciri manusia yang pertama, manusia itu malas atau tidak mau repot. Dalam konteks perilaku menyampah, pria dan wanita dalam kedua kasus di atas enggan mencari tempat sampah atau menyimpan sampah sampai menemukan tempat sampah yang sesungguhnya. 'Gitu aja koq repot-repot!. Menurut prinsip kesenangan dari Das Id, menyampah lebih menyenangkan dibandingkan dengan harus membuang sampah pada tempat yang sesungguhnya. Ini merupakan cerminan kemalasan atau tidak mau repotnya manusia. Dalam kaitannya dengan sampah, kebiasaan dilayani oleh petugas khusus kebersihan, cleaning service Bandara Juanda atau pasukan kuning alias Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya. Kita masih merasa bahwa urusan sampah adalah urusan petugas sampah; mereka diadakan untuk mengurusi sampah, termasuk sampah yang kita buang sembarangan. Ketiga, kebanyakan manusia juga pelupa. Meskipun telah berulang kali diingatkan dan upanya penyadaran sudah dilakukan, tetap saja manusia perlu diingatkan. Dalam kedua kasus di atas, kemungkingan besar tulisan buanglah sampah pada tempatnya tidak terlihat oleh pria perokok yang menyampah di ruang tunggu bandara. Sementara itu, kemungkinan besar dalam mobil perempuan yang menyampah di jalan raya tidak terdapat tulisan atau clue yang sewaktu-waktu bisa mengingatnya untuk tidak menyampah. Perspektif Behavioristik Behaviorisme yang dipelopori oleh John B. Watson, Ivan P. Pavlov, Burrhus F. Skinner, Edward L. Thorndike lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan- 2

laporan subyektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara alam bawah sadar yang tidak tampak). Menurut behaviorisme, perilaku manusia bukan dikendalikan oleh faktor dalam (alam bawah sadar), tetapi sepenuhnya dipengaruhi oleh faktor eksternal yakni lingkungan. Penganut behaviorisme memandang manusia sebagai homo mechanicus, manusia mesin. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional. Behaviorisme hanya ingin mengetahui sebagaimana perilaku individu dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Individu bersifat sangat plastis, bisa dibentuk menjadi apa dan siapa, atau berperilaku apa saja sesuai dengan lingkungan yang dialami atau yang dipersiapkan untuknya. Dengan kata lain, respon atau perilaku individu dalam situasi tertentu sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh stimulus atau apa yang diterimanya dari lingkungan. Salah satu prinsip perilaku menurut pendekatan behavioristik adalah perilaku organisme terbentuk melalui pembiasaaan atau kondisioning. Prinsip lainnya, perilaku yang mendapat hadiah (reward) cenderung diulangi. Sebaliknya, perilaku yang mendatangkan hukuman (punishment) cenderung dihindari. Dalam perspektif behaviorisme, respon atau perilaku menyampah yang dilakukan baik oleh pria maupun perempuan dalam kasus di atas termasuk perilaku menyampah yang sering terjadi di sekitar kita- merupakan perilaku hasil pembiasaan yang dibentuk oleh lingkungan. Kemungkinan besar, pengalaman menyampah pria dan perempuan tersebut selama ini di bandara atau di jalan atau bahkan juga di tempat-tempat umum lainnya, tidak mendapatkan hukuman (misalnya dimarahi petugas atau kena denda). Yang mereka dapatkan ketika menyampah justru konsuekuensi yang menyenangkan yakni terbebas dari sampah puntung rokok dan tissue yang dirasakan mengganggu. Tentu saja, perilaku mereka akan sangat lain jika ketika menyampah, mereka segera mendapatkan konsekuensi yang tidak menyenangkan seperti dimarahi petugas atau kena denda. Oleh karena itu, sangat wajarlah jika perilaku menyampah di bandara, di jalan atau di tempat umum jarang ditemui di lingkungan ataupun di negara yang menindak tegas siapa saja yang menyampah. Dari perspektif psikologi behavioristik, pembentukan kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, dapat dilakukan dengan latihan yang berulang-ulang. Yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana latihan yang berulang kali itu membutuhkan sarana bantu dari luar. Pada awalnya, dibutuhkan alat bantu berupa sanksi pidana berupa denda sejumlah, petugas berwibawa yang akan konsekuen dan konsisten menerapkan sanksi kepada siapa yang melanggar, ditambah dengan adanya kepastian akan terdeteksinya individu yang melakukan pelanggaran. Sanksi ini tentu saja perlu disertai dengan kondisi lingkungan yang mempermudah individu untuk membuang sampah pada tempatnya, misalnya dengan penambahan tempat sampah yang jumlahnya lebih banyak dan lebih terjangkau ketika orang-orang membutuhkannya. Selain itu, tetap diperlukan tulisan-tulisan yang dapat mengingatkan individu untuk membuang sampah pada tempatnya. Agar lebih efektif dan efisien, pada awalnya, jumlah maupun luas ruang publik di wilayah Kota Surabaya yang termasuk kawasan bebas sampah dibatasi. Di wilayah terbatas ini, sarana bantu dari luar sebagaimana yang 3

