BEBERAPA CATATAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN 2015

dokumen-dokumen yang mirip
PERPRES 54/2010, PERPRES 35/2011, DAN PERPRES 70/2012 PERPRES 172/2014 DAN PERPRES 4/2015 KETERANGAN I. DEFENISI

MATRIKS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN Oleh : BAGIAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN - SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BADUNG

Tim UJDIH BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 1

UNIT LAYANAN PENGADAAN IPB MAKALAH [MATRIKS PERUBAHAN PERPRES NO.4 TAHUN PEMERINTAH] Di Susun oleh : Anwar Syam

KEDUDUKAN PENYEDIA BARANG/JASA MENURUT PERATURAN PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN 2015

SOSIALISASI INPRES NO. 1/2015 DAN PERPRES 4/2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT PERPRES 54/2101. Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan

HPS MELEBIHI PAGU ANGGARAN DAPAT TERJADI DALAM PEMILIHAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI

Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan

1. Keterbatasan Jumlah Petugas.

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)

PENGADAAN LANGSUNG YANG BERTANGGUNG JAWAB. (Abu Sopian/Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)

PENGADAAN LANGSUNG BOLEH DILAKSANAKAN OLEH PENYEDIA YANG TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN oleh: Abu Sopian, S.H., M.M. Balai Diklat Keuangan Pelembang

NEGOSIASI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Oleh Abu Sopian Widyaiswara pada Balai Diklat Keuangan Palembang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KLARIFIKASI DAN PEMBUKTIAN DOKUMEN DALAM PROSES LELANG Oleh Abu Sopian Widyaiswara pada Balai Diklat Keuangan Palembang

TATANG RUSTANDAR WIRAATMADJA

SOSIALISASI. Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 233/PMK.01/2012 TENTANG

LARANGAN NEGOSIASI DALAM PROSES LELANG Oleh Abu Sopian Widyaiswara pada Balai Diklat Keuangan Palembang

LARANGAN PENYAMPAIAN DOKUMEN PENAWARAN DENGAN CARA DUA TAHAP DALAM PEMILIHAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN

Bagian Kelima. Penyusunan Jadwal Pemilihan Penyedia Barang/Jasa. Paragraf Pertama

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN CARA PENGADAAN LANGSUNG oleh: Abu Sopian, S.H., M.M. Balai Diklat Keuangan Pelembang

Penandatanganan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa MUDJISANTOSA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tata cara tertentu yang telah ditetapkan dan diikuti oleh pihak pihak yang terkait

Kata Kunci : kontes, memperlombakan, harga pasar, tim juri, Pokja ULP.

PASAL-PASAL KONTROVERSIAL DALAM PERPRES NOMOR 70 TAHUN 2012

PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BAGIAN II

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

TUJUAN PELATIHAN. Setelah Materi Ini Disampaikan, Diharapkan Peserta Mampu Mengetahui dan Memahami :

Tugas dan Kewenangan PA/KPA, PPK, ULP, dan PPHP dalam Pengadaan Barang/Jasa

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 19 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 19 TAHUN 2011

TATA CARA E-TENDERING

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR TAHUN ANGGARAN 2017 BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

MASALAH SURAT JAMINAN PENAWARAN DALAM PROSES PEMILIHAN PENYEDIA BARANG/JASA. Oleh : Abu Sopian Balai Diklat Keuangan Palembang

Prosedur Mutu Pengadaan Barang/Jasa PM-SARPRAS-01

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

METODE PEMILIHAN PENGADAAN BARANG/PEK.KONSTRUKSI/JASA LAINNYA PASAL

BERITA NEGARA. No.1412, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. ULP. Barang/Jasa. Pemerintah. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Mekanisme Pengadaan Langsung

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.01/MEN/2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BERDASARKAN PERPRES NOMOR 54 TAHUN Oleh : Rusdianto S., S.H., M.H. 1

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI

Kementerian/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat daerah/institusi Lainnya

2 khususnya terhadap Barang/Jasa yang secara luas dibutuhkan oleh Pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah merasa perlu untuk mengakselerasi pertumbuha

