Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

dokumen-dokumen yang mirip
MODIFIKASI KOLEKTOR SURYA DENGAN TAMBAHAN PLAT SENG BERCAT HITAM UNTUK MENINGKATKAN SUHU AIR PEMBENIHAN IKAN. Oleh: F

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN. Oleh : DIDIK HANANTO F

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

METODOLOGI PENELITIAN

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

BAB III PERANCANGAN.

DESAIN SISTEM KONTROL PENGERING SURYA DAN HEATER

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALATIHAN SOAL BAB 9

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT PEMANAS AIR TENAGA SURYA SISTEM PIPA PANAS

METODOLOGI PENELITIAN

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN. Oleh : DIDIK HANANTO F

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING PISANG TENAGA SURYA DAN BIOMASSA (Bagian Pemanas)

ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP (UAS) TAHUN PELAJARAN Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Program : X Hari / Tanggal : Jumat / 1 Juni 2012

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV EVALUASI PROTOTIPE DAN PENGUJIAN PROTOTIPE

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

BAB III PEMBUATAN ALAT Tujuan Pembuatan Tujuan dari pembuatan alat ini yaitu untuk mewujudkan gagasan dan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi iklim yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Greenhouse atau yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis Energi Unit Total Exist

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA KOLEKTOR PEMANAS AIR TENAGA SURYA DENGAN TURBULENCE ENHANCER

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

Input ADC Output ADC IN

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

Disusun Oleh : REZA HIDAYATULLAH Pembimbing : Dedy Zulhidayat Noor, ST, MT, Ph.D.

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

DATA METEOROLOGI. 1. Umum 2. Temperatur 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan Udara 6. Penyinaran matahari 7. Radiasi Matahari

LAMPIRAN I. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

BAB II LANDASAN TEORI

PENINGKATAN KAPASITAS PEMANAS AIR KOLEKTOR PEMANAS AIR SURYA PLAT DATAR DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENYIMPAN KALOR

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang akan digunakan untuk mengkonversi tegangan menjadi suhu. Data suhu diambil dengan menggunakan Logger Thermo Recorder TR71S dan data tegangan diambil dengan Voltage Recorder VR-71. Data konversi diambil setiap 1 menit dengan suhu terendah adalah 18.8 C dan suhu tertinggi 76.7 C. Data konversi ditampilkan pada Gambar 6 dan 7 dibawah ini: suhu (C) 100 50 Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu y = 25.17x - 41.13 R² = 0.973 0 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 tegangan (volt) Gambar 7. Grafik perbandingan suhu terhadap tegangan (voltage) sensor 1. suhu (C) 100 Grafik tegangan (chanel 2) terhadap suhu 50 y = 23.57x - 35.03 R² = 0.973 0 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 tegangan (volt) Gambar 8. Grafik perbandingan suhu terhadap tegangan sensor 2. 18

Dari Gambar 7 diketahui bahwa untuk sensor 1, persamaan tredline yang digunakan adalah y = 25.17x 41.13 dengan koefisien determinasi (R 2 ) 97.3%. Sedangkan dari Gambar 8, persamaan yang digunakan untuk sensor 2 adalah y = 23.57x 35.03 dengan koefisien determinasi (R 2 ) 97.3%. Dengan koefisien determinasi yang tinggi yaitu 97.3%, maka kedua persamaan tersebut dapat digunakan untuk mengestimasi suhu melalui tegangan keluaran dengan tingkat akurasi yang cukup baik. Y dalam persamaan adalah suhu dengan satuan derajat celcius dan x adalah tegangan dalam satuan volt. 4.2 VALIDASI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Validasi data ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan persamaan konversi yang telah dihasilkan. Pengambilan data ini dilakukan setiap 5 detik. Data validasi ditampilkan pada grafik berikut. 60 4 Suhu ( C) 50 40 30 20 10 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 Tegangan (volt) 0 01/09/2010 19:32'25 01/09/2010 19:46'25 01/09/2010 20:00'25 01/09/2010 20:14'25 0 01/09/2010 20:28'25 Tanggal dan waktu Suhu Tegangan sensor NTC 1 Gambar 9. Grafik validasi data sensor NTC 1. 19

60 4 suhu ( C) 50 40 30 20 10 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 Tegangan (volt) 0 01/09/2010 19:32'25 01/09/2010 19:46'25 01/09/2010 20:00'25 01/09/2010 20:14'25 0 01/09/2010 20:28'25 Tanggal dan waktu Suhu Tegangan sensor NTC 2 Gambar 10. Grafik validasi data sensor NTC 2. Dari Gambar 9 dan 10 diketahui bahwa sensor NTC 1 maupun 2 pada rangkaian pengukur suhu akan mencapai nilai kostan pada waktu yang bersamaan dengan alat ukur suhu (Thermo Recorder TR-71S) sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan konversi yang didapat memiliki tingkat kevalidan yang baik. 4.3 HASIL PERLAKUAN 4.3.1 Perlakuan 1 (P1) Perlakuan 1 (P1) dilakukan pada 20-22 Agustus 2009 dengan interval pengambilan data adalah 15 menit. Pada P1 ini ruangan tertutup tidak mendapat sirkulasi udara dari sistem penghangat kolektor surya. Perlakuan ini bertujuan untuk mengetahui suhu dan kelembaban relatif (RH) udara ruang tertutup dan kedua kolektor surya tanpa adanya sirkulasi udara (tidak ada penggunaan kipas). Berikut grafik data pengukuran pada P1: 20

