TAMPILAN ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI HASIL PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT ATAU METIL ESTER KERING ANDI MURLINA TASSE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TAMPILAN ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI HASIL PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT ATAU METIL ESTER KERING ANDI MURLINA TASSE"

Transkripsi

1 TAMPILAN ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI HASIL PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT ATAU METIL ESTER KERING ANDI MURLINA TASSE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Tampilan Asam Lemak dalam Susu Sapi Hasil Pemberian Ransum Mengandung Campuran Garam Karboksilat atau Metil Ester Kering adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Oktober 2010 Andi Murlina Tasse NRP P

3 ABSTRACT ANDI MURLINA TASSE. Fatty Acids Profile in Milk Cow s fed Containing Mixed Dry Carboxylate Salt or Methyl Ester. Advisor: JAJAT JACHJA, LATIFAH K.DARUSMAN, and MUHAMMAD WINUGROHO. Dry carboxylate salt mixed (DCM) and dry methyl ester mixed (DMM) are product of fish oil processing. It s a source of essential fatty acid as EPA (eicosapentaenoic acid, C 20:5(n-3) ) and DHA(docosahexaenoic acid, C 22:6(n-3) ) for lactating dairy cows. The aim of experiments were to evaluate: (1) the effect of the concentrate with DCM or DMM in ruminal fermentation, (2) the effect of the dietary with DCM or DMM on the profile of fatty acids in cows milk, and (3) the mechanism of incorporation fatty acids in cows milk. The ruminal fermentation experiment used concentrate s 14% crude protein, and 64% total digestible nutrient with 0, 15, 30, 45, dan 60 g kg -1 DCM or DMM. The result of experiment showed concentrate with in consentrate with with 0, 15, 30, 45, dan 60 g kg -1 DCM or DMM can be used to the ruminant dietary. The effect of offered of dietary with DCM or DM on fatty acids profile in cows milk, and mechanism of incorporation of fatty acids experiment used concentrate with 45 gkg -1 DCM (DCM given at 1% of kg -1 DM of dietary) or 45 gkg -1 DMM (DMM given at 1% of kg -1 DM of dietary). The treatments were allotted in nine lactating dairy cows in mid lactation, and body weight kg and daily milk yield 8-10 Ld -1. Stearic acid (18:0), oleic acid (18:1), linoleic acid (18:2), and linoleic acid (18:3) in cows milk no increased after 3 weeks of treatment. The EPA s and DHA s concentrates can be absorpted by intestinal cells and circulated in blood plasma (0.010 and fold, or and fold). So, blood plasma EPA s and DHA s were incorporated in dairy cows milk fat (0.484 and fold or and fold). Nonessential fatty acids caprilic acid (8:0), capric acid (10:0), lauric acid (12:0), miristic acid (14:0), and palmitic acid (16:0) concentrations no descreased in cows milk. The dietary with DCM or DMM no changed the profile of fatty acids, except EPA (20:5) and DHA (22:6) in cow s milk. The EPA s and DHA s in cows milk can be resulted by DCM s and DMM s concentrates in diet (219.0 ppm EPA and 4.5 ppm DHA or ppm EPA and 4.1 ppm DHA). These results showed that DCM s and DMM s diets no changed profile and fatty acids concentration except EPA and DHA and total fat in cow s milk. Keywords: dry carboxylate salt mixed (DCM), dry methyl ester mixed (DMM), fatty acid, cows milk.

4 RINGKASAN ANDI MURLINA TASSE. Tampilan Asam Lemak dalam Susu Sapi Hasil Pemberian Ransum dengan Konsentrat Mengandung Campuran Garam Karboksilat Kering atau Campuran Metil Ester Kering. Dibimbing oleh: JAJAT JACHJA, LATIFAH K. DARUSMAN, dan MUHAMMAD WINUGROHO. Penggunaan produk pengolahan minyak ikan seperti campuran garam karboksilat kering (CGKK), dan campuran metil ester kering (CMEK) sebagai sumber asam lemak essensial seperti EPA dan DHA untuk sapi perah belum ada di Indonesia. Seperti halnya mekanisme inkorporasi asam lemak ransum dalam susu sapi belum ada dalam jurnal ilmiah nasional. CGKK merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan garam karboksilat sedangkan CMEK merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan metil ester. Garam karboksilat merupakan hasil hidrolisis asam dari minyak ikan sedangkan metil ester merupakan hasil metanolisis dari minyak ikan. Garam kaboksilat dan metil ester diharapkan sebagai sumber asam lemak essensial seperti EPA dan DHA dalam ransum yang dapat dideposisi dalam lemak susu. Serangkaian penelitian telah dilakukan, dimulai dari penelitian pendahuluan untuk menentukan kelayakan penggunaan konsentrat CGKK dan CMEK untuk ternak ruminansia yang ditunjukkan oleh konsentrasi hasil fermentasi dalam rumen, dalam kisaran normal konsentrasi amonia, konsentrasi VFA total serta degradasi bahan kering. Penelitian menggunakan rancangan kelompok dengan 5 perlakuan dan 2 ulangan. Konsentrat perlakuan disusun terdiri atas: K-0 = konsentrat dengan PK 14 % dan TDN 64%, K-15 = K gkg -1 CGKK, K-30 = K gkg -1 CGKK, K-45 = K gkg -1 CGKK, dan K-60 = K gkg -1 CGKK; M-0 = konsentrat dengan PK 14 % dan TDN 64 %, M- 15 = M gkg -1 CMEK, M-30 = M gkg -1 CMEK, M-45 = M gkg -1 CMEK, M-60 = M gkg -1 CMEK. Hasil penelitian menunjukkkan 15 gkg -1, 30 gkg -1, 45 gkg -1, dan 60 gkg -1 CGKK atau CMEK dapat digunakan untuk ransum ternak ruminansia seperti sapi perah. Guna mengkaji mekanisme inkorporasi asam lemak dalam ransum dalam susu sapi melalui pemberian ransum dengan CGKK(RK-45), dan ransum dengan CMEK(RM-45), dilakukan uji in vivo pada 9 ekor sapi perah laktasi dalam periode pertengahan laktasi dan produksi susu harian 8-10 Lhr -1. Penelitian menggunakan rancangan lengkap dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Ransum perlakuan terdiri atas: RKM-0 = kulit jagung, ampas tahu dan konsentrat dengan kadar PK 14 % dan TDN 64%, H:K 80:20 RK-45 = RKM gkg -1 CGKK, dan RM-45 = RKM gkg -1 CMEK. Hasil penelitian menunjukkan EPA dan DHA dalam susu dapat dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan konsentrat mengandung CGKK(RK-45) atau CMEK(RM-45)(219,0 ppm EPA dan 4,5 ppm DHA atau 143,8 ppm EPA dan 4,1 ppm DHA). Seperti halnya asam lemak lainnya seperti asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam susu dapat dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK. Konsentrasi asam lemak non essensial yang merupakan hasil sintesa asam lemak de novo seperti asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristat, dan asam palmitat juga dapat dihasilkan oleh sapi dengan pemberian