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

2016, No Negara Republik Indonesia Nomor 5655); 2. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2014

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL

Buku Saku. di Lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Panduan Pelaksanaan Pengadaan Langsung

E-PURCHASING DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)

PENJELASAN ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

SWAKELOLA DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

MATERI 3 PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BAGIAN-2. PERATURAN PRESIDEN RI NOMOR 54 TAHUN 2010 beserta perubahannya

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 27 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI MADIUN S A L SALINANN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PROVINSI BANTEN BUPATI TANGERANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 72 TAHUN 2015 TENTANG

MODUL 2: KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK (Perpres 54/2010 jo Perpres 04/2015)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG

2011, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah

- 1 - BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BOLEHKAH MENGGUNAKAN KONTRAK HARGA SATUAN UNTUK PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

PEMBAYARAN ATAS HASIL PEKERJAAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 39 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

BUPATI SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1893/MENKES/PER/IX/2011 TENTANG

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Kedudukan,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 6 TAHUN TAHUN 2007 TENTANG

POKJA UNIT LAYANAN PENGADAAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT Jalan Cilaki No.51 Bandung

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II. A. Pengertian Pengadaan Barang/Jasa. Fungsi pemerintahan dijalankan dengan memerlukan logistik, peralatan

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP.01 TAHUN 2011

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN HARGA PERKIRAAN SENDIRI

Transkripsi:

Abu Sopian, S.H., M.M. Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang BEBERAPA CATATAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN 2015 Kata Kunci E-Tendering, E-Purchasing, Pengadaan langsung, Penunjukan langsung, Katalog Elektronik, Pembayaran, Pokja ULP, Pejabat Pengadaan, Pejabat yang ditunjuk. Abstrak Pada tanggal 16 Januari 2015 Presiden Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden nomor 4 tahun 2015 tentang Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan barang/jasa Pemerintah. Peraturan Presiden tersebut menjadi rujukan terbaru dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa oleh seluruh jajaran pemerintah. Konsideran peraturan tersebut menyebutkan perlunya inovasi terhadap pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi. Beberapa perubahan terhadap pasal-pasal Perpres nomor 54 Tahun 2010 yang dituangkan dalam Perpres nomor 4 Tahun 2015 menunjukkan keinginan pemerintah untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dalam rangka percepatan pelaksanaan anggaran belanja negara. Kemudahan tersebut antara lain berupa penyederhanaan persyaratan dalam mengikuti proses tender dimana peserta tender tidak lagi diwajibkan memiliki laporan bulanan pajak (PPh dan PPN) dan dalam pengajuan penawaran tidak lagi disyaratkan perlunya jaminan penawaran. Namun demikian Peraturan Presiden tersebut tidak luput dari kekurangan. Tulisan ini menguraikan beberapa catatan penulis terhadap perubahanperubahan yang dijumpai dalam Perpres nomor 4Tahun 2015. A. Latar Belakang Melalui pasal 50 Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 pemerintah telah memutuskan bahwa Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LPKPP) dan lembaga tersebut pada tanggal 6 Desember 2007 resmi dibentuk dengan Keputusan Presiden nomor 106 Tahun 2007 dengan nama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (disingkat LKPP). Upaya pemerintah melalui LKPP untuk memperbaiki sistem pengadaan barang/jasa pemerintah dalam rangka mewujudkan pengadaan barang/jasa yang akuntabel yang dapat mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari adanya beberapa perubahan Peraturan Presiden tentang

