MONITORING REALISASI APBD 2009

dokumen-dokumen yang mirip
MONITORING REALISASI APBD 2011 TRIWULAN I

Laporan Realisasi Triwulan II APBD TA Summary

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Ratarata % Dalam milyar rupiah. Jenis Pendapatan

Referensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Tabel 2. Persentase Sumber Pendapatan Daerah

KONDISI PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

PELAPORAN DATA REALISASI PENDAPATAN, BELANJA, DAN PEMBIAYAAN YANG BERSUMBER DARI DANA TRANSFER

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

2015, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal Daerah yang selanjutnya disebut Kapasitas Fiskal adalah g

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PMK.07/2015 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 160.2/PMK.07/2008 TENTANG

2016, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah

Monitoring Realisasi APBD Triwulan I

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN TRIWULAN III

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 SEMESTER I

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

Pendapatan dan Belanja Daerah (Nasional)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

KABUPATEN JEMBRANA RINCIAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN 2013

224/PMK.07/2008 PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH

TENTANG MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Aceh terletak Antara , ,6 LU dan. belahan dunia Timur dan Barat sehingga memiliki potensi pendapatan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 66/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN ANGGARAN 2010

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 152 /PMK.07/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 127/PMK.07/2006 TENTANG

Keuangan Kabupaten Karanganyar

DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT EVALUASI PENDANAAN DAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH SUBDIT DATA KEUANGAN DAERAH

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 131.1/PMK.07/2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB IV GAMBARAN UMUM

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 17/PMK.07/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis rasio ketergantungan keuangan daerah, simpulan yang

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG

2011, No Memperhatikan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nom

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 101 /PMK.02 / 2006 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 226/PMK.07/2008 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM TAHUN ANGGARAN 2008

Disusun Oleh : NPM : Pembimbing : Dr. Emmy Indrayani

Daftar Isi. DAFTAR ISI...iii. EXECUTIVE SUMMARY... v. KATA PENGANTAR... ix

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 101/PMK.07/2013 TENTANG

ANALISIS APBD I. PENDAPATAN DAERAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 40 / PMK.07 / 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/PMK.07/2014

Deskripsi dan Analisis APBD 2010 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 063 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

KATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.122, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. DBH. SDA Pertambangan Panas Bumi. Perkiraan.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

39/PMK.07/2011 PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN PANAS BUMI TAHUN ANGG

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

Struktur P-APBD TA. 2014

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 061 TAHUN 2016 TENTANG

Revenue & Expenditure

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

Jumlah (Rp) Bertambah/(berkurang) DASAR HUKUM. sebelum perubahan. setelah perubahan. (Rp)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang A

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 (Lembaran Negara Republik Indon

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

PROYEKSI/TARGET PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA B A D A N P E N G E L O L A K E U A N G A N D A N A S E T D A E R A H

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 023 TAHUN 2016 TENTANG

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia telah memulai babak baru dalam kehidupan bermasyarakat sejak

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 024 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 024 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 043 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2012 T E N T A N G PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

PECAPP. Revenue & Expenditure. Pengenalan tentang Keuangan Daerah. Syukriy Abdullah

Transkripsi:

MONITORING REALISASI APBD 2009 Triwulan III (s/d 30 September 2009) SUMMARY Realisasi kumulatif pendapatan daerah sampai dengan akhir triwulan III mencapai 73,38%, realisasi tertinggi adalah realisasi pendapatan pemerintah daerah kabupaten yang mencapai 74,04%. Tingginya realisasi pendapatan daerah kabupaten terutama didorong oleh tingginya realisasi dana perimbangan yang mencapai 75,45% Realisasi kumulatif belanja daerah sampai dengan akhir triwulan III mencapai 55,42%, realiasi tertinggi adalah realisasi belanja pemerintah daerah kabupaten yang mencapai 58,01%. Realisasi belanja daerah masih didominasi oleh realisasi belanja pegawai yang mencapai kisaran 65%. Tren (triwulan I, semester I dan triwulan III) realisasi pendapatan daerah lebih tinggi dibandingkan dengan tren realisasi belanja daerah. Tren realisasi pendapatan daerah kabupaten dan kota memiliki pola yang sama dimana PAD dan dana perimbangan mempunyai persentase realisasi yang relatif sama, sedangkan untuk daerah provinsi realisasi pendapatan PAD lebih tinggi dari dana perimbangan. Tren realisasi belanja daerah provinsi, kabupaten dan kota mempunyai kecenderungan yang hampir sama, dimana tren realisasi belanja pegawai adalah yang tertinggi diikuti oleh tren realiasasi belanja barang dan jasa, dan yang terendah adalah tren realisasi belanja modal. 1