5 ransum dengan CGKK(RK-45) atau CMEK(RM-45)(4867 ppm asam kaprilat, 6633 ppm asam kaprat, 9833 ppm asam laurat, ppm asam miristat, ppm asam palmitat, atau 4167 ppm asam kaprilat, ppm asam kaprat, 8367 ppm asam laurat, ppm asam miristat, ppm asam palmitat), tanpa menurunkan kadar lemak total (4,1% vs 4,3%, 4,4%) dalam susu sapi. Absorbsi asam lemak kecuali EPA dan DHA ransum dalam plasma yang menunjukkan konsentrasi asam lemak ransum yang dapat dibawa dalam darah ke jarigan mamari berkurang pada sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK(RK-45) atau CMEK(RM-45). Hal ini menunjukkan absorbsi EPA (20:5) dan DHA (22:6) menghambat absorbsi asam stearat (18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat(18:2), dan asam linolenat (18:3) oleh sel intestinal. Fenomena ini berindikasi posisi spesifik EPA (20:5) dan DHA (22:6) sama dengan asam lemak essensial lainnya seperti asam stearat(18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat (18:2) dan asam linolenat (18:3) dalam lipid yang diresintesa dalam sel intestinal. Inkorporasi EPA dan DHA plasma tidak menghambat inkorporasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat plasma dalam lemak susu. Konsentrasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat tidak berubah dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK. Begitu juga, konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo seperti, asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristat dan asam palmitat tidak berubah dalam susu sapi. Fenomena ini berindikasi posisi spesifik 20:5 dan 22:6 tidak sama dengan 18:0, 18:1, 18:2, 18:3, dan asam lemak de novo 8:0, 10:0,12:0, 14:0 dan 16:0 dalam susu sapi. Seluruh rangkaian penelitian ini menghasilkan simpulan sebagai berikut: ransum dengan konsentrat dengan kadar protein kasar 14% dan total nutrien tercerna 64% mengandung campuran garam karboksilat kering 45 gkg -1 atau campuran metil ester kering 45 gkg -1 dapat menghasilkan susu sapi dengan EPA dan DHA tanpa menghambat sintesa dan inkorporasi asam lemak hasil sintesa de novo asam lemak dalam susu sapi. Absorbsi dan inkorporasi asam lemak dalam lemak yang disintesa dalam sel intestinal, dan inkorporasi asam lemak dalam lemak yang disintesa dalam jaringan mamari bergantung pada posisi spesifik asam lemak dalam lemak (triasil gliserol). Kadar lemak total tidak menurun dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK(RK-45) atau ME (RM-45) (4,1 vs 4,7 vs 4,4 %) pada pertengahan laktasi. Kata Kunci: campuran garam karboksilat kering, campuran metil ester kering, asam lemak, susu sapi

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 TAMPILAN ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI HASIL PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT ATAU METIL ESTER KERING ANDI MURLINA TASSE Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ternak SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 Penguji Pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr (Staf Pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor) 2. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS (Staf Pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor) Penguji Pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Budi Haryanto, M.Sc (Staf Peneliti Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor) 2. Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc (Staf Pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor)

9 Judul Disertasi Nama NRP Program Studi : Tampilan Asam Lemak dalam Susu Sapi Hasil Pemberian Ransum Mengandung Campuran Garam Karboksilat atau Metil Ester Kering : Andi Murlina Tasse : P : Ilmu Ternak (PTK) Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Jajat Jachja, M. Agr. Ketua Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S. Anggota Prof. Dr. Ir. M. Winugroho, M.Sc., APU Anggota Diketahui Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian : 30 Agustus 2010 Tanggal lulus:

