BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB Latar Belakang Sistem transportasi merupakan salah satu bagian penting bagi suatu pembangunan negara. Transportasi menjadi salah satu sektor pendukung kemajuan sistem logistik di Indonesia yang memiliki keterikatan dengan sektor-sektor lain dengan tujuan mengoptimalkan proses pergerakan baik penumpang maupun barang. Sektor ekonomi merupakan salah satu sektor yang terbantu dengan adanya pengadaan transportasi barang. Transportasi barang yang saling terintegrasi dan memiliki tingkat efektifitas dan tingkat efisiensi yang tinggi akan memiliki daya saing serta memberikan kelancaran dalam ketersediaan komoditas strategis. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi dapat semakin meningkat seiring dengan penekanan pada biaya transportasi logistik. Secara umum, sistem logistik di Indonesia saat ini masih bersifat parsial dan sektoral di masing-masing kementerian atau lembaga. Belum adanya koordinasi dan integrasi sistem yang baik dan andal maka peningkatan daya saing pelaku bisnis dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat menurun. Biaya logistik yang mahal salah satunya disebabkan oleh tingginya biaya transportasi, baik darat, laut, maupun udara, serta disebabkan oleh faktor lain yang terkait dengan regulasi, sumber daya manusia, proses, dan manajemen logistik yang belum efisien. RENSTRA (Rencana Strategis) Kementerian Perhubungan memiliki misi penting yang senantiasa menjadi isu penting logistik berupa peningkatan pelayanan jasa transportasi demi terwujudnya konektivitas nasional. Konektivitas nasional ini terkait pula dengan tercapainya keseimbangan pembangunan sehingga tidak terjadi ketimpangan pertumbuhan ekonomi antardaerah. Beban mobilitas ekonomi dari jalan cukup tinggi, sehingga dibutuhkan modal share dari jalan ke kereta api maupun melalui SSS (Short Sea Shipping). Salah satu pembangunan infrastruktur yang telah selesai adalah pembangunan jalur kereta api ganda lintas utara_jawa. 1

2 2 Konektivitas domestik sangat diperlukan dalam proses pengembangan sistem logistik yang terintegrasi, efektif dan efisien, door to door, dan just in time. Sistem logistik yang terintegrasi memiliki arti berupa keterpaduan transportasi antarmoda. Keterpaduan antarmoda dapat diambil contoh yaitu antara kereta api dengan truk. Jasa logistik seperti kargo kereta api dan angkutan truk yang saling terintegrasi akan secara signifikan membantu peningkatan konektivitas domestik terlebih lagi di Pulau Jawa yang direncanakan sebagai koridor Pendorong Industri dan Jasa Nasional. Efektif dalam hal ini terkait dengan adanya kemudahan yang dikaitkan dengan panjang jalan per luas area, kapasitas yang diukur dengan kerapatan kendaraan per kilometer, keselamatan, dan kualitas yang diukur dari persentase jalan dalam kondisi baik atau sedang. Efisien berhubungan dengan keterjangkauan antara tarif/penumpang bila dibandingkan dengan penghasilan, terkait pula dengan beban publik yang diukur dari biaya atau modal tahunan penduduk, serta utilisasi yang diilustrasikan dengan rata-rata truk-km. Just in time berarti menghasilkan produk barang atau jasa yang apabila dibutuhkan oleh pelanggan berada dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan kualitas yang prima. Perkembangan perdagangan dalam dan luar negeri ini merupakan integrasi dari transportasi barang (ship follow the trade). Pengangkutan barang disepanjang Pulau Jawa sebagian besar masih menggunakan angkutan truk dimana dapat menambah beban jalan sehingga dapat menjadi suatu alasan terjadinya kerusakan pada jalan. Pengangkutan muatan pada truk dapat dialihkan dengan penggunaan jasa kereta barang yang dapat mengurangi muatan jalan. Pemerintah berencana untuk bekerja sama dengan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam rangka mengembangkan angkutan barang (petikemas) melalui kereta api dari Jakarta Surabaya PP dimana pembangunan double track sudah selesai dan siap difungsikan. Stasiun Kalimas merupakan stasiun kereta barang baik itu containerized maupun uncontainerized yang terletak di daerah timur Pulau Jawa. Stasiun ini berada di bawah naungan Daerah Operasi 8 Surabaya dan ditunjuk sebagai pusat angkutan

3 3 KA kontainer di Jawa bagian timur. Sebagai pusat angkutan petikemas, maka stasiun ini diharapkan dapat menyiapkan terminal yang berfungsi sebagai bongkar muat petikemas. Terminal yang memiliki kinerja yang baik maka proses transportasi petikemas tersebut dapat ditunjang dengan baik pula dan dapat menambahkan nilai lebih bagi dunia transportasi logistik. Saat ini dalam dunia transportasi logistik, penggunaan petikemas lebih populer di dunia pelayaran dibandingkan dengan moda angkutan kereta api, sehingga standar yang digunakan adalah standar kepelabuhanan dan telah disahkan penggunaannya oleh Pemerintah. Hal ini berdampak kepada analisis pengangkutan petikemas dengan menggunakan kereta api, perhitungan dan standar kinerja operasional terminal di stasiun masih belum dirumuskan, sehingga kegiatan operasional terminal petikemas di stasiun KA sering didekatkan dengan menggunakan metode kepelabuhanan. Bahkan pihak operator bongkar muat di terminal stasiun memakai metode handling di pelabuhan yang kemudian diterapkan pada terminal petikemas tersebut. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui kinerja terminal petikemas di Stasiun Kalimas Daerah Operasi 8 Surabaya yang ditinjau dari operasional bongkar muat petikemas. 1.2 Rumusan Masalah Sebagai pusat angkutan petikemas di daerah Jawa bagian timur, tentunya Terminal Barang Stasiun Kalimas akan memiliki layanan arus petikemas yang semakin meningkat. Nantinya akan dibutuhkan sistem pengoperasian bongkar muat barang yang lebih cepat terkait dengan jadwal pengoperasian kereta api petikemas yang mengikat untuk memenuhi syarat just in time. Penambahan alat berat sebagai penunjang operasional bongkar muat semestinya akan meningkatkan produktivitas layan arus petikemas yang dilayani. Oleh karena itu, sebelum pengadaan alat berat baru, maka diperlukan analisis untuk mengoptimalkan fasilitas alat berat yang ada saat itu. Dengan demikian permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah bagaimana mengetahui volume arus barang yang dilayani oleh Terminal Barang Stasiun Kalimas, bagaimana menghitung

