ANALISIS RISIKO KEGIATAN BONGKAR MUAT SEBAGAI KOMPONEN DWELLING TIME DI PELABUHAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENILAIAN RESIKO OPERASIONAL PELAYANAN BONGKAR MUAT KAPAL DI PELABUHAN DILI, TIMOR-LESTE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pesawat Polonia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Belawan International Container Terminal (BICT) sebagai unit usaha PT.

EVALUASI SISTEM OPERASI DRY PORT GEDEBAGE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

EVALUASI SISTEM LOGISTIK DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Troughput. Gambar 1.1. Troughput di TPKS (TPKS,2013)

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dari analisa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

ABSTRAK. Kata kunci: Dwelling Time, Kelengkapan Administrasi, Kepemimpinan Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

PENILAIAN RISIKO OPERASIONAL PEKERJAAN BANGUNAN KAPAL BARU DI PT. ADILUHUNG SARANASEGARA INDONESIA MENGGUNAKAN METODE MATRIK RISIKO

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran pelabuhan dalam suatu sistem transportasi mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS HAZARD AND OPERABILITY (HAZOP) UNTUK DETEKSI BAHAYA DAN MANAJEMEN RISIKO PADA UNIT BOILER (B-6203) DI PABRIK III PT.

Studi Perbandingan Metode Bongkar Muat untuk Pelayaran Rakyat: Studi Kasus Manual vs Mekanisasi

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG

ANALISIS RISIKO OPERASIONAL PADA PROSES KONVERSI WORKBOAT MENJADI SUPPLY VESSEL MV. SAM PROSPER I DI PT. DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA

3 Jasa Pemanduan a Tarif Tetap 40, per kapal per gerakan b Tarif Variabel per GT kapal per gerakan

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Industri di Jawa Tengah telah meningkatkan nilai ekspor pada

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

PENGELOLAAN BAHAN BAKU DENGAN PENDEKATAN ANALISIS RISIKO DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

2017, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepela

MEMPELAJARI PERAWATAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES BONGKAR MUAT PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA TANJUNG PRIOK

PENILAIAN RISIKO PEKERJAAN BANGUNAN BARU PADA GALANGAN KAPAL KLASTER JAWA MENGGUNAKAN MATRIK RISIKO

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. diprediksi kebutuhan Lapangan penumpukan Peti Kemas pada tahun 2014

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

Perbaikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dengan Metode HIRARC di PT. Sumber Rubberindo Jaya

BAB IV PEMBAHASAN. Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) adalah perusahaan

Analisis Risiko Pekerjaan Pemindahan Barang Dengan Forklift Menggunakan Metode HIRARC Dan Penentuan Risk Ranking Menggunakan Fuzzy Logic Control

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA

ARINA ALFI FAUZIA

ANALISIS KONDISI HAULAGE PETI KEMAS DI AREA PELABUHAN (STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

ANALISIS RESIKO PADA PROYEK KONSTRUKSI PERUMAHAN DI KOTA MANADO

I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan.

I-1 BAB I PENDAHULUAN

Gambar 1.1 Terminal Peti Kemas (Steenken, 2004)

TINDAKAN KARANTINA terhadap MP OPTK/HPHK di TPK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

2017, No Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makassar; c. bahwa berdasarkan pertimbangan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISA RISIKO PROSES PEMBANGUNAN KAPAL BARU LTDW WHITE PRODUCT OIL TANKER PERTAMINA DI PT. DUMAS TANJUNG PERAK SURABAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HAMBATAN BONGKAR MUATSCRAP WAKTU SANDAR KAPAL DI DERMAGA TERMINAL MULTIPURPOSE TANJUNG PRIOK

KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002

PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN PRE-CLEARANCE, CUSTOMS CLEARANCE DAN POST CLEARANCE

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI 6 ANALISIS KEBIJAKAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut

MEMPELAJARI PERENCANAAN BANYAKNYA BONGKAR MUAT PETIKEMAS BERJENIS DRY (FULL DAN HIGH CUBE) DAN OVER DIMENTION PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Nanda Nurridzki

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L

BAB II LANDASAN TEORI

PERUBAHAN KETENTUAN MANIFES. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tumbuh pesatnya persaingan pada industri jasa kepelabuhanan.

