BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pendugaan Model Permintaan Kedelai di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
31 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN JURNAL PUBLIKASI

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

PROSPEK TANAMAN PANGAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Bruto (PDRB) per kapita, kurs (nilai tukar) rupiah terhadap dolar terhadap

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) selama 15 tahun pada periode

BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

Bab IV. Metode dan Model Penelitian

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS FLUKTUASI KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA TAHUN

BAB IV METODE PENELITIAN. resmi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yaitu

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS PERMINTAAN IMPOR BAWANG MERAH DI INDONESIA. Theresia Wediana Pasaribu Murni Daulay

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dapat digunakan. Keempat pengujian tersebut adalah uji kenormalan, uji

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERNYATAAN ORISINALITAS...

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. fakta bahwa pertanian padi merupakan penghidupan bagi sebagian besar

BAB V PEMBAHASAN. harga gula domestic (HGD), PDB perkapita (PDB), dan jumlah penduduk

BAB III METODE PENELITIAN Data diperoleh dari BPS RI, BPS Provinsi Papua dan Bank Indonesia

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. pasar lokal dari yang terpengaruh oleh volatilitas harga di pasar dunia, dan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara

BAB III METODE PENELITIAN. dengan kurun waktu , mengenai Jumlah Wisatawan, Tingkat Hunian

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH HARGA BAWANG MERAH IMPOR TERHADAP PERMINTAAN IMPOR BAWANG MERAH DI INDONESIA TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN. penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya. merupakan data tahunan dan hanya pada sektor industri.

IV METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendugaan Model Permintaan Kedelai di Indonesia Model yang disusun dalam penelitian ini merupakan persamaan simultan metode Two Stage Least Square (TSLS) dengan menggunakan program software Eviews 4.0 dan data yang diolah merupakan data time series periode 1978 2008. Model yang diduga adalah sebagai berikut : Ln(QD) = α 1 + β 1 Ln(HD) + β 2 Ln(Y) + β 3 Ln(POP) + e----------------- pers. 1 Ln(HD) = α 2 + β 4 Ln(HI) + e ------------------------------------------------- pers. 2 Ln(IM) = α 3 + β 5 Ln(QD) + β 6 Ln(PD) + β 7 Ln(BM) + e------------------ pers. 3 Ln(QS) = Ln(QD) Keterangan : QD : permintaan kedelai (Ton) QS : penawaran kedelai (Ton) HD : harga kedelai dalam negeri (Rp/Kg) HI : harga kedelai internasional ($US/Kg) BM : bea masuk impor (%) Y : pendapatan per kapita (Rp/Kap) POP : jumlah penduduk (000 jiwa) IM : Impor kedelai (Ton) PD : produksi kedelai (Ton) Pengolahan data untuk model tersebut melalui beberapa tahapan untuk mendapat hasil yang terbaik yang memenuhi kriteria uji statistik berupa uji parsial (t-statistik), dan uji goodness of fit (R-square). Pada uji ekonometrika akan diuji dengan uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas. 43

44 Dari hasil pendugaan model yang diduga secara simultan dengan metode Two Stage Least Square (TSLS) diperoleh R 2 yang cukup memuaskan berkisar antara 65%-99% (lihat lampiran) pada persamaanpersamaan di atas. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap peubah endogen. Terdapat beberapa variabel yang dimasukkan dalam dugaan persamaan namun menghasilkan koefisien arahan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan menurut kriteria ekonomi dan ada pula yang tidak signifikan dalam taraf nyata yang diambil α=10%, akan tetapi hal ini dapat dijelaskan secara teori ekonomi. 4.2 Hasil Pengolahan Data 4.2.1 Permintaan kedelai Permintaan kedelai (QD) dari model yang diduga ditentukan oleh harga kedelai dalam negeri (HD), pendapatan perkapita penduduk Indonesia (Y), dan jumlah penduduk (POP) dengan persamaan sebagai berikut : Ln (QD) = -107,7512 1,894428 Ln(HD) + 0,463444 Ln(Y) + 10,57280 Ln(POP) + e Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil Pengolahan Persamaan Permintaan Kedelai Persamaan/variabel Koefisien t-statistik prob t-statistik C -107,7512-4,244183 0,0001 Ln (HD) -1,894428-2,966340 0,0039 Ln(Y) 0,463444 0,929316 0,3554 Ln(POP) 10,57280 4,522876 0,0000 Pada persamaan permintaan kedelai diperoleh bahwa variabelvariabel independen yang berpengaruh nyata terhadap permintaan kedelai adalah sebagai berikut : variabel harga kedelai dalam negeri memiliki koefisien regresi sebesar -1,894428. Angka ini mengandung pengertian

45 bahwa jika harga kedelai meningkat 1%, maka permintaan kedelai akan menurun 1,894428%. Demikian pula sebaliknya bila harga kedelai dalam negeri menurun sebesar 1%, maka permintaan akan meningkat sebesar 1,894428%. Untuk variabel jumlah penduduk memiliki koefisien regresi sebesar 10,57280 artinya apabila terjadi pertambahan penduduk 1% maka permintaan kedelai akan meningkat 10,57280%. Jumlah penduduk mempunyai pengaruh positif terhadap permintaan kedelai, nilai probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata α=5%. A. Uji Autokorelasi, Heteroskedisitas, dan Multikolinieritas Berdasarkan uji autokorelasi dengan pendekatan uji LM dari Breusch Godfrey. Pendekatan ini merupakan uji Lagrange Multiplier dengan H o : Tidak ada autokorelasi dan H 1 : ada autokorelasi. Dengan menggunakan lag 2, diperoleh hasil bahwa probability obs*r-squared sebesar 0,272256 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 5%, sehingga dapat disimpulkan persamaan regresi tersebut tidak mengalami masalah autokorelasi. Pada uji heteroskedastisitas melalui White Heteroskedasticity dengan hipotesa, Ho : tidak ada heteroskedastisitas, H1: ada heteroskedastisitas diperoleh nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,769214 (>0,05) dan ini berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas. B. Uji parsial (t-statistik) Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel secara individual terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji t, dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap permintaan kedelai adalah variabel harga kedelai dalam negeri dan jumlah penduduk. Probabilitas harga kedelai dalam negeri sebesar 0,0064 (<5%), jumlah penduduk mempunyai probabilitas sebesar 0,0009 (<5%). Hal ini menjelaskan bahwa variabel harga kedelai dalam negeri dan

