POSISI WANITA PADA RUMAH TRADISIONAL BAANJUNGAN DI BANJARMASIN

dokumen-dokumen yang mirip
RUANG SOSIAL RUMAH TRADISIONAL BAANJUNGAN DI BANJARMASIN

+ 3,63 + 2,60 ± 0, ,00

Perubahan Konsep Dapur Hunian Akibat Kebutuhan Pengguna pada Perumahan (Studi Kasus: Perumahan Vila Bukit Tidar Malang)

Renny Melina. dan bersosialisasi antara keluarga dapat terganggu dengan adanya kehadiran pekerja dan kegiatan bekerja di dalamnya.

APLIKASI PENGARUH ISLAM PADA INTERIOR RUMAH BUBUNGAN TINGGI DI KALIMANTAN SELATAN

Sirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang

POLA RUANG DALAM BANUA TONGKONAN DAN BANUA BARUNG- BARUNG DI DUSUN TONGA, KELURAHAN PANTA'NAKAN LOLO, TORAJA UTARA

TERITORI RUANG PADA RUMAH PRODUKTIF BATIK DI KAUMAN, PEKALONGAN JAWA TENGAH

SUMBU POLA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA BATU

GENDER DALAM TERITORI

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN

POLA RUANG DALAM RUMAH PANGGONG DI KAMPUNG BONTANG KUALA

Morfologi Spasial Hunian di Desa Wisata Sendangduwur Kabupaten Lamongan

PERUBAHAN POLA RUANG DALAM PADA HOME INDUSTRY SARUNG TENUN SAMARINDA DI KECAMATAN SAMARINDA SEBERANG

POLA PERMUKIMAN RUMAH BERLABUH MASYARAKAT SERUI ANSUS DI KOTA SORONG

PRINSIP PENATAAN RUANG PADA HUNIAN MUSLIM ARAB DI KAMPUNG ARAB MALANG

EKSISTENSI RUMAH TRADISIONAL BANJAR SEBAGAI IDENTITAS KAWASAN BERSEJARAH DI KELURAHAN KUIN UTARA, BANJARMASIN

Pola Aktivitas Pada Ruang Publik Taman Trunojoyo Malang

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN STASIUN KERETA API SOLO JEBRES

ARSITEKTUR SUKU BANJAR

ADAPTASI SPASIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DABAG SLEMAN YOGYAKARTA

RUMAH BATU DI PESAYANGAN MARTAPURA SEBUAH KARYA ARSITEKTUR EKLEKTIK DI KALIMANTAN SELATAN

BAB VII KESIMPULAN 7.1. Ringkasan Temuan

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

Perubahan Pola Tata Ruang Unit Hunian pada Rusunawa Bayuangga di Kota Probolinggo

Studi Elemen Interior Rumah Adat Sumbawa

Wahyudin Ciptadi Jurusan Teknik Arsitektur Politeknik Negeri Pontianak

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB VI KONSEP RANCANGAN

Peranan Ibu Rumah Tangga Terhadap Terciptanya Ruang Publik Di Kawasan Padat Penduduk Pattingalloang Makassar

Konsep Tata Masa. Parkir. Green area. Green area

ATRIBUT RUANG SEBAGAI PENANDA RUANG RITUAL PADA PESAREAN GUNUNG KAWI KABUPATEN MALANG

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III ANALISA PENDEKATAN ARSITEKTUR PANTI ASUHAN TERPADU DI KOTA SEMARANG

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB III ANALISIS. RINI SUGIARTI, S.Ars Gambar 10. Denah Dan Ukuran Bangunan Eksisting (Sumber : Data Penulis, 2017)

ASPEK-ASPEK PERANCANGAN RUMAH TINGGAL. Oleh : Glinggang Setiyoko. Abstract

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masuknya kebudayaan baru dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

APLIKASI PARADIGMA NATURALISTIK FENOMENOLOGI DALAM PENELITIAN ARSITEKTUR

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun

BAB VI HASIL RANCANGAN. perancangan tapak dan bangunan. Dalam penerapannya, terjadi ketidaksesuaian

Simposium Nasional Teknologi Terapan(SNTT) PENGARUH POLA TATA RUANG RUMAH DERET TERHADAP KUANTITAS PENGGUNAAN RUANG

PERUBAHAN RUANG PADA BANGUNAN RUMAH PANJAE SUKU DAYAK IBAN KALIMANTAN BARAT

TATA LETAK RUANG HUNIAN-USAHA PADA RUMAH LAMA MILIK PENGUSAHA BATIK KALANGBRET TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

Siti Sarwati Departement of Architecture, Faculty of Engineering, University of Indonesia, Jalan, 16424, Depok, Indonesia

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

- BAB III - TINJAUAN KHUSUS

Fadilah et al., Pendapatan Wanita...

