BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian tentang tindak tutur belum begitu banyak dilakukan oleh mahasiswa di Universitas Negeri Gorontalo. Dari sekian banyak mahasiswa yang ada di jurusan Bahasa Indonesia ada salah satu yang mengkaji tentang tindak tutur bernama Siti Chairati Mbisa, dengan judul Tindak tutur ilokusi Bahasa Indonesia oleh Calo Angkutan Darat di Terminal Laino Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara 2007, permasalahan yang diangkat dalam penelitian yang dilakukan oleh Siti Chairati yakni, bagaimana tindak tutur Bahasa Indonesia dan tindak tutur ilokusi oleh calo angkutan darat di Terminal Laino Kecamatan Bata Laiworu, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara secara umum? Dari hasil penelitian yang dilakukan Siti Chairati, didapatkan bahwa (1) disadari bahwa tindak tutur ilokusi terjadi karena terjadinya komunikasi antara dua arah yang berlawanan, dalam artian bahwa pihak calo angkutan darat menuturkan sesuatu dan pihak calon penumpang memberikan respon, (2) Dalam tindak tutur ilokusi komunikatif diklasifikasikan menjadi empat bagian. Keempat kalsifikasi ini juga masing-masing mempunyai bagian-bagian. Di dalam hasil penelitian akan dipaparkan bagian-bagian dari klasifikasi tersebut. Dari hasil penelitian bahwa di Terminal Laino Kecamatan Bata Laiworu, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara menggunakan keempat klasifikasi tersebut.
Selain penelitian yang dilakukan oleh Siti Chairati, I Nengah Sujati juga meneliti tentang tindak tutur. Dengan judul skripsinya Variasi Kalimat Tutur Dalam Bahasa Bali 2011. Permasalahan yang diangkat yakni (1) Bagaimana bentuk penyampaian variasi kalimat tutur dalam Bahasa Bali? (2) Bagaimana klasifikasi variasi kalimat tutur berdasarkan Kasta? (3) Bagaimana variasi kalimat tutur dalam bahasa Bali dilihat dari Kasta Agama Hindu? Hasil penelitian yang dilakukan oleh I Nengah Sujati didapatkan kesimpulan bahwa variasi kalimat tutur terjadi sesuai dengan konteks penggunaannya sehingga memiliki bentuk-bentuk penyampaian variasi kalimat tutur. Bentuk-bentuk penyampaian variasi kalimat tutur dalam bahasa Bali antara lain: (1) kalimat ajakan, (2) kalimat pertanyaan, (3) kalimat pernyataan, dan (4) kalimat seruan. Kajian relevan yang meneliti tentang tindak tutur pada penceramah agama sudah ada yang melakukan. Hal ini berdasarkan penelusuran internet yakni memaparkan penelitian tentang Bahasa Indonesia dalam tutur dakwah (kajian struktur kalimat dalam tutur dakwah KH. Zainuddin, M.Z, Skripsi oleh (Qurrotul Aini, 1993). Di samping itu, memaparkan penelitian tentang Fenomena Retorik dalam tutur dakwah (kajian bentuk dalam tutur dakwah KH. Zainuddin, M.Z, Skripsi oleh (Sa adiyah, 1996). Namun, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Qurrotul Aini dan Sa adiyah tidak digambarkan hasil penelitiannya dalam internet sehingga peneliti tidak mengetahui letak perbedaannya.
