BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN KRITIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN SUCTION ENDOTRACHEAL TUBE DI ICU RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu

BAB I PENDAHULUAN. dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. WHO (1957) mendefinisikan sehat dengan suatu keadaaan sejahtera sempurna. merawat kesehatan (Adisasmito, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

LAPORAN ANALISA TINDAKAN SUCTION MELALUI OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASIDOSIS RESPIRATORIK

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1

Berty Irwin Kitong Mulyadi Reginus Malara

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

Perawatan Ventilator

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) SUCTION VIA ETT (ENDOTRACHEAL TUBE)

Jurnal Ilmiah Sehat BebayaVol.1 No. 2, Mei 2017

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain

ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3

2. PERFUSI PARU - PARU

A.TINJAUAN TEORI a. Pengertian b. Indikasi

BAB I PENDAHULUAN. ventilasi bagi pasien dengan gangguan fungsi respiratorik (Sundana,

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan

OKSIGENASI DALAM SUATU ASUHAN KEPERAWATAN

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

EFEKTIFITAS HIPEROKSIGENASI PADA PROSES SUCTIONING TERHADAP SATURASI OKSIGEN PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK DI INTENSIVE CARE UNIT

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KOMPREHENSIF I DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

BAB I PENDAHULUAN. Unit perawatan intensif atau yang sering disebut Intensive Care Unit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari 2012 Desember

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN KRITIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN SUCTION ENDOTRACHEAL TUBE DI ICU RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat, memberikan terapi serta menunjang fungsi-fungsi vital pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini

KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS

KUESIONER PENELITIAN

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ).

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASIDOSIS RESPIRATORI

NURSING CARE PLAN. Respiratory status : Airway patency setelah perawatan selama niminal 3x24 jam, pasien menunjukkan :

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

PERAWAT KLINIK I KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI SETUJUI KEMAMPUAN KLINIS N O ASUHAN KEPERAWATAN

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

TERAPI OKSIGEN DALAM ASUHAN KEPERAWATAN IKHSANUDDIN AHMAD HARAHAP. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN TINDAKAN SUCTION DI RUANG ICU RSUD GAMBIRAN KEDIRI

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Pengaruh Mobilisasi Dan Fisioterapi Dada Terhadap Kejadian Ventilator Associated Pneumonia Di Unit Perawatan Intensif

RESPIRATORY FAILURE. PRESENTATION by Dr. Fachrul Jamal Sp.An(KIC)

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. global dan merupakan penyebab kecacatan yang paling banyak. Penderita

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI.

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang memengaruhi status kesehatan yaitu pelayanan kesehatan, perilaku,

BAB I PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan adalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan pengobatan, memberikan pelayanan gawat darurat, rawat jalan dan rawat inap (Kemenkes,2008). Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus (Dep.Kes RI, 2006). Kriteria pasien masuk ICU untuk prioritas 1 adalah pasien yang merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan perawatan intensif dengan gagal nafas yang memerlukan bantuan alat ventilasi, monitoring dan obat-obatan vasoaktif secara kontunue. Misalnya pasien bedah kardiotoraksik, atau pasien syock septik. Peralatan standar di ruang Intensive Care Unit meliputi ventilasi mekanik untuk membantu usaha bernafas melalui pipa endotrakeal atau trakeostomi serta pelalatan suction untuk membantu membebaskan jalan nafas pasien dari sumbatan berupa secret (DepKes RI,2006). Salah satu indikasi klinik pemasangan alat ventilasi adalah gagal nafas (Musliha, 2010). Beberapa kasus gagal nafas berakhir dengan pemberian ventilasi mekanik yang bertujuan untuk membantu atau mengambil alih fungsi pernafasan. Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi primernya dalam

pertukaran gas yaitu oksigenasi darah arteri dan eliminasi karbondioksida (Price & Wilson,2006). Salah satu kondisi yang menyebabkan gagal nafas adalah obstruksi jalan nafas, hal ini mengakibatkan pertukaran oksigen dalam paruparu tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen (O 2 ) dan pembentuk karbondioksida (CO 2 ) dalam sel-sel tubuh sehingga mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia (Price & Wilson,2006). Obstruksi jalan nafas akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif karena penyakit persyarafan seperti cerebrovascular accident ( (Hidayat, CVA), efek pengobatan sedative dan lain-lain (Hidayat,2007). Hipoksia merupakan suatu mekanisme utama yang terjadi pada penyakit paruparu akibat adanya penurunan suplai oksigen sehingga tubuh kekurangan oksigen dalam jaringan, sedangkan hipoksemia merupakan kekurangan oksigen dalam darah. (Somantri,2012). Hipoksemia terjadi ketika kadar oksigen dalam darah turun, tekanan oksigen kurang dari 60 mmhg dan kadar saturasi hemoglobin kurang dari 90%. (Semedi dan Hardiono,2012). Hipoksemia akan berakibat terjadi gagal nafas bila PaO2 50 mmhg dengan PaCO 2 normal atau rendah (Price & Wilson,2006). Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi atau dengan kata lain timbulnya retensi CO 2 di dalam jaringan (Ganong, 2008). Pada kondisi ini