Pengadaan Barang/Jasa. Belum genap 5 tahun sejak terbitnya Peraturan Presiden tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa telah mengalami empat kali perubahan. Peraturan tentang perubahan serta latar belakang lahirnya perubahan tersebut adalah sebagai berikut: ke kesatu kedua ketiga keempat Nomor Peraturan Presiden Perpres No. 35 Tahun 2011 Perpres No. 70 Tahun 2012 Perpres No. 172 Tahun 2014 Perpres No. 4 Tahun 2015 Latar belakang Perlunya pengadaan secara cepat konsultan hukum/advokat atau arbiter sehubungan dengan adanya gugatan/tuntutan hukum pihak tertentu kepada pemerintah. Perlunya percepatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dalam menunjang percepatan pelaksanaan belanja Negara. Perlunya percepatan penyediaan benih dan pupuk kepada petani melalui upaya khusus bantuan benih unggul dan pupuk dalam rangka mencapai swasembada pangan dan mengantisipasi perubahan iklim. Perlunya inovasi terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka percepatan pelaksanaan belanja negara guna percepatan pelaksanaan pembangunan, B. Beberapa kemudahan dalam Perpres nomor 4 tahun 2015 Sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka percepatan pelaksanaan belanja negara, Peraturan Presiden nomor 4 tahun 2015 memungkinkan proses pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan dengan lebih sederhana. Perpres nomor 4 tahun 2015 tidak saja mengharuskan proses pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan secara elektronik melalui E-Tendering dan E- Purchasing, tetapi juga menyederhakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penyedia barang/jasa dalam mengikuti E-Tendering. Kemudahan dan penyederhanaan tersebut dapat dilihat dari beberapa pasal Perpres yang dirubah dengan Perpres nomor 4 tahun 2015. Pasal Perpres nomor 4 tahun 2015 dimaksud antara lain adalah: a. Pasal 19 ayat (1) Pasal ini membebaskan penyedia dari kewajiban memiliki laporan pajak paling kurang 3 (tiga) bulkan terakhir. Dalam pasal 19 ayat (1) huruf l Perpres nomor 70 tahun 2012 penyedia barang/jasa harus memiliki NPWP dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir serta memiliki laporan bulanan PPh pasal 21, PPh pasal 23 (bila ada transaksi), PPh pasal 25/pasal 29 dan PPN (bagi pengusaha kena pajak) paling kurang tiga bulan terakhir dalam tahun berjalan.

Dalam pasal 19 ayat (1) huruf l Perpres nomor 4 tahun 2015 penyedia barang/jasa harus memiliki NPWP dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir. Dengan berlakunya Perpres nomor 4 tahun 2015, persyaratan perpajakan penyedia barang/jasa pemerintah menjadi lebih sederhana, bahkan untuk pengadaan barang/jasa dengan nilai tidak lebih dari Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) NPWP dan SPT tahunanpun tidak dipersyaratkan (pasal 19 ayat (2a). b. Pasal 70 ayat (2) Pasal ini membebaskan penyedia dari kewajiban menyerahkan surat jaminan pelaksanaan untuk pengadaan tertentu. Dalam pasal 70 ayat (1) Perpres nomor 70 tahun 2012 disebutkan jaminan pelaksanaan diminta PPK kepada penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi untuk kontrak bernilai di atas Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Dalam pasal 70 ayat (2) Perpres nomor 70 tahun 2012 disebutkan jaminan pelaksanaan dapat diminta PPK kepada penyedia Jasa Lainnya untuk kontrak bernilai di atas Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), kecuali untuk pengadaan Jasa Lainnya dimana asset penyedia sudah dikuasai Pengguna. Penggunaan kata dapat dalam rumusan pasal 70 ayat (2) tersebut tidak secara tegas membebaskan penyedia dari kewajiban menyerahkan jaminan pelaksanaan untuk pengadaan jasa lainnya dengan kontrak di atas Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Pasal 70 ayat (2) Perpres nopmor 4 tahun 2015 mengatur dengan tegas ketentuan tentang jaminan pelaksanaan, dimana jaminan pelaksanaan tidak diperlukan untuk: 1) Pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang dilaksanakan dengan metode Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung Untuk Keadaan Darurat, Kontes, atau Sayembara; 2) Pengadaan Jasa Lainnya, dimana asset penyedia sudah dikuasai oleh Pengguna; atau 3) Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dalam Katalog Elektronik melalui E-Purchasing. c. Pasal 109 ayat (7) Pasal ini membebaskan penyedia dari kewajiban menyerahkan surat jaminan dalam mengikuti E-Tendering. Pasal 109 ayat (7) secara eksplisit menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan E- Tendering dilakukan dengan ketentuan tidak diperlukan jaminan penawaran. Ketentuan sebelumnya diatur dalam Peraturan Kepala LKPP nomor 14 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 20121 tentang Kedua atas Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bahwa surat penawaran dalam proses lelang pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dilampiri jaminan penawaran yang besarnya 1% sampai 3%

Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Selanjutnya dalam Peraturan Kepala LKPP nomor 8 tahun 2012 tentang E-Tendering diatur sebagai berikut: 1) Jaminan penawaran pada E-Tendering dengan metode E-Lelang tidak diperlukan untuk pengadaan barang/jasa yang memiliki nilai paling tinggi Rp2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah) atau tidak menimbulkan risiko apabila pemenang mengundurkan diri menyebabkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya. 2) Jika pemenang tidak memberikan jaminan penawaran asli dan/atau jaminan penawaran tidak dapat dicairkan maka AKUN SPSE penyedia dinonaktifkan dan dapat dimasukkan dalam daftar hitam. d. Pasal 93 ayat (1a) Pasal ini memberikan solusi penyelesaian masalah keterlambatan penyelesaian pekerjaan yaitu dengan membolehkan perpanjangan kontrak melewati batas akhir tahun anggaran. Pasal 93 Perpres 70 tahun 2012 mengatur bahwa PPK dapat memutuskan kontrak secara sepihak apabila: 1) Berdasarkan penelitian PPK penyedia tidak akan mampu menyelesaikan seluruh pekerjaan walaupun diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan. 2) Setelah diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan penyedia tidak dapat menyelesaikan pekerjaan. Ketentuan tersebut ternyata tidak sejalan dengan ketentuan tentang pencairan anggaran belanja Negara/Daerah. Pelaksanaan pasal 93 Perpres 70 tahun 2012 tersebut menimbulkan kemungkinan terjadinya perpanjangan kontrak sampai melewati batas akhir tahun anggaran, sementara ketentuan tentang pencairan anggaran membatasi waktu pencairan anggaran (DIPA/DPA) sebelum tahun anggaran berakhir. Sehingga berpotensi terjadi masalah berupa adanya bagian kontrak yang tidak dapat dibayar. Melalui pasal 93 ayat (1a) Perpres nomor 4 tahun 2015 ditentukan bahwa pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan dapat melampaui tahun anggaran. Selanjutnya penjelasan pasal pasal 93 ayat (1a) tersebut mengatur bahwa dalam hal pemberian kesempatan kepada penyedia tersebut melampaui tahun anggaran, maka dilakukan addendum kontrak atas sumber pembiayaan untuk sisa pekerjaan yang akan diselesaikan dibebankan pada DIPA/DPA tahun anggaran berikutnya. e. Pasal 93 ayat (3)