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangkep, Sulawesi Selatan pada tanggal 30 November 1962 dari ayahanda Andi Tasse dan ibunda Andi Makka. Penulis merupakan putri kedelapan dari delapan bersaudara. Tamat sekolah dasar pada tahun 1974 dari SDN I Sengkang, sekolah menengah pertama tahun 1977 dari SMPN I Sengkang dan sekolah menengah atas tahun 1981 dari SMAN I Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Tahun 1981 penulis melanjutkan pendidikan tingkat sarjana di Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun Tahun 1987 sampai tahun 1991, penulis sebagai koordinator petugas lapangan pada Proyek Pengembangan Petani Ternak Kecil (P3TK) IFAD Dirjen Peternakan Departemen Pertanian di Sulawesi Selatan. Pendidikan master penulis mulai di Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 1996 dan lulus pada tahun Selanjutnya, pada tahun 2000, penulis kembali melanjutkan pendidikan program doktor juga di Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun Sejak tahun 1991, penulis menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara.

11 PRAKATA Bismillahirrohmaanirrohiim. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga Disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Maret sampai November 2005 ini ialah Tampilan Asam Lemak dalam Susu Sapi Hasil Pemberian Ransum dengan Konsentrat Mengandung Campuran Garam Karboksilat Kering atau Campuran Metil Ester Kering. Pembuatan campuran garam karboksilat kering (CGKK) dan campuran metil ester kering (CMEK) di Laboratorium Kimia Analitik, FMIPA, IPB. Uji in vitro di Laboratorium Ruminansia Besar, Balitnak. Uji in vivo pada sapi laktasi dilakukan di peternakan sapi perah rakyat. Analisa komposisi kimia konsentrat di Laboratorium Pengolahan Pakan, Fapet, IPB. Analisa asam lemak ampas tahu dan plasma di Laboratorium Kimia Pangan, PAU, IPB, dan analisa asam lemak susu sapi di Laboratorium Kimia Terpadu, FMIPA, IPB. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Jajat Jachja, M.Agr., Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M. Si., dan Prof. Dr. Ir. M. Winugroho, M.Sc., APU selaku komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dirjen DIKTI berserta jajarannya, rektor UNHALU berserta jajarannya, rektor IPB beserta jajarannya serta seluruh pihak yang telah memberi kesempatan dan bantuan kepada saya, mulai dari masa kuliah sampai selesainya disertasi ini. Kepada yang mulia almarhum Pappi dan almarhumah Mammi, yang tercinta kakak-kakak serta seluruh keluarga besar saya, saya haturkan terima kasih yang tulus atas kasih sayangnya, teladan, dukungan dan semangat yang senantiasa saya rasakan. Kepada rekan-rekan mahasiswa pascasarjana PTK yang tidak dapat ditulis satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya. Terima kasih juga buat kak Indah, kak Cia, Lala, Tri, Ridho, Agung, deventri, denik, dedinok serta banyak lagi yang tak dapat disebutkan. Keterbatasan kemampuan penulis menjadikan disertasi ini terbuka untuk saran dan kritik membangun. Semoga tulisan ini bermanfaat. Akhir kata semoga harapan untuk hanya mencari ridho Allah SWT dapat tercapai, Amiiiin Billahittaufik wal hidayah, Wassalam. Bogor, Oktober 2010 Andi Murlina Tasse

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 xi 2 FERMENTABILITAS DAN DEGRADASI KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING Pendahuluan... 5 Materi dan Metode... 6 Hasil dan Pembahasan Simpulan EFEK KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING DALAM RANSUM TERHADAP KONSENTRASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI Pendahuluan Materi dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan MEKANISME INKORPORASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI Pendahuluan Materi dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 60

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kimia konsentrat Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap konsentrasi amonia Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap konsentrasi amonia Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap VFA total Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap VFA total Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap degradasi bahan kering Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap degradasi bahan kering Komposisi ransum penelitian Pengaruh ransum dengan CGKK atau CMEK terhadap konsentrasi asam lemak essensial dalam susu sapi Pengaruh ransum dengan CGKK atau CMEK terhadap konsentrasi asam lemak nonessensial dalam plasma Komposisi ransum total Pengaruh ransum dengan CGKKdan CMEK terrhadap konsentrasi asam lemak dalam plasma Absorbsi asam lemak esensial ransum ke dalam plasma Inkorporasi asam lemak plasma dalam susu sapi... 44

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tahapan penelitian Campuran garam karboksilat kering (a) dan campuran metil ester kering (b)... 10

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir tahapan penelitian Komposisi kimia konsentrat Ekstraksi lemak dari ampas tahu Pemisahan plasma dari sampel darah Ekstraksi lemak dari sampel susu Metilasi asam lemak dalam lemak sampel Analisis asam lemak dengan khromatografi gas Preparasi medium untuk invitro Teknik fermentasi invitro Pengukuran konsentrasi ammonia (metode Conway) Pengukuran konsentrasi VFA total (metode destilasi uap) Pengukuran degradasi konsentrat Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi ammonia yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi ammonia yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CMEK Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CMEK Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi VFA total yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CMEK... 65