LAMPIRAN. Ziesel (1981) didalam bukunya mengatakan bahwa : they do. How do activities relate to one another spatially. And how do spatial

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya

BAB VI HASIL PERANCANGAN

KARAKTERISTIK RUMAH ADAT TAMBI SUKU LORE SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

PENGARUH SOSIAL EKONOMI TERHADAP KUALITAS PERMUKIMAN DI KELURAHAN SIDOREJO KECAMATAN MEDAN TEMBUNG KOTA MEDAN. Mbina Pinem 1.

Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

MASJID BERBASIS MASYARAKAT DAN SIGNIFIKANSINYA SEBAGAI RUANG PUBLIK

D.03 PERAN RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG SOSIALISASI ANAK DALAM MEMBENTUK KARAKTER BANGSA

MUSEUM GERABAH NUSANTARA Penerapan arsitektur bangunan berbahan gerabah pada bentuk bangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

PENDEKATAN KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pendekatan konsep untuk tata ruang dan tata fisik

PENERAPAN KONSEP HIJAB PADA RUMAH TINGGAL PERKOTAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PERUBAHAN NILAI RUANG DAPUR DALAM KEBUDAYAAN MASYARAKAT MAKASSAR

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Makna Ruang Rumah Berlabuh Masyarakat Serui Ansus di Kota Sorong

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat.kepercayaan ini menimbulkan perilaku tertentu seperti berdo a,

KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH DI DESA BAHU PALAWA

IDENTIFIKASI POLA TATA RUANG RUMAH PRODUKTIF BATIK DI LASEM, JAWA TENGAH

PENERAPAN UKIRAN MADURA PADA INTERIOR GALERI BATIK DI BANGKALAN PLAZA MADURA

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin

LAPORAN PENELITIAN SETING PRILAKU PENGUNJUNG DI TAMAN NOSTALGIA KUPANG. Oleh I Kadek Mardika

TEORI & STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 1

Konsep Design Mikro (Bangsal)

FENOMENA PERBEDAAN TINGKAT KEBISINGAN PADA 2 UNIT RUANG TIDUR: STUDI KASUS RUMAH TINGGAL PENELITI DI TEPI JALAN RAYA

Jawa Timur secara umum

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

BAB V PENUTUP. masjid yang didirikan di Indonesia. Masjid telah menjadi salah satu bangunan. atau RW, instansi pendidikan, dan instansi pemerintahan.

KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA

KAJIAN PERILAKU DAN TERITORI PADA SELASAR BIOSKOP EMPIRE XXI YOGYAKARTA

14 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No

TIANG Gambar Balok Lantai Dimasukkan ke dalam Tiang (Sketsa : Ridwan)

Asrama Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

PENCAHAYAAN SEBAGAI INDIKATOR KENYAMANAN PADA RUMAH SEDERHANA YANG ERGONOMIS Studi Kasus RSS di Kota Depok Jawa Barat

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Hasil Perancangan Galeri Seni Dwi Matra di Batu merupakan aplikasi dari

Transkripsi:

