BAB I PENDAHULUAN. Perubahan lingkungan yang tercermin dalam globalisasi pasar,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. definisi industri kecil tersebut antara lain: tanah dan bangunan tempat usaha. c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI)

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan industri merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan. pembangunan dalam melaksanakan ketetapan Garis-Garis Besar Haluan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

I. PENDAHULUAN. Skala Usaha UK UM UB Jumlah (Unit/%) /99, /0, /0,01 Kesempatan kerja (%) 88,92 10,54 0,54 Nilai tambah

MEMILIH USAHA KECIL DAN PENGEMBANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN. jatuhnya perekonomian nasional. Sehingga banyak usaha-usaha berskala besar

BAB I PENDAHULUAN. bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan bangsa Indonesia ke depan sangat tergantung pada kualitas sumber

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulyadi, 2014 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensinya dalam membantu tumbuh kembangnya perekonomian masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan suatu isu yang

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

Hubungan antara upah, motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan pada PT. Pilar Kekar Plasindo Surakarta tahun

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN. Indonesia dan sembilan negara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.

BAB I PENDAHULUAN. parah bagi perekonomian nasional. Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian. karena sektor ini akan banyak menyerap tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu. sebuah usaha bisa tumbuh menjadi besar.

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB I PENDAHULUAN. baik yang berskala kecil, menengah, dan besar yang diharapkan untuk bisa maju

BAB I PENDAHULUAN. banyak pengetahuan yang dimiliki oleh stakeholder dari sebuah perusahaan,

PENDAHULUAN. Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki kontribusi yang cukup. penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap bertahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan UMKM di Indonesia dilihat dari tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh bangsa

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. satu usaha untuk meningkatkan pembangunan ekonomi adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN an dimana terjadi krisis ekonomi. UKM (Usaha Kecil dan Menengah) demikian UKM tidak dapat dipandang sebelah mata.

BAB I PENDAHULUAN. keluar untuk mengatasi masalah perekonomian di Indonesia. UMKM di. ditampung sehingga tingkat pengangguran semakin berkurang.

KREDIT UNTUK USAHA KECIL: PROFIL, MASALAH DAN STRATEGI PEMBIAYAAN. /

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Menengah) di Indonesia sangat penting dan strategis. UMKM telah lama diyakini

EVALUASI PERTUMBUHAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI SURAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan yang dimiliki oleh wanita dapat diketahui potensial pasar yang cukup

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah perusahaan yang didirikan dan. mengelola BUMD Sebagaimana yang diamanatkan dalam GBHN 1999 dan

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. hasil produksi dari industri garmen,seperti celana, kemeja, jaket dan sweater.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. berkembang seperti di Indonesia, tetapi juga di negara-negara yang sudah

10Pilihan Stategi Industrialisasi

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi nasianal. Pada saat krisis ekonomi, usaha kecil menengah mampu

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum keberadaan usaha kecil menengah (UKM) di negara-negara

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Kecil Menengah (UKM) sangat berperan penting dalam

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan

PENGELOMPOKAN INDUSTRI PAKAIAN JADI DI KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dengan cara menghasilkan dan memberdayakan kemampuan berkreasi

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah mudah bagi suatu perusahaan untuk dapat bertahan bahkan berkembang.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POTENSI PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL Kasus Industri Kecil Mebel Kayu di Pekanbaru

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan lingkungan yang tercermin dalam globalisasi pasar, perkembangan teknologi yang sangat pesat, perubahan demografi dan perubahan sosial budaya telah menyebabkan perubahan yang nyata dan mempengaruhi kemampuan suatu perusahaan untuk bersaing bukan hanya untuk mempertahankan diri. Perubahan ini juga ditandai dengan semakin banyaknya pihak yang beralih ke dunia usaha dengan alasan semakin sedikitnya lapangan kerja akibat transformasi teknologi. Dari waktu ke waktu sektor usaha terutama usaha kecil dan menengah juga mengalami perubahan dan perkembangan. Perjalanan ekonomi Indonesia selama empat tahun dilanda krisis 1997-2001 memberikan perkembangan yang menarik mengenai posisi usaha kecil yang secara relatif menjadi semakin besar sumbangannya terhadap pembentukan PDB. Hal ini seolah-olah mengesankan bahwa kedudukan usaha kecil di Indonesia semakin kokoh. Kesimpulan ini pada saat itu memang memperkuat kesadaran baru akan posisi penting pembangunan UKM di tanah air. Namun barangkali perlu dikaji lebih mendalam agar tidak menyesatkan kita dalam merumuskan strategi pengembangan dalam persfektif jangka waktu yang panjang. Dari segi kuantitatif jumlah unit usaha UKM pada tahun 2008 adalah sebesar 51,2 juta naik 2,81 persen terhadap tahun sebelumnya sebanyak 49,8 juta, sementara jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor UKM pada tahun yang sama 1