A. Anggaran 2009 APBD Tahun 2009 terdiri dari 33 Provinsi, 386 Kabupaten dan 91 Kota. Total Pendapatan Daerah adalah Rp381,6 triliun, sementara Total Belanja Daerah Rp429,6 triliun. Mata Anggaran ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2009 (Juta Rupiah) Jumlah Anggaran Prop,Kab,Kota Provinsi Kabupaten Kota Pendapatan 381,617,028 95,914,448 232,046,941 53,655,639 Pendapatan Asli Daerah 62,750,933 42,506,578 13,901,588 6,342,768 Dana Perimbangan 284,979,161 43,633,341 199,756,067 41,589,754 Lain lain Pendapatan yang Sah 33,886,933 9,774,530 24,112,403 18,389,286 Belanja 429,580,490 105,595,353 261,340,247 62,644,890 Pegawai 180,439,136 27,173,001 122,656,643 30,609,492 Barang dan jasa 79,600,076 24,464,436 43,127,785 12,007,855 Modal 114,598,429 25,804,178 72,681,894 16,112,357 Lain lain 54,942,849 28,153,738 22,873,926 3,915,185 2

B. Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah I. Realisasi Kumulatif Pendapatan dan Belanja Daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) Realisasi kumulatif pendapatan dan belanja daerah pada triwulan III dapat dilihat dalam grafik dibawah ini, dimana dalam grafik tersebut realisasi dirinci menurut jenis pendapatan dan belanja. Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja 10 8 6 4 2 80.03% 74.91% 73.38% 52.1 PAD DAPER lain lain Total 8 6 4 2 68.68% Pegawai 48.07% Barang & Jasa 36.44% Modal 55.42% total Realisasi kumulatif pendapatan daerah adalah sebesar 73,38% dengan rincian realisasi tertinggi adalah PAD sebesar 80,03% dan terendah adalah realisasi lain lain pendapatan daerah yang sah yaitu sebesar 52,1, sedangkan realisasi dana perimbangan sebesar 74,91%. Untuk dana perimbangan realisasi tertinggi adalah Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 82,28%, Dana Bagi Hasil (DBH) 59,51% dan yang terendah adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 48,89%. Rendahnya realisasi lain lain pendapatan daerah yang sah disebabkan karena Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Dana Penyesuaian dan Otsus yang merupakan sumber penerimaan terbesar baru mencapai 50,1. Realisasi kumulatif belanja daerah sampai triwulan III baru sebesar 55,42%. Rendahnya realisasi kumulatif belanja daerah disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja modal yang hanya mencapai 36,44%, demikian juga belanja barang dan jasa yang hanya mencapai 48,07%. Sementara itu realisasi belanja pegawai juga masih dibawah target yaitu hanya mencapai 68,68% sampai dengan akhir September 2009. 3