penatalaksanaan nya adalah dengan ventilasi mekanik yang tujuannya memelihara ventilasi dan oksigenasi adekuat selama periode kritis hipoksemia berat (Somantri 2012). Ventilasi mekanik yang diberikan pada pasien gagal nafas bertujuan untuk menghasilkan kanbondioksida arteri (PaCO 2 ) normal antara 35-45 mmhg dan mempertahankan tekanan oksigen arteri normal antara 95-100 mmhg (Sundana, 2010). Saturasi oksigen dipantau dengan menggunakan monitor saturasi oksigen noninvasive. Kisaran normalnya 95-100 % (Potter&Perry, 2010). Untuk memberikan ventilasi melalui alat ventilator mekanik diperlukan pemasangan Endotracheal Tube (ETT). ETT merupakan jalan nafas buatan untuk menghubungkan antara bronchus dengan mesin ventilator (Sundana,2008). Selang ETT juga sangat berarti dalam melindungi jalan nafas (dengan cuff utuh), memberikan dukungan ventilasi kontinue dan memberikan konsentrasi oksigen secara terus-menerus (Somantri, 2012). Pemeliharaan jalan nafas meliputi pengetahuan mengenai waktu yang tepat untuk menghisap sekret, melakukan penghisapan dengan teknik yang benar, mempertahan kan tekanan cuff yang adekuat, pencegahan nekrosis serta pemantauan continue terhadap pernafasan bagian atas ( Somantri,2012). Hipoksemia disebabkan oleh mekanisme ketidak seimbangan proses ventilasi dan perfusi, hipoventilasi alveolar dan gangguan difusi. Pemerikasaan yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan gas darah arteri untuk menilai kadar PaO2 dan PCO2 dalam darah. Tetapi pada keadaan tertentu kita bisa menilai oksigenasi melalui oximetri. Oximetri denyut nadi yaitu suatu

cara noninvasif yang digunakan untuk menilai oksigenasi. Oximetri denyut nadi mengukur saturasi oksigen Hb(SaO2) lebih dahulu dari pada PaO2, dengan menggunakan probe. (Price &Wilson, 2006). Untuk mempertahankan jalan nafas yang adekuat perawat melakukan suction endotrakeal. Tindakan suction merupakan suatu prosedur penghisapan lendir yang dilakukan dengan memasukkan selang kateter suction melalui hidung atau mulut. Bertujuan untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum, mencegah terjadinya infeksi paru ( RS Harapan Kita,2002 ). Suction merupakan prosedur umum di ruang perawatan intensive pada pasien yang terpasang endotrakeal tube atau trakeostomi. Di ruang intensive sebagian pasien mempunyai permasalahn dipernafasan yang memerlukan bantuan ventilator mekanik dan pemasangan pipa endotrakeal, dimana pemasangan ETT masuk sampai percabangan broncus pada saluran nafas (Marton,et.all,2013) Terpasangnya pipa endotrakea menyebabkan peningkatan simulasi sekresi mukus dan menghambat fungsi fisiologis saluran nafas bagian atas seperti menghangatkan, melembabkan, filtrasi dan fungsi suara akan hilang. Begitu pula mekanisme proteksi antara lain kemampuan mengeluarkan sekret, gerakan mukosilia, kemampuan batuk efektif akan terganggu atau menurun. Hambatan dari fungsi fisiologis tersebut akan menimbulkan masalah terjadinya retensi sputum yang mengakibatkan gangguan transportasi oksigen pada saluran nafas, atelectasis, yang akan menghambat difusi oksigen di paru-paru yang