80 suhu ( C) 110.0 90.0 70.0 50.0 30.0 70 60 50 40 30 20 10 Kelembaban (%) 10.0 08/20/2009 13:00'00 08/21/2009 01:00'00 08/21/2009 13:00'00 08/22/2009 01:00'00 0 08/22/2009 13:00'00 Tanggal dan waktu suhu kolektor surya 1 suhu kolektor surya 2 suhu lingkungan suhu ruang tertutup kelembaban ruang Gambar 11. Grafik suhu kolektor 1 dan 2, suhu lingkungan, serta suhu dan kelembaban relatif (RH) udara ruang tertutup pada P1. Hasil analisis statistik data pengkuran pada P1 disajikan pada tabeltabel berikut: Tabel 1. Analisis statistik suhu udara kolektor satu pada P1 No Kolektor surya 1 Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari 1 Variasi 393.5 425.2 409.4 2 Standar Deviasi 19.8 20.6 20.2 3 Suhu rata-rata ( C) 37.3 36.8 37.1 4 Suhu maksimum ( C) 69.6 71.1 70.4 5 Suhu minimum ( C) 17.0 15.5 16.3 21

Tabel 2. Analisis statistik suhu udara kolektor dua pada P1 No Kolektor surya 2 Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari 1 Variasi 128.7 143.3 136 2 Standar Deviasi 11.3 12.0 11.7 3 Suhu rata-rata ( C) 31.8 31.2 31.5 4 Suhu maksimum ( C) 53.4 55.7 54.6 5 Suhu minimum ( C) 18.9 17.6 18.3 Tabel 3. Analisis statistik suhu lingkungan pada P1 No Suhu lingkungan Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari 1 Variasi 58.5 66.6 62.6 2 Standar Deviasi 7.6 8.2 7.9 3 Suhu rata-rata ( C) 28.1 27.5 27.8 4 Suhu maksimum ( C) 41.0 41.8 41.4 5 Suhu minimum ( C) 18.3 17.0 17.7 Tabel 4. Analisis statistik suhu udara ruang tertutup pada P1 No Suhu ruang Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari 1 Variasi 6.5 7.2 6.9 2 Standar Deviasi 2.6 2.7 2.7 3 Suhu rata-rata ( C) 29.0 28.8 28.9 4 Suhu maksimum ( C) 33.5 33.6 33.6 5 Suhu minimum ( C) 25.4 24.9 25.2 22

Tabel 5. Analisis statistik kelembaban relatif ruang tertutup pada P1 No Kelembaban ruang Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari 1 Variasi 75.5 65.2 75.4 2 Standar Deviasi 8.7 8.1 8.4 3 Kelembaban rata-rata (%) 68.1 65.8 67.0 4 Kelembaban maksimum (%) 79.0 77.0 78.0 5 Kelembaban minimum (%) 52.0 49.0 51.0 Secara umum faktor yang mempengaruhi tinggi randahnya suhu kolektor surya adalah radiasi surya dimana sangat berkaitan dengan letak kolektor surya, luas koletor surya, sifat optik kolektor, koefisien kehilangan panas, suhu plat absorber, dan suhu lingkungan, serta banyaknya radiasi surya itu sendiri. Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa suhu udara kolektor surya 1 lebih tinggi daripada suhu udara kolektor surya 2 pada siang hari dan lebih rendah daripada suhu udara kolektor 2 pada malam hari. Hal ini disebabkan oleh letak kedua kolektor surya. Dari Gambar 5 dan 12 diketahui bahwa kolektor surya 1 akan mendapatkan paparan radiasi matahari lebih baik daripada kolektor surya 2 pada pagi hingga siang hari, sedangkan pada waktu hari mulai sore radiasi surya akan mendapat penghalang ketika menyinari kolektor surya 2 karena adanya bangunan. Kolektor 1 Gambar 12. Posisi kolektor surya pada atap ruang tertutup. 23

Selain radiasi surya, nilai koefisien kehilangan panas (U L ) yang berbeda juga mempengaruhi tinggi rendahnya suhu pada kedua kolektor surya tersebut. Nilai U L kedua kolektor surya yang berbeda sangat mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sudut kemiringan kolektor surya dan kecepatan angin sehingga dapat diasumsikan nilai U L kolektor surya 1 lebih tinggi daripada kolektor surya 2. Hal ini juga dibuktikan melalui analisis suhu lingkungan terhadap suhu kedua kolektor surya. Suhu lingkungan akan lebih rendah daripada kolektor surya 2 dan lebih tinggi daripada suhu kolektor surya 1 pada malam hari. Tabel 1 menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata kolektor surya 1 selama 2 hari adalah 37.1 C dengan standar deviasi yang cukup tinggi yaitu 20.2 dimana suhu maksimum rata-rata yang terjadi yaitu 70.4 C dan suhu rata-rata minimumnya 16.3 C. Sedangkan suhu udara rata-rata kolektor 2 (Tabel 2) adalah 31.5 C dengan standar deviasi 11.7 dimana suhu udara maksimum rata-rata kolektor surya 2 adalah 54.6 C dan suhu udara rata-rata minimumnya 18.3 C. Standar deviasi kolektor surya 1 yang lebih tinggi dari kolektor surya 2 menunjukkan bahwa suhu udara pada kolektor surya 1 lebih fluktuatif daripada kolektor surya 2. Ruang tertutup pada penelitian kali ini diharapkan mampu meningkatkan suhu air pada perlakuan selanjutnya dengan tingkat fluktuasi suhu yang rendah dibandingkan dengan suhu lingkungan. Suhu udara ruang tertutup dipengaruhi oleh suhu eksternal seperti radiasi surya yang mengenai dinding dan atap, konveksi dan konduksi melalui dinding, pintu, jendela dan alas lantai akibat perbedaan suhu, panas karena infiltrasi udara akibat pembukaan pintu dan melalui celah-celah jendela. Sedangkan panas udara akibat adanya ventilasi ditiadakan karena sistem yang tertutup tanpa ventilasi. Dari Gambar 11 serta Tabel 3 dan 4 diketahui bahwa suhu lingkungan akan lebih tinggi daripada suhu udara ruang pada siang hari dengan perbedaannya mencapai rata-rata 7.8 C. Sedangkan malam hari suhu lingkungan akan lebih rendah daripada suhu udara ruang tertutup. Perbedaan suhunya mencapai rata-rata 7.5 C lebih rendah dari suhu udara ruang tertutup. Suhu udara rata-rata ruangan tertutup adalah 28.9 C 24