POSISI WANITA PADA RUMAH TRADISIONAL BAANJUNGAN DI BANJARMASIN Muhammad Rifqi 1, Antariksa 2 dan Noviani Suryasari 3 1 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 2 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 3 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya muhammadrifqi45@yahoo.com ABSTRAK Arsitektur merupakan hasil kebudayaan manusia. Masyarakat Banjar memposisikan wanita dalam posisi yang sangat penting. Posisi wanita sebagai pengguna dari ruang sosial dalam masyarakat Banjar memegang peranan penting dalam keluarga, hal ini dibuktikan dengan beberapa aktivitas utama yang hanya dikerjakan oleh wanita dalam kehidupan sehari-hari. Bahasan ini menggunakan metode penelitian deksriptif kualitatif yang didapat dari data primer dan sekunder. Bahasan ini memfokuskan pada Rumah Tradisional Banjar Baanjungan yang merupakan arsitektur klasik Banjar yang tidak banyak dibuat lagi dalam bentuk aslinya. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa peran wanita dalam masyarakat Banjar sangat penting yang dibuktikan dengan penempatan posisi wanita dalam rumah Baanjungan yang sangat terlindung. Posisi wanita berada pada ruang Palidangan dan Padapuran yang berada setelah ruang paling depan yaitu ruang Palataran dan Panampik Basar. Kata kunci: posisi wanita, rumah Baanjungan ABSTRACT Architecture is result of human culture. Woman have important position in Banjar people. Woman position as user in social space and in Banjar people hold important rule in family, it proof by several main activities in life. This writing use descriptive qualitative of research method which get from primary and secondary data. This writing is focused in Banjar Baanjungan traditional house which is Banjar architecture classic that not build many more in original form. The results of the analysis indicate that the role of women in society is very important in Banjar people that proof by the placement of the position of women in the Baanjungan house is highly protected. The position of women is at Palidangan and Padapuran which are the next after Palataran and Panampik Basar. 1. Pendahuluan Keywords: woman space, Baanjungan house Perbedaan identitas, geografis ekologis, pengalaman sejarah, sistem sosial, dan kepercayaan menimbulkan berbagai kebudayaan daerah yang dihasilkan oleh masingmasing suku daerah di Indonesia. Suku Banjar adalah suku yang hidup sejak dulu dan mendominasi pulau Kalimantan khususnya Provinsi Kalimantan Selatan. Banyak hasil budaya sejak berdirinya Kesultanan Banjar, salah satunya adalah Rumah Tradisional

Banjar Baanjungan. Rumah Banjar atau Rumah Baanjungan adalah rumah tradisional Suku Banjar. Arsitektur merupakan hasil kebudayaan manusia. Perkembangan arsitektur dari jaman dahulu sampai sekarang merupakan usaha mewadahi kebutuhan manusia, sehingga arsitektur berkembang sesuai dengan dinamika kehidupan manusia. Manusia mempunyai naluri dan akal untuk mempertahankan dirinya yang diwujudkan dengan kebutuhan fisik dan nonfisik seperti aktivitas makan, minum, beribadah, beristirahat, dan rasa aman. Semua kebutuhan ini memperlukan tempat berupa ruang. Selain kedua kebutuhan tersebut (aktivitas dan rasa aman/terlindungi), manusia juga memiliki kebutuhan sosial yang juga memerlukan ruang, karena hakikat manusia sebagai makhluk sosial, sehingga dapat disimpullan ruang sosial merupakan ruang yang tidak dapat dilepaskan dari ilmu arsitektur maupun kehidupan manusia. Ruang sosial pada sebuah hunian apalagi sebuah hunian tradisional selalu ditempat oleh pelaku sosial yang dibedakan dari jenis gender, yaitu lakilaki dan wanita. Posisi wanita dalam Rumah tradisional Baanjungan juga ditentukan oleh batasan fisik dan non fisik berupa aktivitas utama yang selalu dikerjakan oleh wanita pada ruang-ruang tertentu. Semua aktivitas ini memperlukan tempat berupa ruang. Wanita juga memiliki kebutuhan sosial yang juga memperlukan ruang, karena hakikat manusia sebagai makhluk sosial, sehingga dapat disimpullan perlunya kajian mengenai posisi wanita pada Rumah Baanjungan. Studi ini mengambil objek berupa posisi wanita yang dipengaruhi oleh aspek sosial masyarakat Banjar sebagai objek penelitian, dikarenakan posisi wanita sangat penting bagi rumah-rumah tradisional manapun, tidak terkecuali Rumah Banjar. Disatu sisi ruang merupakan unsur pokok dalam memahami arsitektur, ruang berfungsi sebagai wadah aktivitas manusia baik secara fisik maupun nonfisik. Di sisi yang lain arsitektur tidak bisa dilepaskan dari aspek sosial yang merupakan bagian nonfisik dari arsitektur. Rumah Baanjungan yang berjumah 11 tipe (Seman 2011), dihuni oleh keluarga dengan aspek sosialnya masing-masing. Aspek sosial tersebut berpengaruh pada perbedaan ruang sosial yang terjadi, dan hal tersebut menarik untuk diteliti. Rumah tradisional Baanjungan yang masih bertahan berada dalam kondisi yang memprihatinkan, banyak bagian-bagian rumah tersebut yang sudah rusak sama sekali. Pemerintah sudah mengusahakan subsidi untuk perawatan bangunan-bangunan tersebut. Namun tidak jarang anggota keluarga pemilik rumah menolak bantuan Pemerintah karena alasan-alasan tertentu. Nilai-nilai yang ada dalam Rumah Tradisional Banjar pun sudah banyak terkikis dikarenakan perubahan zaman. Nilai yang menitik beratkan pada tata krama, kesopansantunan dan perlindungan terhadap wanita dalam kegiatan-kegiatan masyarakat zaman dahulu sudah banyak yang hilang. Padahal nilai-nilai tersebut adalah warisan kekayaan budaya yang harus dijaga oleh generasi penerus. Berdasarkan latar belakang yang ada, permasalahan yang diungkapkan pada studi mengenai Rumah Baanjungan Banjar di Kota Banjarmasin adalah bagaimana posisi wanita dalam Rumah tradisional Baanjungan di Banjarmasin?