46 jumlah penduduk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap permintaan kedelai. Sedangkan variabel pendapatan per kapita tidak berpengaruh secara signifikan dikarenakan probabilitasnya >0,05 sebesar 0,2140. C. Uji F Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan hasil perhitungan dilihat besarnya probabilitas F statistik sebesar 0,000006, dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%) hipotesis nol penelitian ini ditolak, karena nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari α. Artinya secara bersama-sama variabel harga dalam negeri, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk berpengaruh terhadap pemintaan kedelai. D. Uji goodness of fit (R 2 ) Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai R 2 sebesar 71,06%. Hal ini berarti 71,06% permintaan kedelai dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen, yaitu harga kedelai dalam negeri, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk, sedangkan 28,94% permintaan kedelai tidak dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen dalam model seperti selera, ramalan masa datang, dan harga barang lain. Persamaan ini berdasarkan penelitian-penelitian dan teori ekonomi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan. Data yang digunakan pada penelitian ini hanya pada rentang waktu 31 tahun (1978-2008), sehingga mempengaruhi hasil regresi pada model permintaan kedelai. Akan tetapi pada persamaan tersebut tanda +/- sesuai dengan teori ekonomi dan penelitian-penelitian sebelumnya. 4.2.2 Harga Kedelai Dalam Negeri Harga kedelai dalam negeri (HD) dari model diduga ditentukan oleh harga kedelai internasional (HI) dengan persamaan sebagai berikut : Ln(HD) = 10,34644 + 0,191313 Ln(HI) + AR(1) + e

47 Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Hasil Pengolahan Persamaan Harga Kedelai Dalam Negeri Persamaan/variabel Koefisien t-statistik prob t-statistik C 10,34644 1,821484 0,0843 Ln(HI) 0,191313 2,316389 0,0319 Pada persamaan harga kedelai dalam negeri diperoleh koefisien harga kedelai internasional sebesar 0,191313 maka harga kedelai internasional mempunyai hubungan positif, dan berarti bahwa setiap kenaikan harga kedelai internasional sebesar 1%, maka harga kedelai dalam negeri akan meningkat sebesar 0,191313 dengan kondisi variabel independen yang lain konstan. A. Uji Autokorelasi, Heteroskedisitas, dan Multikolinieritas Berdasarkan persamaan di atas, pengujian untuk variabel eksogen terhadap variabel endogen ternyata tidak menunjukkan adanya multikolinearitas, nilai correlation matrix < 0,8 sehingga lolos dari uji ini. Sedangkan pada pengujian autokorelasi dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test diperoleh hasil bahwa probability obs*r-squared sebesar 0,695866 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 5%, sehingga dapat disimpulkan persamaan regresi tersebut tidak mengalami masalah autokorelasi. Sedangkan pada pengujian heterokedastisitas menggunakan White Heteroskedasticity pada persamaan harga kedelai dalam negeri diperoleh nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,053543 (>0,05) dan ini berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas. B. Uji parsial (t-statistik) Pada variabel harga kedelai internasional nilai probabilitas t- statistik sebesar 0,0319 (<0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa harga kedelai internasional berpengaruh signifikan terhadap harga kedelai dalam negeri.

48 C. Uji F Nilai F Statistik yang diperoleh sebesar 1064.924, F hitung lebih besar dari F tabel pada α=5% dengan df(1,29). Probabilitas F statistik sebesar 0,00000, dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%). Hal ini menunjukkan bahwa H 0 ditolak, artinya secara bersama-sama variabel harga kedelai internasional berpengaruh terhadap harga dalam negeri. D. Uji goodness of fit (R 2 ) Berdasarkan hasil pendugaan, model persamaan harga kedelai dalam negeri diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 99,12%, berarti variasi permintaan, harga internasional kedelai dan bea masuk impor kedelai sebesar 99,12%, sedangkan sisanya 0,88% dipengaruhi faktor-faktor lain. Hal ini menunjukkan bahwa harga kedelai dalam negeri tidak hanya dipengaruhi harga kedelai internasional tetapi ada faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini yang berpengaruh terhadap harga kedelai dalam negeri. 4.2.3 Impor Kedelai Persamaan impor kedelai (IM) terdiri dari 3 variabel yaitu permintaan kedelai (QD), produksi kedelai (PD), dan bea masuk impor kedelai (BM), berdasarkan pengolahan data menggunakan Eviews diperoleh persamaan sebagai berikut : Ln(IM) = -9,934196 + 2,778652 Ln(QD) - 1,263902 Ln(PD) + 0,349327 Ln(BM) + e Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini : Tabel 4.3 Hasil Pengolahan Persamaan Impor Kedelai Persamaan/variabel Koefisien t-statistik prob t-statistik C -9,934196-1,590381 0,1155 Ln(QD) 2,778652 5,563275 0,0000 Ln(PD) -1,263902-4,021879 0,0001 Ln(BM) 0,349327 1,303739 0,1958

49 Pada persamaan impor kedelai diperoleh diperoleh bahwa variabelvariabel independen yang berpengaruh nyata terhadap impor kedelai adalah sebagai berikut : variabel permintaan kedelai memiliki nilai koefisien regresi sebesar 2,778652. Angka ini mengandung pengertian bahwa jika permintaan kedelai meningkat sebesar 1%, maka impor kedelai meningkat sebesar 2,778652%. Demikian pula sebaliknya jika permintaan kedelai menurun sebesar 1%, maka impor kedelai menurun sebesar 2,778652%. Produksi kedelai memiliki nilai koefisien regresi sebesar -1,263902. Angka ini mengandung pengertian bahwa jika produksi kedelai meningkat sebesar 1%, maka impor kedelai menurun sebesar 1,263902%. Sebaliknya, jika produksi kedelai menurun sebesar 1%, maka impor kedelai meningkat sebesar 1,263902%. A. Uji Autokorelasi, Heteroskedisitas, dan Multikolinieritas Pengujian multikolinearitas untuk variabel eksogen ternyata tidak menunjukkan adanya multikolinearitas, sehingga persamaan ini lolos dari uji ini. Setelah melakukan pengujian autokorelasi dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test diperoleh hasil bahwa probability obs*r-squared sebesar 0,476635 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 5%, sehingga dapat disimpulkan persamaan regresi tersebut tidak mengalami masalah autokorelasi. Pada pengujian heterokedastisitas menggunakan White Heteroskedasticity pada persamaan impor kedelai diperoleh nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,152741 (>0,05) dan ini berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas. B. Uji parsial (t-statistik) Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen digunakan uji t. Pada variabel permintaan kedelai diperoleh probabilitas sebesar 0,0000 sedangkan pada variabel produksi kedelai mempunyai

