KataKunci: Kebijakan Energi, Kelapa Sawit, Biogas, Biomasa, Pembangkit Tenaga Listrik, Ratio Elektrifikasi. Abstract

dokumen-dokumen yang mirip
Ir. Eddon M. Moenif, MT Inspektur Ketenagalistrikan Distamben - Riau

Disajikan dalam Acara Pertemuan Tahunan EEP- Indonesia Tahun 2013, di Hotel Le Meridien Jakarta, 27 November 2013

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, Oktober 2012

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

STUDI KELAYAKAN EKONOMIS PLTU BERBAHAN BAKAR FIBER DAN CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI DOMESTIC POWER

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

KOMPONEN PENENTU HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA SKALA KECIL (PLTU B-SK) Hasan Maksum dan Abdul Rivai

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

Prinsip Proses Gasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

PEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI PROVINSI JAMBI DR. EVI FRIMAWATY

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

KONTRIBUSI PLTN DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO2 PADA STUDI OPTIMASI PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN LISTRIK SUMATERA

SMALL RENEWABLE ENERGY BIOMASSA LIMBAH SAWIT SUMBER LISTRIK ALTERNATIF KAJIAN DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA V PROVINSI RIAU

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. proses kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan

POKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No.

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

ABSTRACT ANALYSIS OF THE POTENTIAL OF PALM SHELL WASTE WHEN USED AS ACTIVED CHARCOAL IN RIAU PROVINCE BY : EDWARD SITINDAON

47. Kriteria Kelayakan Investasi Kompos & Listrik Akibat Penurunan

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2014 meningkat sebesar 5,91% dibandingkan dengan akhir tahun 2013

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA. Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

Studi Pembangunan PLTGU Senoro (2 x 120 MW) Dan Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik Regional di Sulawesi Tengah

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. pihak-pihak terkait seperti PT Austindo Aufwind New Energy, PT PLN (Persero)

SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA

INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL SERTA ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI PANAS BUMI SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1]

DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO)

PROPOSAL INVESTASI TRADING TANDAN BUAH SEGAR SAWIT ( TBS ) : KOPERASI AL-ASNHOR SATU NEGERI PEKANBARU : PEKANBARU, RIAU INDONESIA

Studi Pemanfaatan Limbah Sawit Sebagai Bahan Bakar PLTU Biomassa Di Kabupaten Landak

STUDI PEMBANGUNAN PLTU KAMBANG 2x100 MW DAN PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL DI SUMATERA BARAT

STUDI PERENCANAAN PLTP 2X2,5 MW UNTUK KETENAGALISTRIKAN DI LEMBATA NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK MENTAH DAN BATUBARA TERHADAP SISTEM PEMBANGKIT DI INDONESIA

KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA. Gandhi Kurnia Hudaya

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

Reka Integra ISSN: Jurusan Teknik Industri Itenas No. 02 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2014

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

ANALISIS BIAYA PRODUKSI LISTRIK PER KWH MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOGAS LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT (Aplikasi pada PLTBGS PKS Tandun)

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

ANALISIS KELAYAKAN PEMANFAATAN BIOGAS KOLAM LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT FEASIBILITY ANALYSIS OF USING BIOGAS RECOVERY FROM PALM OIL MILL EFFLUENT

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

KEEKONOMIAN GAS BAKAR HASIL PROSES UCG UNTUK ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK. Gandhi Kurnia Hudaya dan Miftahul Huda

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 37 TAHUN 2012 TENTANG NILAI PEROLEHAN AIR PERMUKAAN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK

Studi Carbon Footprint Dari Kegiatan Industri Pabrik Kelapa Sawit

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

BIOMASSA: BAHAN BAKAR BERSIH UNTUK INDUSTRI KARET DI SUMATERA SELATAN

Indra Permata Kusuma. Proceeding Seminar Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN LISTRIK

PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perser

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI.

