SETELAH HUJAN TURUN: MENUJU PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT JANGKA PANJANG

dokumen-dokumen yang mirip
LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

24 Oktober 2015, desa Sei Ahass, Kapuas, Kalimantan Tengah: Anak sekolah dalam kabut asap. Rante/Greenpeace

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

ULASAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN TRIWULAN BADAN RESTORASI GAMBUT RI KEPADA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA JULI SEPTEMBER 2016

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

IMPLEMENTASI PP 57/2016

POTRET KETIMPANGAN v. Konsentrasi Penguasaan Lahan ada di sektor pertambangan, perkebunan dan badan usaha lain

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

ABSTRAK DUKUNGAN AUSTRALIA DALAM PENANGGULANGAN DEFORESTASI HUTAN DI INDONESIA TAHUN

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Policy Brief. Anggaran Karhutla FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. FITRA Provinsi Riau

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

BAB III KELEMBAGAAN PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK - PENYELESAIAN INPRES NO. 1 TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia menunjukkan nilai rata-rata 33,37 1 pada skala 1 sampai dengan 100.

PENATAAN HIDROLOGI LAHAN GAMBUT DALAM KERANGKA MENGURANGI KEBAKARAN DAN KABUT ASAP

PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL

Inisiatif Accountability Framework

KORUPSI MASIH SUBUR HUTAN SUMATERA SEMAKIN HANCUR OLEH: KOALISI MASYARAKAT SIPIL SUMATERA

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Mencegah Kerugian Negara Di Sektor Kehutanan: Sebuah Kajian Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penatausahaan Kayu

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Memperkuat Kapasitas Kelembagaan PemerintahDaerah untuk Mengintegrasikan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Rencana Pembangunan Daerah

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab 1: Konteks Menganalisis Lingkungan Indonesia

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal

Ringkasan: siapa yang harus disalahkan atas krisis kebakaran ini dan bagaimana mengatasinya

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

INDONESIA YANG LEBIH BERKELANJUTAN BERINVESTASI UNTUK. Brosur Ringkasan ANALISA LINGKUNGAN INDONESIA 2009

Transkripsi:

Foto 1: www.durianasean.com SETELAH HUJAN TURUN: MENUJU PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT JANGKA PANJANG Foto 2: Yayasan Cakrawala/BMKG 1. PENGANTAR Siklus El Nino tahun 2015 - yang sedang berlangsung - telah berkontribusi secara luas terhadap kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia. Asap telah menyebabkan dampak yang serius terhadap manusia, ekonomi dan lingkungan di beberapa negara di Asia Tenggara. Tingkat Indeks Kualitas Udara untuk Palangkaraya telah mencapai lebih dari 3000, atau 10 kali lebih tinggi dari ambang batas berbahaya. Setidaknya 19 orang tewas dan lebih dari 40 juta orang terkena dampak asap. Asap berdampak serius pada kesehatan1 dan ekosistem gambut dalam jangka panjang serta menyebabkan kerugian ekonomi2 yang signifikan. Siklus El Nino ini kemungkinan akan berlangsung hingga kuartal kedua tahun 2016. Pada tahun 1997 dan 1998 kekeringan yang tiba-tiba memiliki dampak yang signifikan. Pengalaman di Riau telah menunjukkan bahwa musim kering yang ekstrim dapat menyebabkan kebakaran besar, khususnya di Sumatera, karena tekanan terhadap lahan gambut3 yang semakin meningkat. Marlier, M.E. et al., 2013. El Niño and health risks from landscape fire emissions in Southeast Asia. Nature climate change, 3(2), hal.131 136. Tersedia di: http://www. pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=4219417&tool=pmcentrez&rend ertype=abstract [diakses 15 Januari 2015]. 2 Hooijer, A., Page, S., Jauhiainen, J., Lee, W. A., Lu, X. X., Idris, A., Anshari, G. (2012). Subsidence and carbon loss in drained tropical peatlands, Biogeosciences, 9, hal 1053 1071, doi:10.5194/bg-9-1053-2012 3 Gaveau D L A et al 2014a Major atmospheric emissions from peat fires in Southeast Asia during non-drought years: evidence from the 2013 Sumatran fires Sci. Rep. 4 6112 1 Meskipun dihadapkan dengan tantangan yang signifikan, Pemerintah Indonesia, dengan dukungan dari masyarakat internasional, telah menyediakan sumber daya yang signifikan untuk pemadaman kebakaran. Untuk pencegahan kebakaran yang efektif, perubahan paradigma jangka panjang perlu dimulai, termasuk pergeseran menuju pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan. Bersama dengan upaya pemadaman, terdapat kebutuhan mendesak untuk merumuskan strategi nasional yang komprehensif dan tindakan berbasis bukti di semua tingkat pemerintahan berdasarkan pengalaman Indonesia dan internasional untuk pencegahan kebakaran hutan. Salah satu pelajaran penting adalah bahwa pemadaman kebakaran di lahan gambut tropis yang dikeringkan sangat 1