dengan standar deviasi 2.7. Sedangkan untuk lingkungannya memiliki suhu rata-rata 27.7 C dengan standar deviasi yang lebih tinggi yaitu 7.9. Suhu rata-rata yang lebih tinggi dan standar deviasi yang lebih tinggi daripada suhu lingkungan menunjukkan bahwa ruang tertutup mampu menyimpan panas sehingga sangat baik untuk meningkatkan suhu air budidaya ikan. Kelembaban relatif (RH) menunjukkan perbandingan antara tekanan aktual uap air terhadap tekanan jenuh uap air. Tekanan jenuh uap air dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu maka tekanan jenuh uap air semakin tinggi sedangkan tekanan aktual uap air pada keadaan tetap sehingga menyebabkan RH semakin rendah dengan meningkatnya suhu dan sebailknya. Pola ini terlihat pada Gambar 11. RH dalam ruang tertutup (Tabel 5) mencapai rata-rata 67% dengan standar deviasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 8.4 dengan kelembaban maksimum sebesar 78% dan kelembaban minimumnya 51%. 4.3.2 Perlakuan 2 (P2) a. Percobaan I (P2I) Percobaan I pada perlakuan 2 (P2I) ini dilakukan tanpa adanya kontrol on-off pada kipas dan kipas dinyalakan selama 24 jam per hari dan air tidak disirkulasikan. Percobaan dilakukan selama 3 hari berturut-turut (26-29 Agustus 2009) dengan interval data yaitu 15 menit. Data pengukuran suhu udara kolektor surya, suhu lingkungan, suhu dan RH udara ruang tertutup, serta suhu air ditampilkan pada Gambar 13 dibawah ini: 25

100.0 100 90.0 90 80.0 80 suhu ( C) 70.0 60.0 50.0 40.0 70 60 50 40 30 Kelembaban (%) 30.0 20 20.0 10 10.0 08/26/2009 10:45'00 08/27/2009 04:45'00 08/27/2009 22:45'00 08/28/2009 16:45'00 0 08/29/2009 10:45'00 Tanggal dan waktu suhu lingkungan suhu air kelembaban ruang tertutup suhu kolektor surya suhu ruang tertutup Gambar 13. Grafik suhu lingkungan, suhu udara kolektor surya, suhu dan kelembaban relatif (RH) ruang tertutup, serta suhu air pada P2I. Analisis statistik data pengukuran pada percobaan I perlakuan 2 (P2I) diberikan pada tabel-tabel dibawah ini: Tabel 6. Analisis statistik suhu lingkungan pada P2I No Suhu lingkungan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 76.6 79.5 81.2 79.1 2 Standar deviasi 8.7 8.9 9.0 8.9 3 Suhu rata-rata ( C) 30.0 26.9 29.7 28.9 4 Suhu maksimum ( C) 43.9 44.1 44.1 44.0 5 Suhu minimum ( C) 20.6 17.7 19.8 19.4 26

Tabel 7. Analisis statistik suhu udara kolektor surya pada P2I No Suhu kolektor surya Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 250.9 236.6 268.5 252.0 2 Standar deviasi 15.8 15.4 16.4 15.9 3 Suhu rata-rata ( C) 36.1 31.4 35.8 34.4 4 Suhu maksimum ( C) 65.5 67.3 67.3 66.7 5 Suhu minimum ( C) 21.4 18.4 20.5 20.1 Tabel 8. Analisis statistik suhu air pada P2I. No Suhu air Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 0.3 0.7 0.3 0.4 2 Standar deviasi 0.5 0.8 0.6 0.6 3 Suhu rata-rata ( C) 28.1 27.3 27.4 27.6 4 Suhu maksimum ( C) 28.9 28.4 28.2 28.5 5 Suhu minimum ( C) 27.3 26.0 26.4 26.6 Tabel 9. Analisis statistik suhu udara ruang tertutup pada P2I No Suhu ruang tertutup Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 3.9 4.4 4.0 4.1 2 Standar deviasi 2.0 2.1 2.0 2.0 3 Suhu rata-rata ( C) 28.9 27.5 28.5 28.3 4 Suhu maksimum ( C) 32.3 32.2 32.0 32.2 5 Suhu minimum ( C) 26.2 24.6 25.6 25.5 Tabel 10. Analisis statistik kelembaban relatif ruang tertutup pada P2I No Kelembaban ruang tertutup Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 49.8 25.2 37.9 37.6 2 Standar deviasi 7.1 5.0 6.2 6.1 3 Kelembaban rata-rata (%) 81.9 83.2 79.4 81.5 4 Kelembaban maksimum (%) 91.0 89.0 88.0 89.3 5 Kelembaban minimum (%) 70.0 72.0 69.0 70.3 27

Gambar 13 diatas memperlihatkan bahwa suhu udara kolektor surya selalu lebih tinggi pada siang maupun malam hari daripada suhu lingkungan. Namun perbedaan suhu antara suhu lingkungan dan suhu udara kolektor surya tidak bergerak secara linear selama 24 jam. Pada siang hari suhu udara kolektor surya akan memiliki perbedaan suhu yang cukup signifikan dengan suhu lingkungan dibanding pada malam hari. Hal ini terjadi karena pada siang hari terjadi efek rumah kaca dalam kolektor surya, dimana gelombang pendek radiasi surya masuk kedalam kolektor surya kemudian mengenai seng dan dinding dalam bak kolektor surya sehingga berubah menjadi gelombang panjang dan terjebak didalamnya. Namun hal ini membuat suhu kolektor surya sangat fluktuatif dibandingkan dengan suhu lingkungan. Hal ini dapat dibuktikan melalui analisis statistik pada Tabel 6 dan 7. Perbedaan antara suhu maksimum terhadap suhu minimum udara rata-rata pada kolektor surya mencapai 46.6 C dengan standar deviasi rata-rata sebesar 15.9 (Tabel 7). Sedangkan pada suhu lingkungan perbedaan antara suhu maksimum dan suhu minimum rata-rata yang terjadi adalah 24.6 C dengan standar deviasi rata-rata yang lebih rendah yaitu 8.9 (Tabel 6). Pada malam hari, suhu udara kolektor surya tetap lebih tinggi daripada suhu lingkungan walaupun perbedaannya tidak signifikan. Aliran udara dari ruang tertutup yang suhunya relatif lebih stabil dan lebih tinggi dari suhu lingkungan membuat suhu kolektor surya yang terukur lebih tinggi dari suhu lingkungan. Perbedaan suhu minimum rata-rata pada lingkungan dan kolektor surya yang terjadi hanya sebesar 0.7 C. Suhu udara kolektor surya rata-rata adalah sebesar 34.4 C dan suhu lingkungan rata-rata adalah 28.9 C. Selain dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti disebutkan sebelumnya, panas dalam ruang tertutup pada P2I sangat dipengaruhi oleh suhu udara yang berasal dari kolektor surya dan suhu air. Rata-rata suhu udara ruang tertutup pada P2I yang terukur yaitu sebesar 28.3 C dengan standar deviasi sebesar 2. Jika dibandingkan dengan suhu udara 28

