ANALISIS SUHU MUKA LAUT SELATAN JAWA DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DAS CITARUM

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

SUHU PERMUKAAN LAUT PERAIRAN INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMANASAN GLOBAL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA

Keywords : sea surface temperature, rainfall, time lag

I. INFORMASI METEOROLOGI

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Abstract. Intisari 1. PENDAHULUAN. Djazim Syaifullah 1

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

MEMPRAKIRAKAN KEDATANGAN FENOMENA EL-NINO TAHUN 2002~2003

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS ANOMALI CURAH HUJAN MENGGUNAKAN METODE DETERMINAN KOVARIANS MINIMUM DI PULAU JAWA DAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

El-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI MANADO SULAWESI UTARA EL-NINO AND ITS EFFECT ON RAINFALL IN MANADO NORTH SULAWESI

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Musim Hujan. Musim Kemarau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR TANGGAL 7 MARET 2018 DI LEMBANG TUMBANG DATU SANGALLA UTARA KABUPATEN TANA TORAJA

ALGORITHMA FAST FOURIER TRASFORM (FFT) UNTUK ANALISIS POLA CURAH HUJAN DI KALIMANTAN BARAT

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR TANGGAL 26 OKTOBER 2017 DI BANDARA PONGTIKU KABUPATEN TANA TORAJA

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PENGARUH EL NIÑO 1997 TERHADAP VARIABILITAS MUSIM DI PROVINSI JAWA TIMUR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

Analisis Korelasi Suhu Muka Laut dan Curah Hujan di Stasiun Meteorologi Maritim Kelas II Kendari Tahun

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

PENGARUH TOPOGRAFI TERHADAP CURAH HUJAN MUSIMAN DAN TAHUNAN DI PROVINSI BALI BERDASARKAN DATA OBSERVASI RESOLUSI TINGGI

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALYSIS OF TIME SERIES DATA (EL NINO and Sunspot) BASED ON TIME- FREQUENCY

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

BAB III DATA DAN METODOLOGI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN KEJADIAN BANJIR DAN CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MATARAM DAN KABUPATEN LOMBOK BARAT TANGGAL JUNI 2017

ANALISIS CURAH HUJAN DASARIAN III MEI 2017 DI PROVINSI NTB

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

LAPORAN ANALISIS HUJAN DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 04 OKTOBER 2009

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA VARIASI HARMONIK PASANG SURUT DI PERAIRAN SURABAYA AKIBAT FENOMENA EL-NINO

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Bulan Januari-Februari yang mencapai 80 persen. Tekanan udara rata-rata di kisaran angka 1010,0 Mbs hingga 1013,5 Mbs. Temperatur udara dari pantauan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