menyebabkan kerusakan parenkim paru. Pembentukan mukus yang berlebihan mungkin disebabkan oleh gangguan fisik, kimiawi atau infeksi pada membran mukosa (Price& Wilson, 2006). Keadaan ini akan memperburuk kondisi klien yang sedang dirawat dengan ventilasi mekanik. Menurut Wiyoto (2010), Apabila tindakan suction tidak di lakukan pada pasien dengan gangguan bersihan jalan nafas maka pasien tersebut akan kekurangan suplai oksigen (hipoksemia) dan apabila suplai oksigen tidak terpenuhi dalam waktu 4 menit maka akan menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Namun jika tindakan suction tidak dilakukan dengan benar maka hal tersebut juga akan merugikan pasien yang salah satunya mengakibatkan desaturasi oksigen. Cara mudah untuk mengetahui hipoksemia adalah dengan cara pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO 2 ) dengan mengunakan alat oximetri nadi yang dapat mengukur seberapa banyak presentasi O 2 yang mampu dibawa oleh haemoglobin (Price & Wilson 2005). Setiap sel tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk melaksanakan fungsi metabolisme, sehingga mempertahankan oksigenasi adalah upaya untuk memastikan kecukupan pasokan oksigen ke jaringan atau sel. Saturasi oksigen merupakan salah satu hal yang harus kita perhatikan dalam penilaian kecukupan pasokan oksigen pada tubuh kita karena ketika saturasi oksigen rendah maka mengakibatkan pasokan oksigen ke jaringan berkurang. Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri, saturasi

oksigen normal adalah antara 95 100 %. Saturasi oksigen arteri (SaO 2 ) nilai di bawah 90% menunjukan keadaan hipoksemia (yang juga dapat disebabkan oleh anemia ). Hipoksemia karena SaO 2 rendah ditandai dengan sianosis.oksimetri nadi adalah metode pemantauan non invasif secara kontinyu terhadap saturasi oksigen hemoglobin (SaO 2 ). Dengan pemantauan kadar saturasi oksigen yang benar dan tepat saat pelaksanaan tindakan suction maka kasus hipoksemia yang dapat menyebabkan gagal nafas dapat dicegah lebih dini. Di Amerika Serikat jumlah hospitalisasi karena gagal nafas meningkat dari tahun 2001 2009 dari 1.007.549 menjadi 1.917.910, angka kematiannya 27,6 % pada tahun 2001 menjadi 20,6% pada tahun 2009 (Stefen,M.S,2014). Berdasarkan data peringkat 10 penyakit tidak menular (PTM) yang terfatal menyebabkan kematian berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) pada rawat inap rumah sakit pada tahun 2010, angka kejadian gagal nafas menempati peringkat kedua yaitu sebesar 20,98% (Kementrian Kesehatan RI, 2012). Suction diperlukan pada pasien yang terpasang pipa endotrakeal untuk membebaskan jalan nafas. Ketika dilakukan penghisapan tidak hanya lendir yang terhisap, suplai oksigen yang masuk ke saluran nafas juga ikut terhisap, sehingga memungkinkan untuk terjadi hipoksemi sesaat ditandai dengan penurunan saturasi oksigen (SpO 2 ). Hiperoksigenasi adalah teknik terbaik untuk menghindari hipoksemi akibat penghisapan dan harus digunakan pada semua prosedur penghisapan (Sundana,2010)

Hal ini dikuatkan dengan penelitian dari Zifrianita (2012) yang merekomendasikan hiperoksigenasi sebelum dan sesudah tindakan untuk mencegah hipoksemi. Hiperoksigenasi dapat dilakukan dengan menggunakan kantong resusitasi manual atau melalui ventilator dan dilakukan dengan meningkatkan aliran oksigen, biasanya sampai 100% sebelum penghisapan dan ketika jeda antara setiap penghisapan (Kozier & Erb, 2009). Prosedur yang ada saat ini juga mempersyaratkan hiperoksigenasi sebelum dilakukan tindakan hisap lendir, namun pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi juga bisa menyebabkan keracunan oksigen. Tindakan suction endotrakeal merupakan intervensi yang sering dilakukan oleh perawat dan vital manfaatnya untuk pasien kritis, meskipun demikian desaturasi oksigen sering menjadi komplikasi dalam tindakan suction endotrakeal, untuk itu perawat harus mampu meminimalkan komplikasi yang ditimbulkan dari tindakan suction endotarakea pada pasien yang terpasang ventilator (Hudak&Gallo,2010). Hal yang sama dikatakan oleh Branson (2007) bahwa manajemen sekresi pasien ventilasi mekanik termasuk metode rutin untuk menjaga fungsi mukosiliar, serta teknik untuk menghilangkan sekresi. Tujuan utama dari suction endotrakea adalah untuk menghilangkan sekret, mencegah obstruksi jalan napas, atelektasis, dan infeksi paru. Meskipun diakui tindakan ini sangat penting bagi pasien, penggunaannya dapat menghasilkan beberapa efek samping, seperti: penurunan oksigenasi, perubahan

