DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45).

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI DAN METODE. Tabel 8 Komposisi ransum Pakan /Nutrien RKM-0 RK-45 RM-45 Pakan

TAMPILAN ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI HASIL PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT ATAU METIL ESTER KERING ANDI MURLINA TASSE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

PENGANTAR. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pakan merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap tampilan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

Sumber asam lemak Lemak dalam makanan (eksogen) Sintesis de novo dari asetil KoA berasal dari KH / asam amino (endogen)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

(S). Tanpa suplementasi, maka mineral sulfur akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya. Karakteristik sapi FH yaitu warna hitam dan putih, dahi warna putih

Peranan asam lemak omega-3 (n-3), yakni EPA (Eicosapentaenoic acid) Banyak hasil penelitian telah membuktikan adanya pengaruh EPA dan DHA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah melebihi kebutuhan konsumsi anaknya dan mampu memenuhi

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37

BAB I PENDAHULUAN. rumen dalam menghasilkan produk metabiolit rumen (VFA, N-NH3 maupun protein

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Suplementasi Lemak dalam Pakan Ruminansia

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lipid. Dr. Ir. Astuti,, M.P

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kerbau Karakteristik Ternak Kerbau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

PENGANTAR. Latar Belakang. Konsumsi daging telah dikenal dan menjadi pola hidup masyarakat sejak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BABI PENDAHULUAN. Dewasa ini, ada kecenderungan penambahan asam lemak essensial

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan

TAMPILAN ASAM LEMAK OMEGA-3 EPA-DHA DALAM SUSU SAPI DENGAN PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG NATRIUM ESTER ATAU ETIL ESTER. Oleh: Andi Murlina Tasse 1)

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persiapan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

I. PENDAHULUAN. limbah-limbah pasar dan agroindustri. Salah satu cara untuk mengatasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia.

PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun tahun 1997

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

Transkripsi:

5 PEMBAHASAN UMUM Asam lemak nonesensial merupakan asam lemak hasil sintesa de novo dalam jaringan mamari dapat dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan konsentrat kadar protein kasar 14%, TDN 64% dan serat kasar 12% dengan atau tanpa campuran garam karboksilat kering (CGKK) atau campuran metil ester kering (CMEK), walaupun konsentrasi VFA total hasil fermentasi karbohidrat oleh mikroba rendah dalam cairan rumen (60,4mM-61,7mM atau 60,4mM-61,6mM vs 80-160mM). Fenomena ini berindikasi kontribusi asetat hasil fermentasi karbohidrat konsentrat dengan kadar serat kasar 12% terhadap ketersediaan asetat untuk sintesa de novo asam lemak, akibat proporsi konsentrat rendah dalam ransum (sumber serat:konsentrat 80:20). Indikasi lain, rataan konsentrasi VFA total 61,5 mm dan 61,2 mm in vitro yang dihasilkan oleh konsentrat dengan kadar protein kasar 14% dan TDN 64% dapat mendukung produksi susu sapi 8-10 Lhr -1 pada pertengahan laktasi. Menurut NRC (2001), produksi susu harian yang dapat dihasilkan oleh sapi dengan asupan konsentrat 16 kgbkhr -1 dengan kadar PK 14% dan TDN < 68% adalah 20 Lhr -1. Jadi jumlah pemberian konsentrat dengan kadar PK 14% dan TDN 64% perlu ditingkatkan (1,8 kgkhr -1 vs 16 kgbkhr -1 ) untuk meningkatkan produksi susu harian. Menurut Tasse (1999), pemberian konsentrat dengan kadar protein kasar rendah (PK 12%) dan kadar total nutrien tercerna rendah (TDN 64%) dapat mendukung produksi susu 12-15 Lhr -1 pada awal laktasi, yang ditunjukkan oleh konsentrasi asam lemak hasil mobilisasi atau perombakan cadangan lemak (nonesterified fatty acid, NEFA) dalam plasma lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi NEFA normal (0,17 meq vs 0,52 meq). Karbohidrat non struktural (KNS; non structural carbohydrate, NSC) dalam konsentrat tidak semua difermentasi dalam rumen tetapi dapat berpindah lokasi pada waktu rumen berkontraksi. Menurut Harmon (2006), perubahan lokasi pencernaan karbohidrat non struktural dalam saluran pencernaan ternak ruminansia mempengaruhi efisiensi penggunaan energi pakan untuk produksi, yang meningkat bila lebih dari 75% karbohidrat non struktural dicerna dalam intestinal. Perubahan lokasi pencernaan karbohidrat non struktural juga