disebutkan di atas yang bertujuan membentuk perilaku tidak menyampah, diberlakukan dengan tegas. Ketika perilaku yang diharapkan sudah terjadi pada kawasan bebas sampah terbatas tadi telah terbentuk, maka secara progresif kawasan bebas sampah semakin diperluas, hingga pada akhirnya seluruh wilayah di Kota Surabaya menjadi kawasan bebas sampah. Cara mengurangi perilaku menyampah di atas dilakukan melalui pemberian punishment. Untuk tujuan yang sama, dapat dilakukan dengan pemberian reward. Pinsipnya sama, yakni dilakukan secara bertahap, mulai dari level yang (paling) kecil hingga ke level paling luas/besar. Sebagai contoh, sebelum Kota Surabaya mengikuti lomba Adipura, Pemerintah Kota Surabaya terlebih dahulu dapat melakukan lomba kawasan bebas sampah di tingkat RT, lalu meningkat ketingkat RW, kelurahan, dan kecamatan. Dengan demikian, semua wilayah di Kota Surabaya akan terbebas dari sampah. Mungkin ini menjadi salah satu alasan mengapa lomba Adipura kurang efektif membentuk perilaku bersih di wilayah Kota Surabaya dan wilayah lainnya, karena menggunakan pendekatan dari atas (makro) ke bawah (mikro). Tujuan yang hendak dicapai terlalu luas sehingga kurang fokus. Sebenarnya, yang paling sulit sebenarnya adalah membentuk perilaku masing-masing individu. Pembentukan perilaku pada level yang paling kecil justru akan bersentuhan langsung dengan individu. Yang diharapkan nantinya adalah bahwa perilaku membuang sampah pada tempatnya sungguh sudah menjadi suatu disposisi setiap orang sehingga tidak lagi diperlukan struktur atau alat bantu dari luar diri individu. Dengan menggunakan mekanisme pembiasaan, pembentukan perilaku membuang sampah pada tempatnya perlu dilakukan sejak dini melalui lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Perspektif Kognitif Psikologi kognitif yang mendapatkan dasarnya dari aliran filsafat rasionalisme memandang bahwa perilaku manusia tidak begitu saja dibentuk oleh lingkungan sebagaimana yang diyakini oleh para penganut teori behavioristik. Psikologi kognitif dengan tokohnya seperti Max Wertheimer, Kurt Koffka, Wolfgang Kohler, Kurt Levin, dan Jean Piaget menyatakan bahwa manusia tidak sekedar menerima stimulus dari lingkungan, namun ia berusaha memahami lingkungan yang dihadapi dan merespon dengan pikiran yang dimiliki. Dengan berpikir, manusia mampu mengolah informasi yang diterimanya untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai lingkungan dan dirinya sendiri yang selanjutnya akan menghasilkan perilaku tertentu. Dalam otak organisme, khususnya manusia, sudah terdapat suatu struktur kognitif yang akan mengelola informasi yang diterima dari lingkungan. Pengetahuan dan persepsi organisme akan lingkungannya memiliki peranan yang amat besar dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, respon atau perilaku organisme terhadap lingkungan merupakan proses pengambilan keputusan. Maka tidaklah mengherankan jika penganut teori kognitif menyebut manusia disebut sebagai homo sapiens, yakni makhluk yang berpikir. Dalam kaitannya dengan perilaku menyampah, perlu disadari bahwa pengetahuan dan pengalaman yang berbeda terkait dengan sampah, akan menghasilkan persepsi yang berbeda di antara individu-individu, yang 4

selanjutnya akan menghasilkan sikap dan perilaku yang berbeda terhadap sampah. Untuk itu, dalam pendekatan kognitif, hal yang terpenting dalam mengubah sikap dan perilaku menyampah adalah mengubah persepsi individu tentang sampah. Dalam hal ini, persepsi yang positif terhadap perilaku membuang sampah akan melahirkan perilaku membuang sampah pada tempatnya. Proses mengubah persepsi, sikap dan perilaku individu terkait dengan sampah disebut dengan proses persuasi, yang dapat dilakukan melalui berbagai media seperti iklan, brosur, penyuluhan dan pendidikan lingkungan. Berkaitan dengan kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa pria dan perempuan tersebut tidak memiliki pengetahuan (knowledge) dan kesadaran akan dampakdampak negatif (awareness of consequeces) yang memadai terkait dengan perilaku menyampah yang selanjutnya membentuk sikap dan perilaku negatif terkait dengan sampah. Untuk itu, proses persuasi perlu dilakukan terhadap individu-individu yang menyampah. Perspektif Humanistik Aliran Humanistik lahir sebagai reaksi terhadap aliran-aliran psikologi sebelumnya yakni psikoanalisis, behaviorisme, dan kognitif. Psikologi