16 19 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam kaprilat (8:0) dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam kaprat (10:0) dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam laurat (12:0) dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam miristat (14:0) dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam palmitat (16:0) dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam stearat (18:0) dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam oleat (18:1) dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam linoleat (18:2) dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam linolenat (18:3) dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi EPA (20:5) dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi DHA (22:6) dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal kadar lemak total dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam stearat (18:0) dalam plasma Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam oleat (18:1) dalam plasma Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam linoleat (18:2) dalam plasma Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam linolenat (18:3) dalam plasma Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi EPA (20:5) dalam plasma... 69

17 36 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi DHA (22:6) dalam plasma Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam stearat (18:0) ransum dalam plasma Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam oleat (18:1) ransum dalam plasma Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam linoleat (18:2) ransum dalam plasma Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam linolenat (18:3) ransum dalam plasma Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi EPA (20:5) ransum dalam plasma Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam DHA (22:6) ransum dalam plasma Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi asam stearat (18:0) plasma dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi asam oleat (18:1) plasma dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi asam linoleat (18:2) plasma dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi asam linolenat (18:3) plasma dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi EPA (20:5) plasma dalam susu sapi Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi DHA (22:6) plasma dalam susu sapi... 74

18 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi perah mempunyai kemampuan dalam menghasilkan susu dengan kandungan asam-asam lemak sebagai sumber energi mudah tersedia seperti asam kaprilat(c 8:0 ), asam kaprat(c 10:0 ), asam laurat(c 12:0 ), asam miristat(c 14:0 ), dan asam palmitat(c 16:0 ). Sapi juga dapat menghasilkan asam lemak yang dapat dideposit sebagai cadangan lemak seperti asam stearat (C 18:0 ), asam oleat (C 18:1 ), asam linoleat (C 18:2 ), dan asam linolenat (C 18:3 ) dalam jaringan adiposa melalui ransum yang mengandung asam-asam lemak ini. Asam lemak omega 3 seperti EPA(eicosapentaenoic acid, C 20:5(n-3))dan DHA(docosahexaenoic acid,c 22:6(n-3) ) berperan dalam pemeliharaan kesehatan dan perkembangan janin serta kemampuan belajar anak. Defisiensi DHA pada periode awal kehamilan berdampak pada perkembangan plasenta yang terhambat, dan gangguan perkembangan janin. Selanjutnya pada usia dibawah lima tahun berdampak pada penundaan perkembangan refleks, kemampuan belajar rendah, dan daya ingat rendah (Uauy et al. 2003). EPA berperan untuk melancarkan aliran darah. EPA berfungsi sebagai penghasil prostaglandin E 3 dan penghambat perbanyakan platelet sehingga aliran darah lancar. Di samping itu, EPA bukan substrat enzim protein kinase C yang berperan sebagai pemicu penggandaan sel kanker (Yang et al. 2002). Walaupun demikian, penelitian mengenai EPA dan DHA dalam susu sapi belum banyak dilakukan di Indonesia. Minyak ikan sering digunakan untuk sumber EPA dan DHA dalam ransum.simpulan Baer et al. (2001), minyak ikan sebagai komponen dalam ransum berdampak pada penurunan kadar lemak susu padahal kadar lemak sebagai salah satu kriteria mutu susu sapi segar yang dapat didistribusikan ke pelanggan. Di samping itu minyak ikan sulit dicampur dengan pakan lain dalam ransum. Karena itu pengolahan minyak ikan diperlukan sebelum digunakan untuk ransum ternak. Campuran garam karboksilat kering (CGKK) dan campuran metil ester kering (CMEK) merupakan produk pengolahan minyak ikan, diharapkan sebagai sumber asam lemak. CGKK merupakan hasil pengeringan campuran onggok dan

19 garam karboksilat sedangkan CMEK merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan metil ester. Garam karboksilat merupakan hasil penyampuran kalium hidroksida dalam air dengan hasil hidrolisis minyak ikan dengan asam khlorida. Metil ester merupakan hasil penyampuran minyak ikan dengan metoksida dalam air. Campuran garam karboksilat kering CGKK terpisah menjadi onggok dan garam karboksilat sedangkan CMEK terpisah menjadi onggok dan metil ester dalam rumen. Garam karboksilat terionisasi menjadi karboksilat dan kalium, sedangkan metil ester terionisasi ion menjadi karboksilat dan metil dalam rumen dan atau abomasal. Karboksilat diabsorbsi oleh sel intestinal dan diesterifikasi menjadi lipid. dan bergabung dengan khilomikron dan VLDL(very low density lipoprotein). Karboksilat dapat terinkorporasi dalam fosfolipid bakterial, alu fosfolipid dihidrolisis oleh enzim lipase pancreas dan diabsorbsi serta diesterifikasi dalam fosfolipid di intestinal. Selanjutnya fosfolipid pada lipoprotein dibawa ke jaringan mamari. Asam lemak akan dilepaskan dari lemak pada lipoprotein oleh lipase lipoprotein dalam kapiler darah lalu asam lemak diabsorbsi oleh sel mamari dan diesterifikasi menjadi lemak susu. CGKK dan CMEK diharapkan sebagai sumber asam lemak EPA dan DHA dapat terinkorporasi dalam lemak susu. Pencernaan dalam rumen merupakan ciri khas ternak ruminansia seperti sapi. Kondisi normal dalam rumen sangat diperlukan untuk proses pencernaan yang normal dalam rumen, yang ditunjukkan oleh konsentrasi ammonia(ammonia, NH 3 ) dan VFA total (total volatile fatty acid, tvfa) dan degradasi bahan dalam kisaran konsentrasi normalnya. Hasil pencernaan pascarumen menunjukkan ketersediaan nutrisi seperti asam lemak yang dapat diabsorbsi oleh sel intestinal. Ketersediaan asam lemak dalam fosfolipid yang dihasilkan oleh sel intestinal dan dibawa oleh lipoprotein menggambarkan ketersediaan asam lemak yang dapat diabsorbsi lalu disintesa disintesa menjadi lemak dalam sel mamari. Pertengahan laktasi (periode lewat puncak produksi susu, sapi diperah lebih dari 8 minggu, bulan laktasi ke-3 sampai ke-4), kadar lemak mulai meningkat bersamaan dengan turunnya produksi susu harian. Di samping itu konsentrat dengan kadar protein rendah (PK 12% vs 18%) dapat mencukupi