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS

Konservasi Energi: Melalui Aplikasi Teknologi Kogenerasi

Studi Potensi Pemanfaatan Biogas Sebagai Pembangkit Energi Listrik di Dusun Kaliurang Timur, Kelurahan Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap

BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS

Survey Potensi Excess Power di Kabupaten Indragiri Hilir

Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa. OLEH : Gilang Velano

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

IMPLEMENTASI REGULASI DALAM RANGKA MEMENUHI KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

OPTIMASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOMASA SAWIT DAN DIESEL GENERATOR di PT. ASTRA AGRO LESTARI MENGGUNAKAN SOFTWARE HOMER

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

P O L I C Y B R I E F

Permasalahan. - Kapasitas terpasang 7,10 MW - Daya mampu 4,92 MW - Beban puncak 31,75 MW - Defisit daya listrik 26,83 MW - BPP sebesar Rp. 1.

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN

BEBERAPA PERMASALAHAN UTAMA ENERGI INDONESIA. oleh: DR.Ir. Kardaya Warnika, DEA Ketua Komisi VII DPR RII

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

SITUASI ENERGI DI INDONESIA. Presented by: HAKE

Laporan Kajian Akademis Penanggulangan Krisis Energi Listrik dan Status PLN Kota Tarakan

Transkripsi:

Kebijakan Energi Baru-terbarukan serta Peluang Pemanfaatan Biogas dan Biomasa Kebijakan Energi Baru-terbarukan Serta Peluang Pemanfaatan Biogas dan Biomasa Limbah Pengolahan Kelapa Sawit untuk Pembangkit Tenaga Listrik Di Propinsi Riau Eddon Mufrizon 1 dan Purwo Subekti 2 Abstrak Makalah ini membahas kebijakan pemerintah tentang pengembangan energi baru-terbarukan serta kaitannya terhadap pemanfaatan potensi limbah pengolahan kelapa sawit berupa Biogas dan Biomasa untuk pembangkit tenaga listrik. Propinsi Riau mempunyai cadangan sumber energy Biogas dan Biomasa dari limbah kelapa sawit cukup besar. Biogas yang belum termanfaatkan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) mencapai 112MW, sedangkan Biomasa sebesar 905,8MW. Bila sumber energi ini dimanfaatkan, dapat meningkatkan ratio elektrifikasi terutama untuk daerah perdesaan (remote area) mencapai 4,4% dari Biogas dan 36% dari Biomasa. Sementara itu, Ratio Elektrifikasi Propinsi Riau pada tahun 2010 sebesar 43,27%, di bawah angka rata-rata nasional yang sudah mencapai 65%. Pembangunan PLTMG-Biogas secara finansial cukup menguntungkan, dengan periode pengembalian (Payback Periode) selama 6 tahun. Diperlukan Strategi untuk mengimplementasikan hal tersebut melalui beberapa pola