humanistik dengan tokohnya Carl Rogers dan Abraham Maslow cenderung menolak pendapat bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh impuls bawah sadar (psikoanalisa), atau oleh stimuli eksternal (behaviorisme), atau oleh pengolahan informasi dalam persepsi dan memori (kognitif). Psikologi humanistik memandang manusia sebagai eksistensi yang positif dan menentukan. Manusia adalah makhluk yang unik, memiliki cinta, kreativitas, nilai dan makna serta pertumbuhan pribadi. Manusia memiliki potensi untuk mengarahkan perilakunya untuk mencapai tujuan setinggi mungkin. Oleh karena itu, teori humanistik menyebut manusia sebagai homo ludens, yakni manusia yang mengerti makna kehidupan. Dalam pandangan Calr Rogers, perilaku manusia dikuasai oleh (yang disebutnya) the actualizing tendency, yaitu suatu kecenderungan yang ada dalam diri (inhern) manusia untuk mengembangkan kapasitasnya sedemikian rupa guna memelihara dan mengembangkan diri. Motivasi yang timbul akibat kecenderungan ini meningkatkan kemandirian dan mengembangkan kreativitas individu. Selanjutnya, menurut Abraham Maslow, perilaku manusia terkait dengan kebutuhan yang tersusun menurut suatu hirarki kebutuhan (hierarchy of need), mulai dari yang paling rendah yaitu kebutuhan: fisiologis dasar, rasa aman dan tentram, dicintai dan disayangi, dihargai, hingga mengaktualisasikan diri. Dalam kaitannya dengan sampah, sama seperti manusia lainnya di negara-negara maju seperti Jerman dan Singapura, manusia Indonesia juga menghasilkan sampah setiap hari. Bahkan rata-rata penduduk negara maju menghasilkan sampah lima lipat dari orang Indonesia. Tetapi, mengapa mereka tidak menyampah? Ditinjau dari teori kebutuhan Maslow, tingkat kebutuhan masyarakat negara maju sudah sampai pada tahap kebutuhan di atas kebutuhan primer seperti makan, minum dan hidup sehari-hari. Masyarakat negara maju seperti Jerman atau Singapura sudah mencapai tahap kebutuhan akan seni, keindahan, kebutuhan menghargai alam. 5

Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat berkorelasi dengan sikap dan perilaku terhadap lingkungan, termasuk menyampah. Berbagai penelitian, misalnya yang dilakukan Kalantari dkk, (2007) menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dengan sikap dan perilaku ramah lingkungan (environmentally friendly attitude and behavior). Artinya, semakin tinggi tingkat kemakmuran suatu masyarakat, maka akan semakin positif sikap dan perilakunya terhadap lingkungan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kemakmuran suatu masyarakat, maka akan semakin negatif sikap dan perilakunya terhadap lingkungan. Untuk itu, adalah suatu tantangan yang sangat besar bagi kita semua, terutama bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesejateraan masyarakatnya. Peningkatan kesejahteraan dapat meningkatkan level pemenuhan kebutuhan individu yang akan berdampak positif terhadap sikap dan perilaku yang ramah lingkungan, termasuk perilaku tidak membuang sampah sembarangan. Manusia Makhluk Menyampah Manusia pada dasarnya adalah makhluk menyampah. Tidak dapat dipungkiri, sampah adalah sesuatu yang melekat, tidak dapat dapat dilepaskan dari hidup manusia. Di mana ada manusia, di situ pasti ada sampah. Sampah merupakan konsekuensi hidup, karena setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Dengan kata lain, sampah sebenarnya bukan musuh manusia. Karena kalau manusia memusuhi sampah, ia sebenarnya memusuhi dirinya sendiri. Dibandingkan dengan manusia, makhluk hidup lainnya yakni tumbuhan dan binatang dalam pemenuhan kebutuhan biologisnya tidak pernah mengambil dari alam lebih daripada yang bisa mereka gunakan. Sebaliknya, manusia dalam kapasitasnya mengerjakan lebih banyak hal di luar pemenuhan kebutuhan hidup organisnya, berpotensi mengambil lebih banyak daripada yang sesungguhnya mereka butuhkan, sambil sekaligus membuang sebagian besar dari yang mereka ambil itu dan menjadikannya sampah. Sampah kebanyakan lahir dari ketidakmampuan manusia mengatakan cukup terhadap kebutuhannya. Dengan kata lain, sampah banyak yang tercipta dari gaya hidup (life style) manusia yang melampaui kebutuhannya. Semakin maju peradaban hidup manusia, semakin banyak bermunculan kebutuhan yang dirasakan (keinginan) sehingga semakin banyak sampah yang dihasilkannya. Namun, sampah yang diciptakan manusia akan menjadi masalah jika diikuti oleh perilaku mengelola sampah secara sembarangan. Dengan kata lain, jika suatu masyarakat bermasalah dengan sampah, sebenarnya masyarakat tersebut yang bermasalah dengan dirinya, dengan perilaku sendiri dalam menciptakan dan mengelola sampah. 6