ANALISIS SUHU MUKA LAUT SELATAN JAWA DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DAS CITARUM 11 Djazim Syaifullah 1 Abstract Analysis of Sea Surface Temperature (SST) south of Java and its influence on rainfall in the Citarum watershed has been done Sea surface temperature in the area bounded by 9oS to 12oS latitude and 105oE to 114oE longitude, on the border of this area closest to the island of Java. History analysis has done to see the rainfall history of Citarum river basin, while the analysis of time series used to see annual patterns, seasonal pattern and other patterns. It also performed spectral analysis to see clearly the pattern of rainfall. Against the sea surface temperature data are also performed a similar analysis. The analysis showed that the rainfall of Citarum watershed has a dominant period of the annual and the second is about three years. The analysis of the sea surface temperatures show an average maximum temperature reached 29.3 0 C occurred in early March and the lowest temperature reached 26.2 0 C occurred in mid- September. The spectral analysis of sea surface temperature showed that in addition to the annual repetition appears also seasonal and cycles of some years although not obvious. Correlation of rainfall with sea surface temperature has a value ranging from 0.37 to 0.64. Against latitude the biggest correlation value contained in latitude 08 0 S while against longitude the largest correlation seen in 112 0 E. Intisari Analisis suhu muka laut (Sea Surface Temperature ~ SST) wilayah selatan Jawa dan pengaruhnya terhadap curah hujan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum telah dilakukan. Suhu muka laut daerah selatan Jawa dibatasi mulai lintang 9 0 LS sampai dengan 12 0 LS, bujur 105 0 BT sampai dengan 114 0 BT, daerah ini yang berbatasan paling dekat dengan pulau Jawa. Data curah hujan DAS Citarum yang dipakai adalah data bulanan selama 19 tahun. Analisis historis untuk melihat curah hujan historis DAS Citarum sedangkan analisis time series digunakan untuk melihat pola tahunan (annual), pola musiman (seasonal) maupun pola yang lainnya. Selain itu juga dilakukan analisis spektral untuk melihat secara jelas pola curah hujannya. Terhadap data SST juga dilakukan analisis yang sama. Setelah itu dilakukan korelasi antara nilai SST masing-masing grid dengan curah hujan DAS Citarum. Hasil analisis menunjukkan bahwa curah hujan DAS Citarum mempunyai periode yang dominan yaitu tahunan (annual) dan yang kedua adalah sekitar tiga tahunan. Analisis terhadap suhu muka laut menunjukkan rerata suhu maksimum SST mencapai 29.3 0 C terjadi pada awal bulan Maret dan suhu minimum mencapai 26.2 0 C terjadi pada pertengahan bulan September. Hasil analisis spektral menunjukkan bahwa selain perulangan tahunan, suhu muka laut juga mengalami perulangan musiman dan perulangan beberapa tahunan meskipun tidak tampak jelas. Korelasi curah hujan dengan suhu muka laut mempunyai nilai berkisar antara 0.37 sampai dengan 0.64. Nilai korelasi terbesar terdapat pada lintang 08 0 LS sedangkan terhadap bujur, korelasi terbesar terlihat pada bujur 112 0 BT. Keywords : Suhu muka laut, curah hujan, spectral analisys 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 Peneliti Madya UPT Hujan Buatan, BPPT, djazimsy@ yahoo.com Hujan berasal dari awan; awan berasal dari uap air yang mengembun di udara; uap air berasal dari air. Air yang paling banyak terdapat di laut. Dengan demikian peran laut dalam memproduksi uap air menjadi sangat penting, dan mempunyai jarak dekat dalam rangkaian proses pembentukan

12 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 11, No. 2, 2010: 11-19 hujan. Khususnya untuk wilayah Sumatra Barat, lautan India adalah lautan di sekitarnya yang paling dekat. Dalam skala besar, suhu lautan Samudera Indonesia dan suhu lautan Samudera Pasifik mempunyai kaitan yang dekat dalam rangkaian proses lautan, yang sampai saat ini kaitan tersebut banyak dihubungkan dengan fenomena El Nino maupun La Nina; sedangkan secara global kenaikan suhu muka laut dapat menyebabkan terjadinya perubahan iklim secara tidak langsung. Angin sebagai variable atmosfer mempunyai kaitan lebih dekat dengan perubahan tekanan maupun perpindahan massa uap air. Meskipun demikian keterkaitan antar variabel atmosfer akan menimbulkan dinamika atmosfer yang dikenal dengan cuaca dan iklim. Perubahan tekanan dalam skala besar berkaitan dengan fluktuasi tekanan yang dikenal dengan Osilasi Selatan, yakni beda tekanan yang berfluktuasi antara Darwin (yang merepresentasikan sebelah barat) dengan Tahiti (yang merepresentasikan sebelah timur). Pengeluaran bahang sebagai proses perpindahan bahang dari laut ke atmosfer menimbulkan pendinginan permukaan yang besarnya sebanding dengan besarnya penguapan. Laju penguapan sebagai perpindahan bahang dari lautan ke atmosfer sebesar rata-rata 1m / tahun atau sekitar 2.7 mm / hari. Namun demikian uap air didalam atmosfer tidak terus bertambah. Berdasarkan perhitungan (Oort 1971 dikutip Gill 1982) menyatakan bahwa jumlah uap air yang menjadi curah hujan di permukaan bumi setebal 23 mm; dengan demikian waktu tinggal (residence time) uap air di dalam atmosfer kira-kira sebesar 23 mm /2.7 mm per hari = 8 hari. Uap air dalam atmosfer akibat proses penguapan tersebut yang menjadi modal dalam dinamika atmosfer dalam pembentukan awan dan hujan. Semakin besar laju penguapan di daerah tersebut maka semakin besar kandungan uap air yang tinggal di atmosfer daerah tersebut. Dengan adanya perpindahan massa udara (angin) maka terjadilah perpindahan uap air. Laju penguapan terbesar terjadi di lautan, semakin luas lautan maka semakin besar penguapannya, seperti disebutkan dimuka lautan luas yang paling dekat dengan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Samudera Indonesia. Proses penguapan terjadi karena pemanasan permukaan air, semakin tinggi pemanasan maka akan semakin besar proses penguapan, semakin tinggi pemanasan juga akan semakin meningkatkan suhu permukaan air. Sehingga proses pengapan air laut dapat dilihat dari suhu permukan laut tersebut (Sea Surface Temperature SST). Dengan demikian SST sangat penting untuk melihat konvektivitas wilayah tersebut dan tingkat pertumbuhan awan dan hujan. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis suhu muka laut (SST) di sebelah selatan Pulau Jawa dan melihat pengaruhnya terhadap curah hujan wilayah DAS Citarum, karena lautan di sebelah selatan Jawa merupakan lautan terdekat dengan wilayah DAS Citarum. 1.2 Daerah Penelitian Daerah penelitian adalah Samudera Indonesia, lautan di selatan Pulau Jawa dan DAS Citarum Jawa barat. Suhu Muka Laut (Sea Surface Temperature ~ SST) daerah selatan Jawa dibatasi mulai lintang 9 0 LS sampai dengan 12 0 LS, bujur 105 0 BT sampai dengan 114 0 BT, daerah ini yang berbatasan paling dekat dengan pulau Jawa sehingga mempunyai Gambar 1. Peta daerah penelitian, resolusi data 1 x 1oLintang, Indek Gij menunjukkan posisi grid