yang melibatkan perusahaan PKS dan/atau investor serta PT. PLN yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah secara intensif dan konsisten KataKunci: Kebijakan Energi, Kelapa Sawit, Biogas, Biomasa, Pembangkit Tenaga Listrik, Ratio Elektrifikasi. Abstract This paper discusses the government's policy on the development of new energy-renewable and its relation to the utilization of palm oil waste in the form of biogas and biomass for power generation. Riau Province has a backup source of energy Biogas and Biomass from palm oil waste considerable. Biogas untapped in millers (MCC) reached 112MW, while the biomass of 905.8 MW. When this energy source utilized, can increase the electrification ratio, especially for rural areas (remote areas) reached 4.4% of the biogas and 36% of the biomass. Meanwhile, Electrification Ratio Riau Province in 2010 amounted to 43.27%, below the national average that has reached 65%. Development of Biogas PLTMG-sufficient financially beneficial to the period of return (payback period) for 6 years. Strategies needed to implement it through a few patterns involving PKS companies and / or investors and PT. PLN is facilitated by the Regional Government of intensive and consistent Keywords: Energy Policy, Palm, Biogas, Biomass, Power Plant, Electrification Ratio. 1. PENDAHULUAN Energi sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat modern seperti sekarang ini. Berbagai pemanfaatan energy melalui teknologi konversi telah terbukti dapat mempermudah banyak aspek kehidupan manusia, sehingga tidaklah mengherankan kebutuhan energy cenderung meningkat dari waktu kewaktu. Pemanfatan energy secara nasional masih didominasi oleh energy yang berasal dari sumber-sumber energi konvensional yaitu sumber energi tak-terbarukan (Nonrenewable) seperti Minyak Bumi, Batubara dan Gas Alam. Konstribusi sumber energy tak-terbarukan (ETB) untuk pembangkit tenaga listrik (PTL) secara nasional mencapai 85% (Ditjen Ketenagalistrikan, 2011). Tingginya konstribusi pemanfaatan energi tak-terbarukan akan berdampak besar terhadap lingkungan dan menipisnya cadangan. Sementara itu, beberapa Kebijakan pemerintah selama ini terlihat kurang intensif dan kurang konsisten dalam upaya mendorong pengembangandan pemanfaatan sumber energy baru-terbarukan (Renewable energy, EBT), padahal potensinya cukup besar. Bila kondisi ini tidak segera disikapi, maka ancaman terhadap dampak lingkungan dan krisis energy akan semakin nyata. Eddon Mufrizon, Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Riau Page 9 Purwo Subekti,Program Studi Teknik Mesin Universitas Pasir Pengaraian