Selain itu, dikemukakan juga dalam Skripsi oleh (Hariadi, 1997) memaparkan penelitian tentang Tindak Tutur Mahasiswa Malaysia Di Lingkungan Universitas Airlangga : Sebuah Analisis Sosiopragmatik. Pada skripsi ini digunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan menggabungkan dua kajian yakni sosiopragmatik. Hasil penelitian skripsinya berupa deskripsi mengenai tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi pada ujaran yang dihasilkan oleh mahasiswa asing asal Malaysia. Berdasarkan penelitian di atas, terdapat kesamaan dengan penelitian peneliti yang berkenaan dengan tindak tutur. Pertama, penelitian oleh Siti Chairati Mbisa dan I Nengah Sujati, relevansi dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji kalimatkalimat tuturan serta metode yang digunakan. Melihat hal tersebut, maka penelitian ini akan berbeda, terutama dari objek penelitian, dan permasalahan yang diangkat, sedangkan metode yang digunakan oleh Siti Chairati dan I Nengah Sujati adalah sama yaitu metode deskriftif kualitatif. Penggunan deskriptif kualitatif dimaksud untuk menggambarkan tentang keberadaan bahasa. Kedua, Penelitian oleh Qurrotul Aini dan Sa adiyah relevansi dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji penceramah agama yakni Alm. KH. Zainuddin, M.Z. Melihat hal tersebut InsyaAllah akan berbeda, terutama pada permasalahan yang diangkat. Ketiga, Penelitian oleh Hariadi, relevansi dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tindak tutur serta metode yang digunakan yakni metode deskriftif. Perbedaanya yakni pada objek penelitian dan permasalahan yang diangkat.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh mereka dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdapat persamaan dan perbedaan. 2.2. Kajian Teori 2.2.1 Pengertian Tindak Tutur Menurut Searle (dalam Wijana, 2010: 195) Tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi linguistik yang dapat berwujud pernyataan, perintah, tanya atau yang lainnya. Hal tersebut, senada dengan pendapat (Sudaryat, 2009: 139) bahwa Tindak tutur merupakan prilaku ujaran yang digunakan oleh pemakai bahasa sewaktu komunikasi berlangsung. Menurut Hymes (1972) yang dikutip oleh Pateda (2008: 46-47) menjelaskan bahwa komponen ujaran yang mempengaruhi prilaku berbahasa dapat disingkat menjadi SPEAKING. S ( setting and scene ); dimensi waktu dan tempat serta tafsiran terhadap situasi. P E A K ( participants); pembicara, pendengar, sumber, dan partisipasi lain. ( end purpose an goal); peristiwa bahasa dan tujuan partisipasi ( act sequences); bentuk dan pesan ( key tone or spirit of act); Nada suara dan ragam bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pendapat. I ( instrumentalities); variasi bahasa dan alat untuk menyampaikan pendapat secara lisan atau tertulis
N ( norms of interaction and interpretation); Aturan interaksi dan aturanaturan menafsirkan G ( genres). Bentuk penyampaian Faktor- faktor yang disebut di atas dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar berdasarkan situasi, yakni: (1) hubungan antara faktor yang terlibat, (2) fokus pembicaraan, (3) lokasi, dan (4) alat. Telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara kita menafsirkan kalimat disebut pragmatik. Teori tindak ujar adalah bagian dari pragmatik, dan pragmatik itu sendiri merupakan bagian dari performansi linguistik. Pengetahuan mengenai dunia adalah bagian dari konteks, dan dengan demikian pragmatik mencakup bagaimana cara pemakai bahasa menerapkan pengetahuan dunia untuk menginterpretasikan ucapan-ucapan. Para pembicara kerap kali membuat asumsi-asumsi secara eksplisit mengenai dunia nyata dan rasa sesuatu ucapan dapat tergantung pada asumsi ini, yang oleh para linguis diistilahi dengan preposisi (perkiraan). Dalam setiap bahasa terdapat banyak kata dan ekspresi yang referensireferensi seluruhnya bersandar mengenal serta memahami situasi dan kondisi tersebut. Aspek pragmatik seperti ini disebut deiksis ( mencakup deiksis persona, deiksis kala, deiksis tempat). Bila kita meneliti deiksis dalam bahasa maka peranan pengetahuan pragmatik dalam upaya memahami makna ucapan yang sebenarnya jelas sangat membantu.