Analisis Suhu Muka Laut Selatan... (Djazim Syaifullah) 13 pengaruh yang cukup besar terhadap supplay uap air dan pertumbuhan awan serta hujan di DAS Citarum yang terletak di Jawa barat.. 2. DATA DAN METODE 2.1 Data Curah Hujan DAS Citarum. Data curah hujan DAS Citarum yang dipakai adalah data bulanan selama 19 tahun (1986 sampai 2003) dengan 33 buah stasiun yang diperoleh dari beberapa sumber yaitu : UPT Hujan Buatan BPPT, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Puslitbang Air Departemen PU dan dari berbagai sumber lainnya. Panjang data bervariasi antara 10 sampai 30 tahun, setelah dilakukan stratifikasi data diperoleh data bulanan untuk curah hujan wilayah DAS Citarum dengan kualitas data yang memadai dengan panjang data selama 19 tahun dari 33 buah stasiun. 2.2 Data Suhu Muka Laut (SST) Selatan Jawa Data suhu muka laut (SST) diperoleh dari website University Corporation for Atmospheric Research (UCAR), Colorado USA yang terdapat di situs : http://dss.ucar.edu/datasets/ds277.0/ dengan skala spasial 1 0 derajat dan skala temporal mingguan. Data SST ini merupakan hasil analisis dengan menggunakan optimum interpolation diproses setiap minggunya. Analisis dilakukan terhadap pengamatan satelit in situ ditambah dengan simulasi SST terhadap tutupan es, sebelum analisis dihitung data satelit disesuaikan terhadap bias dengan menggunakan metode Reynolds (1988) dan Reynolds and Marsico (1993). Sampai tulisan ini dibuat metode optimum interpolasi sudah mencapai versi 2 dengan nama filenya adalah : oisst.{yyyymmdd}, dimana {yyyymmdd} adalah tahun, bulan dan tanggal pertengahan minggu. File terkompres dalam bentuk tar. File-file tersebut ditulis dalam standar biner IEEE (big-endian). Setiap file berisi empat record yang dapat dijelaskan sebagai berikut: record 1 : tanggal dan versi data / OIV2 (8 kata integer 4-byte). record 2 : nilai SST di setiap grid 0 geografi (360 x 180, 4 byte real words) record 3 : error varians yang ternormalisasi (360 x 180, 4 byte real words) record 4 : es konsentrasi di setiap gridnya (360 x 180, 1 byte integer words) Tidak ada analisis terhadap permukaan tanah (daerah daratan), nilai di permukaan tanah dikosongkan dengan interpolasi Cressman untuk menghasilkan grid menyeluruh terhadap masingmasing grid. Daerah lautan dan daerah daratan ditentukan dengan sebuah land sea mask, yang isinya nilai numerik 1 untuk daerah lautan dan nilai numerik 0 untuk daerah daratan. Disediakan program standar dalam bahasa Fortran untuk membaca format data tersebut dengan metode akses sekuensial (fortran sequential access), secara teknis masing-masing record dalam file tersebut (yang berisi parameter) dipisahkan dengan data kontrol 4 byte di awal nilai parameter tersebut yang mengindikasikan jumlah byte dalam masing-masing record. Tabel 1 berikut memberi informasi spesifikasi data SST yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 1. Spesifikasi Data SST yang digunakan dalam penelitian ini. Parameter Jenis data Sumber data Resolusi spasial Resolusi temporal Metode interpolasi Jml grid bujur Jml grid lintang 3. HASIL Keterangan Sea Surface Temperature/SST N O A A 1 o Geographyc Mingguan Optimum Interpolation 7 buah (106BT ~ 112BT) 4 buah (08LS ~ 11LS) Analisis dilakukan terhadap data curah hujan bulanan DAS Citarum dan data SST. Analisis curah hujan DAS dengan melihat curah hujan DAS Citarum secara historis dan time series. Analisis historis untuk melihat curah hujan historis DAS Citarum sedangkan analisis time series digunakan untuk melihat pola tahunan (annual), pola musiman (seasonal) maupun pola yang lainnya. Selain itu juga dilakukan analisis spektral untuk melihat secara jelas pola curah hujannya. Terhadap data SST juga dilakukan analisis yang sama yaitu analisis time series dan analisis spektral. Setelah itu dilakukan korelasi antara nilai SST masingmasing grid dengan curah hujan DAS Citarum.