2. Bahan dan Metode Penelitian ini dilakukan dengan tujuan pokok mengetahui posisi wanita dalam Rumah Baanjungan di Kota Banjarmasin dengan cara mengamati aspek sosial dan aktivitas wanita pada ruang dalam setiap sampel rumah. Aspek sosial dapat dilihat dari tinjauan pustaka mengenai aspek sosial masyarakat Banjar yang akan diamati secara langsung di lapangan melalui pertanyaan-pertanyaan yang menghubungkan aspek sosial (misalnya sistem religi) dengan posisi wanita dalam Rumah Baanjungan. Aspek sosial dan aktivitas wanita akan di analisis lewat gambar denah atau pengamatan langsung dan wawancara dengan penghuni untuk menggali data dokumenter, yaitu dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode ini menggunakan data-data yang ada berdasarkan survei data primer maupun sekunder, menganalisis dan menginterpretasi data-data yang ditemukan dengan pendekatan secara naturalistik (fenomena yang ada). Data-data yang ada merupakan hasil observasi lapangan, wawancara, pengambilan foto, dokumen pribadi atau resmi dan data lain yang mempunyai hubungan dengan penelitian. Posisi wanita diidentifikasi dengan menganalisis gambar denah dari segi peletakan ruang yang satu dengan ruang yang lain, dengan dasar teori aspek sosial ruang dalam dan aspek sosial masyarakat Banjar yang sudah diambil, sehingga akan diketahui posisi wanita yang terbentuk pada ruang dalam tersebut. Jika semua variabel penelitian telah ditemukan dan dapat dideskripsikan, maka selanjutnya dibuat tabulasi untuk mencari kesimpulan dari posisi wanita dalam rumah tradisional ini. Dalam pengamatan ini, gambar denah yang digunakan adalah gambar denah yang berhasil diidentifikasi dari seluruh kasus yang berjumlah 76 kasus. Untuk memperjelas uraian hasil/ temuan studi dalam tulisan ini, contoh-contoh gambar denah hanya diambil dari beberapa kasus tertentu saja yang dianggap mewakili. Faktor utama kelangsungan hidup manusia adalah terpenuhinya kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup manusia adalah tersedianya sandang, pangan, papan (rumah, permukiman). Ruang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia dimanapun dia berada, baik secara psikologi, sosial, dan emosional. Ada kalanya ruang tidak dapat dibedakan dengan tegas, jika dalam pengelolaan desain dan penataan elemen-elemen tidak menggunakan elemen-elemen pembatas secara tegas. Rapoport (1980) menyatakan bahwa ruang terbentuk karena adanya tiga hal, yaitu: a. Ruang yang dibentuk oleh unsur-unsur tetap (misalnya dinding, lantai, plafon) yang mencakup organisasi ruang, orientasi, ukurannya, lokasi dan hierarki. b. Ruang yang dibentuk oleh unsur-unsur semi tetap (misalnya pola taman dalam dan tabir pembatas), bahkan furnitur/perabot dalam sebuah ruangan. Perabot dibuat untuk memenuhi tujuan fungsional dan mempengaruhi perilaku pemakainya. c. Ruang yang dibentuk unsur-unsur tidak tetap, yakni ruang yang ditimbulkan oleh kerumunan orang (aktivitas) dan ini lebih bersifat abstrak. 2.1 Aspek Sosial Rumah Tinggal Rumah merupakan institusi, tidak hanya sebuah struktur yang dibuat untuk tujuan yang komplek. Membangun rumah merupakan fenomena budaya, bentuk dan organisasinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan budayanya berasal. Rapoport (1969) berpendapat bahwa bentuk sebuah rumah tidak secara sederhana hasil dari faktor kekuatan fisik atau