ANALISIS KINERJA PELAYANAN OPERASIONAL PETI KEMAS DI PELABUHAN PANGKALBALAM KOTA PANGKALPINANG

BAB III PENGUMPULAN DATA

[ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG

JASA ANGKUTAN PUPUK ZA (AMMONIUM SULFATE) DARI PELABUHAN TANJUNG PRIOK KE GUDANG PT. PUPUK KUJANG - CIKAMPEK

BAB IV ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

ANALISA KAPASITAS OPTIMAL LAPANGAN PENUMPUKAN TERMINAL PETIKEMAS MAKASSAR BERDASAR OPERATOR DAN PENGGUNA PELABUHAN

BAB VI ANALISA EKONOMI DAN FINANSIAL

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU

PENGAMBILAN RESIKO. Kode Mata Kuliah : OLEH Endah Sulistiawati, S.T., M.T. Irma Atika Sari, S.T., M.Eng.

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

2 METODOLOGI PENELITIAN

TESIS Endy Prihandono NRP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA)

Transkripsi:

ABSTRAK ANALISIS RISIKO KEGIATAN BONGKAR MUAT SEBAGAI KOMPONEN DWELLING TIME DI PELABUHAN Minto Basuki, Roni Budi Susanto, Herman Pratama Herianto. Jurusan Teknik Perkapalan, FTMK, ITATS Kegiatan bongkar muat merupakan salah satu komponen dari dwelling time di pelabuhan. Setiap permasalahan yang timbul dalam kegiatan bongkar muat berpotensi untuk meningkatkan dwelling time sehingga menimbulkan kerugian terutama bagi pemilik kapal maupun pemilik barang. Seluruh risiko yang timbul mengakibatkan kerugian waktu dan biaya. Dengan menggunakan metode statistik dan probabilitas dapat diketahui risiko mana yang paling berpengaruh besar terhadap operasional bongkar muat di pelabuhan, yaitu dengan menghitung selisih waktu sesuai standar operasional dengan waktu sebenarnya saat operasional dari keseluruhan kegiatan bongkar muat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat risiko terjadinya lost time saat kegiatan Truck Losing Out dan Truck Losing In adalah sangat tinggi, sedangkan cetak job slip dan stack in adalah tinggi dan stack out adalah rendah. Adapun total lost time yang disumbangkan oleh kegiatan bongkar terhadap dwelling time berasal dari Truck Losing Out mencapai 11.9 jam jika dibandingkan dengan standar waktu normalnya. Sedangkan total lost time yang disumbangkan oleh kegiatan muat terhadap dwelling time berasal dari Cetak Job Slip ditambah dengan Stack In sebesar 12.5 jam. Hal ini membuktikan bahwa kegiatan bongkar muat merupakan komponen penyumbang dwelling time. Kata kunci : bongkar muat, risiko bongkar muat, dwelling time A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kasus dwelling time di pelabuhan memanas sejak Presiden Jokowi melakukan kunjungan pertama ke Pelabuhan Tanjung Priok. Beliau menargetkan lama dwelling time bisa dipercepat dari yang semula 6 hari lebih menjadi 4,7 hari dengan rincian: pre-custom clearance selama 2,7 hari, custom clearance selama 0,5 hari, dan post-custom clearance selama 1,5 hari. Namun ternyata target tersebut gagal dipenuhi pada saat beliau melaksanakan kunjungan kedua ke Pelabuhan Tanjung Priok. Kegagalan tersebut disebabkan karena adanya banyak faktor dan kepentingan yang berpengaruh terhadap komponen dwelling time. (diolah dari sumber: bisnis.liputan6.com) Dwelling time pelabuhan dapat diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan bagi kontainer (barang impor) untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS)/ container yard di wilayah/ area pelabuhan, dihitung sejak barang impor dibongkar dari kapal sampai dikeluarkan dari TPS. Oleh karena itu, setiap masalah yang terjadi pada komponen dwelling time berpotensi untuk meningkatkan dwelling time di pelabuhan. Wajar apabila dalam suatu sistem muncul sebuah permasalahan, namun jika masalah yang sama terjadi dan terulang lagi dengan konsekuensi yang sama atau justru lebih buruk maka hal itu sangat ironis terutama bagi organisasi yang sudah menerapkan prinsip prinsip manajemen. (diolah dari berbagai sumber) Prinsip-prinsip manajemen antara lain adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta evaluasi dan tindak lanjut. Dalam tahap pengawasan dan pengendalian, masalah yang timbul segera dicatat dan ditangani sesuai dengan prosedur preventif. Selanjutnya dalam tahap evaluasi dan tindak lanjut, maka masalah tersebut akan dianalisis untuk menentukan langkah antisipatif yang diterapkan pada periode sistem berikutnya atau akan ditentukan langkah preventif yang lebih optimal untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan. Selain manajemen yang kurang optimal, kemungkinan perulangan masalah bisa terjadi apabila yang diatasi hanya sumber permasalahan pertama, bukan akar dari permasalahan utama. Oleh karena itu, dalam proses analisis dan evaluasi permasalahan dikenal adanya prinsip 5 (five) why. Setiap sumber masalah akan ditentukan apa penyebabnya sampai dengan lima tahap pertanyaan why (mengapa) sehingga akar permasalahan utama yang mengakibatkan masalah-masalah turunan tersebut timbul bisa ditemukan dan dicari solusinya. Nah, apakah perusahaan sekelas operator pelabuhan belum menerapkan prinsip manajemen dan - 511 -