sulit, tidak efektif, dan mahal, baik dari segi kesehatan pemadam kebakaran maupun biaya keuangan. Total kerugian ekonomi yang disebabkan kebakaran sudah lebih dari US$15 milyar atau Rp200 triliun (Prof. Purnomo, 2015) 4, yang hanya meliputi kerugian langsung dan tidak mencakup, misalnya, kerugian ekonomi tidak langsung, hilangnya keanekaragaman hayati, emisi karbon, dan dampak kesehatan jangka panjang dan permanen. 4 Pembahasan kebakaran hutan dan lahan yang diselenggarakan oleh UNDP Indonesia pada tanggal 16 Oktober 2015 2. KOMPONEN-KOMPONEN UTAMA UNTUK MENGATASI KEBAKARAN GAMBUT SECARA EFEKTIF risiko dengan lebih baik, meningkatkan transparansi data tata ruang dan perencanaan, menciptakan jaringan juara pencegahan kebakaran lokal, dan mengalokasikan anggaran yang memadai. Pencegahan adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi kebakaran, dan upaya bersama harus dilakukan untuk itu. Kebakaran baru-baru ini menunjukkan bahwa kerentanan terhadap kebakaran telah meningkat selama dua dekade terakhir, dan bahwa upaya sejauh ini tidak efektif. Pencegahan kebakaran pada tahun 2016 harus dimulai dengan pendekatan yang lebih antisipatif dan sistematis. Salah satu langkah pertama yang diambil oleh pemerintah adalah meminta pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk mencegah kebakaran pada tahun 2016 - yang merupakan langkah penting. Agar efektif, diperlukan hal-hal berikut: Ciptakan kondisi-kondisi pendukung utama Kuatkan penegakan hukum terkoordinasi Kuatkan pengaturan kelembagaan Kuatkan pengawasan melalui penggunaan teknologi dan kampanye publik 2.1 Ciptakan Kondisi-Kondisi Pendukung Utama Untuk secara efektif menangani kebakaran, kondisi pendukung utama harus disiapkan. Ini termasuk memprediksi Kondisi Pendukung Pertama: Prediksi risiko iklim dan kebakaran tahun 2016. Dengan dukungan sistem pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang mengembangkan Sistem Manajemen Risiko Kebakaran (FRS) 5 yang menyediakan perkiraan kebakaran musiman satu sampai tiga bulan di depan. Sistem ini sedang dikembangkan untuk mengatasi risiko kebakaran (didukung USAID) dan mengurangi gas rumah kaca (didukung melalui proyek "Transiting to Phase 2" yang dilaksanakan di bawah Letter of Intent antara Norwegia dan Indonesia). FRS akan beroperasi pada awal tahun 2016 dan akan digunakan untuk memberi masukan kepada pengambil keputusan utama, khususnya di tingkat daerah, dan untuk menyebarkan informasi kepada populasi sasaran seperti asosiasi petani, LSM, dan organisasi masyarakat. Kegiatan ini penting karena dua alasan: 1 Untuk meningkatkan pencegahan kebakaran dan kesiapan di daerah rawan. 2. Untuk mempersiapkan dan mengantisipasi bencana lain seperti banjir dan tanah longsor jika curah hujan diantisipasi lebih tinggi dari biasanya. Perserikatan Bangsa-Bangsa, mendukung dan bekerjasama dengan KLHK, akan bekerja dengan para pengambil keputusan untuk memberi masukan dan melengkapi dengan Prosedur Operasi Standar (SOP) yang jelas. Provinsi dan kabupaten yang paling berisiko akan ditarget untuk memastikan daerah yang paling rentan lebih siap untuk menghadapi risiko kebakaran. Kondisi Pendukung Kedua: Akses ke data tata ruang yang terkini. Data tersebut meliputi lokasi lahan gambut di mana titik api telah dilaporkan dan di mana perubahan tutupan hutan dilaporkan. Data resmi dari lima tahun terakhir tidak tersedia untuk pengambil keputusan di daerah. Peta terkini dapat memperjelas daerah konsesi dan non-konsesi serta daerah gambut atau mineral di sembilan provinsi yang sering dilanda kebakaran hutan dan lahan gambut seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, provinsi di Kalimantan, dan Papua. Data tata ruang harus dilengkapi dengan analisis lokasi dan kondisi lahan gambut saat ini, dan kanal yang telah dibuat untuk mengeringkan lahan gambut. Data diperlukan untuk intervensi yang tepat untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan gambut di tingkat daerah. Hal ini memastikan bahwa semua lembaga yang bertanggung jawab bekerja di lokasi yang sama dan membina pendekatan terpadu mulai dari tahap perencanaan. Manfaat lain memiliki data tata ruang yang benar adalah untuk menginformasikan 5 Lihat : http://kebakaranhutan.or.id/ 2