4 4 kinerja operasional terminal petikemas di stasiun dengan menggunakan pendekatan analogi kinerja pelabuhan, serta bagaimana mengoptimalkan kinerja Terminal Barang Stasiun Kalimas melalui pengadaan alat berat berupa Rail Mounted Gantry Crane (RMGC). 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui arus barang yang dilayani oleh Terminal Barang Stasiun Kalimas. 2. Menganalisis kinerja operasional terminal petikemas di stasiun dengan menggunakan pendekatan analogi kinerja pelabuhan. 3. Mengoptimalkan kinerja Terminal Barang Stasiun Kalimas dengan pengadaan alat berat berupa Rail Mounted Gantry Crane (RMGC). 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut. 1. Penelitian ini dapat memberikan usulan pengembangan standar kinerja terminal barang dengan menggunakan moda kereta api. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu usulan untuk membantu pengembangan Terminal Barang Stasiun Kalimas. 3. Hasil penelitian ini pula diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan terkait dengan pengambilan keputusan untuk mengoptimalkan kinerja Terminal Barang Stasiun Kalimas. 1.5 Batasan Masalah Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian yang dilakukan menggunakan batasan- batasan sebagai berikut. 1. Lokasi penelitian maupun wilayah studi dan pengambilan data hanya dalam lingkup Terminal Barang Stasiun Kalimas.

5 5 2. Analisis kinerja terminal yang ditinjau dari operasional bongkar muat penanganan petikemas. 3. Kombinasi jumlah peralatan yang ditinjau adalah Reach Stacker dan Trailler 4. Optimalisasi kinerja Terminal Barang Stasiun Kalimas dilakukan dengan mengoptimalkan kinerja jalur KA (track) dan lapangan penumpukan. 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan kinerja terminal petikemas beserta optimalisasinya dapat dideskripsikan sebagai berikut. 1. Ferdian (2005), meneliti tentang kinerja Dry Port Gedebage yang ditinjau dari segi pelayanan gate terminal, alat berat Gantry Crane, dan fasilitas transfer petikemas berupa Top Loader, Forklift, dan Trailler. 2. Hidayat (2015), meneliti tentang optimalisasi kinerja Terminal Petikemas Semarang berdasarkan beberapa skenario yang dapat memberikan pilihan yang terbaik. Optimalisasi yang dibandingkan menggunakan nilai BOR (Berth Occupancy Ratio), nilai BTP (Berth Throughput) terhadap petikemas yang dilayani, serta melakukan perbandingan terhadap nilai YOR (Yard Occupancy Ratio). 3. Hartanto (2015), meneliti tentang optimalisasi kinerja terminal petikemas Pelabuhan Pontianak. Optimasi alat digunakan simulasi antrian dengan pengambilan keputusan menggunakan metode aspirasi. Optimalisasi yang dibandingkan menggunakan nilai BOR, nilai BTP (Berth Throughput), dan nilai YOR (Yard Occupancy Ratio). Langkah optimalisasi terbaik adalah dengan meningkatkan produktivitas alat. 4. Sari (2012), meneliti tentang kinerja stasiun kereta api berdasarkan standar pelayanan minimum yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 9 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimum Untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api. Studi kasus dilakukan pada Stasiun Tugu dan Stasiun Lempuyangan. Analisis kinerja stasiun berdasarkan pola pergerakan dan permintaan pengguna yang menyangkut kemudahan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan.

6 6 5. Supriyono (2010), membahas tentang kinerja Terminal Petikemas Surabaya dengan penerapan skenario berupa perubahan panjang dermaga, penekanan waktu kapal tidak beroperasi di dermaga (NOT), dan penerapan waktu pelayanan minimum untuk seluruh alat bongkar muat petikemas. Model skenario yang menghasilkan kinerja maksimal dari segi nilai BOR dan YOR adalah skenario berupa penerapan waktu pelayanan minimum untuk seluruh alat bongkar muat petikemas, sehingga dapat menghadapi lonjakan volume petikemas yang keluar masuk Terminal Petikemas Surabaya. Perbedaan penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada analogi kinerja transportasi barang khususnya petikemas diidentikkan dengan penanganan di pelabuhan. Evaluasi kinerja terminal petikemas pada pelabuhan sudah memiliki standar pelayanan operasional pelabuhan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UM.002/38/18/DJPL-11, begitu pula dengan kinerja stasiun penumpang yang telah ditetapkan pada PM 9 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimum Untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api. Oleh karena itu, melalui penelitian ini dilakukan analisis mengenai analisis kinerja stasiun barang yang didekatkan dengan metode kinerja terminal petikemas pada pelabuhan yang ditinjau dari segi aspek operasional bongkar muat petikemas. Skenario optimalisasi diterapkan untuk pengadaan alat berat berupa Rail Mounted Gantry Crane (RMGC) sebagai alat berat utama kegiatan bongkar muat di emplasemen Terminal Barang Stasiun Kalimas.