pengendalian masalah dengan baik? Penyelesaian dwelling time tidak bisa dilepaskan dari faktor teknis di lapangan. Salah satunya adalah pengaruh kegiatan bongkar muat barang. Umumnya, apabila dalam kegiatan bongkar muat di pelabuhan timbul permasalahan yang mengakibatkan tersendatnya arus distribusi barang maka hal ini akan menyebabkan kerugian waktu dan biaya bagi pemilik kapal maupun pemilik barang. Permasalahan tersebut akan menimbulkan pembengkakan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik kapal, yakni beban jasa kepelabuhan dan beban operasional kapal selama berada di pelabuhan. Beban jasa kepelabuhan meliputi tarif labuh kapal, tarif tambat kapal, tarif penyewaan alat bongkar muat beserta armada, dan tarif penyewaan lapangan penumpukan, sedangkan beban operasional kapal antara lain adalah biaya gaji, biaya ABK, biaya bahan bakar dan lain-lain. Oleh karena itu, semakin lama kapal di pelabuhan, maka biaya pengeluaran kapal semakin besar sehingga berpotensi menimbulkan kerugian bagi perusahaan angkutan laut. Pembengkakan ongkos pengiriman barang, umumnya tidak ditanggung oleh pemilik barang kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutannya. Akan tetapi, keterlambatan distribusi barang dapat menyebabkan kerugian bagi pemilik barang, terutama karena nilai manfaat barang bisa berubah sesuai fungsi waktu. Kerugian tersebut antara lain adalah barang tidak bisa segera dimanfaatkan dalam proyek, barang tidak bisa segera dipasarkan, arus perputaran uang terlambat, utang bunga bank meningkat dan lain sebagainya. (Ningrum, 2007) Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi diperlukan analisis risiko dengan tujuan penyelesaian dan pencegahan masalah sehingga proses yang berlangsung pada sistem operasional bongkar muat di pelabuhan dapat berjalan dengan lancar dan optimal. Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis risiko adalah dengan Distribusi Probabilitas. Metode distribusi probabilitas menunjukan probabilitas kejadian bagi masing-masing outcome yang mungkin terjadi dimana dengan metode ini dapat diperkirakan besaran jumlah probabilitas kejadian saat operasional bongkar muat barang pada kapal di dermaga dalam selang waktu tertentu selama pengambilan data. Dalam melaksanakan penelitian ini, diperlukan verifikasi dari data-data di lapangan sehingga hasil penelitian merupakan data-data yang valid sesuai dengan kondisi nyata di lapangan saat pengambilan data berlangsung. Pengambilan sampel data penelitian dilaksanakan di salah satu dermaga pelabuhan di Jawa Timur. 2. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan bongkar muat sebagai salah satu komponen dwelling time di pelabuhan. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kegiatan Bongkar Muat (B/M) di Pelabuhan Menurut B.S. Herman dalam buku Manajemen Pelabuhan & Realisasi Ekspor & Impor, Kegiatan bongkar muat adalah kegiatan membongkar barang barang dari atas kapal dengan menggunakan crane dan sling kapal ke daratan terdekat di tepi kapal, yang lazim disebut dermaga, kemudian dari dermaga dengan menggunakan lori, forklift, atau kereta dorong, dimasukkan dan ditata ke dalam gudang terdekat yang ditunjuk oleh syahbandar pelabuhan. Sementara kegiatan muat adalah kegiatan yang sebaliknya. Operasi bongkar muat dari/ke kapal ada 4 macam, yaitu : 1. Kegiatan Stevedoring Proses diturunkannya barang barang muatan dari dek kapal menuju ke pinggir pelabuhan dengan menggunakan alat-alat berat bongkar muat. 2. Kegiatan Cargodoring Proses dibawahnya barang barang muatan kapal yang suda ada di pinggir pelabuhan (cade) menuju kegudang penyimpanan pelabuhan untuk disimpan/ditimbun 3. Kegiatan Deliverydoring Proses pengiriman barang barang muatan kapal yang suda ada digudang penyimpanan pelabuhan menuju keluar lingkungan pelabuhan untuk disimpan. 4. Kegiatan receivedoring Proses pengangkutan kembali barang yang ada di pabrik atau perusahaan atau industri - 512 -