denyut jantung, mikroatelektasis, bronkokonstriksi, peningkatan tekanan intrakranial, infeksi, trauma pada mukosa trakeobronkial, pneumotoraks,apnea, dan bahkan kasus kematian (Somantri,2012). Data yang diperoleh dari buku registrasi pasien ICU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandau Manado mulai bulan Januari Oktober 2013 total pasien yang dirawat di ICU sebanyak 411 pasien dan mengalami kejadian gagal nafas sebanyak 132 pasien (32,1%). Rata-rata pasien yang dirawat di ICU adalah 41-42 pasien/bulan dan rata-rata yang mengalami gagal nafas adalah 13-14 pasien/bulan serta 10-11 pasien/bulan meninggal akibat gagal nafas (Kitong, 2013). Data yang didapat dari registrasi pasien bulan Juni sampai September 2015 di ruang Intensive Care RS Royal Taruma Jakarta dari 84 orang pasien, 52 pasien ( 61% ) mengalami gagal nafas dan menggunakan ventilator. Rata-rata pasien dirawat di ICU adalah 21 pasien/bulan dan yang mengalami gagal nafas 13 pasien/bulan. Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan hisap lendir/suctioning adalah hipoksemia, trauma jalan nafas, atelectasis, infeksi nosokomial, disritmia jantung, arrest, hipertensi atau hipotensi, bronkospasme, perdarahan pulmonal, nyeri dan kecemasan (Maron,et,all,2013). Penelitian yang dilakukan oleh Maggiore,et all (2013) dimana 46,8% responden yang diteliti mengalami penurunan saturasi oksigen. Maggiore juga menyatakan bahwa tindakan suction ETT dapat

memberikan efek samping antara lain terjadi penurunan kadar saturasi oksigen >5%. Sehingga pasien yang menderita penyakit pada system pernafasan beresiko tinggi mengalami penurunan kadar saturasi oksigen. Dari data yang didapat dari buku registrasi di ruang ICU RS Royal trauma Jakarta bulan Juni sampai September 2015 pasien yang terpasang ventilator sebanyak 52 pasien atau rata-rata 13 orang/bulan, setiap pasien yang terpasang endotrakeal tube dilakukan tindakan suction 1-2 x/shif atau sesuai kondisi pasien. Dari hasil pengamatan di ruang ICU yang diamati pada bulan September 2015, Dari 15 tindakan yang dilakukan oleh perawat sebanyak 70% sebelum melakukan suction melakukan pengaturan tekanan suction, memberikan oksigen 100% sebelum dan sesudah tindakan, menggunakan kateter suction yang sesuai ukuran, melakukan suction tidak lebih dari 10 detik, mengevaluasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah tindakan. 20% prosedur tindakan suction lebih dari 10 detik, 10% prosedur tidak konsisten memberika oksigen 100% sebelum dan sesudah tindakan serta menilai tanda-tanda vital terutama saturasi oksigen. Penurunan saturasi oksigen terlihat pada pasien yang dilakukan prosedur tindakan suction. Dari 10 pasien yang dilakukan tindakan suction 5 pasien terjadi penurunan saturasi 4 8 %. Fenomena ini membuat peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh prosedur tindakan suction endotrakeal terhadap saturasi oksigen pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan mengingat pentingnya tindakan suction agar kasus gagal nafas yang bisa mengakibatkan kematian dapat dicegah maka diperlukan kepatuhan menggunakan Standar Operasional Prosedur (SOP) dari petugas saat melakukan suction. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai Pengaruh Prosedur Tindakan Suction Endotrakeal terhadap Saturasi Oksigen pada pasien yang terpasang Ventilasi Mekanik di ruang ICU RS Royal Taruma Jakarta tahun 2015 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Untuk mengidentifikasi pengaruh prosedur tindakan suction endotrakeal terhadap saturasi oksigen pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik di ruang ICU RS Royal Taruma Jakarta Tahun 2015 2. Tujuan Khusus : a. Mengidentifikasi prosedur tindakan suction endotrakeal oleh perawat pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik di ruang ICU RS Royal Taruma Jakarta b. Mengidentifikasi saturasi oksigen pada pasien sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction endotrakeal yang terpasang ventilasi mekanik di ruang ICU RS Royal Taruma Jakarta

c. Menganalisa pengaruh prosedur tindakan suction endotrakeal terhadap saturasi oksigen pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik di ruang ICU RS Royal Taruma Jakarta D. Manfaat Penelitian 1. Untuk RS Royal Taruma khususnya ruang ICU. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh tindakan suction terhadap saturasi oksigen pada pasien yang terpasang ventilator. Sehingga setiap petugas bisa melakukan tindakan suction sesuai prosedur. 2. Untuk Institusi pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang dapat bermanfaat dalam materi pembelajaran dan sebagai sumber pustaka yang berhubungan dengan tindakan suction dan pengaruhnya terhadap saturasi oksugen 3. Untuk Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut dengan multi varian analisa.