II. Realisasi Pendapatan Daerah per Tingkat Pemerintahan (Provinsi, Kabupaten, Kota) Secara terpisah realisasi pendapatan provinsi, kabupaten, kota dapat dilihat dalam grafik dibawah ini. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 87.23% Realisasi Pendapatan Per Daerah 74.04% 74.0 75.45% 70.51% 71.91% 70.09% 75.17% 72.34% 56.85% 44.62% 53.9 PAD DAPER lain lain Total Provinsi Kab Kota Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa realisasi pendapatan tertinggi adalah realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten yaitu sebesar 74,04% meskipun perbedaan dengan realisasi provinsi dan kota tidak terlalu jauh. Karakteristik pendapatan antara provinsi dengan kabupaten/kota pada dasarnya sedikit berbeda. Untuk provinsi kontribusi antara PAD dengan Dana Perimbangan hampir sama sementara untuk kabupaten/kota sangat didominasi oleh dana perimbangan. Realisasi pendapatan provinsi sampai dengan triwulan III lebih banyak didorong oleh tingginya realisasi PAD yang mencapai 87,23%. Sementara itu untuk realisasi pendapatan kabupaten/kota terutama didorong oleh tingginya realisasi dana perimbangan yang mencapai kisaran 75%. 4

III. Realisasi Belanja Daerah per Tingkat Pemerintahan (Provinsi, Kabupaten, Kota) 8 7 6 5 4 3 2 1 Realisasi Belanja Per Daerah 69.8 67.85% 58.01% 60.87% 48.85% 54.7 48.76% 45.55% 47.09% 37.73% 35.28% 33.47% Pegawai Barang & Jasa Modal total Provinsi Kab Kota Sama halnya dengan realisasi pendapatan daerah, realisasi belanja daerah yang tertinggi adalah realisasi belanja pemerintah kabupaten dengan realisasi sebesar 58,01% dan terendah adalah realisasi belanja pemerintah provinsi sebesar 47,09%. Apabila dilihat realisasi per jenis belanja pada tiap tingkatan pemerintahan pada dasarnya menunjukkan kecenderungan yang hampir sama. Realisasi belanja pegawai adalah yang tertinggi hingga mencapai kisaran 65% diikuti oleh belanja barang dan jasa pada kisaran 45%. Sementara itu, belanja modal realiasasinya paling rendah yaitu baru mencapai kisaran 35%. Untuk belanja modal dan belanja barang dan jasa realisasinya relatif rendah karena harus melalui proses tender yang memerlukan waktu cukup panjang dalam implementasinya. Sedangkan belanja pegawai cenderung lebih besar karena belanja pegawai adalah belanja rutin yang harus dikeluarkan tiap bulan. C. Tren Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Tren realisasi pendapatan dan belanja daerah dibawah ini dibentuk dari daerah daerah yang mengumpulkan/menyampaikan data realisasi triwulanan APBD (triwulan I, Semester I dan triwulan III) secara berturut turut yang meliputi 5 provinsi, 69 Kabupaten dan 23 kota. Secara 5

terpisah tren pendapatan dan belanja daerah per tingkat pemerintahan dapat dilihat sebagai berikut : I. Tren Pendapatan Daerah 8 6 4 27.24% 26.72% 2 3.53% Kabupaten 52.61% 50.71% 32.04% 72.75% 71.82% 58.96% PAD DAPER Lain2 10 5 Kota 77.01% 49.81% 76.04% 28.05% 49.95% 59.83% 19.7 28.51% 3.53% Triw I PAD Triw II DAPER Triw III Lain2 12 10 8 6 4 2 Provinsi 101.23% 77.47% 65.55% 30.01% 46.56% 41.43% 22.4 19.28% 0.23% PAD DAPER Lain2 Tren realisasi pendapatan daerah kabupaten dan kota mempunyai pola yang hampir sama dimana PAD dan dana perimbangan triwulan I berkisar 25%, semester I berkisar 5 dan triwulan III berkisar 75%. Tren realisasi lain lain pendapatan yang sah untuk kabupaten dan kota mempunyai pola yang hampir sama dengan PAD dan dana perimbangan namun dengan angka realisasi yang lebih rendah. Tren realisasi pendapatan daerah provinsi mempunyai pola yang sedikit berbeda dengan kabupaten dan kota, dimana tren realisasi PAD lebih besar dibandingkan dengan dana perimbangan. Realisasi PAD provinsi selalu jauh lebih besar dibanding dengan target triwulanan, bahkan pada triwulan III telah melampaui 10 (dari kelima provinsi pembentuk tren satu daerah realisasinya telah melebihi 10 yaitu Provinsi Jawa Timur, tiga daerah realisasinya telah 6