Propinsi Riau mempunyai peluang dan potensi yang cukup besar untuk mengembangkan pemanfaatan energi baru-terbarukan, termasuk pengembangan energy hijau (greenenergy), terutama sumber energi yang berasal dari limbah pengolahan kelapa sawit, baik dalam bentuk sumber energy Biomasa maupun Biogas. Untuk mengembangkan teknologi dan pemanfaatan sumber energy baru-terbarukan, diperlukan adanya sinergitas dan koordinasi yang solid antara pemerintah dan pihak terkait yang berkompeten di Propinsi Riau. 2. KONDISI ENERGI LISTRIK DIPROPINSI RIAU Berdasarkan data dari berbagai sumber tercatat bahwa pemanfaatan sumbe renergi untuk pembangkit tenaga listrik di Propinsi Riau sebesar 2.158MW terdiri dari 49,75% berasal dari sumber energy tak-terbarukan dan 50,25% dari sumber energy baru-terbarukan. Dilihat dari konstribusi pemanfaatannya, 90% dari total sum- ber energy baru-terbarukan dimanfaatkan olehs wasta, dan sisanya hanya sebesar 10% oleh PT. PLN, yaitu melalui PLTA Koto Panjang berkapasitas 114MW. PT. PLN merupakan perusahaan yang melayani kebutuhan tenaga listrik bagi masyarakat umum, terdapat 67% pembangkit PT. PLN wilayah Riau menggunakan bahan bakar minyak (PLTD), terutama untuk daerah-daerah Kabupaten dengan sistem tersendiri (Isolated). PLTD dikenal sebagai pembangkit tenaga listrik yang membutuhkan biaya operasi yang sangat besar. Untuk kondisinormal, tingkat konsumsi bahan bakar (Specific Fuel Consumption, SFC) sebesar 0,275 liter/kwh. Bila harga bahan bakar solar untuk industri Rp.9.000 per-liter, maka biaya produksi tenaga listrik dari bahan bakar saja mencapai Rp.2.475 per- kwh (= 60% dari total biaya produksi) atau total biaya produksi Rp.4.125 per-kwh. Bandingkan dengan harga jual listrik PLN yang rata-rata berkisar Rp.600 per-kwh. Kondisi inilah yang menjadi kendala bagi pemerintah dan PT. PLN untuk meningkatkan penyediaan dan pelayanan tenaga listrik kepada masyarakat, terutama penyediaan tenaga listrik dipedesaan. Sampai tahun 2010, menurut data PT. PLN Wilayah Riau, ratio elektri- kasidi Propinsi Riau sebesar 43,27%, angka ini masih di bawah rata-rata nasional yang sudah mencapai65%. Tabel-1. Penggunaan sumber Energi tak-terbarukan (ETB) dan Energi baru-terbarukan (EBT) untuk pembangkit tenaga listrik di Propinsi Riau. NO PEMILIK ETB EBT Jenis MW Jenis MW 1 PT. PLN-Riau Diesel 203,00 Air 114,0 Gas 38,00 2 PT. CPI Gas 657,00 3 PT. RAPP Diesel 2,67 Biomasa 435,1 4 PT. IKPP Diesel 36,00 Biomasa 438,0 5 PT. KID Batubara 30,00 - - 6 PT.Kondur Gas 15,30 - - 7 PT.Pertamina Residu 70,0 - - RU II 8 PT.Pertamina Gas 12,08 - - UBEP Diesel 7,07 - - 9 PTPNV &PKS - - Biomasa 196,4 Biogas 2,4 10 PT.RBH Diesel 3,92 - - 11 PT.Ciliandra - - Biomasa 3,00 JUMLAH (MW) 1075,04 1085,8 (%) 49,75 50,25 Beberapa faktor penyebab yang dapat terlihat sebagai penghambat dalam pengembangan sumber energy baru-terbarukan, antara lain sebagaiberikut: 1. Tingginya biaya investasi pembangkit tenaga listrik yang menggunakan sumber energy baruterbarukan. Biaya investasi untuk PLTMG- Biogas mencapai USD.2.500 per-kilo-watt (kw), bandingkan dengan PLTD yang hanya USD.350 per-kw. 2. Adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan subsidi terhadap bahan bakar minyak dan gas, sehingga sumber energi baruterbarukan semakin tidak kompetitif secara ekonomi. 3. Kurang intensif dan kurang konsistennya upaya un- tuk mendorong pengembangan teknologi dan pemanfaatan energi baru-terbarukan oleh pemerin- tah dan pihak terkait lainnya yang berkompoten. 3. KEBIJAKAN ENERGI BARU- TERBARUKAN Untuk mendorong pertumbuhan pemanfaatan sumber energi baru-terbarukan dan energi hijau, pemerintah wajib untuk meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan energi baru dan Page 10 JURNAL APTEK Vol. 5 No. 1 Januari 2013