untuk dikirim kembali ke gudang penyimpanan pelabuhan. 2. Manajemen Risiko 2.1. Ruang Lingkup Risiko Risiko mempunyai banyak definisi namun secara sederhana artinya kemungkinan akan terjadinya akibat buruk atau akibat yang merugikan, seperti kemungkinan kehilangan, cedera, kebakaran, dan sebagainya karena risiko selalu muncul dengan ketidakpastian. Risiko dikelompokkan menjadi 4 tipe risiko, yakni : 1. Risiko murni (pure risk) Risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi kemungkinan keuntungan tidak ada. Jadi risiko yang dibahas sudah pasti berpotensi merugikan. Contoh risiko murni adalah kecelakaan, kebakaran, kebanjiran, bencana alam. 2. Risiko spekulatif Risiko dimana kita mengharapkan terjadinya kerugian dan juga keuntungan. Potensi keuntungan dan kerugian dibicarakan dalam jenis risiko ini. Contoh risiko spekulatif adalah risiko bisnis. 3. Risiko dinamis Risiko ini muncul dari perubahan kondisi tertentu, contoh: perubahan kondisis masyarakat, perubahan teknologi sehingga memunculkan jenis-jenis risiko yang baru 4. Risiko statis Risiko yang muncul dari kondisi alam tertentu, contoh: bencana alam, kebakaran, banjir, dll. Kareteristik risiko ini praktis tidak berubah dari waktu ke waktu. 5. Risiko operasional Risiko operasional merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah internal perusahaan, dimana risiko ini terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem kontrol manajemen (management control system) yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan. (Fahmi, I., 2013). Untuk mengelola risiko yang terjadi maka diperlukan manajemen risiko. Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko sehingga organisasi dapat bertahan, atau barangkali mengoptimalkan risiko ( Darmawi, H., 2006 ). Fungsi pokok manajemen risiko: a. Menemukan kerugian potensial Mengidentifikasi seluruh risiko yang akan dihadapi oleh organisasi. b. Mengevaluasi kerugian potensial Mengenal dan menanggulangi besarnya frekuensi kerugian dan keparahan kerugian. c. Menentukan cara penanggulangan risiko Agar suatu organisasi dapat menentukan cara apa yang dapat dilakukan dan tepat untuk menangani sebuah risiko. Apakah itu dengan mengurangi, mencegah, meretensi ( menahan sendiri ), menghindari dan memindahkan kerugian kepada pihak lain. 2.2. Pengukuran Risiko B.S. Herman.2013, menyebutkan Informasi yang diperlukan berkenaan dengan dua dimensi risiko yang perlu diukur, yaitu : 1. Frekuensi atau jumlah kerugiaan yang akan terjadi. 2. Keparahan dari kerugian itu. Pengukuran risiko dapat dilakukan menggunakan distribusi probabilitas. Distribusi probabilitas menunjukan probabilitas kejadian bagi masing-masing outcome yang mungkin. Oleh karena outcome itu merupakan mutually exclusive, sehingga apabila semua probabilitas tersebut dijumlahkan maka jumlahnya sama dengan satu. Tiga macam distribusi probabilitas memperlihatkan outcome yang mungkin untuk: 1. Total kerugian per tahun (atas per periode budget) 2. Banyaknya kejadian per tahun 3. Kerugian per kejadian 2.3. Variabel Pengukuran Risiko Variabel yang proses bongkar muat dengan dwelling time adalah variabel waktu. Variabel tersebut akan menentukan pengukuran risiko dari setiap sumber risiko. Adapun standar yang akan - 513 -

