DEMOKRATISASI DIPLOMASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

Politik Global dalam Teori dan Praktik

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. melekat pada suatu bangsa dimana didalamnya terkandung pesan identitas "Siapa

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

CATATAN TANGGAPAN TERHADAP RUU KAMNAS

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat

BAB V KESIMPULAN. Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.

BAB V KESIMPULAN. Jepang merupakan salah satu negara maju dimana Official Development

Pokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2. Oleh Dadang Juliantara

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di

Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. tidak lagi menjadi isu-isu utama yang dihadapi oleh negara-negara sekarang ini.

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg

ISU-ISU GLOBALISASI KONTEMPORER, oleh Ahmad Safril Mubah, M.Hub., Int. Hak Cipta 2015 pada penulis

BAB I PENDAHULUAN. istilah unjuk rasa dan demonstrasi mahasiswa (Matulessy, 2005). Mahasiswa telah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

Oleh: Wahyu Susilo dalam Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil untuk SDGs Jakarta, 6-7 Oktober 2015

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

BAB V KESIMPULAN. serangan Paris oleh kaum Islamis dengan pandangan-pandangan SYRIZA terhadap

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

Sejak Edisi Pertama diterbitkan pada tahun 2008 sudah banyak perubahan yang terjadi baik

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016

Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Terorisme Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah setelah runtuhnya Orde Baru, di era reformasi saat ini, media dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah pertanahan di Indonesia telah berkembang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Bab I. Pendahuluan. proses pengambilan keputusan antara lain dengan melalui kampanye politik sebagai

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak

DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

Globalisasi secara tidak langsung membuat batas-batas antar negara menjadi semakin memudar. Dengan semakin maraknya perdagangan internasional dan peny

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

SAMBUTAN DIRJEN KESBANGPOL DISAMPAIKAN PADA FORUM KOMUNIKASI DAN KOORDINASI PENANGANAN FAHAM RADIKAL WILAYAH BARAT TAHUN 2014

AMBIGUITAS POLITIK LUAR NEGERI BEBAS AKTIF: TERBELENGGU ATAU MERDEKA?

Assamu alaikumwr. Wb. Yang Mulia Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Para Ketua Delegasi. Yang terhormat Wakil Presiden Jusuf Kalla.

BAB I PENDAHULUAN. New York, 2007, p I. d Hooghe, The Expansion of China s Public Diplomacy System, dalam Wang, J. (ed.

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang

BAB I P E N D A H U L U A N. tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA UPACARA PERINGATAN HARI BELA NEGARA TAHUN 2014

BAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERAN ALUMNI DAN MAHASISWA DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING BANGSA DI ERA GLOBALISASI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Informasi yang disajikan oleh media massa dimanfaatkan oleh

BAB V PENUTUP Pertama

PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM. Penyunting Poltak Partogi Nainggolan

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

BAB I PENDAHULUAN. efektifnya orang-orang bekerja sama dan mengkoordinasikan usaha-usaha mereka

60 menit tahun. Misi: Kesetaraan Gender. Subjek. Hasil Belajar. Persiapan. Total waktu:

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH SEJARAH INDONESIA SMK NEGERI 3 JEPARA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. punggung utama penerapan BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. PT Jamsostek (Persero) sebelum

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Transkripsi:

DEMOKRATISASI DIPLOMASI Bima Arya Sugiarto icholson, seorang pakar diplomasi modern, pernah menyatakan bahwa diplomasi merupakan alat untuk mencapai kebutuhan nasional. Jika kebijakan luar negeri merupakan substansi, maka diplomasi merupakan metode. Sejarah mencatat bahwa walaupun konsepsi kebutuhan nasional relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan, menariknya, setiap pemimpin mempunyai gaya tersendiri dalam melakukan diplomasi. Pada era Soekarno, kegiatan diplomasi kita sarat dengan nuansa retorika dan jargon-jargon yang membangkitkan sentimen nasionalisme, yang pada batas tertentu juga diimplementasikan lewat beberapa kebijakan yang fenomenal. Gaya tersebut agaknya bisa kita sebut dengan heroic diplomacy. Jaman kepresidenan Soeharto, karakter multilateral diplomacy atau conference diplomacy sangatlah menonjol melalui keaktifan Indonesia dalam berbagai forum multilateral seperti Non-Blok, OKI, APEC dan juga ASEAN. Warna baru diplomasi kita kemudian sangatlah terasa ketika Abdurrahman Wahid naik ke tampuk kekuasaan. Banyak pihak yang terkesima ketika menyaksikan betapa intensnya Wahid melakukan kunjungan-kunjungan personal ke banyak pemimpin negara. Sampai dengan akhir masa kepresidenannya, praktis semua benua telah dikunjunginya. Saat itu Wahid agaknya percaya bahwa membangun kedekatan personal dengan gaya informal akan lebih efektif dalam mencapai tujuan ketimbang melalui forum dan lembaga formal. Gaya personal diplomacy inilah yang sangat menonjol di era kepresidenan Abdurrahman Wahid. Bagaimana dengan masa kepresidenan Megawati yang kini tengah berjalan? Sejak awal pemerintahannya, kita belumlah dapat menyimak suatu karakter yang kuat dalam pelaksanaan politik luar negeri dan diplomasi. Jurnal Universitas Paramadina Vol.1 No. 3, Mei 2002: 290-294