Urutan aksi atau tindak ujar berkaitan dengan sifat penggunaan kode bahasa, seperti: lisan dan tulisan, langsung dan tak langsung, transaksional dan interaksional. Tindak ujar transaksional secara lisan, berupa pidato, ceramah, tuturan, dakwah, dan deklamasi; secara tulisan berupa: instruksi, iklan, surat, cerita, esei, makalah, tesis, dan sebagainya. Sementara, tindak ujar interaksional secara lisan, berupa percakapan, tanya jawab, debat, diskusi; secara tulisan berupa polemik, surat menyurat antara dua orang. Urutan tindak ujar itu berbeda-beda. Sebuah pidato, misalnya, percakapannya mempunyai kultur sapaan, salam, introduksi, isi, dan penutup. Urutan tindak ujar yang lebih umum ialah pendahuluan, isi, dan penutup. Secara pragmatis, urutan tindak ujar memiliki tiga jenis, yakni: tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi, (Austin, 1962). 2.2.2 Tindak Tutur Lokusi Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyampaikan sesuatu/informasi yang disampaikan oleh penutur/penulis kepada lawan tutur/pembaca tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya (Wijana, 2010: 209). Tindak sebutan atau lokusi ialah melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu. Misalnya, Pembicara mengatakan kepada penyimak bahwa X ( kata-kata tertentu yang diucapkan dengan perasaan, makna, dan acuan tertentu). Tindak lokusi merupakan pengiriman pesan yang berupa praucap, ( Sudaryat, 2009: 137)
2.2.3 Tindak Tutur Ilokusi Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang selain berfungsi untuk menyatakan sesuatu juga berfungsi untuk melakukan sesuatu. Dalam tindak tutur ini berarti satu tuturan mengandung dua maksud yaitu menginformasikan dan menyuruh melakukan sesuatu. Untuk mengidentifikasi tindak tutur ilokusi peranan konteks sangat diperlukan (Wijana, 2010: 210) Tindak pernyataan atau ilokusi ialah melakukan sutu tindakan dalam mengatakan sesuatu. Misalnya Dengan mengatakan X, pembicara mengatakan bahwa P. Tindak ilokusi merupakan pengiriman wacana yang berupa komunikasi antarpribadi (pengucapan-penyimakan), seperti: membuat pernyataan, pertanyaan, dan perintah, (Sudaryat, 2009: 137). Tindak tutur untuk menginformasikan sesuatu dan juga melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara seksama. Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak ilokusi. Dewa (2010: 210) menjelaskan bahwa tindak ilokusi sangat sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur itu terjadi dan sebagainya. Dengan demikian tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.
Dalam memerikan kaidah-kaidah bagi tindak ilokusi, pakar kawakan Searle (Tarigan, 1990: 111) beranggapan bahwa hanya kondisi-kondisi masukan dan keluaran yang normal sajalah yang akan berhasil, yaitu bahwa pembicara dan penyimak berbicara dengan bahasa yang sama, bahwa penyimak tidak tuli dan pekak; beliau juga beranggapan bahwa pembicara dan penyimak beroperasi dengan kondisi yang sama bagi penafsiran-penafsiran tindak-tindak ilokusi. Kita pun dapat juga membuat asumsi-asumsi yang sama, dan mengatakan bahwa kecuali kalau kondisikondisi tersebut berlaku, maka jelas tindak ilokusi tidak akan terselenggara dengan baik (Tarigan, 1990: 111). 2.2.4 Tindak Tutur Perlokusi Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya/pembaca. Dalam tindak perlokusi ini yang terpenting adalah daya pengaruh/efek tindak ujaran penulis kepada pembaca (Wijana, 2010: 212-213). Tindak hasilan atau perlokusi ialah melakukan suatu tindakan dengan mengatakan sesuatu. Tindak perlokusi menunjuk pada orang yang dituju dan dapat digambarkan dalam bentuk verba, seperti: mendorong penyimak mempelajari sesuatu, meyakinkan, menipu, membohongi, mengajurkan, membesarkan hati, menjengkelkan, mengganggu, mendongkolkan, menakuti, memikat, menawan, menghibur, mengilhami, mempengaruhi, dan membingungkan, Leech (dalam Sudaryat, 2009:137).
Menurut Leech yang dikutip dalam buku Sudaryat (2009: 137-138) adalah jenis verba tindak tutur sebagai berikut. 1) Verba Tindak Ujar. a) Lokusi; memerikan dan mendeskripsikan b) Ilokusi; kalimat asertif (mendorong dan melapor), kalimat direktif (mendorong, dan menyuruh), kalimat komisif (menawarkan dan menjanjikan), kalimat ekspresi (memaafkan dan mengucapkan), dan kalimat rogatif (meragukan dan menanyakan). c) Perlokusi; meyakinkan. 2) Verba Psikologis a) Lokusi; kognitif ( mengklasifikasi) b) Ilokusi; kreditif (menganggap dan mempercayai), volisional (memaksudkan), atitudinal (mengampuni dan berterima kasih), dubiatif (ingin tahu dan menakjubkan). c) Perlokusi; kausatif (memikat dan menawan).