ruang tertutup pada P1, dengan suhu lingkungan dan kolektor surya yang lebih rendah dari P2I tapi menghasilkan suhu udara ruang yang lebih tinggi daripada suhu udara ruang tertutup pada P2I. Hal ini mungkin disebabkan oleh suhu udara ruang tertutup pada P2I yang dipengaruhi oleh suhu air, dimana terjadi pindah panas konveksi dan konduksi dari udara ruang tertutup ke air dan sebaliknya. Suhu air ratarata pada P2I ini adalah 27.6 C dengan standar deviasi sebesar 0.6 (Tabel 8). Jika dibandingkan dengan RH ruang pada P1, maka RH rata-rata pada P2I lebih tinggi yaitu sebesar 81.5% dengan RH maksimum ratarata 89.3% dan RH minimum rata-rata 70.3%. Adanya air untuk budidaya ikan pada P2I adalah faktor yang menyebabkan meningkatnya RH ruang tertutup tersebut. b. Percobaan II (P2II) Perbedaan percobaan II dengan Percobaan I perlakuan 2 terletak pada perlakuan airnya dimana pada P2II air yang disirkulasikan. Pengambilan data P2II dilakukan selama 3 hari (3-6 September 2009) dengan interval pengambilan data adalah 15 menit. Hasil pengukuran berupa suhu lingkungan, suhu udara kolektor surya, suhu dan kelembaban relatif udara ruang tertutup, serta suhu air ditampilkan pada Gambar 14. 29

120.0 100 90 100.0 80 suhu ( C) 80.0 60.0 40.0 70 60 50 40 30 kelembaban (%) 20.0 20 10 0.0 09/03/2009 15:15'00 09/04/2009 09:15'00 09/05/2009 03:15'00 09/05/2009 21:15'00 0 09/06/2009 15:15'00 Tanggal dan waktu suhu lingkungan suhu kolektor surya suhu ruang tertutup suhu air kelembaban ruang Gambar 14. Grafik suhu lingkungan, suhu kolektor surya, suhu dan kelembababan relatif udara ruang tertutup, serta suhu air pada P2II. Analisis statistik data P2II dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini: Tabel 11. Analisis statistik suhu lingkungan pada P2II No Suhu lingkungan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 86.6 82.3 72.8 80.6 2 Standar deviasi 9.3 9.1 8.5 9.0 3 Suhu rata-rata ( C) 29.7 29.8 30.0 29.8 4 Suhu maksimum ( C) 46.8 46.1 46.6 46.5 5 Suhu minimum ( C) 19.2 19.9 21.1 20.1 30

Tabel 12. Analisis statistik suhu udara kolektor surya pada P2II No Suhu kolektor surya Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 293.4 249.2 256.6 266.4 2 Standar deviasi 17.1 15.8 16.0 16.3 3 Suhu rata-rata ( C) 36.4 35.8 36.8 36.3 4 Suhu maksimum ( C) 68.9 66.8 67.5 67.7 5 Suhu minimum ( C) 20.2 21.1 21.8 21.0 Tabel 13. Analisis statistik suhu air pada P2II No Suhu air Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 0.7 0.7 0.6 0.7 2 Standar deviasi 0.8 0.8 0.8 0.8 3 Suhu rata-rata ( C) 28.7 28.8 28.8 28.8 4 Suhu maksimum ( C) 29.8 30.0 30.1 30.0 5 Suhu minimum ( C) 27.3 27.5 27.7 27.5 Tabel 14. Analisis statistik suhu udara ruang tertutup pada P2II No Suhu ruang tertutup Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 5.2 4.7 4.8 4.9 2 Standar deviasi 2.3 2.2 2.2 2.2 3 Suhu rata-rata ( C) 29.2 29.3 29.4 29.3 4 Suhu maksimum ( C) 33.1 32.9 33.4 33.1 5 Suhu minimum ( C) 25.9 26.2 26.7 26.3 Tabel 15. Analisis statistik kelembaban relatif ruang tertutup pada P2II No Kelembaban ruang tertutup Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 89.8 77.9 82.3 83.3 2 Standar deviasi 9.5 8.8 9.1 9.1 3 Kelembaban rata-rata (%) 84.6 84.5 86.3 85.1 4 Kelembaban maksimum (%) 95.0 95.0 99.0 96.3 5 Kelembaban minimum (%) 65.0 65.0 69.0 66.3 31