Bima Arya Sugiarto Demokratisasi Diplomasi Megawati. Bahkan pada tingkatan tertentu, eskalasi politik domestik telah menciptakan kegamangan-kegamangan yang sebetulnya tidak perlu pada aspek diplomasi dan hubungan luar negeri, seperti pada kasus pemboman World Trade Center 11 September tahun lalu. Dinamika dan konfigurasi politik domestik telah mempengaruhi performa diplomasi Indonesia paska peristiwa pemboman WTC tersebut. Banyak pihak berharap bahwa Indonesia akan memainkan peran baru yang signifikan dalam percaturan politik internasional, ketika Megawati mendapat momentum emas sebagai kepala negara pertama yang diterima oleh Presiden Bush paska peristiwa 11 September. Namun kemudian publik tidak dapat melihat hasil yang signifikan dari pertemuan tersebut. Menariknya, setelah mendapat tekanan yang luar biasa dari berbagai kelompok Islam di tanah air, pemerintah Indonesia kemudian memperbaharui pernyataan sikapnya dengan versi yang lebih keras. Sehingga terkesan pemerintah Indonesia tidak mempunyai konsep dan karakter diplomasi yang jelas dan terarah. Pengumuman restrukturisasi yang akan secara signifikan mengubah wajah Deplu, agaknya memberikan harapan baru atas kinerja diplomasi kita. Pada satu sisi, pengumuman tersebut terasa sangat prematur, mengingat seharusnya pemerintah terlebih dahulu menjelaskan substansi kebijakan luar negeri yang menyangkut visi dan misi daripada hal-hal yang bersifat teknis. Namun demikian, di sisi lain ada satu hal yang sangat menarik untuk dikaji dari pengumuman tersebut, yaitu penjelasan Menteri Luar Negeri mengenai faktor yang melatarbelakangi restrukturisasi tersebut. Menlu Hasan Wirayuda secara tegas menyatakan bahwa pembenahan tidak bisa dihindarkan karena terjadi perubahan besar dan mendasar tidak saja pada tingkat internasional tetapi juga pada tataran domestik. Menurut Menlu, proses reformasi dan demokratisasi yang dimulai sejak 1998 telah menambah jumlah aktor dalam aspek hubungan luar negeri. DPR, LSM, Media massa, dan pengamat politk kemudian menjadi semakin aktif dan kritis terhadap masalah hubungan luar negeri. Pertimbangan inilah yang Gejolak politik domestik telah menguras energi dan konsentrasi Presiden 291

Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 1 No. 3, Mei 2002: 290-294 kemudian mendasari dibentuknya direktorat diplomasi publik pada struktur Deplu yang baru. Ekstensifikasi Aktor dan Jalur Diplomasi Sesungguhnya desakan untuk mengakui aktor lain selain Deplu dalam kegiatan diplomasi telah sejak lama muncul. Pada 1982 Joseph Montville mencetuskan gagasan mengenai track two diplomacy untuk menggambarkan kegiatan diplomasi yang dilakukan oleh unsur nonpemerintah. Asumsi dasarnya adalah untuk memuluskan kerjasama dan mengurangi konflik, maka berbagai kelompok non-negara harus berperan untuk menumbuhkan saling pengertian. Selain itu, negara ternyata juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan di dalam melakukan proses diplomasi. Keterbatasan-keterbatasan itu umumnya disebabkan oleh beberapa hal: Pertama, secara politis, para diplomat dari Deplu bagaimanapun juga masih terikat secara formal dalam instrumen kenegaraan, yang kemudian membawa konsekuensi-konsekuensi yang bersifat finansial dan prosedural. Kedua, beragamnya isu-su global paska perang dingin menuntut digunakannya pendekatan multidimensional untuk dapat lebih memahami hal-hal yang menjadi persoalan dalam hubungan antar bangsa. Itulah sebabnya interaksi antara Deplu dengan berbagai elemen non-pemerintah menjadi suatu kebutuhan utama. Selanjutnya ide yang lebih progresif muncul dari Dr. Louise Diamond dan Ambassador John McDonald, pada 1996. Mereka melansir suatu konsep yang lebih komprehensif dengan membagi jalur diplomasi secara lebih spesifik menjadi sembilan jalur, yaitu pemerintah, profesional nonpemerintah, bisnis, warga negara biasa, ilmiah, aktivis, agama, pendanaan dan informasi. Masing-masing jalur ini dianggap mempunyai potensi yang bisa dikembangkan guna membantu track pertama (pemerintah) dalam menciptakan perdamaian dunia. 292