digunakan dalam pengukuran risiko adalah The Australian New Zealand Risk Management Standard. Berikut adalah tabel standar pengukuran risiko yang akan digunakan pada variabel waktu: Tabel 1. The Australian New Zealand Risk Management Standard No. Frekuensi Kejadian Probabilitas Kejadian Tingkat Dampak Nilai Dampak 1 Rare 4% 18% Insignificant 2 Unlikely 18% 21% Minor Sesuai standar 3 Possible 21% 26% Moderate perusahaan 4 Likely 26% 31% Major 5 Almost Certain > 31% Catastrophic Dalam penelitian ini, standar pengukuran variabel waktu yang digunakan sebagai berikut: Tabel 2. Tabel Pengukuran Risiko Kegiatan Bongkar Muat No. Frekuensi Probabilitas Tingkat Nilai Dampak Kejadian Kejadian Dampak 1 Rare 4% 18% Insignificant Tidak mengalami penundaan B/M 2 Unlikely 18% 21% Minor Penundaan B/M ½ shift atau < 4 jam 3 Possible 21% 26% Moderate Penundaan B/M ½ - 1 shift atau 4 7 jam 4 Likely 26% 31% Major Penundaan B/M 1 2 shift atau 8 15 jam 5 Almost Certain > 31% Catastrophic Penundaan B/M > 2 shift atau > 15 jam 2.4. Matriks Risiko Kegiatan Bongkar Muat (B/M) Berdasarkan pada standar pengukuran risiko di atas, kemudian disusun matriks risiko bongkar muat yang akan digunakan untuk menentukan level atau tingkatan risiko dari masingmasing sumber risiko. Matriks risiko kegiatan bongkar muat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 3. Matriks Risiko Kegiatan Bongkar Muat Frekuensi Almost Menengah Tinggi Tinggi Sangat Sangat Tinggi Certain Tinggi Likely Rendah Menengah Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Possible Rendah Rendah Menengah Tinggi Tinggi Unlikely Sangat Rendah Rendah Menengah Tinggi Rendah Rare Sangat Sangat Rendah Rendah Menengah Rendah Rendah Insignificant Minor Moderate Major Catastrophic Dampak - 514 -

C. DIAGRAM ALIR PENELITIAN START IDENTIFIKASI MASALAH STUDI LITERATUR SURVEY PENDAHULUAN PENGAMBILAN DATA: DATA PRIMER DATA SEKUNDER DATA PEMBANDING IDENTIFIKASI RISIKO: SUMBER RISIKO STANDAR PENGUKURAN MATRIKS RISIKO ANALISIS RISIKO EVALUASI RISIKO TIDAK DWELLING TIME YA KESIMPULAN DAN SARAN Gambar 1. Diagram Alir Penelitian - 515 -

D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Identifikasi Risiko Saat operasional bongkar muat terdapat terdapat beberapa sumber risiko yang menimbulkan terhambatnya kegiatan bongkar muat. Adapun sumber risiko tersebut terdiri dari : Tabel 4. Kategori dan sumber risiko No. Kategori Sumber Risiko Keterangan 1 Variabel Waktu Cetak Job Slip SOP pencetakan job slip B/M Truck Losing In SOP muat dari armada ke kapal Stack In SOP bongkar dari armada ke dermaga Truck Losing Out SOP bongkar dari kapal ke armada Stack Out SOP muat dari dermaga ke armada 2. Pengukuran Risiko Variabel Waktu Berikut adalah rekap hasil pengambilan data-data di lapangan berdasarkan sumber risiko: Kapasitas rata-rata : 500 TEUS/hari Tabel 5. Pengukuran Frekuensi dan Dampak berdasarkan Sumber Risiko Bongkar Muat No. Sumber Risiko Rata-rata Frekuensi (per hari) SOP/TEUS (menit) Rata-rata Realitas (menit) Selisih Waktu (menit) Rata-rata Lost Time 1 Cetak Job Slip 30% 1 3 2 5 jam 2 Truck Losing In 70% 3 4-5 1.5 8.75 jam 3 Stack In 30% 2 5 3 7.5 jam 4 Truck Losing Out 95% 6 9 3 11.9 jam 5 Stack Out 5% 2 5 3 1.25 jam 3. Analisis dan Evaluasi Risiko Hasil perhitungan terhadap frekuensi kejadian dan dampaknya berupa lost time kemudian dibandingkan dengan matriks pengukuran risiko dan disimpulkan dalam tabel berikut: No. Sumber Risiko Rata-rata Frekuensi Tabel 6. Tingkat Risiko Kegiatan Bongkar Muat Frekuensi Kejadian Rata-rata Lost Time Tingkat Dampak Tingkat Risiko 1 Cetak Job Slip 30% Likely 5 jam Moderate Tinggi 2 Truck Losing 70% Almost Certain 8.75 jam Major Sangat In Tinggi 3 Stack In 30% Likely 7.5 jam Moderate Tinggi 4 Truck Losing 95% Almost Certain 15.83 jam Catastrophic Sangat Out Tinggi 5 Stack Out 5% Rare 1.25 jam Minor Sangat Rendah Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat risiko terjadinya lost time saat kegiatan Truck Losing Out dan Truck Losing In adalah sangat tinggi, sedangkan cetak job slip dan stack in adalah tinggi dan stack out adalah rendah. Adapun total lost time yang disumbangkan oleh kegiatan bongkar terhadap dwelling time berasal dari Truck Losing Out mencapai 11.9 jam jika dibandingkan dengan standar waktu normalnya. Sedangkan total lost time yang disumbangkan oleh - 516 -