Seperti terlihat pada Gambar 13 maupun 14 terlihat bahwa suhu udara ruang selalu lebih fluktuatif daripada suhu air. Hal ini terjadi karena air memiliki massa jenis lebih tinggi daripada udara sehingga air lebih lama bisa menyimpan panas dibandingkan udara. Hal ini terbukti dengan adanya standar deviasi suhu ruang yang lebih tinggi sebesar 1.4 dari pada suhu air pada kondisi air statis (P2I) maupun pada air bersirkulasi (P2II). Menurut Heldman and Singh (1982) dalam Rudiyanto (2002), panas jenis udara pada suhu 27 C sebesar 1.0067 kj/kgk dan panas jenis air pada suhu 27 C sebesar 4.183 kj/kgk. Dari analisis statistik air pada Tabel 13 diketahui bahwa suhu rata-rata air tersirkulasi selama 3 hari adalah 28.8 C dengan standar deviasi 0.8 dan rata-rata suhu udara ruang tertutup (Tabel 14) adalah 29.3 C dengan standar deviasi 2.2. Jika dibandingkan dengan analisis statistik suhu udara ruang tertutup rata-rata P2I pada Tabel 9, maka suhu udara ruang tertutup rata-rata P2II lebih tinggi 1 C dengan standar deviasi juga lebih tinggi 0.2. Namun kenaikan suhu udara ruang pada P2II juga diikuti dengan kenaikan suhu air, dimana suhu air P2II lebih tinggi 1.2 C dengan standar deviasi juga lebih tinggi 0.2 dibanding P2I. Selain suhu udara ruang, kenaikan suhu air pada P2II juga disebabkan oleh adanya perlakuan berupa sirkulasi pada air. Air yang bersirkulasi lebih mudah menyerap panas daripada air yang dikondisikan statis. Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa RH rata-rata ruang mencapai 85.1% dengan RH maksimum rata-rata yang dicapai adalah 99.3% dan RH minimum rata-ratanya adalah 66.3%. Nilai tersebut lebih fluktuatif daripada RH pada P2I (Tabel 9). Hal ini wajar terjadi mengingat RH sangat dipengaruhi oleh suhu ruang tertutup. Suhu udara ruang tertutup pada P2II yang lebih fluktuatif memberikan efek RH yang lebih fluktuatif juga. 32

4.3.3 Perlakuan 3 (P3) a. Percobaan I (P3I) Percobaan I pada perlakuan 3 (P3I) dilakukan dengan menggunakan kontrol on-off pada kipas dan air dalam keadaan statis. P3I dilakukan selama 3 hari pada 27-30 Oktober 2009 dengan interval data adalah 15 menit. Sebaran suhu lingkungan, suhu udara kolektor surya, suhu dan RH udara ruang tertutup, serta suhu air dapat dilihat pada Gambar 15 dibawah ini. suhu ( C) 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0.0 10/27/2009 12:00'00 10/28/2009 06:00'00 10/29/2009 00:00'00 10/29/2009 18:00'00 0 10/30/2009 12:00'00 Tanggal dan waktu suhu lingkungan suhu kolektor surya suhu ruang tertutup suhu air kelembaban ruang Gambar 15. Grafik suhu lingkungan, suhu kolektor surya, suhu dan kelembaban ruang tertutup, serta suhu air pada P3I. 33

Tabel 16. Analisis statistik suhu lingkungan pada P3I No Suhu lingkungan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 81.1 75.3 86 80.8 2 Standar deviasi 9 8.7 9.3 9.0 3 Suhu rata-rata ( C) 27.6 27.2 28 27.6 4 Suhu maksimum ( C) 44.1 48 47.6 46.6 5 Suhu minimum ( C) 19.7 20 18.4 19.4 Tabel 17. Analisis statistik suhu udara kolektor surya pada P3I No Suhu kolektor surya Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 257.3 238.8 272.8 256.3 2 Standar deviasi 16 15.5 16.5 16.0 3 Suhu rata-rata ( C) 32.3 31.6 33.1 32.3 4 Suhu maksimum ( C) 61.7 68.6 68 66.1 5 Suhu minimum ( C) 10.8 18.9 16 15.2 Tabel 18. Analisis statistik suhu udara ruang tertutup pada P3I No Suhu ruang tertutup Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 3.4 3.8 4.3 3.8 2 Standar deviasi 1.9 1.9 2.1 2.0 3 Suhu rata-rata ( C) 28.1 27.8 28 28.0 4 Suhu maksimum ( C) 31.5 32.5 32.4 32.1 5 Suhu minimum ( C) 25.7 25.7 25.4 25.6 Tabel 19. Analisis statistik kelembaban relatif ruang tertutup pada P3I No Kelembaban ruang tertutup Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 56.4 45.3 52.2 51.3 2 Standar deviasi 7.5 6.7 7.2 7.1 3 Kelembaban rata-rata (%) 92.5 91.8 90.2 91.5 4 Kelembaban maksimum (%) 99 99 97 98.3 5 Kelembaban minimum (%) 77 76 74 75.7 34

Tabel 20. Analisis statistik suhu air pada P3I No Suhu air Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 0.4 0.3 0.3 0.3 2 Standar deviasi 0.6 0.5 0.5 0.5 3 Suhu rata-rata ( C) 27.7 27.4 27.2 27.4 4 Suhu maksimum ( C) 28.5 28.2 28 28.2 5 Suhu minimum ( C) 26.8 26.6 26.4 26.6 Analisis statistik suhu air pada Tabel 20 menunjukkan bahwa suhu air rata-rata pada P3I adalah 27.4 C dengan standar deviasi 0.5. Suhu tersebut lebih rendah 0.2 C dibandingkan suhu air pada P2I dengan standar deviasi yang juga lebih rendah 0.1. Sedangkan jika dibandingkan dengan P2II, suhu tersebut lebih rendah 1.4 C dengan standar deviasi yang lebih rendah 0.3. Rendahnya suhu air pada P3I ini disebabkan oleh rendahnya suhu ruang. Suhu udara ruang tertutup ratarata (Tabel 18) adalah 28 C dengan standar deviasi 0.2. Suhu udara ruang tersebut juga lebih rendah daripada suhu udara ruang tertutup pada P2I maupun P2II. Lebih rendah 0.3 C daripada P2I dan lebih rendah 1.3 C dari P2II. Adapun RH rata-rata ruang tertutup (Tabel 19) yaitu 91.5% dengan standar deviasi 7.1. Dari analisis suhu udara kolektor surya pada Tabel 17 diketahui bahwa suhu udara kolektor surya rata-rata adalah 32.3 C dimana suhu maksimum dan minimum rata-rata yang terjadi berturut-turut adalah 66.1 C dan 15.2 C sehingga menghasilkan standar deviasi yang sangat tinggi yaitu 16.0. Suhu lingkungan rata-rata pada P3I adalah 27.6 dengan standar deviasi sebesar 9.0. Jika dibandingan dengan P2I dan P2II, maka suhu udara kolektor surya dan suhu lingkungan pada P3I lebih rendah daripada P2I maupun P2II. Suhu udara kolektor surya pada P3I lebih rendah 1.1 C daripada P2I sedangkan suhu lingkungan lebih rendah 1.3 C. Namun tidak demikian halnya dengan fluktuasi suhu, analisis data kedua suhu tersebut memberikan nilai standar deviasi yang lebih tinggi daripada P2I. Nilai standar deviasi pada P3I yang lebih tinggi 0.1 dari P2II yang mungkin disebabkan oleh adanya kontrol on- 35