Bima Arya Sugiarto Demokratisasi Diplomasi tersebut. Pertama, adanya kesadaran bahwa struktur internasional yang ada sekarang tidak mampu untuk menyelesaikan konflik. Sistem Internasional dengan negara sebagai unit-unitnya tidak bisa diharapkan untuk menciptakan perdamaian karena adanya pluralitas kepentingan dan keterbatasan-keterbatasan lain. PBB sebagai lembaga formal yang paling legitimate juga tidak dapat terlalau diandalkan karena sarat dengan kepentingan negara-negara besar. Kedua, adanya tafsir baru mengenai konsepsi keamanan yang tidak hanya diartikan secara sempit sebatas military security misalnya menyangkut isu nuklir dan persenjataan, tetapi juga keamanan secara luas, atau kerap disebut human security. Ketika ancaman bagi manusia tidak hanya dipersepsikan timbul dari aspek militeristik tetapi juga dari ancaman kelaparan, kebodohan, kemiskinan dan lain-lain. Karena itu ada kecenderungan peningkatan minat dari para pengamat hubungan internasional dari yang tadinya bersifat security dan strategic studies menjadi peace studies, yaitu menyangkut upaya-upaya kerjasama untuk membangun struktur pemerintahan yang kondusif bagi terwujudnya kesejahteraan warganya. Meningkatnya interaksi antar elemen non-pemerintah dari lintas negara seperti akademisi, LSM dan bahkan juga agamawan kemudian menjadi efek dari kecenderungan tersebut. Paparan di atas merupakan landasan bagi suatu argumen mengenai keperluan untuk mengoptimalkan berbagai elemen non-pemerintah dalam kegiatan diplomasi. Secara struktural, konsep baru dari Deplu telah memberikan ruang bagi pelibatan aktor dan jalur-non pemerintah tersebut. Tetapi pertanyaan yang kemudian muncul adalah, sejauh mana struktur baru tersebut dapat mengakomodasi elemen-elemen non-pemerintah tersebut? Apakah fungsi dari direktorat diplomasi publik dan direktorat informasi dan media hanya sebatas sosialisasi kebijakan luar negeri atau juga collecting opinion sebagai input bagi kebijakan luar negeri? Jika memang ada pembatasan Beberapa fungsi perkembangan seperti itu, mutakhir maka jelas dalam struktur hubungan baru tersebut antar negara belumlah telah menawarkan menjadi latar perspektif belakang baru bagi dalam pemikiran kegiatan ekstensifikasi diplomasi. jalur diplomasi 293

Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 1 No. 3, Mei 2002: 290-294 Sebagaimana paparan di atas, pelibatan elemen non-pemerintah dalam kegiatan diplomasi tidak saja sebagai objek atau sumber kebijakan tetapi juga sebagai subjek atau aktor dalam kegiatan diplomasi. Deplu sebagai aktor diplomasi yang paling konvensional dan legitimate juga harus mendorong keterlibatan aktif dari jalur-jalur lainnya. Fungsi kordinasi antar jalur hendaknya juga menjadi fokus utama dari direktorat diplomasi publik untuk menciptakan sinergi bagi keseluruhan kegiatan diplomasi Sebagai contoh, kerjasama aktif dapat dikembangkan dengan pihak media baik cetak ataupun film untuk memproduksi karya yang dapat sejalan dengan kepentingan Indonesia di forum internasional. Deplu juga dapat berkordinasi dengan para warga negara yang memiliki potensi untuk melakukan personal diplomacy seperti para musisi, aktor, atlet, seniman dan tokoh agama karena seringkali kalangan tersebut dapat berperan secara lebih efektif dalam membentuk opini publik. Banyak contoh yang menarik mengenai upaya diplomasi dari tokoh populer yang mendapat sambutan publik. Aktifnya Bono, vokalis dari kelompok musik populer U2 dalam mengkampanyekan penghapusan hutang negara-negara dunia ketiga, getolnya group musik Cranberries dalam mengkampanyekan kemerdekaan Irlandia adalah beberapa contoh yang sangat menarik. Saat ini, ketika tudingan bahwa Indonesia menjadi sarang teroris gencar disuarakan oleh berbagai pihak, adalah menjadi suatu kebutuhan untuk mendorong peran tokoh agama dan ilmuwan untuk menjelaskan kepada pihak-pihak asing mengenai posisi dan persepsi negara ini dalam menyikapi isu terorisme. Dalam hal ini Deplu dapat melakukan fungsi kordinatif dan fasilitatif dengan kalangan tersebut, ketimbang bersolo karir dan bersusah payah menangkis isu tersebut. Apabila perspektif ini kemudian dapat diimplementasikan melalui struktur baru Deplu, maka agaknya pemerintahan Megawati akan menambah khasanah baru dalam sejarah diplomasi Indonesia. Suatu gaya 294

diplomasi yang demokratis dan tidak sentralistis serta menempatkan banyak pihak sebagai aktor utama.