14 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 11, No. 2, 2010: 11-19 3.1 Analisis Historis dan Time Series Curah hujan DAS Citarum Analisis historis curah hujan DAS Citarum dilakukan dengan mengeplot curah hujan bulanan DAS Citarum seperti terlihat pada Gambar 2. berikut. Gambar 2. Pola Curah Hujan DAS Citarum yang diambil dari 33 buah stasiun data bulanan selama 19 tahun (1986 ~ 2003) Dari Gambar 2 secara historis terlihat bahwa DAS Citarum mempunyai curah hujan maksimum sebesar sekitar 250 mm yang terjadi pada bulan Januari. Curah hujan minimum terjadi pada bulan Juli sebesar sekitar 50 mm. Kriteria Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk bulan kering adalah apabila dalam tiga dasarian (sepuluh harian) secara berturut-turut jumlah curah hujannya kurang dari 50 mm, atau dengan kata lain dalam satu bulan jumlah curah hujannya kurang dari 50 mm. Dengan kriteria tersebut, maka secara historis DAS Citarum memasuki musim kering pada bulan Mei sampai Oktober. Analisis time series terhadap curah hujan DAS Citarum dapat dilihat seperti pada Gambar 3, yang menunjukkan curah hujan bulanan DAS Citarum mulai tahun 1986 sampai awal tahun 2003. Dari Gambar 3 terlihat bahwa selain pola tahunan (annual) yang kuat ternyata ada pola yang lebih panjang (beberapa tahunan) yang terlihat kurang jelas. Untuk melihat pola ulangan yang lebih jelas maka perlu dilakukan proses analisis periodisitas dengan menggunakan analisis spektral. Gambar 3. Time series curah hujan bulanan DAS Citarum selama 19 tahun (1986 ~ 2003) 3.2 Analisis Spektral Curah Hujan DAS Citarum Analisis spektral dilakukan untuk melihat secara jelas periodisitas dari data time series curah hujan DAS Citarum. Dengan analisis ini maka perulangan yang tampak kurang jelas dalam domain waktu (time domain) akan menjadi tampak jelas dalam domain frekuensi (frequency domain). Analisis spektral adalah suatu teknik untuk menganalisis perulangan atau periodisitas dari suatu gelombang harmonik dalam deret waktu (time series), teknik analisisnya adalah dengan melakukan transformasi gelombang harmonik deret waktu dari kawasan waktu (time domain) ke dalam kawasan frekuensi (frequency domain). Transformasi ini dilakukan dengan Transformasi Fourier. Teknik ini telah banyak dikembangkan terutama oleh Cooley & Tukey (1965). Untuk memudahkan menerapannya dalam data digital telah dikembangkan suatu teknik Transformasi Fourier Diskrit (Discrete Fourier Transform - DFT) dan Transformasi Fourier Cepat (Fast Fourier Transform - FFT) sebagai pemanfaatan sifat simetrisnya. Algoritma FFT untuk komputasi juga telah dikembangkan oleh Cooley, Lewis dan Welch (1969) pertama kali dalam bahasa Fortran, sehingga dapat dikembangkan oleh paket-paket program komputasi lain. Dewasa ini beberapa aplikasi matematika / sains (misalnya Matlab) telah memasukkan modul ini sehingga sangat mudah digunakan. Seperti dimaklumi bersama bahwa untuk melihat perulangan di kawasan waktu cukup sulit dilakukan, di kawasan frekuensi perulanganperulangan ditunjukkan dengan puncak-puncak (peaks) dari suatu power density yang dihasilkan dari transformasi Fourier. Dengan melihat puncaknya akan segera diketahui pada frekuensi berapa perulangan tersebut dominan, jika frekuensinya diketahui maka periodenya dapat ditentukan. Frekuensi maksimum (f max ) adalah berbanding terbalik dengan interval sampling (v), yang dalam pernyataan matematiknya adalah : f ma x = 1 ν Interval sampling di sini adalah satu bulan (v=1) karena datanya adalah bulanan (curah hujan maupun SST), sehingga dalam persamaan di atas frekuensi maksimum adalah satu bulan. Hal ini memberikan pengertian bahwa analisis spektral dengan interval sampling satu bulan tidak bisa melihat suatu ulangan yang periodenya kurang dari satu bulan. Gambar 4. menunjukkan hasil analisis spektral dari data time series curah hujan bulanan lebih dari 18 tahun.