50 probabilitas sebesar 0,0007. Jadi dapat disimpulkan bahwa permintaan kedelai dan produksi kedelai berpengaruh nyata terhadap impor kedelai dikarenakan probabilitaas <0,05 sedangkan variabel bea masuk impor tidak berpengaruh nyata terhadap impor kedelai pada tingkat kesalahan 5% karena probabilitas yang diperoleh >0,05 yaitu sebesar 0,2071. C. Uji F Nilai F Statistik yang diperoleh sebesar 17,80913. F hitung lebih besar dari F tabel pada α=5% dengan df(3,27). Probabilitas F Statistik 0,00007 (<0,05) hal ini menunjukkan bahwa H 0 ditolak, artinya secara bersama-sama variabel permintaan kedelai, produksi kedelai dan bea masuk impor berpengaruh terhadap impor kedelai. D. Uji goodness of fit (R 2 ) Untuk mengetahui ketepatan model regresi kedelai digunakan R 2. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh R 2 sebesar 65,27%. hal ini berarti 65,27% impor kedelai dapat dijelaskan oleh variabelvariabel independen, yaitu permintaan kedelai, produksi kedelai, dan bea masuk impor, sedangkan sisanya 34,73% tidak dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen dalam model. Pada penelitian ini model persamaan yang digunakan sama dengan penelitian sebelumnya mengenai impor gula, tetapi setelah diterapkan pada komoditi kedelai nilai R 2 yang diperoleh tidak begitu bagus. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa kondisi di luar model yang sesuai dengan kondisi kedelai di Indonesia saat ini yang turut mempengaruhi model seperti menurunnya produksi kedelai dalam negeri sehingga impor kedelai selalu meningkat setiap tahunnya. Kondisi ini juga didukung dengan adanya ketidakstabilan ekonomi di Indonesia.

51 4.3 Pembahasan 4.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai 4.3.1.1 Harga Kedelai Dalam Negeri Dari data yang diperoleh dari Departemen Pertanian terlihat bahwa terjadi peningkatan harga dari tahun 1978-2008. Pada Tahun 1984, permintaan kedelai meningkat sebesar 186,48% menjadi 2.170.384 Ton, pada tahun yang sama harga kedelai dalam negeri pertumbuhannya mengalami penurunan sebesar 6,74%. Sedangkan pada tahun 1998, permintaan kedelai menurun sebesar 16,44% menjadi 1.648.764 Ton, permintaan kedelai tersebut disebabkan meningkatnya harga kedelai dalam negeri menjadi Rp. 1.130 per Kg. Penurunan permintaan kedelai ini juga disebabkan karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada saat itu, hal ini juga disertai melemahnya kus rupiah terhadap dolar yang menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa harga kedelai berhubungan negatif dengan permintaan kedelai, serta sesuai dengan hipotesis ekonomi bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama. Hasil simulasi harga kedelai dalam negeri terhadap permintaan yaitu jika harga kedelai meningkat sebesar 1%, maka permintaan kedelai akan menurun sebesar 1,894428%. Artinya, semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta. Perkembangan permintaan kedelai. Harga kedelai dalam negeri juga dipengaruhi oleh harga kedelai internasional. Berdasarkan hasil penelitian bahwa harga kedelai dalam negeri berhubungan positif dengan harga kedelai internasional. Perkembangan harga kedelai tersebut dapat terlihat pada Tabel 4.4.

52 Tabel 4.4 Perkembangan harga kedelai dalam negeri dan harga kedelai internasional periode 1978-2008 Tahun Harga Kedelai Internasional (US$/kg) Pertumbuhan (%) Harga kedelai dalam negeri (Rp/Kg) Pertumbuhan (%) 1978 248,57 0 152,81-1979 235,62 (5,21) 166,31 8,83 1980 289,72 22,96 228,42 37,35 1981 224,32 (22,57) 265,74 16,34 1982 207,41 (7,54) 306,31 15,27 1983 299,27 44,29 352,65 15,13 1984 210,26 (29,74) 376,41 6,74 1985 195,20 (7,16) 393,28 4,48 1986 180,32 (7,62) 476,46 21,15 1987 223,03 23,69 505,70 6,14 1988 295,69 32,58 524,34 3,69 1989 208,70 (29,42) 558,06 6,43 1990 205,67 (1,45) 600,10 7,53 1991 203,83 (0,89) 634,18 5,68 1992 208,98 2,53 743,21 17,19 1993 258,74 23,81 790,07 6,31 1994 202,36 (21,79) 860,43 8,91 1995 270,15 33,50 1.131,32 31,48 1996 253,71 (6,09) 1.071,82 (5,26) 1997 246,36 (2,90) 1.110,89 3,65 1998 197,59 (19,80) 1.130,38 1,75 1999 169,66 (14,14) 1.160,28 2,65 2000 183,53 8,18 1.284,42 10,70 2001 154,69 (15,71) 1.335,09 3,94 2002 209,25 35,27 2.035,00 52,42 2003 289,90 38,54 2.462,42 21,00 2004 201,26 (30,58) 2.412,50 (2,03) 2005 221,19 9,90 2.725,00 12,95 2006 251,14 13,54 3.157,28 15,86 2007 440,55 75,42 4.101,00 29,89 2008 357,23 (18,91) 4.976,07 21,34 3,96 12,50 Sumber : Bloomberg, Deptan, 2008 (diolah) Harga kedelai di pasar dalam negeri cenderung meningkat, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan periode 1978-2008 rata-rata sebesar 12,5%