sebesar 91,8 juta pekerja yang ternyata lebih rendah 337.332 pekerja dibandingkan tahun 2007 sebanyak 91,4 juta pekerja. Pendekatan baru dalam pembinaan dan pengembangan UKM perlu dikembangkan mengingat peran UKM dalam perekonomian nasional sangat signifikan baik dari segi penyerapan tenaga kerja, penyerapan modal, intensitas penyerapan sumber daya yang sangat tinggi, serta sumbangan terhadap PDB yang secara keseluruhan mampu mendongak perekonomian nasional. Kemampuan usaha kecil menyerap lebih dari 60 persen dari total tenaga kerja yang ada, menunjukan bahwa usaha kecil merupakan sektor yang dapat diandalkan untuk menuntaskan persoalan ketenagakerjaan yang selalu mencuat dan menjadi isu sosial dari tahun ke tahun. Perhatian dan upaya untuk menjaga tumbuh kembang usaha harus menjadi kepentingan dan komitmen semua pihak yang terkait di dalamnya. Akan tetapi, walau begitu upaya pemerintah pusat dan daerah sebagai tonggak utama untuk memberdayakan pelaku ekonomi masih sangat kecil. Faktanya masih banyak usaha kecil yang masih mengandalkan kemampuan pribadi untuk mempertahan kan usahanya padahal peran mereka dalam perekonomian sangatlah besar. Dalam konstelasi demikian, perhatian untuk menumbuhkan dan mengembangkan usaha/industri kecil setidaknya dilandasi oleh tiga alasan: Pertama, usaha/industri kecil menyerap banyak tenaga kerja. Kecenderungan tersebut umumnya membuat usaha/industri kecil juga intensif dalam menggunakan sumber daya alam lokal. Apalagi karena lokasinya banyak di pedesaan, pertumbuhan usaha/industri kecil akan menumbuhkan dampak positif 2

peningkatan jumlah penyerap tenaga kerja, pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan, dan pembangunan ekonomi di pedesaan. Kedua, usaha/industri kecil memegang peranan penting dalam ekspor nonmigas.ketiga, adanya urgensi untuk merubah struktur dunia usaha nasional dari bentuk piramida menjadi struktur ekonomi yang berbentuk gunungan. Struktur dunia usaha yang berbentuk piramida menggambarkan pada puncak piramida dipegang oleh usaha skala besar, dengan ciri-ciri: beroperasi dalam struktur pasar quasi monopoli-oligopolistik, hambatan masuk tinggi (barrier to entry), menikmati marjin keuntungan yang super tinggi dan akumulasi modal cepat. Sementara pada dasar piramida didominasi oleh usaha skala menengah dan kecil yang beroperasi dalam iklim yang sangat kompetitif, hambatan masuk rendah, marjin keuntungan rendah, dan tingkat drop-out tinggi. Muncul dan berkembangnya berbagai macam usaha kecil ini merupakan gambaran, bahwa tumbuh-berkembangnya suatu usaha ekonomi tidaklah disebabkan semata-mata oleh ada tidaknya suatu kebijakan atau program ekonomi atau usaha oleh pemerintah. Penentu utama muncul atau berkembangnya suatu kegiatan ekonomi berhubungan dengan faktor-faktor ekonomi, sosial, politik dan budaya yang kemudian memberi pengaruh pada kinerja usaha. Kebijakan pemerintah hanya akan memperkecil atau memperbesar pengaruh masing masing faktor tersebut. Di Indonesia khususnya daerah pulau Jawa, UKM memiliki peran lebih tinggi terhadap perekonomian, sebagian besar permintaan atau konsumen datang dari luar Pulau Jawa, hal tersebut membuktikan bahwa UKM produktif terpusat 3