kepada publik secara luas bahwa pemerintah mengetahui lokasi yang tepat dari kebakaran dan siapa yang harus bertanggung jawab atas tindakan mereka. Idealnya ini harus dilakukan dalam kerangka Satu Peta, dengan penyediaan informasi tentang lahan gambut secara cepat. Kondisi Pendukung Ketiga: Identifikasi dan libatkan "juara" lokal dalam mempromosikan antisipasi dan penanggulangan kebakaran secara preventif. Kebakaran saat ini menunjukkan bahwa pencegahan tidak bisa semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah, dan keterlibatan masyarakat merupakan prasyarat untuk secara efektif mencegah kebakaran hutan dan lahan gambut. Hal ini dapat dilakukan dengan mendidik individu untuk tidak membakar lahan dan mencegah kebakaran hutan dan lahan gambut di daerah mereka. Tidak ada konsensus publik untuk mengakhiri pembukaan lahan dengan membakar meskipun terdapat pernyataan dari para pemimpin agama dan sosial, dan masih ada kontroversi atas pembakaran biomassa untuk pembukaan lahan karena dianggap sebagai bagian dari budaya lokal. Salah satu pelajaran penting yang dipetik dari kebakaran saat ini adalah bahwa keterlibatan aktif dari tokohtokoh berpengaruh dan dukungan dari mereka yang terkena dampak diperlukan untuk tindakan yang efektif. Di tempattempat di mana pencegahan kebakaran telah berhasil, juara lokal memainkan peran yang signifikan dan pengalaman ini perlu direplikasi. Kondisi Pendukung Keempat: Kembangkan skenario anggaran untuk sistem pencegahan kebakaran hutan, lahan gambut dan lahan yang terintegrasi. Penting untuk menggunakan dana yang tersedia secara tepat untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan gambut di lokasi-lokasi tertentu. Sampai saat ini tidak ada perhitungan anggaran yang memberikan informasi rinci tentang biaya yang diperlukan. Untuk dua provinsi yang paling terkena dampak, Riau dan Kalimantan Tengah pada khususnya, respon akan menjadi lebih efektif jika kebutuhan anggaran dan kapasitas untuk merespon lebih diselaraskan. Pemahaman tentang ruang lingkup kebakaran dan dampaknya penting untuk memastikan sumber daya tersedia untuk pencegahan (pembuatan sekat kanal, pengelolaan lahan yang lebih baik, mata pencaharian alternatif, dll), kesiapsiagaan (pelatihan sistem kesehatan, pelatihan staf tentang FRS, pelatihan pemadam kebakaran), dan pemulihan (penanaman kembali lahan gambut yang terbakar, mengurangi dampak erosi gambut pasca kebakaran). 