20 kebutuhan sapi awal laktasi dengan produksi susu harian kurang dari 20 Lhr -1 dan bobot badan kg (Tasse 1999). Karena itu penelitian dibagi dua tahap. Tahap I bertujuan untuk memperoleh konsentrat berkadar protein kasar rendah dan serat kasar rendah dan level CGKK dan CMEK yang layak diberikan ke ternak melalui uji in vitro. Selanjutnya tahap II bertujuan untuk melihat tampilan asam lemak dalam susu sapi dan mengkaji mekanisme inkorporasi asam lemak ransum dalam susu sapi melalui uji in vivo. Penelitian ini bermanfaat sebagai penganekaragaman pangan sumber asam lemak esensial asal ternak dan kajian awal mekanisme inkorporasi asam lemak ransum dalam susu sapi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengevaluasi efek penambahan campuran garam karboksilat kering (CGKK) atau campuran metal ester kering (CMEK) dalam konsentrat terhadap fermentabilitas dan degradasi bahan kering secara in vitro, (2) melihat tampilan asam lemak dalam susu sapi dari hasil pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK, dan (3) mengkaji mekanisme inkorporasi asam lemak ransum dalam lemak susu sapi.

21 2 FERMENTABILITAS DAN DEGRADASI KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING PENDAHULUAN Campuran garam karboksilat kering merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan garam karboksilat, sedangkan campuran metil ester kering merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan metil ester. Kemungkinan onggok terpisah dari garam karboksilat dan metil ester dalam cairan rumen sehingga onggok dapat difermentasi oleh mikroba rumen. Selanjutnya garam karboksilat, dan metil ester tidak terionisasi dalam rumen. Sebaliknya garam karboksilat dan metil ester sebagai elektrolit diduga terionisasi sempurna dalam kondisi asam dalam abomasal. In vitro merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menentukan fermentabilitas dan degradasi bahan dalam cairan rumen. Cara ini sebagai tiruan proses pencernaan ternak ruminansia. Fermentabilitas ditunjukkan oleh konsentrasi amonia (NH 3 ) dan konsentrasi asam lemak volatile (volatile fatty acid, VFA) total. Degradasi juga dapat diukur dengan cara in vitro dan biasanya dinyatakan dalam persentase degradasi bahan kering (McDonald et al. 2002). Keunggulan metode in vitro diantaranya waktu yang dibutuhkan lebih singkat dan pelaksanaannya lebih mudah dibandingkan dengan metode lain seperti in vivo dan in situ. Pencernaan yang normal dalam rumen ditunjukkan oleh konsentrasi NH3 dan VFA total dalam kisaran normal yaitu konsentrasi NH mm dan VFA mm dalam kisaran optimum untuk kelangsungan hidup mikroba dan ternak (McDonald et al. 2002). Kisaran normal untuk degradasi bahan kering dalam cairan rumen 50-70%. Karena itu, tujuan penelitian untuk mengevaluasi efek penambahan campuran garam karboksilat kering dan campuran metil ester kering dalam konsentrat terhadap fermentabilitas dan degradasi bahan kering dalam cairan rumen.

22 MATERI DAN METODE Potensi minyak ikan sumber asam lemak Analisis asam lemak Tahap I Hidrolisis asam dari minyak ikan (katalisis kalor) Metanolisis dari minyak ikan (katalisis kalor) Campuran garam karboksilat kering (CGKK) Campuran metil ester kering (CMEK) Konsentrat sumber energi (PK 14 %, SK 12%) Uji in vitro (konsentrasi amonia, VFA total, degradasi bahan) Konsentrat dengan CGKK untuk ruminansia Konsentrat dengan CMEK untuk ruminansia Gambar 1 Tahapan Penelitian Materi Penelitian Konsentrat yang diuji berbahan dasar onggok, dedak padi, bungkil kelapa sawit, bungkil kedelai, campuran mineral dan vitamin. Konsentrat mengandung protein kasar rendah 14% (PK 14%) dan total nutrien tercerna 64% (TDN 64%). Komposisi kimia konsentrat (Tabel 1). Cairan rumen untuk media fermentasi berasal dari dua ekor sapi diperoleh dari rumah potong hewan.