sebab yang lain, tetapi merupakan konsekuensi jangkauan yang luas dari faktor sosialbudaya yang terlihat pada masa tersebut. Menurut Rapoport (1969) ruang sosial dalam rumah dapat dilihat dari beberapa aspek salah satunya yaitu: Posisi wanita, merupakan aspek dari sistem keluarga, cukup penting untuk memperhitungkan bahwa hal ini perlu untuk didiskusikan. Di Afrika laki-laki mengunjungi rumah wanita, perbedaan posisi juga terdapat di Jepang dimana dapur merupakan beberapa tempat khusus untuk wanita. Di Mesir, laki-laki dan wanita selalu dipisah, dimana orang kaya akan memisahkannya dengan ruangan khusus, dan orang yang kurang mampu akan memberi ruang pada bagian tertentu dari rumah. Dalam Suku Banjar juga berlaku hal yang sama, berasal dari ajaran Islam yang berkembang, maka posisi wanita dalam rumah, posisi tamu wanita saat bertamu pun berbeda, dan ini berpengaruh pada posisi rung dalam. Hal ini dibuat sedemikian untuk menghormati dan menyanjung wanita. Terdapat dua fokus aktivitas yaitu memasak dan mengajari anak. Terbentuknya ruang wanita disebabkan oleh perbedaan peran dan kedudukan antara pria dan wanita dalam rumah tangga, perbedaan aktivitas antara pria dan wanita dalam kesehariannya dan adanya penghormatan yang lebih tinggi dan istimewa terhadap wanita (Muqoffa 2005). Kebutuhan dasar, ketika melihat keperluan dasar dari istilah yang umum, akan memberikan informasi yang sedikit, akan menarik jika melihatnya dari istilah yang spesifik. Jika kita mempertimbangkan bernafas sebagai istilah yang spesifik, kita akan sadar itu akan memberikan efek yang komplek pada sebuah bentuk. Kita telah melihat bagaimana agama dapat memengaruhi cara makan dan masih banyak contoh aspek keperluan dari cara makan yang dapat memengaruhi bentukan rumah. Kebutuhan dasar yang dibahas berupa aktivitas-aktivitas wanita. Kesimpulannya adalah kebutuhan-kebutuhan dasar seperti tidur, makan, berkumpul dengan keluarga dan orang lain, menerima tamu, beribadah dan faktor-faktor lain dapat berpengaruh besar terhadap bentukan, organisasi, tata letak ruangan maupun rumah itu sendiri jika dilihat dari sudut pandang yang lebih luas. 2.2 Keadaan Sosial Masyarakat Banjar Sistem kepercayaan orang Banjar menganut agama Islam dan Islam telah menjadi ciri masyarakat Banjar. Kehidupan orang Banjar berlandaskan nilai-nilai Islam, namun demikian masih melekat ajaran-ajaran animisme, Hindu, Budha sebagai adat masa lalu. Ajaran Islam bukan merupakan satu-satunya kepercayaan religius yang dianut dalam masyarakat Banjar (Daud 1997). Sistem pengetahuan tentang keadaan yang bersifat tradisional banyak dikembangkan, misalnya tentang teknik menangkap ikan, teknik membuat rumah, teknik berkebun. Konsep-konsep pengetahuan yang alami sering ditunjang dengan agama Islam, dalam hal ini peranan ulama sangat penting dalam kehidupan orang Banjar. Konsep pengetahuan dilandasi oleh Ketuhanan yang mendalam, sehingga banyak Muslim Banjar yang mendalami ilmu-ilmu agama seperti tauhid dan tasawuf yang menimbulkan orang mengenal akan Tuhannya. Sebagai contoh dalam hal Rumah Baanjungan yaitu banyak terdapat pemisahan ruang wanita, pemisahan ruang tamu untuk wanita dan pria, pemisahan ruang beristirahat (Brotomoeljono 1982).