2.2 Kuatkan Pengaturan Kelembagaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menanggung sebagian besar beban dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan gambut. Ketika masalah ini melampaui mandat kementerian, hal itu ditangani oleh BNPB untuk tindakan terpadu. Jika tindakan yang lebih terkoordinasi dengan TNI diperlukan, Menteri Koordinator bidang Hukum, Politik dan Keamanan memainkan peran penting. Langkah pencegahan jangka panjang akan menjadi tantangan dari sudut pandang kelembagaan dan akan memerlukan pembagian tugas yang jelas dan koordinasi yang kuat. Terdapat kebutuhan untuk melibatkan Kementerian Pertanian untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan gambut. Kelapa sawit adalah tanaman penting di Indonesia, namun tidak ada cara yang sistematis untuk menilai tingkat kepatuhan perkebunan kelapa sawit berskala menengah dan besar dalam hal pencegahan kebakaran dan pengelolaan lahan gambut. Dan, tidak ada sistem untuk memastikan perusahaan memenuhi standar tertentu. Karena itu, izin perkebunan kadang-kadang diberikan kepada perusahaan-perusahaan di daerah lahan gambut. Kebanyakan inisiatif dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah dari perspektif lingkungan. Tidak ada cara yang sistematis untuk memetakan dan membantu petani swadaya yang membuka lahan dengan cara membakar. Di tingkat daerah, rasio pengawas perkebunan kelapa sawit dan wilayah perkebunan kelapa sawit tidak seimbang. Misalnya, di Sumatera Selatan, lebih dari satu juta ha ditanami kelapa sawit tetapi hanya ada kurang dari tujuh pengawas perkebunan untuk memantau kepatuhan para pemegang izin perkebunan 6. Selain itu, tidak ada sistem pencegahan kebakaran lahan khusus di tingkat pemerintah nasional atau daerah atau di Kementerian Pertanian atau Kementerian Dalam Negeri. Kementerian dan pemerintah daerah mengawasi sektor perkebunan dan bertanggung jawab untuk pemadaman kebakaran di areal perkebunan dan lahan tidak berhutan. Badan Lingkungan Hidup (BLH) tidak diberdayakan, namun memimpin koordinasi di tingkat kecamatan. Pencegahan membutuhkan personil khusus untuk mendidik dan memastikan perwakilan (focal point) yang ada di tingkat desa aktif. BLH berguna untuk memberi masukan informasi lapangan ke tingkat yang lebih tinggi dan pada saat yang sama menyalurkan informasi dari lembaga yang bertanggung jawab untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut ke para perwakilan desa. Koordinasi tersebut belum dibentuk dan personil saat ini belum diperintahkan untuk memainkan peran koordinasi dan pendidikan. BLH memiliki mandat dan merupakan lembaga yang tepat untuk memainkan peran koordinasi kunci, sedangkan perlindungan lingkungan adalah tanggung jawab pemerintah daerah. Semua pemerintah daerah memiliki BLH 6 Lihat http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-362-pertumbuhan-areal-kelapasawit-meningkat.html TANGGUNG JAWAB 1. PEMERINTAH TANGGUNG JAWAB 2. MASYARAKAT 3. KORPORASI 4. TANGGUNG JAWAB BERSAMA 3