off pada kipas sehingga pada malam hari suhu udara pada kolektor surya akan lebih rendah karena tidak adanya aliran udara dari ruang tertutup. Jika dibandingkan dengan P2II, suhu udara kolektor surya P3I akan mengalami perbedaan yang lebih signifikan yaitu sebesar 4 C lebih rendah dengan standar deviasi yang lebih rendah sebanyak 0.3. Hal ini sejalan dengan suhu lingkungannya dimana suhu lingkungan P3I lebih rendah 2.2 C dengan standar deviasi yang sama dari P2II. Rendahnya suhu-suhu tersebut disebabkan oleh faktor cuaca. Sangat mungkin pada pengambilan data tersebut cuaca sedang mendung atau terjadi hujan. Analisis ini memperlihatkan bahwa kontrol on-off pada kipas dengan air dalam keadaan statis lebih efektif untuk meningkatkan suhu ruang tertutup. Hal ini terbukti dengan adanya suhu udara kolektor surya dan suhu lingkungan yang lebih rendah 1.1 C dan 1.3 C daripada P2I namun mampu membuat suhu udara ruang tertutup dan suhu air lebih rendah hanya sebanyak 0.2 C untuk suhu air dan 0.3 C untuk suhu ruang dengan fluktuasi suhu yang lebih rendah dari P2I. Sama halnya dengan P2II, suhu udara kolektor surya dan suhu lingkungan pada P3I berturut-turut lebih rendah 4 C dan 2.2 C namun mampu menjaga suhu udara ruang dengan hanya memberikan perbedaan yang lebih rendah 1.4 C untuk suhu air dan 1.3 C untuk suhu udara ruang tertutup daripada P2II. b. Percobaan II (P3II) Percobaan ini dilakukan dengan memberikan kontrol on-off pada kipas serta air yang disirkulasikan. P3II dilakukan selama 3 hari dari tanggal 31 Oktober - 03 November 2009 dengan interval pengambilan data adalah setiap 15 menit. Suhu lingkungan, suhu kolektor surya, suhu dan kelembaban relatif ruang tertutup, serta suhu air ditampilkan pada Gambar 16 berikut. 36

100.0 100 90.0 90 80.0 80 suhu ( C) 70.0 60.0 50.0 40.0 70 60 50 40 30 kelembaban (%) 30.0 20 20.0 10 10.0 10/31/2009 09:00'00 11/01/2009 03:00'00 11/01/2009 21:00'00 11/02/2009 15:00'00 0 11/03/2009 09:00'00 Tanggal dan waktu suhu lingkungan suhu kolektor surya suhu ruang tertutup suhu air kelembaban ruang Gambar 16. Grafik suhu lingkungan, suhu kolektor surya, suhu dan kelembaban relatif udara ruang tertutup, serta suhu air pada P3II. Tabel 21. Analisis statistik suhu lingkungan pada P3II No Suhu lingkungan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 91.7 84.9 79.1 85.2 2 Standar deviasi 9.6 9.2 8.9 9.2 3 Suhu rata-rata ( C) 29.4 29.8 28.0 29.1 4 Suhu maksimum ( C) 46.2 48.0 45.8 46.7 5 Suhu minimum ( C) 19.9 21.0 18.9 19.9 37

Tabel 22. Analisis statistik suhu udara kolektor surya pada P3II No Suhu kolektor surya Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 290.9 269.3 250.8 270.3 2 Standar deviasi 17.1 16.4 15.8 16.4 3 Suhu rata-rata ( C) 35.6 36.2 33.1 35.0 4 Suhu maksimum ( C) 65.5 68.6 64.8 66.3 5 Suhu minimum ( C) 18.7 20.7 16.9 18.8 Tabel 23. Analisis statistik suhu udara ruang tertutup pada P3II No Suhu ruang tertutup Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 5.2 3.9 1.6 3.6 2 Standar deviasi 2.3 2.0 1.2 1.8 3 Suhu rata-rata ( C) 29.7 29.5 30.0 29.7 4 Suhu maksimum ( C) 33.7 33.2 32.5 33.1 5 Suhu minimum ( C) 26.7 27.1 28.3 27.4 Tabel 24. Analisis statistik kelembaban relatif ruang tertutup pada P3II No Kelembaban ruang tertutup Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 141.2 98.1 58 99.1 2 Standar deviasi 11.9 9.9 7.6 9.8 3 Kelembaban rata-rata (%) 85.5 89.6 91.5 88.9 4 Kelembaban maksimum (%) 97.0 99.0 99.0 98.3 5 Kelembaban minimum (%) 63.0 72.0 78.0 71.0 Tabel 25. Analisis statistik suhu air pada P3II No Suhu air Hari 1 Hari 2 Hari 3 Selama 3 hari 1 Variasi 0.5 0.4 0.5 0.5 2 Standar deviasi 0.7 0.6 0.7 0.7 3 Suhu rata-rata ( C) 29.1 29.1 28.8 29.0 4 Suhu maksimum ( C) 30.2 30.1 29.9 30.1 5 Suhu minimum ( C) 28.0 28.1 27.6 27.9 38