Pasal ini memberikan solusi penyelesaian masalah pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK. Ketentuan pasal 93 Perpres nomor 70 tahun 2012 memberi hak kepada PPK untuk memutuskan kontrak. Namun dalam kenyataannya pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK menimbulkan masalah karena menyebabkan sebagian dari pekerjaan tidak dapat diteruskan penyelesaiannya. Perpres tidak memberi kemudahan kepada PPK untuk mencari penyedia lain yang akan ditunjuk untuk menyelesaikan pekerjaan yang tersisa. Akibatnya para PPK terpaksa bersikap lebih toleran terhadap penyedia sehingga banyak penyedia yang nakal yang tetap diberi kesempatan untuk terus menyelesaikan kontrak sampai selesai, walaupun PPK sebenarnya tidak puas dengan hasil kerja penyedia. Melalui pasal 93 ayat (3) Perpres nomor 4 tahun 2015 Kelompok Kerja ULP dibolehkan melakukan Penunjukan Langsung kepada pemenang cadangan berikutnya pada pelelangan yang sama atau kepada penyedia lain yang mampu dan memenuhi syarat. Kalau terjadi penunjukan langsung sebagaimana dikehendaki oleh ketentuan tersebut tentu saja berlaku ketentuan tentang tata cara penunjukan langsung yaitu Pokja ULP harus melakukan negosiasi teknis dan biaya kepada penyedia yang akan ditunjuk. Dengan demikian terbuka kesempatan bagi pemenang cadangan yang akan ditunjuk untuk mengajukan penawaran baru, karena harga penawaran yang pernah diajukannya sudah tidak berlaku. Terbuka pula kesempatan bagi Pokja ULP untuk menunjuk pemenang cadangan peringkat kedua jika pemenang cadangan pertama tidak bersedia. Jika pemenang cadangan kedua tidak bersedia Pokja ULP boleh menunjuk peserta yang telah lulus evaluasi teknis yang tidak masuk dalam urutan pemenang cadangan. Bahkan Pokja ULP dapat menunjuk penyedia lain yang dianggap mampu dan memenuhi syarat. f. Pasal 109 ayat (7) huruf c Pasal ini memperkecil kemungkinan kegagalan lelang/seleksi akibat kurangnya penawaran yang masuk. Ketentuan sebelumnya menetapkan syarat sahnya proses lelang/seleksi adalah jumlah penawaran yang masuk sekurang-kurangnya 3 (tiga). Karena itu lelang/seleksi harus dinyatakan gagal apabila jumlah penawaran yang masuk kurang dari 3 (tiga). Melalui pasal 109 ayat (7) huruf Perpres nomor 4 tahun 2015 Kelompok Kerja ULP dibolehkan melanjutkan proses lelang/seleksi walaupun jumlah penawaran yang masuk kurang dari 3 (tiga). g. Pasal 55 ayat (1) dan ayat (6) Pasal 55 ayat (1) menambahkan satu jenis bukti pembelian yaitu dengan memasukkan Surat Pesanan sebagai salah satu bentuk bukti pembelian. Pasal 55 ayat (6)

menyebutkan bahwa Surat Pesanan digunakan untuk pengadaan barang/jasa melalui E- Purchasing. Ketentuan ini mengamanatkan bahwa untuk barang yang sudah tercantum dalam katalog elektronik dapat dilakukan pengadaan dengan cara pengadaan langsung menggunakan surat pesanan. Berdasarkan pasal 110 ayat (5) Perpres nomor 4 tahun 2015, E-Purchasing dapat dilaksanakan oleh Pejabat yang ditetapkan oleh Pimpinan instansi/institusi. Pertanyaan yang mungkin muncul, apakah pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan E-Purchasing tersebut harus memenuhi syarat seperti Pejabat Pengadaan antara lain telah memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan barang/jasa. Terhadap pertanyaan tersebut Perpres nomor 4 tahun 2015 tidak menyebutkan perlunya persyaratan demikian. Padahal jika memang pemerintah menginginkan adanya persyaratan untuk Pejabat tersebut, tidak ada kesulitan bagi pemerintah untuk mencantumkannya dalam Perpres. Karena itu dapat dipahami bahwa penunjukan pejabat yang akan melaksanakan E-Purchasing tidak mensyaratkan sertifikat keahlian. h. Pasal 89 ayat (2a), dan ayat (4) Pasal ini mengatur lebih jelas tentang pembayaran atas hasil pekerjaan. Berdasarkan pasal 89 ayat (2a) pembayaran atas hasil pekerjaan konstruksi dapat dibayarkan senilai pekerjaan yang telah terpasang. Peralatan/material yang belum terpasang bukan merupakan bagian dari hasil pekerjaan yang akan diserah-terimakan. Berdasarkan penjelasan pasal 89 ayat (4) huruf c, peralatan dan merial yang sudah yang akan menjadi bagian dari hasil pekerjaan yang akan diserah-terimakan namun belum terpasang, dibayar tanpa biaya pemasangan. Berdasarkan ketentuan di atas untuk pekerjaan konstruksi peralatan yang sudah berada di lokasi pekerjaan bukan merupakan bagian dari hasil pekerjaan yang akan diserahterimakan dan tidak boleh dibayarkan. Sedangkan untuk pengadaan barang, peralatan atau material yang sudah berada di lokasi pekerjaan merupakan bagian dari hasil pekerjaan yang akan diserah-terimakan dan dapat dibayarkan. Pasal 89 atay (4) huruf b mengatur pembayaran untuk barang yang karena sifatnya dapat dilakukan pembayaran terlebih dahulu, dapat dibayarkan dengan syarat penyedia menyerahkan surat jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan. Contoh barang demikian antara lain dicantumkan dalam penjelasan pasal 89 ayat (4) huruf b seperti sewa menyewa, jasa asuransi dan/atau pengambil alih risiko, kontrak penyelenggaraan beasiswa, belanja online, atau jasa penasihat hukum.