dan asap adalah polusi lingkungan utama. Tetapi pemerintah daerah belum membentuk perwakilan koordinasi di tingkat kecamatan dan desa. Juga belum diputuskan lembaga pemerintah daerah mana yang harus bertanggung jawab. Tata kelola kebakaran hutan dan gambut perlu dilembagakan melalui perbaikan pengelolaan air. Sebagian besar kabupaten tidak mempunyai SOP penanggulangan kebakaran yang jelas untuk masyarakat. Masyarakat harus diberitahu sehingga mereka memahami siapa melakukan apa dan kapan. Misalnya, siapa yang bertanggung jawab untuk memulai pembuatan sekat kanal di lahan gambut dan yang akan bertanggung jawab untuk memantau kedalaman air kanal? Di tingkat nasional, ada Instruksi Presiden tentang Kebakaran Hutan dan Lahan tetapi tidak dapat dioperasionalkan tanpa partisipasi pemerintah daerah, yang memerlukan peraturan gubernur dan bupati. Gambar 1 menggambarkan interaksi pemerintah dan pemangku kepentingan pada tingkat yang berbeda. Berdasarkan gambar 1, empat skenario akan dipresentasikan untuk mengidentifikasi bagaimana interaksi ini mempengaruhi hasil pencegahan. Semua skenario berfokus pada pembuatan sekat kanal. Skenario pertama adalah pembuatan sekat kanal, pembangunan pos pemantauan, penanaman kembali lahan dengan jenis pohon gambut dan pengelolaan air akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Hal ini terjadi ketika kapasitas masyarakat terbatas dan tidak ada konsesi. Jika daerah merupakan bagian dari kawasan hutan maka KPH memainkan peran penting. Dalam kasus seperti ini pemerintah daerah bertanggung jawab atas semua aspek dan harus mengalokasikan anggaran yang sesuai. Skenario kedua adalah pembuatan sekat kanal, pembangunan pos pemantauan kedalaman air dan pengelolaan air akan dikelola oleh masyarakat. Di daerah di mana adat atau hukum adat kuat dan masyarakat terorganisasi dengan baik ini bisa menjadi pilihan yang layak, khususnya ketika mencakup kubah gambut lengkap. Masyarakat kemudian mengatur kedalaman air sesuai dengan legalisasi nasional dan memelihara infrastruktur yang diperlukan sendiri. Ini mendorong modal sosial dan bisa meletakkan landasan bagi pembentukan sebuah dewan pengelolaan air yang dikelola oleh masyarakat dan mencakup kubah gambut. Pengurangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan kemudian dapat "dijual" ke fasilitas pembiayaan REDD +. Skenario ketiga adalah membangun mekanisme pembuatan sekat kanal, pos pemantauan dan menempatkan tanggung jawab untuk mengelola air di bawah tanggung jawab korporasi. Hal ini terjadi ketika kubah gambut dialokasikan untuk pemegang izin perkebunan. Akibatnya, kapasitas pemerintah dan masyarakat terbatas. Dengan skenario ini, pemerintah memiliki fungsi pengawasan yang kuat sementara masyarakat mengontrol kerja sama. Skenario keempat adalah pembuatan sekat kanal, pembangunan pos pemantauan dan pengelolaan air di bawah tanggung jawab bersama bila tidak ada entitas tunggal yang memiliki kapasitas yang cukup tetapi ada potensi kolaborasi. Ini mungkin memerlukan pembentukan lembaga pengelolaan air yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kedalaman air yang mencakup kubah gambut di mana para pemangku kepentingan memutuskan dan menyetujui kedalaman muka air, penggunaan lahan gambut dan tanggung jawab pencegahan kebakaran dalam rangka legalisasi nasional. Pemerintah dalam skenario ini terus memiliki peran pengawasan yang kuat. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya, penting untuk menyiapkan rencana aksi daerah yang dirancang dengan baik untuk mencegah kebakaran yang dipandu oleh SOP tingkat nasional untuk memastikan garis kendali dan tanggung jawab yang jelas dan terdefinisi dengan baik. Hal ini juga penting untuk membangun infrastruktur yang diperlukan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan gambut. Pemerintah pusat harus memperkenalkan insentif dan disinsentif fiskal yang jelas untuk lebih mendorong tindakan, dan melakukan pemantauan berkala. Kementerian Dalam Negeri sangat penting karena memiliki mandat untuk memastikan bahwa rencana aksi tingkat nasional dan kebijakan diimplementasikan berdasarkan indikator hasil yang telah disepakati. 2.3 Kuatkan Penegakan Hukum Terkoordinasi Penegakan hukum kejahatan yang berhubungan dengan sumber daya alam belum memberi efek jera yang efektif. Sebaliknya, penegakan hukum yang tidak efektif memungkinkan kelanjutan dari kegiatan ilegal di kawasan hutan dan lahan gambut seperti pembukaan lahan dengan membakar, terutama di konsesi hutan dan lahan milik perusahaan. Praktek pembakaran di kawasan hutan dan lahan tidak mudah diatasi atau diberantas karena terkait dengan spektrum masalah pengelolaan hutan dan lahan dan kegiatan ilegal lainnya. Pendekatan Multi-Door perlu diterapkan. Untuk memperbaiki ketidakefektifan penegakan hukum, Pemerintah Indonesia pada Bulan Desember 2012 meluncurkan "Pendekatan Multi-Door untuk Mengatasi Kejahatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup di Kawasan Hutan dan Lahan Gambut" ("Pendekatan Multi- Door"). Pendekatan Multi-Door berusaha untuk membangun koherensi antara penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kejahatan kehutanan. Pendekatan ini mendorong penilaian 4