kegiatan muat terhadap dwelling time berasal dari Cetak Job Slip ditambah dengan Stack In sebesar 12.5 jam. Hal ini membuktikan bahwa kegiatan bongkar muat merupakan komponen penyumbang dwelling time. Faktor-faktor yang menyebabkan kegiatan bongkar muat melebihi standar waktu normalnya antara lain adalah gangguan pada sistem pencetakan job slip, kesulitan petugas untuk memasukkan data job ke dalam sistem, adanya komplain, kemacetan karena antrian arus bongkar muat, kemampuan manuver armada yang dibatasi oleh ruang, kekurangan fasilitas dan kemampuan manuver alat bongkar muat yang dibatasi ruang serta pembatalan kegiatan bongkar muat dan keterbatasan tempat parkir. F. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat risiko terjadinya lost time saat kegiatan Truck Losing Out dan Truck Losing In adalah sangat tinggi, sedangkan cetak job slip dan stack in adalah tinggi dan stack out adalah rendah. Adapun total lost time yang disumbangkan oleh kegiatan bongkar terhadap dwelling time berasal dari Truck Losing Out mencapai 11.9 jam jika dibandingkan dengan standar waktu normalnya. Sedangkan total lost time yang disumbangkan oleh kegiatan muat terhadap dwelling time berasal dari Cetak Job Slip ditambah dengan Stack In sebesar 12.5 jam. Hal ini membuktikan bahwa kegiatan bongkar muat merupakan komponen penyumbang dwelling time. G. DAFTAR PUSTAKA (1) Australia Standard New Zealand Standard (AS/NZS 4360;2004) (2) Basuki, M., 2013, Manajemen Risiko diktat kuliah jurusan teknik Perkapalan ITATS, Surabaya. (3) Budi, Sasono, H., 2013, Manajemen Pelabuhan & Realisasi Ekspor & Impor, penerbit Andi Yogyakarta, GRAMEDIA, Surabaya. (4) Cangara, Muh. Firdaus Fajrin, 2014, Analisa Performance Pelabuhan Bitung Ditinjau Dari Aspek Operasional Bongkar Muat Peti Kemas. Tesis Program Studi Magister Sistem dan Teknik Transportasi, UGM, Yogyakarta. (5) Darmawi, H., 2006, Manajemen Risiko, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. (6) Fahmi, I., 2013, Manajemen Risiko, Penerbit ALFABETA, Bandung. (7) Hartanto, Budi, 2015, Optimalisasi Kinerja Terminal Peti Kemas Pelabuhan Pontianak. Tesis Program Studi Magister Sistem dan Teknik Transportasi, UGM, Yogyakarta. (8) http://www.kemenperin.go.id/artikel/9678/dwelling-time-turun,-biaya-pelabuhan- Melambung. Diakses pada hari Senin, 14 September 2015. (9) http://www.kemenperin.go.id/artikel/5494/waktu-tunggu-dipercepat. Diakses pada hari Senin, 14 September 2015. (10) http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150830175647-20-75456/staf-presiden-dwellingtime-tersandung-prosedur-perizinan. Diakses pada hari Senin, 14 September 2015. (11) https://pakdesungsung.wordpress.com/tag/pre-customs-clearance. Diakses pada hari Senin, 14 September 2015. (12) Ningrum, Anna Marina, 2009, Analisa Produktifitas Terminal Kalimas Ditinjau Dari Sisi Jumlah Kunjungan Kapal Dan Bongkar Muat, Skripsi Jurusan Teknik Perkapalan, FTMK, ITATS, Surabaya. (13) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.69 Tahun 2001 tentang kepelabuhanan. - 517 -

Halaman ini sengaja dikosongkan - 518 -