C. Catatan Atas Peraturan Peraturan Presiden nomor 4 tahun 2015 dimaksudkan untuk memberi berbagai kemudahan dalam pengadaan barang/jasa khususnya pemanfaatan teknologi informasi terkait pelaksanaan E-Tendering dan E-Purchasing. Namun demikian ternyata perubahan tersebut tidak luput dari kekurangan dan terdapat beberapa perubahan yang berpotensi menimbulkan permasalahan. Pasal-pasal yang mengandung masalah tersebut antara lain: 1. Pasal 1 angka (9) dan pasal 17 ayat (2) huruf h Pasal 1 ayat (9) Perpres nomor 4 tahun 2015 memberi tugas tambahan kepada Pejabat Pengadaan untuk melaksanakan Penunjukan langsung dan E-Procurement. Selanjutnya melalui pasal 17 ayat ayat (2) huruf h Perpres nomor 4 tahun 2015 kepada Pejabat Pengadaan diberikan wewenang untuk menetapkan penyedia yang dilakukan dengan cara Pengadaan Langsung atau Penunjukan Langsung untuk pengadaan barang/pekerjaan kontruksi/jasa lainnya dengan nilai paling tinggi Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan untuk pengadaan jasa konsultansi dengan niai paling tinggi Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Ketentuan sebelumnya sebagaimana dalam: a. Perpres nomor 70 tahun 2012, pasal 1 angka (9), Pejabat Pengadaan hanya mempunyai tugas sebagai pelaksana pengadaan yang dilakukan dengan cara Pengadaan Langsung. b. Perpres nomor 70 tahun 2012 pasal 39 ayat (1), Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). c. Perpres nomor 54 tahun 2010 pasal 45 ayat (1), Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap pengadaan Jasa Konsultansi yang memiliki karakteristik sebagai berikut: - Merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I - Bernilai paling tinggi Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) Mengingat bahwa cara Pengadaan Langsung jauh lebih sederhana dari pada cara Penunjukan Langsung, apakah mungkin ada pengadaan barang/pekerjaan kontruksi/jasa lainnya dengan nilai paling tinggi Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan pengadaan jasa konsultansi dengan nilai paling tinggi Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) yang harus dilakukan dengan Penunjukan Langsung. Untuk pengadaan barang/pekerjaan kontruksi/jasa lainnya dengan nilai paling tinggi Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) cara pengadaan yang dipilih oleh Pejabat Pengadaan sudah pasti cara Pengadaan Langsung. Demikian juga untuk pengadaan jasa konsultansi dengan nilai paling tinggi Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). 2. Pasal 109 ayat (2)