Foto 3: UNDP REDD+ dan penuntutan kejahatan lingkungan bersama dengan kejahatan seperti korupsi, pencucian uang, dan penggelapan pajak. Pendekatan ini juga memprioritaskan penuntutan kejahatan yang dilakukan oleh perusahaan atau pelaku usaha. Temuan dari penilaian awal yang dilakukan oleh UNDP Indonesia pada tahun 2015 menunjukkan tren positif dalam hal peningkatan kepedulian dan beberapa kasus percobaan berhasil dieksekusi dengan menggunakan Pendekatan Multidoor, termasuk investigasi yang menyasar korporasi dan para pemimpin perusahaan. Namun, pelaksanaan peraturan bersama tentang Pendekatan Multi-Door kini melambat, dengan masing-masing instansi penegak hukum melakukan penyelidikan dan penyidikan secara terpisah. Langkahlangkah tambahan yang harus diambil meliputi pelembagaan pedoman Pendekatan Multi-Door, penanganan kendala administrasi, peningkatan pendanaan, dan penciptaan mekanisme koordinasi yang tepat. Untuk mengatasi kejahatan kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan, investor skala individu harus ditangani. Menurut Prof. Purnomo dari IPB (2015) 55 persen kebakaran terjadi di lahan non-konsesi milik investor kebun skala individu. Tidak jelas bagaimana mengatasi hal ini karena pembakaran mineral/ lahan gambut dilakukan secara sistematis dan berkelompok. Disarankan agar investigasi dilakukan pada saat musim tanam mulai untuk mendata para pemilik untuk dimintakan pertanggungjawaban hukumnya. Di bawah sistem saat ini, kelompok-kelompok ini tetap tersembunyi untuk menghindari tanggung jawab. Sebuah pesan yang kuat harus dikirim bahwa pemerintah tidak akan mentolerir setiap pembukaan hutan dan lahan dengan pembakaran, baik oleh perusahaan atau investor individu. Sebuah contoh yang jelas adalah Kalimantan Tengah, di mana surat kabar lokal dan nasional telah melaporkan bahwa segera setelah hutan dibuka dengan cara membakar, investor individu mulai menanami lahan dengan kelapa sawit. Tidak ada tindakan yang diambil terhadap pemilik tanah atau mereka yang terlibat dalam kegiatan ilegal7. Sangat penting untuk secara sistematis mencabut izin pemegang konsesi yang menyebabkan kebakaran dan diberikan izin di kawasan hutan atau lahan gambut. Hal ini kemudian perlu tindak lanjut oleh unit dan personil khusus untuk memastikan bahwa lahan sekarang di bawah kendali pemerintah dan dikelola dengan baik. Tujuannya adalah untuk memastikan tidak ada upaya dari entitas lain untuk mengkonversi lahan menjadi perkebunan atau menjual lahan yang dibuka ke investor individu. Ada indikasi bahwa ini sekarang menjadi fenomena di Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan, di mana kelas menengah menginvestasikan uang dalam lahan atau perkebunan tanpa mempertimbangkan cara pembukaan lahan. 2.4 Kuatkan Pengawasan Melalui Penggunaan Teknologi dan Kampanye Publik Dalam hal teknologi untuk memantau kegiatan pembukaan lahan di kawasan hutan dan lahan gambut, 7 Lihat Kompas 24 Oktober 2015 5