Analisis Suhu Muka Laut Selatan... (Djazim Syaifullah) 15 11.6 32 Gambar 4. Analisis Spektral curah hujan bulanan DAS Citarum Dari Gambar 4 terlihat jelas bahwa puncak periodisitas terdapat pada nilai 11.6 dan 32 bulan. Ini menunjukkan bahwa periode yang dominan adalah tahunan (annual) dan yang kedua adalah sekitar tiga tahunan. 3.3 Analisis Historis dan Time Series suhu muka laut selatan Jawa Analisis historis terhadap suhu muka laut dilakukan dengan mencari nilai rerata pada masing-masing grid setiap minggunya selama satu tahun dari data tahun 1986 sampai dengan 2003. Hasilnya di plot dalam Lampiran. Rerata suhu maksimum SST di selatan Pulau Jawa mencapai 29.3 0 C terjadi pada awal bulan Maret dan suhu minimum mencapai 26.2 0 C terjadi pada pertengahan bulan September. Analisis dilakukan dengan membuat profil SST historis untuk masing-masing lintang (9 0 LS, 10 0 LS dan 11 0 LS) pada grafik dengan bujur (longitude) yang sama untuk melihat apakah terjadi perubahan nilai SST terhadap lintang selama periode waktu tertentu. Disamping itu juga dibuat profil SST historis untuk masing-masing bujur (106 0 BT, 107 0 BT, 108 0 BT, 109 0 BT, 110 0 BT, 111 0 BT, 112 0 BT) pada grafik dengan lintang (latitude) yang sama untuk melihat apakah terjadi perubahan nilai SST terhadap bujur selama periode waktu tertentu. Gambar 5 adalah contoh nilai SST historis pada beberapa lintang (9 0 LS, 10 0 LS dan 11 0 LS) untuk bujur 112 0 BT. Secara longitude nilai SST di wilayah Barat (sebelah Selatan Ujung Kulon) lebih dingin dibandingkan dengan SST di bagian Timur (Selatan Banyuwangi) pada bulan-bulan basah, sementara pada bulan-bulan kering terjadi sebaliknya. Pada bulan basah suhu muka laut di sebelah timur lebih tinggi dari sebelah baratnya, menyebabkan tekanan udara di sebelah timur lebih rendah dibandingkan sebelah baratnya. Hal ini bersesuaian dengan arah angin yang pada bulan-bulan basah bertiup dari arah Barat (Baratan). Gambar 5. Nilai SST historis pada beberapa lintang (9 0 LS, 10 0 LS dan 11 0 LS) untuk bujur 112 0 BT Secara Latitude nilai SST yang dekat dengan pantai lebih tinggi dibandingkan dengan di sebelah Selatan pada bagian Barat Pulau Jawa (seperti terlihat pada gambar di lampiran). Di sebelah Timur Pulau Jawa perbedaannya tidak begitu jelas. Analisis time series terhadap suhu muka laut dilakukan dengan mengeplot data suhu muka laut secara time series seperti terlihat pada Gambar 6. berikut ini. sst ( o C) 32.0 30.0 24.0 Time Series SST 1986 1987 1988 1989 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Gambar 6. Time series SST daerah Laut Selatan Jawa selama 19 tahun (1986 ~ 2003) Gambar 6 menunjukkan plot time series nilai SST daerah laut selatan Jawa (rerata dari wilayah dengan batasan koordinat lintang 9oLS sampai dengan 12oLS, bujur 105oBT sampai dengan 114oBT ) selama 19 tahun. Dari gambar tersebut terlihat bahwa selain pola tahunan (annual) yang kuat ternyata ada pola lain yang lebih panjang yang terlihat secara tidak jelas. Seperti halnya terhadap data curah hujan DAS Citarum, untuk melihat pola ulangan yang lebih jelas terhadap data SST, maka perlu dilakukan proses analisis spektral. 3.4 Analisis spektral suhu muka laut selatan Jawa Analisis spektral dilakukan terhadap data suhu muka laut selatan Jawa. Metode yang sama dengan analisis spektral terhadap data curah hujan tahun