dan berkembang di daerah ini. Peran serta UKM dalam perekonomian khususnya di daerah Jawa Barat dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel 1.1 Perkembangan Industri Jawa Barat Tahun 2006-2008 Uraian Satuan 2006 2007 2008 Unit Usaha 1.Industri Kecil&Menengah Unit 190,523 191,659 192,140 Tenaga Kerja 1.Industri Kecil&Menengah Orang 1,989,521 2,013,202 2,032,956 Investasi 1.Industri Kecil&Menengah Rp.Juta 1,592,465 1,730,949 1,731,958 Sumber : Website Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa jumlah industri di Jawa Barat khususnya industri kecil menengah meningkat hampir tiap tahunnya. Misalnya dalam unit usaha yang semula berjumlah 191,659 unit pada tahun 2007, pada tahun 2008 meningkat sebanyak hampir 1000 unit menjadi 192,140. Peningkatan tersebut mencerminkan bahwa permintaan masyarakat akan produk UKM semakin bertambah. Pertambahan jumlah usaha atau industri memang meningkat per tahunnya, namun hal tersebut tidak didukung dengan laju pertumbuhan usaha itu sendiri sedangkan kegiatan usaha kecil menyangkut kehidupan masyarakat banyak. Kondisi tersebut belum mencerminkan potensi dan arti penting yang dikandungnya. Bahwa ketika menjalankan usaha berarti perlu kemampuan atau keterampilan agar usaha tersebut bertahan dan bahkan mengalami peningkatan. Penurunan tersebut diduga karena beberapa dari mereka mengalami kegagalan disebabkan semakin ketatnya persaingan. Dapat dikatakan bahwa jika pengusaha 4

tersebut mampu bertahan dalam persaingan berarti pengusaha tersebut dengan cermat menggunakan kemampuan dan bakat usahanya. Daerah Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung dipilih sebagai objek penelitian karena sebagian besar usaha kecil atau usaha konveksi tersebar dan berkembang di daerah ini. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kecamatan Soreang tahun 2008 bahwa dari sebanyak 11.982 UKM hampir kurang lebih 370 unit usaha konveksi berkembang di Kecamatan Soreang. Jumlah ini pun meningkat hampir setiap tahunnya. Dengan jumlah yang ada saat ini maka diperlukan sebuah pembinaan atau pengelolaan baik dari pemilik usaha maupun atas bantuan dari pemerintah. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah: Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang 5

terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil. Secara garis besar, tantangan yang dihadapi pengusaha kecil dapat dibagi dalam dua kategori: Pertama, bagi pengusaha kecil dengan omset kecil umumnya tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Bagi mereka, umumnya asal dapat berjualan dengan aman sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan modal yang besar untuk ekspansi produksi; biasanya modal yang diperlukan sekedar membantu kelancaran cashflow saja. Kedua, bagi pengusaha kecil dengan omset besar tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai memikirkan untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil UGM, urutan prioritas permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha kecil adalah: (1) Masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. (2) Masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman baik dari bank maupun modal ventura karena kebanyakan pengusaha kecil mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi. (3) Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin ketat. 6

(4) Masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah. (5) Masalah memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkulaitas rendah, dan tingginya harga bahan baku. (6) Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar ekspor karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti. (7) Masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil. Industri konveksi di Kecamatan Soreang bermulai sekitar tahun 70-an, akan tetapi pada waktu itu jumlah pengusaha masih sangat sedikit. Industri ini mengalami perkembangan yang ditandai dengan bertambahnya jumlah ukm konveksi yang mencapai ratusan unit. Selain itu, barang yang diproduksi pun semakin beragam misalnya jaket, pakaian muslim, kemeja, mukena, dsb. Pada tahun 1990-an pemasaran industri konveksi daerah ini mulai merambah ke pasar nasional. Kepemilikan usaha ini sebagian besar dilakukan secara turun-temurun, akan tetapi tidak sedikit pemilik konveksi yang memulai usahanya dari nol. Sama halnya dengan usaha kecil pada umumnya, pengusaha atau industri di Kabupaten Bandung khususnya di Kecamatan Soreang juga dihadapkan pada berbagai kendala. Berdasarkan hasil observasi bahwa kendala yang dihadapi pada dasarnya meliputi sulitnya pengembangan usaha dikarenakan kurangnya informasi mengenai perkembangan dan perubahan lingkungan usaha, kebanyakan pengusaha di daerah ini juga hanya mengandalkan faktor insting dan 7