mengakibatkan konsentrasi VFA total hasil fermentasi karbohidrat ransum dalam rumen lebih rendah dari konsentrasi VFA total normal. Absorbsi asam oleat (C 18:1 ) ransum sangat tinggi (353 kali) dalam plasma sapi laktasi dengan ransum tanpa CGKK dan CMEK (kontrol). Fenomena ini berindikasi asam stearat (18:0) didehidrogenasi oleh enzim stearoyl-coa desaturase (SCD) yang dihasilkan oleh mikroba rumen, lalu C 18:1 terinkoporasi dalam fosfolipid mikroba rumen. Selanjutnya mikroba rumen berpindah lokasi bersamaan dengan kontraksi rumen ke abomasal. Fosfolipid terhidrolisis dari biomassa mikrobial, lalu fosfolipid dihidrolisis oleh lipase pancreas di lumen intestinal, dan menghasilkan asam lemak bebas dan lisofosfolipid. Asam oleat (C 18:1 ) dan lisofosfolipid diabsorbsi oleh sel intestinal dan diesterifikasi menjadi fosfolipid. Selajutnya fosfolipid bergabung dengan khilomikron dan atau lipoprotein VLDL (very low density lipoprotein) dan dibawa bersama dengan aliran darah ke target jaringan. Menurut Or Rasyid at al. (2007), bakteri dan protozoa dalam rumen dapat meningkatkan ketersediaan asam lemak tak jenuh hasil dehidrogenasi dalam rumen, yang dapat diabsorbsi oleh ternak ruminansia. Selanjutnya asam lemak ini dapat terinkorporasi dalam fosfolipid di sel intestinal. Kadar lemak total dan konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo tidak berkurang dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan produk pengolahan minyak ikan lemuru, CGKK dan CMEK sebagai sumber EPA dan DHA. Fenomena ini berindikasi enzim acyltranferse-1 lebih sensitif terhadap asam lemak dengan jumlah karbon 8-16 dalam sel mamari sehingga asam lemak ini dapat terinkorporasi pada Sn-1 dari asam fosfatidat dan triasilgliserol. Kadar lemak total sama dengan konsentrasi asam lemak dengan jumlah karbon 18 tidak berubah dalam susu sapi dengan pemberian ransum tanpa atau dengan CGKK dan CMEK (RKM-0, RK-45, dan RM-45). Indikasi ini berimplikasi kadar lemak total susu sapi bersinergi positif dengan konsentrasi asam lemak sintesa de novo dan konsentrasi asam lemak ransum (asam lemak essensial: essential fatty acids, preformed fatty acids). Konsentrasi EPA (20:5) dan DHA (22:6) tertinggi dalam plasma yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK. Begitu juga absorbsi EPA dan DHA ransum dalam plasma. Fenomena ini mununjukkan EPA

dan DHA yang berasal dari ransum dengan CGKK lebih banyak diabsorbsi dan diinkorporasi dalam lemak yang disintesa dalam sel intestinal dan terbawa dalam darah. Indikasi ini berimplikasi CGKK lebih efektif sebagai sumber asam lemak omega 3 seperti EPA dan DHA dalam ransum, yang dapat dibawa oleh darah ke target jaringan ternak. Konsentrasi EPA dan DHA dalam susu yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK sama dengan pemberian ransum dengan CMEK, walaupun inkorporasi EPA dan DHA plasma dalam susu yang dihasilkan oleh sapi pemberian ransum dengan CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CGKK. Fenomena ini berindikasi posisi spesifik EPA dan DHA dalam susu sapi dengan pemberian CGKK tidak sama dengan pemberian ransum dengan CMEK dalam susu sapi. Inkorporasi asam linoleat (C 18:2 ), EPA (C 20:5 ), dan DHA (C 22:6 ) plasma dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK lebih rendah dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK, walaupun konsentrasi C 20:5, dan C 22:6 dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK sama dengan ransum dengan CMEK. Begitu juga, kadar lemak total susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK adalah sama. Fenomena ini berindikasi status meningkat atau tidaknya konsentrasi asam lemak tak jenuh ganda dalam susu sapi ditunjukkan oleh status meningkat atau tidaknya kadar lemak total dalam susu sapi. Konsentrasi asam lemak essensial lainnya seperti asam stearat (C 18:0), asam oleat (C 18:1 ), dan asam linoleat (C 18:3 ) dalam susu sapi dengan pemberian ransum tanpa atau dengan CGKK atau CMEK adalah sama. Begitu juga inkorporasi C 18:0, C 18:1, C 18:2, dan C 18:3 plasma dalam susu sapi, walaupun inkoporasi asam linoleat (C 18:2 ) plasma dalam susu sapi dengan pemberian konsentrat dengan CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CGKK. Fenomena ini berindikasi posisi spesifik asam stearat tidak sama dengan asam oleat dan atau asam linoleat dalam lemak susu yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK pada periode pertengahan laktasi. Inkorporasi EPA dan DHA plasma dalam lemak susu sapi dengan pemberian ransum dengan CMEK lebih tinggi padahal konsentrasi EPA dan

DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45). Fenomena ini berindikasi inkoporasi EPA dan DHA dalam lemak susu tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan EPA dan DHA dalam plasma tetapi banyak faktor diduga mempengaruhi inkorporasi asam lemak plasma dalam lemak susu sapi. Daya sensitifitas enzim lipase lipoprotein terhadap asam lemak dalam lemak yang dibawa oleh lipoprotein dalam kapiler darah jaringan mamari dan sensitifitas enzim acyltransferase terhadap asam lemak dalam sel epitelial alveolar jaringan mamari, begitu juga pool asam lemak CoA (fatty acid-coa) dalam sel mamari diduga mempengaruhi inkorporasi asam lemak dalam lemak susu sapi. Walaupun demikian, peranan ketiga faktor ini terhadap inkorporasi asam lemak belum dikaji pada penelitian ini. Konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo seperti asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristat dan asam palmitat tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK. Fenomena ini berindikasi ketersediaan asam asetat dan butirat hasil fermentasi karbohidrat dalam rumen, sebagai bahan dasar untuk sintesa de novo asam lemak dalam sel mamari susu sapi dengan pemberian ransum tanpa atau dengan CGKK atau CMEK adalah sama. Hasil penelitian ini memperkuat simpulan Carriquiry et al. (2009), konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo dalam sel mamari tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian konsentrat dengan Alifet sebagai sumber EPA dan DHA pada awal laktasi. Persamaan hasil-hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo dalam sel mamari dalam susu sapi tidak dapat ditingkatkan oleh pemberian ransum dengan hasil pengolahan minyak ikan sebagai sumber EPA dan DHA pada periode awal laktasi, dan pertengahan laktasi (bulan laktasi ke-1 sampai ke-4). Tingginya inkorporasi asam stearat (C 18:0 ), asam oleat (C 18:1 ), dan asam linolenat (C 18:2 ) plasma dalam susu sapi pada periode pertengahan laktasi, walaupun konsentrasinya tidak signifikan meningkat dalam susu sapi berindikasi sensifitas enzim lipase lipoprotein tinggi terhadap C 18:0, C 18:1, dan C 18:2 dalam sehingga absorbsinya oleh sel mamari dan inkorporasinya tinggi dalam lemak susu sapi periode pertengahan laktasi. Indikasi lain, status inkorporasi asam lemak

dalam susu sapi tidak menunjukkan status konsentrasinya dalam susu sapi. Menurut Moate et al. (2007) dan Glasser et al. (2007), konsentrasi asam lemak dalam susu sapi ditentukan oleh kadar lemak total susu dan produksi susu. Inkorporasi EPA dan DHA plasma sangat rendah sedangkan inkorporasi asam stearat, asam oleat dan asam linolenat plasma sangat tinggi dalam susu sapi berindikasi akumulasi stearyl-coa, oleyl-coa dan linolenyl-coa menghambat akumulasi eicosapentanoyl-coa dan docosahexaenoyl-coa dalam pool fatty acyl- CoA dalam sel mamari sapi pertengahan laktasi. Indikasi lain, sensitifitas enzim acyltransferase-2 dan acyltransferase-3 rendah terhadap eicosapentaenoyl-coa dan docosahexaenoyl-coa dalam sel sel mamari sapi pada pertengahan laktasi. Absorbsi asam lemak plasma oleh sel mamari melalui membran sel, yang dimediasi oleh protein. Protein ini mengikat asam lemak pada membran (membrane-associated fatty acid binding protein, FABP) atau sebagai transporter asam lemak (fatty acid transporter, FATP). transpoter ini tidak hanya mempercepat tetapi juga mengatur uptake asam lemak ke dalam sel, dengan cara mempercepat perpindahan asam lemak dari pool asam lemak pada intraseluler ke intraseluler. Transporter yang berfungsi sebagai protein pembawa asam lemak dari plasma ke membram sel yang teridentifikasi yaitu CD 36, FABP pm (membrane-associated fatty acid binding protein) dan FATP 1-6 fatty acid transporter) (Schwenk et al.2010). (Konsentrasi EPA dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK dan CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan Moate et al. (2007), rataan konsentrasi EPA dalam susu sapi Holstein Amerika, Australia dan Selandia Baru dengan pemberian ransum dengan minyak ikan (219 mgkg -1, 143 mgkg -1 vs 32 mgkg -1 ). Padahal produksi susu sapi dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan produksi susu sapi Amerika, Australia, dan Selandia Baru ( 8-10 kghr -1 vs 30 kghr -1 ). Hal ini berindikasi sapi perah Indonesia lebih efektif menghasilkan susu dengan kandungan EPA alami dibandingkan sapi Amerika, Australia dan Selandia Baru. Hasil penelitian mendukung simpulan Carriquiry et al. (2009), konsentrasi asam lemak non esensial atau asam lemak sintesa de novo seperti asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristrat, dan asam palmitat tidak meningkat

dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan Alifet sebagai sumber EPA dan DHA pada awal laktasi. Begitu juga, simpulan AbuGhazaleh et al. (2009), konsentrasi asam lemak non esensial atau asam lemak sintesa de novo tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian konsentrat dengan campuran minyak kedelai dengan minyak ikan (2/3 FO), dan campuran minyak kedelai dengan mikroalgae (ALG) sebagai sumber EPA dan DHA pada pertengahan laktasi. Persamaan hasil-hasil penelitian menunjukkan konsentrasi asam lemak nonessensial atau asam lemak sintesa de novo tidak bergantung pada periode laktasi (awal sampai petengahan laktasi, bulan laktasi ke-1 sampai ke-4). Hal ini berimplikasi (1) ketersediaan asetat sebagai bahan dasar untuk sintesa asam lemak dalam jaringan mamari sapi laktasi (2) ketersediaan enzim pencerna karbohidrat dalam rumen sapi laktasi, dan (3) ketersediaan enzim acyltransferase-1 dalam jaringan mamari sapi laktasi tidak bergantung pada periode laktasi. Hasil penelitian mendukung simpulan Nelson dan Martini (2009), Carriquiry et al (2009), dan AbuGhazaleh et al. (2009), konsentrasi asam lemak esensial jenuh (asam stearat), asam lemak tak jenuh tunggal (monosaturated fatty acid, MUFA, 18:1), dan asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acids, PUFAs, 18:2 dan 18:3) tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan garam kalsium (Nelson & Martini, 2009), atau dengan Alifet pada awal laktasi, atau dengan campuran minyak kedelai dengan minyak ikan, atau dengan campuran minyak kedelai dengan mikroalgae (AbuGhazaleh et al. 2009) pada pertengahan laktasi. Begitu juga simpulan AbuGhazaleh et al. (2009), konsentrasi EPA dan DHA sebagai PUFA n-3 tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan campuran minyak kedelai dengan minyak ikan atau mikroalgae. Sebaliknya simpulan Nelson dan Martini (2009), konsentrasi EPA dan DHA meningkat dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan garam kalsium dibandingkan dengan kontrol. Persamaan diantara hasil-hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi asam lemak esensial dengan jumlah karbon 18 tidak dapat ditingkatkan dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan sumber asam lemak alami (minyak dan mikroalgae) dan hasil pengolahan minyak ikan (Alifet, garam kalsium,

CGKK, CMEK) pada awal dan petengahan laktasi. Sebaliknya konsentrasi asam lemak omega-3 (PUFA n-3) konsentrasi EPA dan DHA dapat ditingkatkan dalam susu sapi dengan pemberian produk pengolahan minyak ikan seperti garam kalsium, CGKK, dan CMEK. Berdasarkan persamaan dan perbedaan antara hasil penelitian dengan simpulan Nelson dan Martini (2009) dan Carriqury et al. (2009, konsentrasi asam lemak non esensial tidak bergantung pada sumber asam lemak esensial dalam ransum dan periode laktasi. Sebaliknya konsentrasi asam lemak esensial khususnya asam lemak omega-3 (PUFA n-3) dalam susu sapi bergantung pada sumber EPA dan DHA, dan periode laktasi. Pemberian ransum dengan hasil pengolahan minyak ikan seperti Alifet menurunkan konsentrasi EPA dalam susu sapi sedangkan pemberian ransum dengan campuran garam karboksilat kering, campuran metil ester kering garam kalsium meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA dalam susu sapi.