3. Hasil dan Pembahasan Menurut Seman (2001) tata ruang dalam Rumah Tradisional Banjar secara umum dapat dibagi menjadi : a. Palataran / Teras pada bagian paling depan setelah melewati tangga hadapan/tangga naik, dengan ukuran cukup besar. Ruangan ini didukung oleh empat batang tiang panjang yang kokoh. Ruangan ini dibatasi oleh kandang rasi. b. Panampik Besar, merupakan ruang tamu yang besar dan lebar setelah melewati Lawang Hadapan/pintu masuk. Lawang hadapan bisa terletak di tengah, atau berjejer sebagai lawang kembar tiga c. Palidangan atau Ambin Dalam, ruangan setelah melewati tawing halat, permukaan lantainya sama tinggi dengan Penampik Besar. Ruang Palidangan merupakan ruang tengah yg berisi kamar tidur dan ruang keluarga. d. Padapuran, ruang belakang setelah melalui Palidangan. Lantai pada ruang ini lebh rendah daripada Ruang Palidangan. Pada zaman dahulu bagian belakang ruang ini terdapat tangga yang menuju keluar rumah yang dimaksudkan untuk jalan keluar masuk kaum perempuan saat melangsungkan acara yang memanggil banyak orang, misalnya Salamatan atau Batasmiyahan. Padapuran Palidangan Tawing Halat Panampik Besar Palataran Lawang Hadapan Kandang Rasi Gambar 1. Pembagian Ruang Rumah Baanjungan (Sumber: Rifqi, 2014) 3.1 Aktivitas Wanita dalam Rumah Unsur tidak tetap pembentuk ruang (non-fixed element) dapat dilihat dari dua jenis aktivitas, yaitu aktivitas umum dan aktivitas yang hanya dikerjakan oleh wanita. Aktivitas-