16 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 11, No. 2, 2010: 11-19 DAS Citarum dilakukan dengan transformasi Fourier Cepat (Fast Fourier Transform FFT) terhadap data suhu muka laut. Hasil analisis spektral disajikan pada Gambar 7. Pwr density 300 250 200 150 100 50 0 256.0 12.2 6.2 4.2 3.2 2.5 2.1 Gambar 7. Period (month) Analisis Spektral suhu muka laut (SST) Selatan Jawa Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa SST di selatan Jawa mempunyai nilai periodisitas di sekitar 12 bulan (terlihat pada puncak paling tinggi), disamping itu juga periodisitas 6 bulanan yang terlihat tidak terlalu kuat (puncaknya tidak terlalu tinggi). Periode yang lebih panjang dari 12 bulan (tahunan) terlihat beberapa periode meskipun tidak terlalu jelas. Dari hasil analisi ini menunjukkan bahwa selain perulangan tahunan, suhu muka laut juga mengalami perulangan musiman dan perulangan beberapa tahunan meskipun tidak tampak jelas. 3.5 Korelasi dengan Curah Hujan Historis DAS Citarum Seperti disebutkan di muka bahwa faktor suhu muka laut dapat mempengaruhi proses konveksi di suatu tempat. Hasil akhir dari suatu proses konveksi berupa pertumbuhan awan dan hujan meskipun tidak semuanya menghasilkan curah hujan yang terukur, sehingga ada hubungan antara peristiwa konveksi dengan adanya kanaikan suhu muka laut dengan curah hujan yang terjadi di suatu daerah. Untuk melihat keeratan hubungan antara suhu muka laut wilayah selatan Jawa dengan curah hujan DAS Citarum maka dilakukan korelasi antara keduanya. Korelasi dihitung untuk masing-masing grid terhadap curah hujan dengan menggunakan statistik sederhana. Tabel 2 menunjukkan nilai korelasi antara curah hujan DAS Citarum dengan nilai SST. Dari hasil analisis korelasi data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai korelasi antara suhu muka laut selatan Jawa dengan batasan tersebut di atas dengan curah hujan DAS Citarum mempunyai nilai berkisar antara 0.37 sampai dengan 0.64. Tabel 2. Nilai Korelasi Curah hujan DAS Citarum dengan nilai SST untuk setiap gridnya Lintang Selatan Nilai korelasi terbesar terdapat pada lintang 08 0 LS sedangkan terhadap bujur, korelasi terbesar terlihat pada bujur 112 0 BT. Secara latitude nilai korelasi grid yang dekat dengan daratan (08 0 LS) lebih besar dibandingkan dengan grid yang lebih jauh, hal ini dapat dijelaskan bahwa lautan yang paling dekat dengan daratan mempunyai pengaruh lebih besar dibandingkan dengan lautan yang lebih jauh dengan daratan. Semakin tinggi suhu permukaan lautnya semakin banyak kandungan uap air di atmosfernya dan karena jaraknya dekat dengan daratan maka peluang sampai ke daratan dan menjadi modal pertumbuhan awan juga lebih besar. Secara Longitude belum bisa dijelaskan kenapa semakin ke arah timur nilai korelasi semakin besar. 4. KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Bujur Timur Grid 106 107 108 109 110 111 112 08 0.44 0.47 0.51 0.54 0.57 0.61 0.64 09 0.42 0.45 0.49 0.53 0.56 0.60 0.64 10 0.39 0.42 0.46 0.49 0.53 0.57 0.61 11 0.37 0.40 0.44 0.47 0.49 0.53 0.57 Curah hujan DAS Citarum maksimum terjadi pada bulan Januari sedngkan minimum terjadi pada bulan Juli, secara historis DAS Citarum memasuki musim kering pada bulan Mei sampai Oktober. Selain pola tahunan yang kuat ternyata ada pola yang lebih panjang (beberapa tahunan) yang terlihat kurang jelas. Dari hasil analisis spektral terlihat bahwa curah hujan DAS Citarum dan suhu muka laut sama sama memiliki periodisitas tahunan (annual) yang kuat, pada curah hujan terlihat periodistias kurang kuat 32 bulan (sekitar tiga tahunan) sedangkan pada suhu muka laut selain perulangan tahunan, juga mengalami perulangan musiman dan perulangan beberapa tahunan meskipun tidak tampak jelas. Korelasi curah hujan dengan suhu muka laut. mempunyai nilai berkisar antara 0.37 sampai dengan 0.64. Nilai korelasi terbesar terdapat pada lintang 08 0 LS sedangkan terhadap bujur, korelasi terbesar terlihat pada bujur 112 0 BT. Curah hujan wilayah DAS Citarum dipengaruhi oleh besarnya nilai suhu muka laut (SST) selatan Pulau Jawa.