53 per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan harga kedelai internasional hanya meningkat sebesar 3,96%. Harga kedelai dalam negeri mengalami penurunan sebesar 5,26% pada tahun 1996 menjadi Rp.1.071,82 per Kg. Penurunan harga kedelai dalam negeri ini juga terjadi pada harga kedelai internasional sebesar 6,09% menjadi US$ 253,71 per Kg padahal pada tahun sebelumnya harga kedelai internasional meningkat sebesar 33,5%. Pada tahun 1997 harga kedelai dalam negeri meningkat menjadi Rp.1.110,89 per Kg, perubahan harga ini disebabkan harga kedelai internasional juga meningkat menjadi US$ 246,36 per Kg. Peningkatan harga dalam negeri tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 52,42% dari Rp. 1.335,09 per Kg menjadi Rp.2.035 per Kg, sedangkan harga kedelai internasional meningkat sebesar 35,27% menjadi US$ 209,25 per Kg. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa harga kedelai dalam negeri berpengaruh positif dengan harga kedelai internasional. Kenaikan harga kedelai di pasaran internasional berdampak langsung terhadap harga kedelai di dalam negeri. Hal ini disebabkan, kebutuhan industri makanan dan minuman berbahan baku kedelai masih menggunakan kedelai impor. Sejak krisis moneter melanda Indonesia, harga seluruh barang dan jasa didalam negeri meningkat, tidak terkecuali untuk kacang kedelai. Dengan harga seperti ini maka permintaan akan kedelai akan turun terutama permintaan makanan yang berbahan baku kedelai seperti tahu, tempe dan susu kedelai. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi bahwa semakin tinggi harga suatu komoditi, maka permintaan akan komoditi tersebut akan semakin rendah. Peningkatan harga kedelai internasional tertinggi pada tahun 2007 sebesar 75,42% menjadi US$. 440,55 per Kg, sebelumnya harga kedelai internasional sebesar US$. 251,14 per Kg. Hal ini dikarenakan harga minyak melambung tinggi di pasar internasional. Kondisi ini mendorong orang untuk menciptakan dan mengkonsumsi energi alternatif, antara lain bio-energi yang berbahan baku jagung. Oleh karena itu, banyak lahanlahan pertanian kedelai di Amerika Serikat beralih fungsi menjadi lahan jagung. Akibatnya pasokan kedelai dari AS berkurang sementara jumlah

54 permintaan tidak menurun. Hal ini secara tidak langsung juga mempengaruhi harga kedelai dalam negeri yang meningkat menjadi 29,89% menjadi Rp. 4.101 per kg. Kenaikan harga pangan dunia itu merupakan akibat excess demand dunia terhadap pangan. Excess demand terjadi karena pangan dibutuhkan bukan hanya untuk kebutuhan manusia, tapi juga dibutuhkan sebagai sumber energi substitusi bahan bakar minyak yaitu Biodiesel atau Bio-fuel. 4.3.1.2 Jumlah Penduduk Laju pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, membawa efek terhadap bertambah cepatnya permintaan pangan serta perubahan bentuk dan kualitas pangan dari penghasil energi kepada produk-produk penghasil protein. Kedelai merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai potensi sebagai sumber utama protein. Meskipun produk kedelai bukan merupakan bahan pangan pokok, perkembangan secara historis dan kultural menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan produk kedelai dalam pola makanan tradisionalnya. Perkembangan jumlah penduduk Indonesia periode 1978-2008 meningkat rata-rata sebesar 1,56% per tahun. Permintaan kedelai juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 7,22% per tahun. Berdasarkan Tabel 4.5, pada tahun 1998 jumlah permintaan kedelai menurun sebesar 16,44%, sedangkan jumlah penduduk meningkat sebesar 1,51%. Hal ini dikarena pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi dikarenakan harga kebutuhan bahan pokok meningkat, sehingga penduduk yang mengkonsumsi kedelai berkurang. Sedangkan pada tahun 2000 terjadi penurunan jumlah penduduk sebesar 1,11%, sedangkan pertumbuhan permintaan kedelai juga mengalami penurunan sebesar 14,50%. Hal ini disebabkan angka kematian lebih besar daripada angka kelahiran sehingga jumlah penduduk mengalami penurunan. Penurunan ini juga terlihat dari pertumbuhan konsumsi per kapita rata-rata sebesar 13,54%. Konsumsi per kapita pada tahun 2000 sebesar 11,19, yang artinya setiap 1.000 jiwa penduduk mengkonsumsi kedelai sebesar 11,19 ton per tahun.

55 Tahun Sebagai sumber protein yang tidak mahal, kedelai telah lama dikenal dan digunakan dalam beragam produk makanan, seperti tahu, tempe dan kecap. Selain itu, kedelai juga merupakan bahan baku industri yang penting, terutama bagi industri olahan makanan dan pakan ternak. Permintaan Kedelai (Ton) Tabel 4.5 Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Pertumbuhan (%) Jumlah Penduduk (000 jiwa) Pertumbuhan (%) Konsumsi/kap (Ton/000 jiwa) Pertumbuhan (%) 1978 776.599 0 141.579 0 5,49-1979 897.825 15,61 144.893 2,34 6,20 12,97 1980 885.762 (1,34) 146.777 1,30 6,03 (2,61) 1981 756.811 (14,56) 151.315 3,09 5,00 (17,12) 1982 882.394 16,59 154.662 2,21 5,71 14,07 1983 757.603 (14,14) 158.083 2,21 4,79 (16,00) 1984 2.170.384 186,48 161.580 2,21 13,43 180,28 1985 1.171.675 (46,02) 165.154 2,21 7,09 (47,18) 1986 1.585.998 35,36 168.662 2,12 9,40 32,55 1987 1.447.668 (8,72) 172.245 2,12 8,40 (10,62) 1988 1.736.257 19,93 175.904 2,12 9,87 17,44 1989 1.705.584 (1,77) 179.641 2,12 9,49 (3,81) 1990 2.028.493 18,93 179.248 (0,22) 11,32 19,19 1991 2.128.210 4,92 182.940 2,06 11,63 2,80 1992 2.563.846 20,47 186.043 1,70 13,78 18,46 1993 2.432.392 (5,13) 189.136 1,66 12,86 (6,68) 1994 2.365.308 (2,76) 192.217 1,63 12,31 (4,32) 1995 2.287.400 (3,29) 195.283 1,60 11,71 (4,81) 1996 2.263.510 (1,04) 198.320 1,56 11,41 (2,56) 1997 1.973.266 (12,82) 201.353 1,53 9,80 (14,14) 1998 1.648.764 (16,44) 204.393 1,51 8,07 (17,69) 1999 2.684.603 62,83 207.437 1,49 12,94 60,44 2000 2.295.319 (14,50) 205.132 (1,11) 11,19 (13,54) 2001 1.963.351 (14,46) 208.643 1,71 9,41 (15,90) 2002 2.038.309 3,82 211.439 1,34 9,64 2,45 2003 1.864.317 (8,54) 214.251 1,33 8,70 (9,74) 2004 1.839.276 (1,34) 217.077 1,32 8,47 (2,63) 2005 1.894.531 3,00 219.852 1,28 8,62 1,70 2006 1.879.755 (0,78) 222.747 1,32 8,44 (2,07) 2007 2.004.123 6,62 225.642 1,30 8,88 5,25 2008 1.944.726 (2,96) 228.523 1,28 8,51 (4,19) 7,22 1,56 5,55 Sumber : BPS, Deptan, 2008 (diolah)