keberuntungan dalam menjalankan usahanya, sehingga ketika usaha berkembang dan persaingan semakin ketat, tidak ada pembinaan khusus atau kemampuan lebih untuk menghadapinya. Pada umumnya para pengusaha juga kurang mampu membaca dan mengakses peluang-peluang pasar yang potensial dan memiliki prospek yang cerah. Akibatnya pemasaran produk cenderung statis dan monoton. Baik dilihat dari segi diversifikasi produk, kualitas maupun pasar. Hal ini terjadi karena pengetahuan dan keterampilan pengusaha masih lemah, ditambah akses terhadap informasi pasar yang juga kurang, serta kelembagaan pendukung belum berperan maksimal khususnya dalam hal membantu pemasaran. Dalam konteks ini, lembaga pendukung, misalnya asosiasi atau instansi terkait, seharusnya mampu menjembatani dalam pemasaran produk usaha kecil. Selain itu permasalahan internal yang dimiliki oleh perusahaan yang umumnya dijalankan secara tradisional juga menjadi salah satu hambatan dalam jalannya usaha misalnya ketika teknologi yang digunakan masih sangat sederhana, kekurangan permodalan, akses pasar yang terbatas, ataupun kelemahan dalam pengelolaan usaha. Masih belum optimalnya kemampuan dan strategi pengusaha kecil dalam menghadapi pesaing dan mengantisipasi pesaing baru yang mungkin muncul, tidak semata-mata disebabkan karena pengetahuan pengusaha kecil yang masih kurang atau kriteria produk yang kurang memadai. Melainkan juga karena adanya kekuatan lain yang memang sulit ditembus oleh pengusaha kecil. Kekuatan lain ini seringkali dimiliki oleh pengusaha-pengusaha besar yang tertarik untuk 8

merambah segmen pasar yang biasa diisi oleh pengusaha kecil. Bahkan tidak jarang dalam menghadapi persaingan pasar tersebut menggunakan cara-cara bisnis yang kurang lazim sehingga persaingan menjadi tidak berimbang dan tidak sehat. Karena kelemahan-kelemahan yang dimiliki usaha kecil tersebut, banyak diantaranya pengusaha yang mengalami kegagalan usaha ketika memulai usahanya bahkan untuk usaha yang sudah berjalah pun hanya mencoba untuk bertahan bukan dalam usaha untuk mencapai peningkatan atau perkembangan usaha. Salah satu indikator perkembangan UKM adalah dengan melihat pertumbuhan usaha. Pertumbuhan usaha sendiri dapat dilihat dari (Davidsson 2002; Shanmugam and Bhaduri, 2002): (1) pertumbuhan poduksi, (2) pertumbuhan penjualan, (3) pertumbuhan pendapatan, dan (4) pertumbuhan laba. Berdasarkan observasi lapangan dapat dibuktikan bahwa banyak usaha yang memiliki permasalahan. Adapun permasalahan yang terjadi saat ini adalah banyak usaha yang kekurangan modal karena seringkali keuntungan hanya menutupi sejumlah biaya yang telah dikeluarkan. Beberapa perusahaan pernah mengalami kegagalan proses produksi karena beberapa karyawan kurang kompeten dalam bidangnya. Permasalahan lain juga dibuktikan dengan penurunan jumlah omzet khususnya di sektor UKM dan tenaga kerja yang dialami sebagian pengusaha. Data tersebut dapat dilihat dari tabel berikut: 9