Dari analisis statistik data pada Tabel 18 dapat diketahui bahwa rata-rata suhu lingkungan pada saat pengambilan data untuk percobaan P3II adalah 29.1 C dengan rata-rata standar deviasi adalah 9.2 dimana suhu tertinggi adalah 46.7 C dan suhu terendah adalah 19.9 C. Dengan adanya pengaruh suhu lingkungan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu udara kolektor surya, maka dari hasil analisis data pengkuran (Tabel 22) didapatkan suhu udara kolektor surya rata-rata sebesar 35.0 C dengan standar deviasi yang cukup tinggi yaitu 16.4 dimana suhu maksimum yang terjadi pada kolektor surya adalah 66.3 C dan suhu minimumnya 18.8 C. Suhu udara kolektor ini lebih tinggi dibanding suhu udara kolektor surya pada P2I dan P3I namun lebih rendah dibandingkan suhu udara kolektor surya pada P2II dengan standar deviasi yang lebih tinggi dibanding P2I, P2II, maupin P3I. Pengendalian kipas dengan kontrol on-off menghasilkan suhu udara pada ruang tertutup rata-rata (Tabel 23) adalah 29.7 C dengan rata-rata standar deviasi 1.8, sedangkan RH ruang tertutup rata-rata hasil pengukuran (Tabel 24) adalah sebesar 88.9% dengan standar deviasi 9.8. Suhu udara ruang tertutup merupakan faktor utama yang mempengaruhi suhu air. Dari hasil analisis data pengukuran (Tabel 25) diketahui bahwa rata-rata suhu air adalah 29.0 C dengan standar deviasi 0.7 dimana suhu maksimum air yang terjadi yaitu 30.1 C dan suhu minimumnya 27.9 C. Dari perlakuan 1, 2, maupun 3 diketahui bahwa suhu udara pada ruang tertutup maksimum selalu terjadi setelah suhu udara kolektor surya maksimum terjadi. Penyebabnya adalah suhu udara ruang terjadi berdasarkan akumulasi suhu udara dari kolektor surya, sedangkan suhu udara kolektor surya sangat ditentukan oleh tingkat iradiasi yang berubah-ubah dan bersifat sesaat. Dari analisis diatas diketahui bahwa kontrol on-off pada kipas dengan air yang disirkulasikan memberikan hasil yang terbaik dari perlakuan lainnya. Hal ini terlihat dari suhu udara ruang tertutup dan 39

suhu air yang lebih tinggi dibanding P2I, P2II, maupun P3I, walaupun dibandingkan dengan P2II suhu lingkungan dan suhu udara kolektor surya P3II lebih rendah. Suhu air rata-rata P3II adalah 29 C. Suhu ini sebenarnya belum memenuhi suhu optimal maksimum untuk pembenihan ikan yang umumnya mencapai 30 C, sehingga perlu dikombinasikan dengan pemanas heater. Namun jika ingin tetap menggunakan air dengan suhu 29 C tersebut maka ada beberapa jenis ikan yang cocok untuk dibudidayakan yaitu ikan Blue Emperor Tetra (Inpachthys keri), Silver Dollar (Methynnis hypsauchen), dan Bala shark (Balantheocheilosilus melanopterus). Daftar jenis ikan dan pertumbuhan ikan dapat dilihat pada Lampiran 1. P3II sama dengan perlakuan 1 pada penelitian yang dilakukan sebelumnya (Didik Hananto, 2006). Penelitian tersebut dilakukan pada Juni 2006. Tabel 26. Perbandingan suhu lingkungan dengan penelitian Didik Hananto (2006). No Suhu lingkungan P3II Didik Hananto, 2006 1 Variasi 85.2 15.5 2 Standar deviasi 9.2 3.9 3 Suhu rata-rata ( C) 29.1 28.5 4 Suhu maksimum ( C) 46.7 36.7 5 Suhu minimum ( C) 19.9 23.0 Suhu lingkungan pada P3II lebih tinggi 0.6 C daripada penelitian sebelumnya. Variasi suhu lingkungan pada P3I yang jauh lebih besar menunjukkan fluktuasi suhu lingkungan yang terjadi pun juga akan lebih besar dari penelitian sebelumnya dengan suhu maksimum yang lebih tinggi dan suhu minimum yang lebih rendah dari penelitian sebelumnya. Seharusnya suhu lingkungan pada P3II lebih rendah daripada suhu lingkungan pada penelitian Didik mengingat waktu pengambilan datanya yang terjadi pada Juni yang merupakan 40

salah satu bulan dimana terjadi musim panas di Indonesia sedangkan suhu lingkungan P3II diambil pada musim hujan. Namun hal ini sangat mungkin terjadi karena adanya perbedaan letak penempatan sensor pengukur suhu lingkungan. Tabel 27. Perbandingan suhu udara ruang dengan penelitian Didik Hananto (2006) No Suhu ruang tertutup P3II Didik Hananto, 2006 1 Variasi 3.6 2.7 2 Standar deviasi 1.8 1.6 3 Suhu rata-rata ( C) 29.7 28.5 4 Suhu maksimum ( C) 33.1 32 5 Suhu minimum ( C) 27.4 25.2 Jika faktor penggunaan jenis kipas diabaikan dan diasumsikan radiasi surya yang diterima oleh kolektor surya pada penelitian sebelumnya lebih banyak daripada penelitian kali ini. Maka suhu ruang tertutup pada P3II yang lebih tinggi dari penelitian sebelumnya membuktikan bahwa kolektor surya dengan penambahan plat seng sebagai absorber (konduktivitas termal = 116 W/mK) pada penelitian kali ini lebih efektif memanaskan udara daripada kolektor surya pada penelitian sebelumnya. Suhu ruang tertutup P3II lebih tinggi 1.2 C daripada suhu ruang tertutup penelitian sebelumnya dengan standar deviasi yang lebih tinggi 0.2. Tabel 28. Perbandingan suhu air dengan penelitian Didik Hananto (2006) No Suhu air P3II Didik Hananto, 2006 1 Variasi 0.5 0.3 2 Standar deviasi 0.7 0.6 3 Suhu rata-rata ( C) 29.0 29.0 4 Suhu maksimum ( C) 30.1 30.0 5 Suhu minimum ( C) 27.9 27.7 41