56 Berdasarkan penelitian, jumlah penduduk mempunyai hubungan positif terhadap permintaan kedelai. shal ini terlihat pada laju pertumbuhan jumlah penduduk periode 1978-2008 yang rata-rata meningkat sebesar 1,56%, sedangkan permintaan kedelai juga meningkat sebesar 7,22%. Untuk membandingkan permintaan kedelai terhadap jumlah penduduk diperoleh pertumbuhan rata-rata sebesar 5,55%. Hasil simulasi jumlah penduduk terhadap permintaan kedelai menunjukkan bahwa jika jumlah penduduk meningkat sebesar 1% maka permintaan kedelai juga akan meningkat 10,57%. 4.3.1.3 Impor Hubungan permintaan kedelai dengan impor kedelai bersifat positif. Hal ini sesuai dengan dugaan bahwa semakin rendah jumlah yang diminta maka akan menurunkan volume impor kedelai di Indonesia, dan sebaliknya setiap kenaikan permintaan kedelai akan meningkatkan pula impor kedelai. Perkembangan impor kedelai terhadap permintaan kedelai terlihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Perkembangan produksi, permintaan dan impor kedelai Tahun Produksi (Ton) Pertumbuhan (%) Permintaan Kedelai (Ton) Pertumbuhan (%) Impor (Ton) Pertumbuhan (%) 1978 616.599 0 776.599 0 160.000 0 1979 679.825 10,25 897.825 15,61 218.000 36,25 1980 652.762 (3,98) 885.762 (1,34) 233.000 6,88 1981 703.811 7,82 756.811 (14,56) 253.000 8,58 1982 521.394 (25,92) 882.394 16,59 361.000 42,69 1983 536.103 2,82 757.603 (14,14) 221.500 (38,64) 1984 769.384 43,51 2.170.384 186,48 401.000 81,04 1985 869.718 13,04 1.171.675 (46,02) 301.957 (24,70) 1986 1.226.727 41,05 1.585.998 35,36 359.271 18,98 1987 1.160.963 (5,36) 1.447.668 (8,72) 286.705 (20,20) 1988 1.270.418 9,43 1.736.257 19,93 465.839 62,48 1989 1.315.113 3,52 1.705.584 (1,77) 390.471 (16,18) 1990 1.487.433 13,10 2.028.493 18,93 541.060 38,57 1991 1.555.453 4,57 2.128.210 4,92 572.757 5,86 1992 1.869.713 20,20 2.563.846 20,47 694.133 21,19

57 (Sambungan Tabel 4.6) Tahun Produksi (Ton) Pertumbuhan (%) Permintaan Kedelai (Ton) Pertumbuhan (%) Impor (Ton) Pertumbuhan (%) 1993 1.708.528 (8,62) 2.432.392 (5,13) 723.864 4,28 1994 1.564.847 (8,41) 2.365.308 (2,76) 800.461 10,58 1995 1.680.007 7,36 2.287.400 (3,29) 607.393 (24,12) 1996 1.517.181 (9,69) 2.263.510 (1,04) 746.329 22,87 1997 1.356.891 (10,56) 1.973.266 (12,82) 616.375 (17,41) 1998 1.305.640 (3,78) 1.648.764 (16,44) 343.124 (44,33) 1999 1.382.848 5,91 2.684.603 62,83 1.301.755 279,38 2000 1.017.634 (26,41) 2.295.319 (14,50) 1.277.685 (1,85) 2001 826.932 (18,74) 1.963.351 (14,46) 1.136.419 (11,06) 2002 673.056 (18,61) 2.038.309 3,82 1.365.253 20,14 2003 671.600 (0,22) 1.864.317 (8,54) 1.192.717 (12,64) 2004 723.483 7,73 1.839.276 (1,34) 1.115.793 (6,45) 2005 808.353 11,73 1.894.531 3,00 1.086.178 (2,65) 2006 747.611 (7,51) 1.879.755 (0,78) 1.132.144 4,23 2007 592.534 (20,74) 2.004.123 6,62 1.411.589 24,68 2008 775.710 30,91 1.944.726 (2,96) 1.169.016 (17,18) 2,08 7,22 14,56 Sumber : BPS, Deptan (diolah) Kebijakan impor kedelai yang digunakan pemerintah sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan kedelai. Pertumbuhan impor kedelai periode 1978-2008 rata-rata sebesar 14,56% lebih besar dibandingkan pertumbuhan produksi kedelai rata-rata sebesar 2,08%. Berdasarkan Tabel 4.6, selama kurun waktu dua puluh dua tahun (1978-1999) prosentase pertumbuhan produksi kedelai terhadap permintaan kedelai lebih besar dibandingkan impor kedelai. Namun pada tahun 2000 sampai 2008 persentase pertumbuhan impor kedelai terhadap permintaan kedelai lebih besar dibandingkan produksi kedelai. Pada tahun 1978 menyebutkan bahwa permintaan kedelai di Indonesia sebesar 776.599 ton sedangkan produksinya hanya mencapai 616.599 ton (±79% dari permintaan kedelai). Oleh karena itu, Indonesia harus mengimpor kedelai dari luar negeri sebanyak 160.000 ton (±21% dari permintaan kedelai). Akan tetapi mulai tahun 2000 produksi kedelai hanya ±44%

58 dari permintaan kedelai yaitu sebesar 1.017.634 ton, sedangkan impor kedelai sebesar 1.277.685 ton (±56% dari permintaan kedelai. Hal ini sesuai dengan keadaan bahwa jika produksi meningkat maka impor akan berkurang, dikarenakan meningkatnya produksi dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi sebaliknya jika produksi berkurang, maka pemerintah akan mengimpor kedelai untuk memenuhi kebutuhan akan kedelai, terlihat jelas dari trend produksi kedelai yang menurun sejak tahun 1999 yang berdampak terhadap volume impor yang semakin meningkat setiap tahunnya dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 1998 impor kedelai menurun sebesar 343.124 ton, sedangkan permintaan kedelai sebesar 1.648.764 ton. hal ini diduga disebabkan krisis ekonomi yang melanda sebagian besar kawasan Asia serta pergulatan politik tanah air yang menyebabkan terjadinya guncangan (shock) pada nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Peningkatan impor kedelai semakin besar sejak tahun 1999 yaitu sebesar 1.301.755 ton, hal ini dikarenakan adanya perubahan kebijakan pemerintah sejak tahun 1998 dimana pemerintah Indonesia menyetujui paket kebijakan IMF yang membebaskan monopoli impor kedelai oleh Bulog sehingga kedelai bebas diimpor dan penghapusan tarif bea masuk kedelai menjadi nol persen. Jika kita membandingkan produksi dengan data perkembangan impor kedelai tahun 1998 hingga 2008, dapat terlihat bahwa pada saat produksi nasional cenderung berfluktuasi dan turun sedangkan kebutuhan meningkat sehingga timbul ketergantungan impor. Impor kedelai semula 343.124 ton, tetapi pada tahun berikutnya meningkat dengan pertumbuhan sebesar 279.38% menjadi 1.301.755 ton. Impor kedelai pada tahun 2000 menurun menjadi 1.277.685 ton dan tahun 2001 turun lagi menjadi 1.136.419 ton. Akan tetapi pada tahun 2002 meningkat lagi menjadi 1.365.253 ton, mulai tahun 2003-2006 impor kedelai cenderung menurun. Volume impor kedelai mencapai titik tertinggi pada tahun 2007 sebesar 1.411.589 ton dengan persentase impor