Kebijakan Energi Baru-terbarukan serta Peluang Pemanfaatan Biogas dan Biomasa terbarukan. Ketentuan ini telah dituangkan pada pasal-20 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Lebih lanjut dijelaskan pula dalam pasal-20 ayat(5) dan pasal-21 ayat(3) bahwa badan usaha, usaha tetap atau perseorangan yang melakukan penyediaan dan pemanfaatan energi yang berasal dari sumber energi baru-terbarukan dapat memperoleh kemudahan dan/atau insentif dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah. PT. PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam penyediaan dan penyaluran tenaga listrik wajib membeli tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik energi baru-terbarukan yang berkapasitas sampai 10 Mega-wattt dengan harga seperti pada Tabel-3.Ketentuan ini telah diatur dalam pasal-1, pasal-2 dan pasal-3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 04 Tahun 2012. Tabel-2. Harga Tenaga Listrik dari Pembangkit Tenaga Listrik Sumber Energi Baru dan terbarukan, Biomasa dan Biogas yang wajib dibeli PT. PLN wilayah Sumatera. No 1 2 SumberEnergi Pembangkit TenagaListrik EnergiBaru Danterbarukan Biomassadan Biogas Harga (Rp/kWh) 656xF 1004xF 975 1.325 Sumber : Permen ESDM No.04 Tahun 2012 Faktor Insentif (F) 1,2 1,2 1,0 1,0 Interkoneksi ke JT M JT M JTR Selanjutnya pasal-29 dan pasal-30 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 menjelaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban untuk memfasilitasi kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu Seminar Nasional Teknik Kimia : Pengembangan Green Technology dan Green Energy, UNRI 11-12 Juli 2012 pengetahuan dan teknologi dalam penyediaan dan pe- manfaatan energi, terutama energi baru-terbarukan dengan pendanaan melalui APBN dan APBD. 4. POTENSI DAN PEMANFAATAN ENERGI BARU- TERBARUKAN DI PROPINSI RIAU Propinsi Riau berpeluang untuk pengembangan dan pemanfaatan energi baruterbarukan, terutama sumber energi yang berasal dari limbah pengolahan ke- lapa sawit. Peluang itu terlihat dari luas lahan yang mencapai 2.103.175 Hektar dan jumlah pabrik pengolah an kelapa sawit (PKS) sebanyak 148 unit dengan total kapasitas produksi 6.137 Ton/jam. Limbah hasil pengolahan dapat digunakan sebagai sumber energi Biomasa seperti Sabut buah sawit (fiber), Cangkang (Shell), Tandan Buah kosong dan Biogas dari limbah cair. Berdasarkan informasi dari PTPN.V, untuk setiap hektar kebun sawit dapat menghasilkan 20 ton Tandan Buah Segar (Fresh Fruit Bunch, TBS) per-tahun atau 4 ton CPO (Cruide Palm Oil) per-tahun. Tabel-3. Luas lahan sawit dan kapasitas produksi Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Propinsi Riau, tahun 2010 No Kabupaten Kota Luas Lahan Jumlah PKS Kapasitas (Ton/jam) 1 Kampar 353.795 34 1.385 2 RokanHulu 422.743 22 827 3 Pelalawan 184.110 17 715 4 IndragiriHulu 118.110 8 285 5 KuantanSingingi 121.709 11 490 6 IndragiriHilir 231.538 8 380 7 Bengkalis 177.130 8 350 8 Siak 232.857 15 685 9 RokanHilir 237.743 22 960 10 Dumai 32.935 1 60 11 Pekanbaru 8.080 - - Total 2.103.175 146 6.137 Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Riau, 2010 Potensi Limbah dan sumber energi (biomasa dan biogas) yang dihasilkan per-jam, dapat dihitung dan hasilnya diberikan dalam Tabel-4 dan Tabel-5. Tabel-4.Potensi Limbah pengolahan kelapa sawit oleh PKS sebagai sumber energi Propinsi Riau. No JENIS LIMBAH NILAI* (xtontbs) POTENSI 1 Sabutbuah(Fiber) 12,0% 736,4Ton/jam 2 Cangkah(Shell) 9,20% 564,6 Ton/jam 3 TandanBuahKosong 22,13% 1358,0Ton/jam 4 LimbahCair 0,6m 3 /ton 3682,2m 3 /jam *Sumber : Didik Notosudjono, Univ. Pakuan Bogor Tabel-5.Potensi sumber energi biogas dan biomasa dari limbah pengolahan kelapa sawit per-jam oleh PKS di Propinsi Riau. No JENIS LIMBAH NILAI KALOR POTENSI ENERGI (MWh/jam) Biomasa: 1 SabutBuah 19.055kJ/kg* 3.898 2 Cangkang 20.093kJ/kg* 3.551 Eddon Mufrizon, Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Riau Page 11 Purwo Subekti,Program Studi Teknik Mesin Universitas Pasir Pengaraian