23 Tabel 1 Komposisi kimia konsentrat Komposisi Kadar (%) Air 9,41 Abu 9,30 Lemak kasar 3,57 Protein Kasar BETN 63,21 Serat kasar 11,71 Total nutrien tercerna 64,31 Hasil analisis di laboratorium Teknologi Pakan FAPET, IPB. TDN = 47,93-0,7452 SKc + 0,4758 PKc + 0,9990 LKc + 0,3591 BETNc Perlakuan Level CGKK dan CMEK yang ditambahkan dalam konsentrat 15 gkg -1, 30 gkg -1, 45 gkg -1, dan 60 gkg -1. Konsentrat yang diuji sebagai berikut: K-0 = konsentrat K-15 = K gkg -1 CGKK K-30 = K gkg K-45 = K gkg K-60 = K gkg M-0 = konsentrat CGKK CGKK CGKK M-15 = M gkg -1 CMEK M-30 = M gkg M-45 = M gkg -1-1 CMEK CMEK M-60 = M gkg -1 CMEK. Metode Penelitian Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering(CGKK) Pengolahan minyak ikan dilakukan untuk memudahkan penyampuran dengan pakan lain dalam konsentrat. Prinsip pembuatan CGKK yaitu hidrolisis minyak ikan dengan larutan asam. Minyak ikan dicampur dengan larutan HCl lalu dikocok. Selanjutnya campuran ditambah aquades dan dipanaskan pada suhu 60 o C selama 30 menit. Asam lemak bebas atau asam karboksilat yang dihasilkan dari hidrolisis asam

24 minyak ikan ditambah dengan larutan KOH berlebih dan diaduk, lalu disimpan pada suhu ruangan sehingga garam karboksilat terbentuk ke permukaan. Air yang berada di bagian bawah dibuang, lalu garam karboksilat yang dihasilkan dicampur dengan onggok dengan perbandingan minyak ikan dengan onggok 1:5 b/b. Campuran onggok dan garam karboksilat (COGK) dikeringkan dalam oven pada suhu 32 o C. Hasil pengeringan COGK merupakan campuran garam karboksilat kering (CGKK) dapat dicampur dengan konsentrat. Penambahan garam karboksilat dengan onggok untuk memudahkan penyampuran dengan konsentrat. Pengeringan untuk menghindari kontaminasi COGK dengan mikroba karena COGK mengandung air. Pembuatan Campuran Metil Ester Kering (CMEK) Tujuan pengolahan minyak ikan untuk mempermudah penyampuran dengan konsentrat. Prinsip pembuatan CMEK yaitu metanolisis minyak ikan dengan larutan metoksida. Minyak ikan dilarutkan dalam heksan lalu dipanaskan pada suhu 60 o C selama 15 menit. Setelah itu larutan minyak ikan dalam heksan dicampur dengan larutan metoksida, lalu disimpan pada suhu ruangan sampai cairan di bagian bawah berwarna bening. Air yang berlebih dibuang, lalu metil ester dicampur dengan onggok dengan perbandingan minyak ikan dengan onggok 1:10 b/b. Setelah itu campuran onggok metil ester (COME) dikeringkan dalam oven pada suhu 32 o C. Hasil pengeringan COME merupakan campuran metil ester kering (CMEK), disimpan dalam kantong polietilen berwarna gelap untuk menghindari kontak dengan udara dan cahaya. CMEK dapat dicampur dengan konsentrat. Penambahan metil ester dengan onggok untuk memudahkan penyampuran dengan konsentrat. Pengeringan untuk menghindari kontaminasi COME dengan mikroba karena COME mengandung air dan untuk memudahkan penyimpanan. Tahapan Penelitian Penelitian diawali dengan analisa asam lemak dalam minyak ikan untuk mengetahui profil dan konsentrasi asam lemak yang terkandung dalam minyak ikan. Dilanjutkan dengan pembuatan campuran garam karboksilat dan pembuatan campuran metil ester kering sebagai pengolahan minyak ikan.

25 Uji in vitro dilakukan untuk menghasilkan konsentrat dengan campuran garam karboksilat kering, dan konsentrat dengan campuran metil ester kering untuk ternak ruminansia. Tahapan-tahapan penelitian (Gambar 1). Rancangan Penelitian Rancangan kelompok dengan 5 perlakuan dan 2 kelompok digunakan untuk penelitian. Unit percobaan yang digunakan tidak seragam seperti cairan rumen sehingga pengelompokan berdasarkan asal cairan rumen sapi. Peubah Peubah fermentabilitas yang diamati: (1) konsentrasi amonia (metode Conway, AOAC 1991), (2) konsentrasi VFA total (metode destilasi uap, AOAC 1991). Peubah kecernaan dalam rumen yang diamati adalah degradasi bahan kering (Tilley dan Terry 1963). Model Model tetap dari model linier aditif Y ij = μ + T i + β j + ε ij, Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j, µ = rataan umum, Ti = pengaruh perlakuan ke-i, β j = pengaruh kelompok ke-j dan ε ij = pengaruh galat dari perlakuan dan kelompok. Analisis Data dan Cara Penafsiran Data Analisis varian digunakan untuk mengevaluasi efek level CGKK dan level CMEK dalam konsentrat. Berikutnya uji Duncan digunakan untuk membandingkan efek 1 level CGKK atau 1 level CMEK dengan level yang lain. Selanjutnya nilai peubah yang dihasilkan oleh level CGKK dan level CMEK dalam ransum dirujuk ke kisaran normalnya. Jika nilai konsentrasi amonia, VFA total dan degradasi konsentrat dalam kisaran normal konsentrasi amonia, VFA total dan degradasi konsentrat pada umumnya disimpulkan konsentrat dengan level CGKK, dan level CMEK layak diberikan ke ternak ruminansia.