59 terhadap permintaan kedelai sebesar ±70%. Penurunan produksi kedelai nasional disebabkan membanjirnya kedelai impor yang masuk ke Indonesia dengan harga lebih murah dan tidak dikenakan tarif/bea masuk impor. Produksi kedelai di Indonesia menempati rangking ke-10 dibandingkan produksi kedelai dunia yaitu sebesar 775.710 ton, produksi kedelai ini hanya sekitar 0,3% dari total produksi kedelai di dunia (FAO, 2008). Walaupun produksi kedelai Indonesia cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain, tetapi produksi kedelai ini belum mencukupi kebutuhan kedelai di Indonesia sehingga memerlukan impor dari negaranegara lain. Produsen kedelai tertinggi ditempati oleh Amerika Serikat dengan produksi sebesar 80,75 juta ton, Indonesia sebagian besar impor kedelai dari Amerika Serikat (±50%), Cina (±30%), dan sisanya berasal Argentina, Brazilia, serta negara-negara lain. Dengan demikian Indonesia perlu terus berupaya untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri agar dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor kedelai. Kebijakan pengenaan bea masuk impor kedelai juga dapat dipakai sebagai alternatif untuk melindungi produsen dalam negeri. Hasil simulasi dari penelitian ini adalah jika permintaan kedelai meningkat sebesar 1%, maka impor kedelai akan meningkat sebesar 2,78%. Dan sebaliknya jika permintaan kedelai menurun sebesar 1%, maka impor kedelai akan menurun sebesar 2,78%. 4.3.2 Elastisitas Elastisitas adalah bilangan yang menunjukkan berapa persen satu variabel tak bebas akan berubah, sebagai reaksi karena satu variabel tak bebas akan berubah, sebagai reaksi karena satu variabel lain (variabel bebas) berubah satu persen. Elastisitas permintaan mengukur perubahan relatif dalam jumlah unit barang yang dibeli sebagai akibat perubahan salah satu faktor yang mempengaruhinya. (Pratahama Rahardja dan Mandala Manurung, 2004).

60 Nilai elastisitas merupakan angka absolut, disebut elastis jika mempunyai nilai elastisitas lebih dari 1 ( ε > 1), dan inelastisitas jika nilai elastisitas kurang dari 1 ( ε < 1). Elastisitas permintaan kedelai bertujuan untuk mengetahui persentase perubahan jumlah permintaan kedelai terhadap perubahan sebesar satu persen harga kedelai dan variabel-variabel lainnya. 4.3.2.1 Elastisitas harga dalam negeri terhadap permintaan kedelai Koefisien harga kedelai dalam negeri terhadap permintaan kedelai sebesar -1,894428 diperoleh elastisitas harga kedelai dalam negeri terhadap permintaan kedelai adalah sebesar -1,894428. Ini berarti bahwa setiap kenaikan 1% harga kedelai, akan menurunkan permintaan kedelai sebesar 1,894428%. Perubahan permintaan ini lebih kecil daripada perubahan harga, karena nilai elastisitas > 1 maka elastisitas permintaan kedelai terhadap harga kedelai bersifat elastis. Hasil penelitian Team Fakultas Pertanian IPB (1992) menunjukkan bahwa elastisitas harga terhadap permintaan bersifat inelastis yaitu - 0,655. Sedangkan hasil penelitian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam penelitian multikomoditi menghasilkan elastisitas yang bersifat inelastis sebesar -0,687. Sedangkan penelitian Sahara dan Endang (2003), Nilai elastisitas harga terhadap permintaan kedelai untuk jangka pendek sebesar 6,675 dan nilai elastisitas harga terhadap permintaan kedelai untuk jangka panjang sebesar 3,3415. Nilai elastisitas permintaan kedelai untuk jangka pendek lebih kecil daripada nilai elastisitas jangka panjang. Harga mutlak dari koefisien elastisitas harga lebih besar dari satu menandakan bahwa permintaan kedelai bersifat elastis atau dengan kata lain kenaikan harga kedelai diikuti oleh penurunan jumlah kedelai yang diminta dalam porsi yang lebih besar. Perbedaan angka elastisitas permintaan diatas disebabkan karena model dan data yang digunakan dalam penelitian berbeda. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan perubahan harga kedelai dalam negeri akan memberikan dampak yang besar terhadap permintaan kedelai di Indonesia.

61 4.3.2.2 Elastisitas jumlah penduduk terhadap permintaan kedelai Elastisitas jumlah penduduk terhadap permintaan kedelai dengan adalah 10,57280. Angka ini berarti bahwa setiap penambahan jumlah penduduk sebesar 1%, maka akan meningkatkan permintaan kedelai sebesar 10,57280%, elastisitas jumlah penduduk terhadap permintaan kedelai bersifat elastis (>1). Hasil penelitian Widjajanti (2006), elastisitas jumlah penduduk terhadap permintaan bersifat elastis sebesar 2,85. Dengan demikian jumlah penduduk memberikan dampak yang besar terhadap permintaan kedelai di Indonesia. Artinya bagi pemerintah, dengan mengetahui pertumbuhan jumlah penduduk dapat disusun suatu kebijakan yang mendukung mengenai permintaan kedelai di Indonesia. Oleh karena itu, rekomendasi kebijakan yang disarankan untuk mengatasi permintaan kedelai yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, yaitu dengan menerapkan program keluarga berencana, karena selain mengatasi lonjakan jumlah penduduk, juga dapat menangani permintaan kedelai yang berlebih. 4.3.2.3 Elastisitas harga kedelai internasional terhadap harga dalam negeri Elastisitas harga kedelai internasional terhadap harga kedelai dalam negeri adalah 0,191313. Angka ini berarti bahwa setiap penambahan harga kedelai internasional sebesar 1%, maka akan meningkatkan harga kedelai dalam negeri sebesar 0,191313%, elastisitas harga kedelai internasional terhadap harga kedelai dalam negeri bersifat inelastis (<1). Hasil yang serupa juga terjadi pada penelitian yang dilakukan Daris, Edmon (1993) yang menunjukkan bahwa elastisitas harga kedelai internasional terhadap harga kedelai dalam negeri bersifat inelastis sebesar 0,4911. Erwidodo dan Hadi (1999) memperoleh hasil regresi sebagai berikut: Elastisitas transmisi harga kedelai internasional terhadap harga kedelai pedagang besar pada periode 1986-96 adalah 0.7152 dan elastisitas transmisi harga kedelai pedagang besar terhadap harga kedelai produsen adalah 0.8774. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan perubahan harga kedelai internasional tidak akan memberikan dampak yang besar terhadap harga kedelai dalam negeri.