3 TandanBuahKoson 18.795kJ/kg* 221 g Biogas: 1 LimbahCair 60kWh/m 3 ** 50.476 Sumber : *Didik Notosudjono-Univ.Pakuan / **PT.KME Tandun Peluang pemanfatan limbah pengolahan kelapa sawit untuk pembangkit tenaga listrik di Kabupaten Kampar dihitung berdasarkan nilainilai pada Tabel-4, Tabel-5 dan Tabel-6. Bila jam produksi PKS rata-rata 10 jam per-hari, maka total energi yang dapat dihasilkan dari limbah cair (Biogas) adalah : - Produksi Limbah cair : 8.310 m3/hari - Produksi Biogas : 249.300 m3/hari - Produksi Energi (E) : 498.600 kwh/hari Kapasitas pembangkit listrik yang dapat dibangun untuk dioperasikan pada capacity factor (CF) = 80% dengan sistem PLTMG-Biogas (Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas) adalah: = = 498.60024 0,8= 26 Penggunaan Biogas untuk pembangkitan tenaga listrik dengan sistem PLTMG (Pembangkit Tenaga Listrik Mesin Gas) pada Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Kampar baru terealisasi 1.000 kw yang dibangun dan dioperasikan oleh PT.Karya Mas Energi (KME) di PTPN.V Tandun, sehingga potensi biogas yang belum termanfaatkan di Kabupaten Kampar sebesar 25 MW. Perhitungan pemanfaatan sabut kelapa sawit untuk pembangkit tenaga listrik di Kabupaten Kampar dapat pula dihitung dengan menggunakan nilai-nilai pada Tabel-4, Tabel-5 dan Tabel-6 yaitu : - Produksi sabut : 1662 Ton/hari - Produksi Energi : 8.797.764 kwh/hari Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dapat dibangun dan dioperasi pada Capacity Factor adalah sebesar 137 Mega-watt (MW). Penggunaan cangkang untuk pembangkit tenaga listrik dihitung dengan cara yang sama, hasilnya diperoleh sebesar 111 MW. Sabut dan cangkang Kelapa Sawit yang sudah dimanfaatkan oleh PKS di Kabupaten Kampar sebesar 38 MW (15%), sisanya 85% masih terbiarkan. Potensi untuk Kabupaten lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama dan hasilnya diberikan pada Tabel-6. Tabel-6. Ketersediaan dan Pemanfaatan limbah pengolahan Kelapa sawit di PKS Propinsi Riau untuk pembangkit Tenaga Listrik. KETERSEDIAAN PEMANFAATAN No Kabupaten Dipakai N tersisa Ton/hr MW (MW) (MW) 1 Kampar -Fiber&Shell 2936 248,6 38,0 210,6 -Limbahcair 8310* 26,0 1,0 25,0 2 Rohul -Fiber&Shell 1753 148,0 31,0 117,0 -Limbahcair 4962* 15,5 0,0 15,5 3 Pelalawan -Fiber&Shell 1516 128,0 22,5 105,5 -Limbahcair 4290* 13,4 1,9 11,5 4 Inhu -Fiber&Shell 604 50,9 9,5 41,4 -Limbahcair 1710* 5,3 0,0 5,3 5 Kuansing -Fiber&Shell 1039 87,9 15,0 72,9 Limbahcair 2940* 9,2 0,0 9,2 6 Inhil -Fiber&Shell 806 67,5 12,5 55,0 -Limbahcair 2280* 7,1 0,0 7,1 7 Bengkalis -Fiber&Shell 742 62,7 11,0 51,7 Limbahcair 2100* 6,5 0,0 6,5 8 Siak -Fiber&Shell 1452 123,0 23,0 100,0 -Limbahcair 4110* 12,8 0,0 12,8 9 Rohil -Fiber&Shell 2035 172,0 29,0 143,0 -Limbahcair 5760* 18,0 0,0 18,0 10 Dumai -Fiber&Shell 127 10,7 2,0 8,7 -Limbahcair 360 1,1 0,0 1,1 Tota l 1214,2 196,4 1017,8 Fiber&Shell 1099.3 193,5 905,8 LimbahCair 114,9 2,9 112 *Dalam m3/hari 5. STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH SAWIT. Pemanfaatan Potensi sumber energi Biomasa dan Biogas dari limbah pengolahan kelapa sawit akan memberikan keuntungan bagi pemerintah, perusahaan pengolahan kelapa sawit, PT. PLN dan Masyarakat. Beberapa keuntungan pemanfaatan biogas dan bioma- sa limbah pengolahan kelapa sawit seperti berikut ini. Pertama, pemanfaatan sumber energi Biogas dan Biomasa dari limbah kelapa sawit dapat mengatasi permasalahan kekurangan tenaga listrik, terutama untuk daerah perdesaan.pabrik kelapa sawit umumnya berada di daerah (remote area), sehingga diyakini lebih realistis untuk meningkatkan ratio Page 12 JURNAL APTEK Vol. 5 No. 1 Januari 2013