aktivitas umum wanita berupa beribadah, makan, beristirahat, menerima tamu (wanita) yang juga mempengaruhi posisi wanita pada Rumah tradisional Baanjungan. Unsur-unsur tidak tetap (non-fixed element) juga dipengaruhi oleh unsur semi tetap (semi-fixed element) berupa elemen penanda aktivitas. Tabel 1. Peletakan Posisi Wanita Berdasarkan Aktivitas No Aktivitas Waktu Peletakan Ruang Analisis 1 Memasak (aktivitas khusus wanita) 2 Mengajar Anak (aktivitas khusus wanita) Dilakukan pada pagi, siang dan sore hari Dilakukan pada sore / selepas maghrip Aktivitas ini diletakan pada Padapuran. Ditandai oleh unsur semi fixed berupa peralatan memasak Aktivitas ini diletakkan pada Palindangan dan Panampik Besar. Ditandai oleh unsur semi fixed berupa meja 3 Beribadah Waktu solat Palidangan dan kamar masing-masing. Ditandai oleh unsur semi fixed berupa penataan perabot yang memberi ruang untuk sholat (arah kiblat) 4 Makan Pagi, siang dan malam hari 5 Beristirahat Siang dan Malam hari 6 Menerima tamu (Sumber: Rifqi, 2014) Padapuran dan Palidangan. Ditandai oleh unsur semi fixed berupa meja makan, karpet. Palidangan bagian tengah dan samping (kamar masin-masing). Ditandai oleh unsure semi fixed berupa kasur. fleksibel Panampik Besar. Ditandai oleh unsur semi fixed berupa meja tamu, karpet. Memasak merupakan kegiatan yang hanya dilakukan oleh kaum wanita. Aktivitas ini dilakukan oleh anggota keluarga wanita, anak-anak pun juga sudah mulai diajari memasak. Aktivitas ini diletakan di Padapuran/ bagian belakang rumah untuk melindungi kaum wanita, hal ini dipertegas dengan terdapatnya beberapa ruangan untuk menuju ruang Padapuran Mengajari anak dalam berbagai ilmu ditugaskan kepada seorang ibu, karena merupakan sekolah pertama anakanak. Aktivitas ini dulu biasa dilakukan di ruang Palidangan. Peletakan ini dimaksudkan untuk menjaga situasi yang kondusif dalam proses mengajar. Namun sesekali dilakukan di Panampik agar tidak terjadi kebosanan. Sholat/ beribadah merupakan aktivitas rohani yang memerlukan ketenangan, sehingga diletakkan pada ruangan yang privat, terkecuali dilakukan berjamaah, maka akan ditempatkan di Palidangan. Kaum wanita melakukan aktivitas ini di Padapuran saat pagi, sedangkan pada siang akan lebih fleksibel dan biasanya berada di Palidangan, karena pada saat tersebut tidak terdapat kaum lak-laki. Aktivitas yang biasanya dilakukan pada malam hari oleh seluaruh penghuni rumah pada kamar masing-masing, namun pada siang hari kaum wanita Banjar biasanya akan beristirahat bersama pada ruang Palidangan, saat kaum laki-laki tidak berada di rumah Peletakkan ruang penerima tamu berdasarkan subjek yang datang yaitu laki-laki atau wanita dan berdasarkan tingkat pengenalan. Ruang menerima tamu bagi wanita berada di Panampik Basar yang berada pada posisi belakang lawang hadapan. Dari tabel di atas dapat dianalisis posisi-posisi wanita pada rumah tradisional Baanjungan yang dihubungkan dengan unsur tidak tetap (non-fixed element) berupa aktivitas. Dengan melihat ruang-ruang yang ditempati untuk aktivitas wanita, ruang Palidangan dan Padapuran merupakan ruang yang banyak ditempati oleh aktivitas wanita. Ruang Palidangan merupakan ruangan yang berada pada posisi tengah rumah atau posisi yang dilindungi oleh ruang-ruang sebelumnya, seperti Palataran dan Panampik Basar.

Warna Biru = semipublik Padapuran Aktivitas: Memasak, Makan Warna Jingga = semi privat Palidangan Aktivitas : Mengajari anak, beristirahat, makan, beribadah (jamaah wanita) Panampik Aktivitas : Mengajari anak, menerima tamu wanita. Gambar 2. Posisi Wanita Beraktivitas dalam Rumah Baanjungan (Sumber: Rifqi, 2014) 3.2 Batas-Batas Khusus Rumah Tradisional Baanjungan Ruang sosial yang terkait dengan posisi wanita terbentuk dari beberapa unsur pembentuk ruang, yaitu unsur tetap pembentuk ruang (fixed element) dan unsur tidak tetap pembentuk ruang (non-fixed element). Unsur tetap (fixed element) dapat dilihat dari denah rumah yang diteliti, yaitu bahwa tata ruang yang ada membagi ruangan menjadi beberapa bagian, serta terdapatnya tawing halat (berupa pintu khusus) yang hanya terdapat diantara ruang Panampik dan Palidangan. Hal ini membuktikan adanya batas yang melindungi kaum wanita. Sebelum memasuki ruangan yang banyak terdapat aktivitas wanita (ruang Palidangan), harus melalui ruang Palataran dan Panampik Besar, ditambah pada ruang Palataran terdapat kandang rasi dan lawang hadapan berupa pagar dan pintu utama, sehingga mempertegas bentuk perlindungan masyarakat Banjar kepada kaum wanita ditambah dengan hierarki ruang linier yang semakin ke dalam semakin privat.