Analisis Suhu Muka Laut Selatan... (Djazim Syaifullah) 17 4.2 Saran Perlu dilakukan analisis ini dengan menggunakan data yang lebih panjang lagi sehingga periodisitas yang lebih panjang aka terlihat. DAFTAR PUSTAKA Cooley, J. W. and Tukey, J. W., 1965 : An Algorithm for the machine calculation of complex Fourier series. Mathematics of Computation, 19, 297-301 Cooley, J. W., Lewis, P. A. and Welch, P. D., 1969 : The Fast Fourier Transform and its applications. IEEE Trans. on Education 12, 27-34 Gill, A.E., 1982: Atmosphere Ocean Dynamics. International Geophysics Series, Vol. 30. Academic Press. Reynolds, R. W., 1988: A real-time global sea surface temperature analysis. J. Climate, 1, 75-86. Reynolds, R. W. and D. C. Marsico, 1993: An improved real-time global sea surface temperature analysis. J. Climate, 6, 114 119. University Corporation for Atmospheric Research (UCAR), Sea Surface Temperature Data, http://dss.ucar.edu datasets/ds277.0/ di akses di situs pada tanggal 4 Agustus 2009.

18 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 11, No. 2, 2010: 11-19 Historical SST at 9 o South Latitude 106 107 108 109 110 111 112 Historical SST at 10 o South Latitude 106 107 108 109 110 111 112 Historical SST at 11 o South Latitude 106 107 108 109 110 111 112 Gambar L1. Profil Longitude nilai SST historis untuk lintang 9 0 LS, 10 0 LS dan 11 0 LS

Analisis Suhu Muka Laut Selatan... (Djazim Syaifullah) 19 Historical SST at 106 o East Longitude Historical SST at 107 o East Longitude 09LS 10LS 11LS 09LS 10LS 11LS Historical SST at 111 o East Longitude Historical SST at 112 o East Longitude 09LS 10LS 11LS 09LS 10LS 11LS Gambar L2. Profil Latitude nilai SST historis untuk bujur 106 0 BT, 107 0 BT, 111 0 BT dan 112 0 BT