Suhu air pada P3II memiliki nilai yang sama dengan penelitian sebelumnya, walaupun suhu udara ruang tertutup P3II lebih tinggi daripada suhu udara ruang tertutup penelitian sebelumnya. Hal ini terjadi karena jumlah air yang harus dihangatkan pada penelitian kali ini lebih besar daripada jumlah air pada penelitian sebelumnya. Adapun jumlah air pada P3II adalah sebanyak 980.85 liter sedangkan pada penelitian sebelumnya jumlah air yang harus dihangatkan hanya sebanyak 200 liter. 4.4 KINERJA KONTROL ON-OFF Kontrol on-off yang digunakan dalam penelitian ini adalah kontrol onoff yang pernah digunakan dalam penelitian Didik Hananto, 2006. Kontrol ini memakai 2 buah sensor NTC yang dipasang di ruang tertutup dan di outlet kolektor surya kedua. Kontrol on-off ini dijalankan selama 24 jam per hari. Jika suhu udara output kolektor surya lebih tinggi dari suhu udara ruang tertutup maka saklar akan on dan kipas akan menyala. Dan sebaliknya jika suhu udara kolektor surya sama atau lebih rendah dari suhu udara ruang tertutup maka saklar akan off dan kipas akan berhenti. Berikut adalah gambar kinerja kontrol on-off selama pengambilan data pada perlakuan 3 (P3). suhu ( C) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 10/27/2009 12:00'00 10/28/2009 06:00'00 10/29/2009 00:00'00 10/29/2009 18:00'00 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 10/30/2009 12:00'00 on-off Tanggal dan waktu suhu ruang tertutup suhu kolektor surya on-off Gambar 17. Grafik kinerja kontrol on-off pada P3I 42

Tabel 29. Analisis kontrol on-off pada P3I Hari ke- Tanggal dan waktu Kontrol on-off pada On Waktu Nilai (Volt) Kontrol on-off pada Off waktu Nilai (Volt) 1 10/27/2009, 12:00-10/28/2009,12:00 12:00-16.30 dan 07:30-12:00 2.74-2.855 16:45-07:15 1.276-1.3 2 10/28/2009, 12:00-10/29/2009,12:00 12:00-15:00 dan 07:15-12:00 2.745-2855 15:15-07:00 1.26-1.3 3 10/29/2009, 12:00-10/30/2009,12:00 12:00-17:00 dan 07:00-12:00 2.745-2.855 17:15-06.45 1,277-1.3 suhu ( C) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 10/31/2009 09:00'00 11/01/2009 03:00'00 11/01/2009 21:00'00 11/02/2009 15:00'00 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 11/03/2009 09:00'00 on-off Tanggal dan waktu suhu ruang tertutup suhu kolektor surya on-off Gambar 18. Grafik kinerja kontrol on-off pada P3II. 43

Tabel 30. Analisis kontrol on-off pada P3II Hari ke- Tanggal dan waktu Kontrol on-off pada On Waktu Nilai (Volt) Kontrol on-off pada Off waktu Nilai (Volt) 1 10/31/2009, 09:00-11/1/2009,09:00 09:00-16.45 dan 07:30-09:00 2.74-2.845 17:00-07:15 1.28-1.306 2 11/1/2009, 09:00-11/2/2009,09:00 09:00-16:45 dan 07:15-09:00 2.745-2.855 17:00-07:00 1.277-1.3 3 11/02/2009, 09:00-11/03/2009,09:00 09:00-17:00 dan 07:45-09:00 2.745-2.805 17:15-07:30 1,277-1.31 Dari Tabel 26 dan 27 diketahui bahwa kontrol on-off akan menyala atau on pada pagi hingga sore hari dan mati atau off pada sore hari hingga malam hari. Pada Tabel 26, hari ke-2, kontrol on-off hanya menyala hingga 15:00, hal ini dikarenakan cuaca pada sekitar jam 15:00 mendung dan kemudian terjadi hujan. Pada saat kontrol on-off mati atau off maka kipas juga akan mati sehingga menyebabkan sirkulasi udara terhenti dan udara panas terperangkap didalam ruang tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa pada malam hari tidak ada radiasi surya dan panas yag cukup untuk memanaskan kolektor surya. Tabel 26 menunjukkan bahwa pada nilai 2.74-2.855 Volt maka kontrol on-off akan menyala atau pada posisis on, sedangkan pada nilai 1.26-1.30 Volt kontrol on-off akan berhenti atau off. Sedangkan dari Tabel 27 pada nilai yang sama dengan Tabel 26 yaitu 2.74-2.855 Volt kontrol on-off akan menyala dan akan off pada nilai 1.277-1.31 Volt. 4.5 ESTIMASI KEBUTUHAN HEATER Estimasi ini dilakukan untuk memperkecil perbedaan suhu minimum dan maksimum air pembenihan yang terjadi pada P3II sehingga fluktuasi suhu air yang terjadi juga semakin kecil dan pertumbuhan ikan optimal. Dengan adanya penggunaan heater diharapkan perbedaan suhu minimum dan maksimum air pembenihan P3II hanya sebesar 1 C. Untuk meningkatkan 44

suhu minimum air P3II sebanyak 1.2 C sehingga suhunya mencapai 29.1 C dibutuhkan heater dengan daya minimal sebesar 57 watt per hari. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2. Penggunaan heater juga bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya cuaca yang buruk yang berlangsung cukup lama sehingga mengakibatkan terhambatnya proses peningkatan dan penstabilan suhu air pembenihan ikan. Adapun perencanaan penempatan heater pada penelitian ini yaitu pada bak filtrasi air. Air pada bak filtasi berasal dari bak pembenihan ikan yang mengalir karena adanya perbedaan ketinggian sehingga diharapkan air pada bak filtrasi akan tetap ada. 45