Kebijakan Energi Baru-terbarukan serta Peluang Pemanfaatan Biogas dan Biomasa elektrifikasi di perdesaan. Dengan perkiraan kebutuhan per-kepala keluarga sebesar 1.000 watt atau 1300 Volt-Amper (VA, golongan tarif R2) dan rugi daya pada saluran diperkirakan 10%, maka bila dibangun PLTMG biogas dengan memanfaatkan 50% dari potensi daya listrik yang belum digunakan PKS (diasumsikan 50% digunakan sendiri oleh PKS) atau 50% dari 112 MW, maka dengan kapasitas demikian diperkirakan mampu melistriki lebih kurang 54.000 kepala keluarga (KK) atau dapat meningkatkan ratio elektrifikasi sebesar 4,4% (jumlah KK di Propinsi Riau 1.420.547 KK). Demikian juga bila dibangun PLTU biomasa dengan menggunakan 50% sumber energi biomasa yang belum termanfaatkan (50% x 905,8 MW), akan meningkatkan ratio elektrifikasi hingga 35,67%. Kedua, pemanfaatan sumber energi Biogas dan Biomasa dari limbah pengolahan kelapa sawit melalui pembangunan PLTMG secara finansial cukup menguntungkan. Berdasarkan data dari berbagai sumber di lapangan, nilai investasi untuk PLTMG lebih kurang USD.2.500/kW dengan biaya operasi dan perawatan Rp.250/kWh atau USD.0,26/kWh (Nilai Kurs : Rp.9.500). Jika dibangun PLTMG berkapasitas 1000 kw dengan perkiraan capacity Factor (CF) = 0,8, Penggunaan sendiri (own-use) sebesar 5%, Pajak penghasilan dan lain-lain 15%, Biogas gratis, tanpa biaya depresiasi, tanpa derating factor dan harga jual Rp.935/kWh, maka periode pengembalian (PaybackPeriode) investasi sebesar Rp.23,75 Milyar diperoleh setelah 6 tahun beroperasi. Ketiga, pemanfaatan biogas dan biomasa dari limbah sawit akan menghemat penggunaan sumber energi tak-terbarukan, yaitu mencapai 4,37 juta BOE (Barel Oil Equivalent) per-tahun. Keempat, mendapatkan insentif dari pemerintah dan mendapatkan kompensasi dari protokol Kyoto akibat pemanfaatan Biogas sebagai energi hijau (green energy) karena dapat mengurangi emisi CO2 di udara. Untuk meraih keuntungan tersebut, maka diperlukan strategi dalam merealisasikannya. Pemerintah sebagai regulator harus memulainya dengan melakukan koordinasi bersama pihak perusahaan PKS, Investor dan PT. PLN melalui pola-pola sebagai berikut : Pola pertama, pemerintah melalui program CD (Community Development) atau CSR (Corporate Social Responsibility) meminta perusahaan PKS untuk membangun PLTMG Biogas atau PLTU Biomasa dan menjual tenaga listrik yang dihasilkan ke PT.PLN sesuai dengan harga pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 04 Tahun 2012, dan PT. PLN menyalurkan listrik ke masyarakat, terutama untuk masyarakat di sekitar PKS. Pola Kedua, pemerintah meminta kelebihan limbah sawit perusahaan PKS dan mencarikan investor untuk membangun PLTMG Biogas atau PLTU Biomasa, melalui sistem BOT (Built-Own-Transfer) dengan PKS, dan listrik yang dihasilkan dijual sebagian ke PKS dan sisanya ke PT.PLN untuk disalurkan ke masyarakat, terutama