Pola linier Privat Padapuran Semi Privat Dinding Semi Publik Palidangan Publik 1 Panampik Besar Tawing Halat Hierarki Ruang 2 Palataran Lawang Hadapan Kandang Rasi 1 Unsur tetap (fixed-element) yang berada di antara ruang Panampik Besar dan Palidangan berupa tawing halat. 2 Unsur tetap (fixed element) yang berupa lawang hadapan menandakan terdapat batasan antara ruang Palataran dan ruang Panampik Besar. Gambar 3. Unsur Pembatas Ruang Kasus Rumah Bapak H.Karim (Sumber: Rifqi, 2014)

Padapuran Dinding Pola linier Privat Semi Privat Semi Publik Palidangan Publik 1 Panampik Besar Tawing Halat Hierarki Ruang Lawang Hadapan 2 Palataran Kandang Rasi 2 Unsur tetap (fixed element) yang berupa lawang hadapan menandakan terdapat batasan antara ruang Palataran dan ruang Panampik Besar. 1 Unsur tetap (fixed element) yang berada di antara ruang Panampik Besar dan Palidangan berupa tawing halat. Tawing halat merupakan pembatas yang terdapat ornamenornamen pada permukaannya. Gambar 4. Unsur Pembatas Ruang Kasus Rumah Bapak Zainuddin (Sumber: Rifqi, 2014) Dalam studi ini ruang sosial yang terkait dengan posisi wanita dibentuk oleh unsurunsur tetap pembentuk ruang (fixed element) berupa perbedaan ruang yang terlihat jelas

pada denah. Ruang penyambutan berada pada bagian depan, yaitu ruang Palataran yang dibatasi oleh kandang rasi dan ruang penerima tamu berada di belakang ruang Palataran, hal ini ini juga dibatasi oleh lawang hadapan dan tawing halat sebagai pembatas yang tegak lurus. Hal ini mengisyaratkan adanya batasan bahwa terdapat perlindungan bagi kaum wanita yang banyak melakukan aktivitas pada ruang Palidangan. Batasan tersebut berupa bentuk linier rumah Baanjungan yang terbagi menjadi beberapa zona, yaitu publik, semi publik dan semi privat-privat 4. Kesimpulan Ruang sosial yang terkait dengan posisi wanita dibentuk oleh unsur tetap pembentuk ruang (fixed element), unsur semi tetap (semi-fixed element) dan unsur tidak tetap (non-fixed element). Untuk unsur tetap pembentuk ruang (fixed element), ruang wanita dibentuk oleh pola tatanan ruang dan pembatas ruang berupa dinding. Denah pada rumah Baanjungan Banjar menandakan adanya tata ruang berpola linier yang semakin ke dalam semakin privat, hal ini juga dipertegas dengan adanya unsur tetap (fixed element) lain seperti kandang rasi, lawang hadapan dan tawing halat. Sedangkan unsur tidak tetap pembentuk ruang (non-fixed element) dan unsur semi tetap (semi-fixed element) ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas wanita yang dominan berada pada ruangan Palidangan dengan letak relatif berada pada bagian tengah-belakang rumah. Hal ini juga mempertegas peran dan kedudukan wanita bagi masyarakat Banjar yang sangat penting, sehingga ruang sosial yang terkait dengan posisi wanita diletakkan pada bagian tengah-belakang rumah untuk dilindungi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rumah Baanjungan di desain untuk melindungi penghuni terlebih pada kaum wanita, hal ini dibuktikan dengan penempatan posisi wanita pada ruang Palidangan yang dibatasi oleh ruang-ruang lain yang bersifat lebih publik. Daftar Pustaka Brotomoeljono, Et Al. 1982. Arsitektur Tradisional Kalimantan Selatan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Daud, Alfani. 1997. Islam dan Masyarakat Banjar. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Muqoffa, M. 2005. Peringgitan Menstrukturkan Ruang Gender, Mintakat Jurnal Arsitektur, Vol VI no 1 hlm 527-536. Rapoport, Amos. 1980. Cross-Cultural Aspect of Environmental Design. Makalah dalam Seminar tentang Rancang Bangun. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Rapoport, Amos. 1969. House Form and Culture, University of Winconsin-Millwaukee, PRENTICE-HALL, INC, Englewood Cliff, N. J. Seman, Syamsiar. 2001. Arsitektur Tradisional Banjar Kalimantan Selatan. Banjarmasin. Ikatan Arsitek Indonesia.