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) dan Campuran Metil Ester Kering (CMEK) Minyak ikan lemuru dengan konsentrasi EPA (%b/b dari lemak) tertinggi dibandingkan dengan konsentrasi asam lemak essensialnya (EPA 7,8%b/b vs asam sterat 0,9 %b/b, asam oleat 2,1%b/b, asam linoleatr 0,3%b/b, asam linolenat 0,2 %b/b, dan DHA 3,1 %b/b) digunakan untuk pembuatan CGKK dan CMEK. Hidrolisis asam digunakan untuk pengolahan minyak ikan karena cara ini lebih cepat dibandingkan dengan hidrolisis basa sehingga asam lemak bebas tidak banyak teroksidasi. Minyak ikan sebagai lemak terhidrolisis oleh larutan HCL (1:2,5 b/v). Hidrolisis asam terhadap minyak ikan bertujuan untuk memperoleh asam lemak bebas, padahal asam lemak tak jenuh bebas dapat teroksidasi. Karena itu hasil hidrolisis asam minyak ikan ditambah dengan larutan KOH berlebih untuk memperoleh garam karboksilat. Konsentrasi larutan KOH berdasarkan angka asam. Campuran garam karboksilat dicampur dengan onggok (COGK). Jumlah onggok yang digunakan berdasarkan perbandingan antara minyak ikan dengan onggok 1:5 b/b. Suhu dalam oven 32 0 C digunakan untuk mengeringkan COGK karena suhu dalam ruangan 30 0 C untuk memperoleh campuran garam karboksilat kering (CGKK) dengan kadar air 15 persen. Minyak ikan dimetanolisis dengan larutan kalium metoksida. Metanolisis minyak ikan dengan larutan kalium metoksida yang digunakan untuk pengolahan minyak ikan. Kalium metoksida yang dihasilkan oleh larutan kalium hidroksida dalam metanol tidak terionisasi. Jumlah metoksida yang digunakan untuk metanolisis sama dengan jumlah KOH pada pembuatan CGKK. Jumlah onggok yang ditambahkan berdasarkan perbandingan antara minyak ikan dengan onggok 1:10 b/b. Suhu dalam oven 32 0 C digunakan untuk mengeringkan COME karena suhu dalam ruangan 30 0 C. Lama pengeringan 7 hari dibutuhkan untuk memperoleh campuran metil ester kering (CMEK) dengan kadar air 15 persen.

27 (a) (b) Gambar 2 Campuran garam karboksilat kering (1) dan Campuran metil ester kering (2) Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) atau Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Konsentrasi Amonia Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-15 tidak berbeda dengan K-0 sedangkan konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30, K-45, dan K-60 lebih rendah dibandingkan dengan K-0. Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30 dan K-45 lebih tinggi dibandingkan K-60. Seperti halnya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30 lebih tinggi dibandingkan dengan K-45 (Tabel 2). Fenomena ini menunjukkan penambahan CGKK dalam konsentrat sapi perah menurunkan konsentrasi amonia. Hingga level 15 gkg -1 (K-0 dan K-15) konsentrasi amonia tidak berubah (K-0 7,9 mm vs K-15 8,1 mm). Namun mulai penambahan CGKK 30 gkg -1 konsentrasi amonia lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (K-30, K-45, dan K-60 vs K-0). Semakin tinggi level CGKK dalam konsentrat, konsentrasi amonia dalam cairan rumen semakin menurun. Walaupun demikian, konsentrasi amonia masih dalam kisaran normal untuk mendukung pertumbuhan mikroba dalam rumen (4,3-8,1mM vs 8-21mM). Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-15 dan M-30 lebih tinggi dibandingkan dengan M-0. Sebaliknya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-45 dan M-60 lebih rendah dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-45 lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi M-60 (Tabel 3). Fenomena ini menunjukkan penambahan CMEK

28 dalam konsentrat sapi perah signifikan mempengaruhi konsentrasi amonia. Hingga level 30 gkg -1 CMEK (M-15 dan M-30) konsentrasi amonia meningkat (M-15 9,6 mm dan M-30 8,9 mm vs M-0 8,0 mm). Tabel 2 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap konsentrasi amonia Perlakuan Amonia (mm) K a K a K b K c K b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan) Keterangan : K-0 = konsentrat, K-15 = K gkg -1 CGKK, K-30 = K gkg -1 CGKK, K-45 = K gkg -1 CGKK, K-60 = K gkg -1 CGKK Mulai penambahan 45 gkg -1 CMEK konsentrasi amonia lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (M-45 dan M-60 vs M-0). Semakin tinggi level CMEK dalam konsentrat, konsentrasi amonia semakin menurun. Walaupun demikian, konsentrasi amonia tersebut masih dalam kisaran normal untuk mendukung kehidupan mikroba dalam rumen. Tabel 3 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap konsentrasi amonia Perlakuan Amonia (mm) M c M a M b d M e M Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan) Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M gkg -1 CMEK, M-30 = M gkg -1 CMEK, M-45 = M gkg -1 CMEK, M-60 = M gkg -1 CMEK Fenomena di atas berindikasi mikroba pencerna protein (proteolitik) dalam rumen mampu bertoleransi dengan level CGKK dan CMEK sehingga penetrasi mikroba pada partikel pakan tidak terganggu. Batas toleransi mikroba