pemanfaatan teknologi satelit masih terbatas di Indonesia. Mengingat kawasan hutan dan lahan gambut yang luas di Indonesia, tidak mungkin hanya mengandalkan personil pemerintah untuk melakukan pengawasan di lapangan atau menggunakan data satelit setiap 15-20 hari. Sementara itu, teknologi satelit yang bisa menyediakan informasi real-time tersedia, terbukti dengan apa yang dilakukan Pemerintah Brazil di wilayah Amazon. Satelit tersebut akan memungkinkan respon yang lebih cepat ke tingkat pemerintah yang lebih rendah sehingga mereka dapat mengambil tindakan yang tepat ketika terdapat aktivitas mengkonversi kawasan hutan dan lahan gambut secara ilegal. Dalam hal kampanye publik, upaya sistematis untuk meningkatkan kesadaran publik dan para pemangku kepentingan dan untuk melibatkan warga dan organisasi masyarakat madani cenderung membuat perbedaan. Sejauh ini tidak ada kampanye pemerintah terhadap pembukaan lahan dengan membakar di radio dan televisi atau di koran menggunakan tokoh yang dihormati masyarakat, tokoh agama, dan tokoh sosial baik di tingkat nasional maupun daerah. Sementara liputan media tentang kebakaran berkontribusi untuk menginformasikan kepada publik, tidak ada kampanye pendidikan untuk menginformasikan tentang dampak negatif kebakaran hutan dan lahan pada lingkungan, kesehatan masyarakat, dan kerugian ekonomi yang diakibatkan kegiatan tersebut. Sebuah kampanye publik yang dirancang dengan baik dan berbasis luas dapat meningkatkan efektivitas pengawasan pemerintah dan dengan demikian merupakan langkah penting untuk memberantas praktekpraktek pembakaran hutan dan lahan. 3. KESIMPULAN Pencegahan kebakaran jangka panjang merupakan kepentingan nasional Indonesia dengan manfaat ekonomi dan sosial yang signifikan. Dari perspektif perubahan iklim, penanggulangan kebakaran yang efektif akan mengurangi emisi secara signifikan - karena emisi terkait lahan gambut merupakan bagian terbesar dari emisi Indonesia (sekitar 25-40 persen pada tahun 2010) 8 - dan akan memiliki dampak yang signifikan terhadap konservasi keanekaragaman hayati. Dari perspektif hak asasi manusia, penanggulangan kebakaran hutan dan lahan gambut akan memastikan hak masing-masing individu terhadap udara yang bersih dan lingkungan yang sehat. Terdapat ruang bagi Pemerintah Indonesia dan masyarakat internasional untuk bekerja sama untuk memastikan pencegahan kebakaran yang efektif. Sekarang saatnya mengambil tindakan untuk menghindari terulangnya kebakaran hutan dan lahan gambut di tahun 2016 dan tahun-tahun mendatang. 8 Lihat antara lain: DNPI 2010. Kurva biaya pengurangan gas rumah kaca di Indonesia, dan Kementerian Lingkungan Hidup, 2011, Kerangka Komunikasi Nasional Kedua di bawah Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim Kontak: Dr. Budhi Sayoko Kepala Unit Lingkungan Hidup-UNDP Indonesia Email: budhi.sayoko@undp.org Dr. Abdul Wahib Situmorang Technical Adviser Tata Kelola Hutan-UNDP Indonesia Email: abdul.situmorang@undp.org 6