62 4.3.2.4 Elastisitas permintaan terhadap impor kedelai Pada persamaan impor kedelai diperoleh elastisitas permintaan kedelai terhadap impor kedelai adalah 2,778652. Artinya bahwa setiap peningkatan 1% permintaan kedelai akan meningkatkan 2,778652% impor kedelai. Dan sebaliknya penurunan 1% permintaan kedelai akan menurunkan 2,778652% impor kedelai, elastisitas tersebut bersifat elastis (>1). Dengan demikian perubahan permintaan kedelai dalam negeri akan memberikan dampak yang besar terhadap impor kedelai di Indonesia. Artinya bagi pemerintah dengan mengetahui permintaan kedelai di Indonesia sebaiknya disusun suatu kebijakan mengenai impor kedelai. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Daris, Edmon (1993) juga menunjukkan bahwa elastisitas permintaan terhadap impor kedelai bersifat elastis sebesar 1,3793. Sedangkan penelitian Widjajanti (2006) memperoleh elastisitas bersifat elastis sebesar 2,81. Perbedaan nilai elastisitas ini disebabkan perbedaan data yang berbeda selama penelitian. 4.3.2.5 Elastisitas produksi kedelai terhadap impor kedelai Sedangkan pada elastistas produksi kedelai terhadap impor kedelai adalah sebesar -1,263902. Artinya setiap peningkatan produksi kedelai sebesar 1%, akan menurunkan impor sebesar 1,263902%, dan sebaliknya setiap penurunan produksi kedelai sebesar 1% akan meningkatkan impor kedelai sebesar 1,263902%. elastisitas produksi kedelai terhadap impor kedelai ini bersifat elastis (>1). Hasil penelitian Widjajanti (2006) menunjukkan bahwa elastistas produksi kedelai terhadap impor kedelai bersifat elastis sebesar -2,71. Jadi perubahan produksi kedelai memberikan dampak yang besar terhadap impor kedelai. Dengan melihat kondisi produksi kedelai di Indonesia, pemerintah sebaiknya menyusun kebijakan mengenai impor kedelai.

63 4.4 Implikasi Kebijakan Distribusi tingkat kesejahteraan antara produsen dan konsumen diukur dari besar surplus yang diterima masing-masing pelaku ekonomi, baik produsen maupun konsumen. Surplus konsumen adalah perbedaan antara nilai maksimum uang yang ingin dibayar konsumen dengan nilai yang benarbenar dibayarkan terhadap jumlah tertentu dari suatu produk. Surplus produsen adalah perbedaan antara nilai uang yang sesungguhnya diterima oleh produsen dengan nilai minimum yang diinginkan produsen. Besarnya surplus produsen dan konsumen merupakan indikator penentu arah kebijakan yang akan dilakukan. Konsumen yang rasional menginginkan harga komoditas kedelai murah dan terjangkau oleh daya beli agar dapat memenuhi kebutuhan hidup. Sebaliknya sangat rasional pula apabila para petani menginginkan harga jual komoditas cukup tinggi agara dapat memperoleh pendapatan yang memadai sebagai imbalan atas usaha dan investasi yang dilakukan. Untuk memenuhi keinginan yang nampaknya saling bertentangan itu dan lebih jauh lagi demi kepentingan ekonomi, sosial dan politik negara yang stabil, maka pemerintah dapat melakukan intervensi terhadap pasar komoditas kedelai di pasar domestik melalui berbagai kebijakan. Selain itu dalam kaitannya dengan perdagangan dunia, suatu pemerintah dapat pula melakukan proteksi perdagangan komoditas kedelai untuk melindungi produsen maupun konsumen domestik. Kebijakan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah pengenaan bea masuk untuk impor kedelai. Kebijakan ini dapat dipakai sebagai alternatif untuk melindungi produsen kedelai di dalam negeri. Bea masuk impor tersebut dimulai sejak 1974 sebesar 30% yang dipertahankan sampai tahun 1982. Sejak tahun 1983 sampai tahun 1993 bea masuk impor kedelai diturunkan menjadi 10% dan kemudian menjadi 5% pada tahun 1994 sampai 1997. Sebelum tahun 1998 impor kedelai dimonopoli oleh Bulog. Kebijakan kuota dapat diterapkan, sehingga volume impor dapat dikendalikan. Pada era perdagangan bebas tahun 1998, kebijakan kuota impor tidak dapat lagi

64 diterapkan, sehingga pemerintah hanya dapat memberlakukan kebijakan tarif. Pemerintah telah melakukan liberalisasi sepenuhnya atas perdagangan dan distribusi berbagai komoditi yang sebelumnya ditangani Bulog. Pada tahun 1998 sampai 2003 bea masuk impor ditiadakan. Alasan pemerintah menetapkan bea masuk impor 0 adalah untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Pada tahun 1999 volume impor mencapai kenaikan sebanyak 279,38% dari 343.124 ton menjadi 1.301.755 ton, bahkan pada tahun 2004 total kebutuhan kedelai nasional, 65% berasal dari impor. Oleh karena itu, pada tahun 2004 sampai 2007 bea masuk impor dinaikan kembali menjadi 10%. Kemudian pada tahun 2008 bea masuk impor kembali dihapuskan. Belum berlakunya bea masuk impor pada saat ini menyebabkan jumlah kedelai impor semakin banyak, sehingga harga kedelai dalam negeri jatuh dan petani enggan menanam kedelai. Oleh karena itu pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri perlu ditingkatkan. Kebijakan bea masuk impor berpengaruh terhadap besarnya volume impor kedelai. Dampak pengenaan bea masuk impor terhadap perdagangan yaitu turunnya impor akibat kenaikan harga di negara pengimpor (Salvatore, 1997). Beberapa negara ASEAN juga menerapkan bea masuk terhadap kedelai, misalnya Thailand menerapkan bea masuk 5%. Negara-negara lain juga melakukan perlindungan terhadap petani kedelai di negaranya dengan berbagai cara, yaitu melalui penetapan tarif impor atau penetapan kuota impor. Misalnya, Jepang meskipun menetapkan bea masuk impor kedelai nol persen, tetapi mensyaratkan aturan karantina yang ketat melalui Plant Quarantine Law dan Food Sanitation Law. Amerika Serikat juga menetapkan tarif impor 4,4 sen per kilogram. Cina menetapkan ceiling binding 180 persen. Korea Selatan memberlakukan kuota dengan tarif kuota 503.2988 won per kilogram. Cile dengan advalorem tariff sebesar delapan persen, Papua New Guinea dengan tarif bea masuk produk kedelai sebesar 11 persen. Peluang untuk menetapkan tarif impor terbuka lebar.