Tabel 1.2 Rata-rata Pertumbuhan UKM, Tenaga Kerja dan Omzet Pengusaha Konveksi 2006-2008 Uraian Satuan Pertumbuhan UKM Unit 5,46% Tenaga Kerja Orang 2,67% Omzet Rp./Tahun 0,90% Omzet/UKM Rp./Tahun/Unit -4,36% Omzet/Tenaga Kerja Rp./Tahun/Orang -5,34% Sumber : UKM sampel dipilih dari sentra-sentra unggulan.(data diolah) Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa ketika rata-rata unit UKM bertambah atau meningkat sebesar 5,46%, omzet usaha justru mengalami penurunan khususnya di sektor omzet UKM dan tenaga kerja masing-masing sebesar -4,36% dan -5,34%. Hal ini berarti bahwa banyaknya pengusaha belum mencerminkan bahwa masing-masing mengalami keberhasilan usaha. Dalam kondisi seperti itu, banyak pengusaha yang tetap bertahan dalam menjalankan usahanya guna memenuhi kebutuhan serta keinginan untuk mencapai keberhasilan. Mengingat bahwa tolak ukur keberhasilan tidak hanya dilihat dari pendapatan dan keuntungan yang besar, maka berhasil tidaknya suatu usaha tidak bergantung pada besar-kecilnya suatu usaha akan tetapi lebih kepada kemampuan pengusaha untuk menyikapi kendala dan permasalahan yang timbul dalam usahanya. Sebagian besar keberhasilan usaha, khususnya usaha kecil juga sangat ditentukan oleh faktor wirausaha. Keberhasilan usaha dapat dinilai ketika suatu perusahaan berhasil mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan organisasi. Kemampuan wirausaha untuk mempertahankan usahanya atau mencapai keberhasilan tidak lepas dari kompetensi atau kemampuan yang mereka miliki. 10

Teori dinamis yang dikemukakan oleh Schumpeter yang dikutif dari Elza Novianti (2007) membuktikan bahwa laba tinggi yang diperoleh pengusaha timbul karena kecakapan dan kemampuan pengusaha yang dinamis yaitu pengusaha yang mampu menghasilkan temuan baru sehingga dapat menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa yang baru untuk mengadakan perbaikan-perbaikan baru, berkat kecakapannya itu maka hasil penjualan jauh lebih tinggi dari biayabiaya, kelebihan ini merupakan laba wirausaha. Seperti yang dikemukan oleh Michael Harris (2000:19) yang dikutip dari Suryana (2006:5),...wirausaha yang sukses pada umumnya adalah mereka yang memiliki kompetensi, yaitu yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kulitas individual yang meliputi sikap, motivasi, nilai-nilai pribadi serta tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan / kegiatan. Berdasarkan urian di atas, penulis mencoba untuk mengkaji lebih lanjut permasalahan ini dengan mengadakan penelitian yang berjudul: Pengaruh Kompetensi Kewirausahaan terhadap Keberhasilan Usaha Pada Pengusaha Konveksi di Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1 Bagaimana kompetensi kewirausahaan pada pengusaha konveksi di Kecamatan Soreang. 2 Bagaimana tingkat keberhasilan usaha pada pengusaha konveksi di Kecamatan Soreang. 11

3 Bagaimana pengaruh kompetensi kewirausahaan terhadap keberhasilan usaha pada pengusaha konveksi di Kecamatan Soreang. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan pada pengusaha industri pakaian jadi di Kecamatan Soreang ini tujuan yang hendak dicapai adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana kompetensi kewirausahaan pada pengusaha konveksi di Kecamatan Soreang. 2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat keberhasilan usaha pada pengusaha konveksi di Kecamatan Soreang. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kompetensi kewirusahaan terhadap tingkat keberhasilan usaha pada pengusaha konveksi di Kecamatan Soreang. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dan akademis bagi beberapa pihak diantaranya: 1.4.1 Kegunaan Akademis Diharapkan hasil penelitian ini akan menambah khasanah kepustakaan dan bahan referensi bagi penelitian yang akan datang khususnya mengenai kompetensi kewirausahaan dan keberhasilan usaha. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1.Penulis 12

Penelitian ini berfungsi sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman agar dapat mengaplikasikan teori yang dimiliki untuk menganalisis fakta dan peristiwa yang terjadi secara ilmiah dan objektif sehigga dapat ditarik kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan khususnya mengenai kompetensi kewirausahaan dan keberhasilan usaha. 2. Pengusaha Diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi para pengusaha dalam pencapaian keberhasilan usaha serta mengevaluai masalah-masalah yang berkaitan dengan kompetensi kewirausahaan. 13