masyarakat disekitar PKS. Pola ketiga, Pemerintah meminta kelebihan limbah sawit kepada PKS dan memberikan penyertaan modal ke BUMD untuk membangun PLTMG-Biogas atau PLTU Biomasa.Listrik yang dihasilkan dijual ke PT. PLN untuk disalurkan ke masyarakat terutama masyarakat di sekitar PKS. Selanjutnya Pemerintah bekerjasama dengan Perguruan tinggi untuk melakukan penelitian terhadap sumber energi baru-terbarukan dan teknologi energi terbarukan dengan dukungan dana pemerintah (APBN dan APBN) sesuai dengan maksud pasal-20, Pasal-29 dan Pasal-30 Undangundang Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi. 6. KESIMPULAN Berdasarkan data dan analisa, maka dalam makalah ini dapat dibuatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Limbah hasil pengolahan kelapa sawit di Pabrik Kelapa Sawit yang ada di Propinsi Riau dalam bentuk biogas dan biomasa, dapat menghasilkan tenaga listrik sebesar 1214,2 MW, terdiri dari biomasa (Sabut dan Cangkang) sebesar 1099,3 MW dan dari biogas (limbah cair) sebesar 114,9 MW. Dari total potensi tersebut, yang dimanfaatkan oleh PKS hanya sebesar 193,5 MW (17,6%) dari biomasa dan 2,9 MW (2,5%) dari biogas. 2. Pemanfaatan potensi biomasa dan biogas yang tidak termanfaatkan oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dapat membantu untuk meningkatkan ratio elektrifikasi perdesaan sebesar 4,4% dari pemanfaatan Biogas dan 35,67% dari biomasa. 3. Pembangunan PLTMG biogas secara finansial cukup menguntungkan, dengan tingkat pengembalian di- perkirakan setelah 6 tahun operasi.disamping itu mendapatkan kemudahan dan insentif dari peme-, sesuai dengan amanah Undang-undang No.30/2007. Eddon Mufrizon, Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Riau Page 13 Purwo Subekti,Program Studi Teknik Mesin Universitas Pasir Pengaraian

4. Untuk mendorong pemanfaatan kelebihan potensi biogas dan biomasa pada PKS di Propinsi Riau, pemerintah daerah diharapkan dapat memfasilitasi dan melakukan koordinasi secara intensif dan konsisten dengan perusahaan PKS, PT. PLN maupun investor dengan membuat beberapa pola kerjasama yang saling menguntungkan. DAFTAR REFERENSI Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, 10 Agustus 2007. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 04 Tahun 2012, 31 Januari 2012 tentang harga pembelian tenaga listrik oleh PT.PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik yang menggunakan energi baru-terbarukan Skala Kecil dan Menengah atau Kelebihan Tenaga Listrik. Dinas Perkebunan Propinsi Riau,2010, Laporan Tahun. PT. PLN Wil.Riau dan Kepri, 12 Mei 2012, Organizional Develop- ment, Pekanbaru PT. Karya Mas Energi, 2012, Pome Biogas Plant, Bahan Presentasi. Djiteng Marsudi, 2011, Pembangkitan Energi Listrik, Penerbit Erlangga jakarta Kasmir, Jakfar, 2003, Studi Kelayakan Bisnis, Penerbit Kencana Jakarta. Page 14 JURNAL APTEK Vol. 5 No. 1 Januari 2013