melebihi 75% yaitu Provinsi Bali, Gorontalo dan Kalimantan Barat, dan satu daerah realisasinya lebih rendah dari 5 yaitu Provinsi Papua Barat). II. Tren Belanja Daerah 8 6 4 2 Kabupaten 72.23% 47.62% 50.88% 18.12% 27.31% 41.08% 7.8 2.09% 14.09% Pegawai Brng&Jasa Modal 8 6 4 2 Kota 67.1 44.55% 54.0 17.46% 31.47% 35.06% 10.23% 2.26% 12.42% Pegawai Brng&Jasa Modal 7 6 5 4 3 2 1 Prov 61.32% 49.64% 37.64% 14.81% 23.55% 40.09% 5.37% 16.84% 1.68% Pegawai Brng&Jasa Modal Tren realisasi belanja daerah provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pola yang hampir sama dimana realisasi belanja pegawai selalu tertinggi disetiap triwulan diikuti oleh realisasi belanja barang dan jasa, dan yang terendah adalah realisasi belanja modal. Tren realisasi belanja pegawai di tingkat pemerintah kabupaten relatif lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tren realisasi belanja pegawai di tingkat provinsi dan kota. Sementara itu untuk tren realisasi belanja barang dan jasa ditingkat pemerintah kota relatif lebih tinggi dibanding dengan tren realisasi belanja barang dan jasa di tingkat provinsi dan kabupaten. Sedangkan untuk tren realisasi belanja modal mempunyai kecenderungan yang hampir sama pada semua tingkat pemerintahan yang relatif masih rendah sampai dengan akhir triwulan III (30 September 2009). 7

Lampiran Konsep APBD : APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Metodologi Realisasi triwulan APBD didasarkan pada data realisasi triwulanan APBD yang dikirimkan oleh daerah kepada Departemen Keuangan. Cut off waktu penyampaian data dari daerah kepada Departemen Keuangan adalah sejak akhir waktu triwulanan yang bersangkutan sampai dengan 45 hari berikutnya. Laporan realisasi triwulan III APBD secara nasional disajikan dalam bentuk persentase terhadap anggaran, yang didasarkan pada data yang masuk dalam waktu penyampaian tersebut di atas. Laporan realisasi disusun laporannya apabila paling tidak mewakili 3 jumlah daerah dan 3 volume APBD secara nasional. Laporan realisasi yang merupakan persentase terhadap anggaran adalah persentase atas total data (bukan rata rata). Contoh: data yang masuk adalah 150 daerah, maka Persentase Realisasi Belanja adalah Total Realisasi Belanja dari 150 Daerah dibagi dengan Total Anggaran dari 150 daerah yang bersangkutan. Laporan realisasi triwulanan APBD disajikan dalam tiga kelompok, yaitu (i) APBD Provinsi yang berarti hanya APBD Pemerintah Provinsi; (ii) APBD Kota yang berarti hanya APBD Pemerintah Kota; dan (iii) APBD Kabupaten yang berarti hanya APBD Pemerintah Kabupaten Khusus untuk Triwulan III 2009, laporan didasarkan pada data: APBD Provinsi/Kota/Kabupaten: APBD 236 Daerah (46,27 % jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 44,73 % dari volume (belanja) APBD 2009. APBD Provinsi : APBD 14 Provinsi ( 42,42% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 33,60 % dari volume (belanja) APBD 2009. APBD Kota : APBD 46 Kota (50,55% jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 52,96% dari volume (belanja) APBD 2009. APBD Kabupaten : APBD 176 Kabupaten (45,6 jumlah daerah) dan ekuivalen dengan 47,26% dari volume (belanja) APBD 2009. Tren realisasi pendapatan dan belanja daerah dibentuk dari daerah mengumpulkan/menyampaikan data realisasi triwulanan APBD (triwulan I, Semester I dan triwulan III) secara berturut turut yang meliputi lima provinsi, 69 Kabupaten dan 23 kota 8