65 Penilaian terhadap penerapan kebijakan bea masuk impor umumnya difokuskan pada dampak yang ditimbulkan terhadap produsen, konsumen, dan pemerintah. Gambar 4.1 merupakan suatu ilustrasi surplus produsen dan konsumen sehubungan dengan adanya kebijakan pemerintah (tarif impor) pada pasar komoditas kedelai. Harga barang-barang normal di pasar dunia lebih murah daripada di pasar dalam negeri. Namun harga yang berlaku di pasar dalam negeri menjadi sama dengan harga yang berlaku di pasar internasional apabila ada impor yang dapat menutup defisit produksi (yaitu selisih antara produksi dan konsumsi). Pada kondisi 1 : (Ada kebijakan tarif impor yang menyebabkan harga kedelai yang berlaku di pasar dalam negeri (P D1 ) lebih tinggi daripada harga dunia (P w ) dengan selisih T). Pada posisi ini, jumlah produksi adalah Q M1 = Q D1 Q S1, dan penerimaan pemerintah dari pajak impor adalah sebesar daerah segiempat NURS. Surplus produsen adalah sebesar daerah segitiga (LUP D1 ) yang lebih kecil daripada surplus konsumen yaitu sebesar daerah segitiga (KR P D1 ). Perubahan kesejahteraan masyarakat (surplus ekonomi) total adalah daerah LURK karena ada surplus ekonomi yang hilang (dead weight loss) sebesar daerah segitiga MNU dan RST. Pada kondisi 2 : (Tanpa kebijakan tarif impor, harga yang berlaku di pasar dalam negeri turun dari P D1 menjadi sama dengan harga dunia (P w ). Pada posisi ini, jumlah produksi turun menjadi Q S2, jumlah konsumsi (permintaan) meningkat menjadi Q D2, jumlah impor meningkat menjadi Q M2 = Q D2 Q S2, dan penerimaan pemerintah dari tarif impor menjadi nol. Surplus produsen turun menjadi sebesar daerah segitiga LMP W, yang semakin jauh lebih kecil daripada surplus konsumen yang meningkat menjadi sebesar daerah KT P W. Surplus ekonomi total meningkat menjadi sebesar daerah LMTK.

66 P K S P e P D1 P w Tarif E U R M N S T L D Q S2 Q S1 Q e Q D1 Q D2 Q (a). Kondisi 1 (Ada Kebijakan Tarif impor) P K S P e E P w M T L D Q S2 Q e Q D2 Q (b). Kondisi 2 (Tanpa Kebijakan Tarif impor) Gambar 4.1. Dampak Kebijakan Tarif terhadap Perubahan Surplus Produsen dan Konsumen Gambar 4.1 mengilustrasikan dampak kebijakan tarif impor kedelai di Indonesia. Jika pemerintah menghilangkan seluruh biaya tarif impor, maka perdagangan kedelai di Indonesia akan berada pada kondisi 2. Perbedaan kinerja perdagangan kedelai nasional antara kondisi 2 dan kondisi 1 dianggap merupakan dampak dari penerapan kebijakan menghilangkan tarif impor.

67 Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa berbagai ukuran dalam mengukur kesejahteraan masyarakat seperti surplus konsumen, surplus produsen, dan surplus ekonomi dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh dari berbagai kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hasil analisis dari teori permintaan, maka pada saat tarif impor diberlakukan harga kedelai impor akan meningkat dan mengakibatkan menurunnya jumlah permintaan dibandingkan dengan tanpa dikenakannya tarif. Akibat lebih lanjut dari peningkatan harga ini akan mendorong kenaikan harga kedelai dalam negeri sedemikian rupa sehingga produksi akan ikut meningkat. Setelah mengalami penyesuaian, maka penurunan permintaan dan peningkatan produksi kedelai akan mengakibatkan jumlah impor kedelai mengalami penurunan. Penurunan impor kedelai ini juga menyebabkan GDP meningkat, hal ini sesuai dengan teori makroekonomi, jika jumlah impor menurun maka GDP akan meningkat. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa pengenaan tarif impor berdampak pada aspek konsumsi (permintaan) domestik yang menurun, aspek produksi domestik meningkat, dan kesejahteraan masyarakat akibat kenaikan harga. Oleh karena itu peningkatan bea masuk impor kedelai perlu diikuti dengan pengaturan harga kedelai dalam negeri guna untuk meningkatkan surplus konsumen yang mempengaruhi aktivitas konsumsi. Secara umum, dengan penurunan tarif impor yang sejalan dengan agenda AFTA berdampak terhadap penurunan harga kedelai impor, sehingga permintaan kedelai impor meningkat dan produksi kedelai dalam negeri menurun. Akibatnya, penurunan tarif impor kedelai maka jumlah impor semakin besar, hal ini akan menyebabkan GDP menurun. Penurunan tarif impor ini berdampak pada meningkatnya kesejahteraan konsumen dan menurunnya kesejahteraan produsen. Sementara itu, penerimaan pemerintah terus menurun sejalan dengan penurunan tarif impor dan nilai tukar rupiah. Kesejahteraan konsumen meningkat dengan penurunan tarif impor kedelai karena konsumen dapat membeli kedelai dengan harga yang lebih murah dan jumlah barang yang dikonsumsi lebih banyak. Sebaliknya,

68 produsen domestik mengalami kerugian dengan penurunan tarif impor karena harus bersaing dengan produk kedelai impor yang harganya menjadi relatif lebih murah. Berkenaan dengan hal ini, maka penerimaan pemerintah dari pengenaan tarif impor hendaknya dapat dimanfaatkan untuk mendanai berbagai upaya peningkatan produksi kedelai dalam negeri.