Pasal 109 ayat (2) berbunyi para pihak yang terlibat dalam E-Tendering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah PPK, ULP/Pejabat Pengadaan, dan Penyedia barang/jasa. Pasal ini mamasukkan Pejabat Pengadaan dalam pihak yang terlibat dalam E- Tendering. Dalam konteks pengadaan barang/jasa kata tender tidak lain dari proses pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan cara lelang/seleksi. Elektronik tendering adalah pelelangan/seleksi yang dilakukan secara elektronik. Saat ini pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan cara tender harus menggunakan System Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) yang dikembangkan oleh LKPP. Pejabat pengadaan hanya berperan dalam pengadaan yang dilaksanakan dengan cara Pengadaan Langsung dan E-Purchasing tanpa melaui proses tender. Sedangkan E- Tendering dilaksanakan oleh Pokja ULP. 3. Pasal 109 ayat (7) Pasal 109 ayat (7) berbunyi: Dalam pelaksanaan E-Tendering dilakukan sengan ketentuan sebagai berikut: a. Tidak diperlukan jaminan penawaran; b. Tidak diperlukan sanggahan kualifikasi; c. Apabila penawaran yang masuk kurang dari 3 (tiga) peserta, pemilihan penyedia dilanjutkan dengan dilakukan negosiasi teknis dan harga/biaya; d. Tidak diperlukan sanggahan banding; e. Untuk pemilihan penyedia jasa konsultansi: 1) Daftar pendek berjumlah 3 (tiga) sampai 5 (lima) penyedia jasa konsultansi; 2) Seleksi sederhana dilakukan dengan metode pascakualifikasi. Penggunaan kata tidak diperlukan pada pasal 109 ayat (7) huruf b, dan huruf d menurut hemat penulis adalah kurang tepat. Kata tersebut seharusnya diganti dengan kata tidak dibolehkan. Dalam konteks ketentuan tentang E-Tendering kata diperlukan dan dibolehkan memiliki arti yang berbeda. Kalimat tidak diperlukan sanggahan kualifikasi (pasal 109 ayat (7) huruf b) menunjukkan bahwa sanggahan kualifikasi sebenarnya suatu yang dikehendaki tetapi ketiadaan sanggahan tersebut tidak menyebabkan proses E-Tendering menjadi tidak sah. Dengan rumusan demikian berarti: Peserta dibolehkan mengajukan sanggahan kualifikasi. Jika tidak ada peserta yang mengajukan sanggahan kualifikasi proses lelang/seleksi tetap sah. Demikian juga kalimat tidak diperlukan sanggahan banding (pasal 109 ayat (7) huruf d) menunjukkan bahwa sanggahan banding sebenarnya suatu yang dikehendaki tetapi ketiadaan sanggahan tersebut tidak menyebabkan proses E- Tendering menjadi tidak sah. Dengan rumusan yang terdapat dalam pasal 109 ayat (7) tersebut berarti:

Peserta dibolehkan mengajukan sanggahan kualifikasi. Peserta dibolehkan mengajukan sanghanan banding. Jika tidak ada peserta yang mengajukan sanggahan kualifikasi proses lelang/seleksi tetap sah. Jika tidak ada peserta yang mengajukan sanggahan banding proses lelang/seleksi tetap sah. Dalam proses E-Tendering, sanggahan bukan saja tidak diperlukan tetapi harus dihindari karena adanya sanggahan menunjukkan bahwa peserta lelang/seleksi tidak puas atas keputusan Pokja ULP. Adanya sanggahan jelas akan menghambat proses lelang/seleksi. Bahkan tidak jarang sanggahan menjadi titik awal dari lahirnya kekisruhan dan dapat berbuntut panjang. Memperhatikan bahwa lahirnya Perpres nomor 4 tahun 2015 ini dilandasi pertimbangan perlunya inovasi dalam pengadaan barang/jasa, penulis berkeyakinan bahwa pemerintah sebenarnya menginginkan agar proses tender berlangsung lebih sederhana dan cepat dengan tidak memberi peluang kepada peserta untuk mengajukan sanggahan kualifikasi dan sanggahan banding. Karena itu penggunaan kata tidak diperlukan dalam pasal 109 ayat (7) huruf b dan huruf d tersebut merupakan suatu kesalahan. Daftar Pustaka: 1. Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 2. Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 3. Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Kedua atas Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 4. Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 tentang Keempat atas Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 5. Peraturan Kepala LKPP nomor 14 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 20121 tentang Kedua atas Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 6. Peraturan Kepala LKPP nomor 18 tahun 2012 tentang E-Tendering.