29 proteolitik terhadap dosis CGKK lebih rendah dibandingkan dengan CMEK yang berdampak pada penurunan konsentrasi amonia (K-30 vs M-45). Penurunan konsentrasi amonia oleh peningkatan level CGKK dan CMEK dalam konsentrat diduga disebabkan oleh peningkatan populasi bakteri amilolitik. Kebutuhan amonia untuk sintesa protein pada bakteri amilolitik lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri lainnya. Dominasi populasi amilolitik dengan kebutuhan amonia yang tinggi untuk sintesa protein berdampak pada penurunan konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK lebih tinggi atau sama dengan 30 gkg -1 dan konsentrat dengan CMEK lebih tinggi atau sama dengan 45 gkg -1. Perbedaan batas toleransi mikroba proteolitik terhadap level CGKK dan level CMEK disebabkan oleh perbedaan teksturnya. Kemampuan penetrasi oleh mikroba rumen pada partikel pakan sangat tergantung pada zona pakan dalam cairan rumen. CMEK dalam zone slurry berada dibagian atas sedangkan CGKK dalam zona padat berada di bawah zona slurry dalam cairan rumen. Berdasarkan perbedaan zona ini diduga posisi populasi mikroba proteolitik dalam cairan rumen berada di zona slurry. Karena itu, batas toleransi terhadap level CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan level CGKK. Konsentrat dengan kadar pati tinggi (BETN 50% vs 25%) dengan minyak safflower dengan kandungan asam linoleat tinggi atau asam oleat tinggi tidak menurunkan konsentrasi amonia cairan rumen (Hristov et al. 2005). Sebaliknya hasil penelitian, konsentrat dengan kadar BETN tinggi (57% vs 25%) dengan CGKK atau CMEK menurunkan konsentrasi amonia dalam cairan rumen. Perbedaan hasil-hasil penelitian ini berindikasi konsentrasi amonia dalam cairan rumen dipengaruhi oleh sumber dan konsentrasi asam lemak dalam pakan. Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) atau Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Konsentrasi VFA Total Konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh K-15, K-30, K-45, dan K-60 lebih tinggi dibandingkan dengan K-0. Seperti halnya konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh K-45 dan K-60 lebih tinggi dibandingkan dengan K-15 dan K-30 (Tabel 4). Mulai penambahan CGKK 15 gkg -1 konsentrasi VFA total lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (K-15, K-30, K-45, dan K-60 vs K-0). Semakin

30 tinggi level CGKK dalam konsentrat, konsentrasi VFA total semakin meningkat dalam cairan rumen. Walaupun demikian konsentrasi VFA total dibawah kisaran normal untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen. Peningkatan konsentrasi VFA total menunjukkan peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam konsentrat tidak menghambat aktifitas mikroba pencerna karbohidrat. Hal ini berindikasi cairan aktivitas mikroba pencerna karbohidrat tidak bergantung pada zona dalam rumen. Hal ini berbeda dengan yang ditunjukkan oleh konsentrasi amonia, aktifitas mikroba proteolitik bergantung pada zona dalam cairan rumen Perbedaan ini berindikasi bahwa penyebaran mikroba pencerna karbohidrat seperti mikroba amilolitik lebih luas dibandingkan dengan populasi mikroba proteolitik dalam cairan rumen, sehingga toleransi bakteri pencerna karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri pencerna protein terhadap peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam ransum. Tabel 4 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap konsentrasi VFA total Perlakuan VFA Total (mm) K c K K-30 ab 61.2 K-45 a 61.5 K a Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan) Keterangan : K-0 = konsentrat, K-15 = K gkg -1 CGKK, K-30 = K gkg -1 CGKK, K-45 = K gkg -1 CGKK, K-60 = K gkg -1 CGKK b Konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh M-15, M-30, M-45, dan M-60 lebih tinggi dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh M-30 lebih tinggi dibandingkan dengan M-15, M-45 dan M-60 (Tabel 5). Mulai level 15 gkg -1 CMEK konsentrasi VFA total meningkat (M-15 61,3 mm, M-30 61,6 mm, M-45 61,3 mm dan M-60 61,2 mm). Walaupun demikian, konsentrasi VFA total tersebut dibawah kisaran normal untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen. Menurut McDonal et al. (2002), kisaran normal konsentrasi VFA total mM.

31 Tabel 5 Pengaruh level penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap konsentrasi VFA total Perlakuan VFA Total (mm) M c M-15 b 61,3 M-30 a 61.6 M-45 b 61.3 M b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan) Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M gkg -1 CMEK, M-30 = M gkg -1 CMEK, M-45 = M gkg -1 CMEK, M-60 = M gkg -1 CMEK Walaupun konsentrasi VFA total meningkat oleh peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam konsentrat, konsentrasi VFA total lebih rendah dibandingkan dengan kisaran normal konsentrasi VFA total. Rendahnya konsentrasi VFA total akibat rendahnya kadar serat kasar dalam konsentrat. Onggok yang terkandung dalam konsentrat dapat difermentasi menjadi VFA tetapi tidak semuanya difermentasi dalam cairan rumen. Sebagian pati dicerna di lokasi lain dalam alat pencernaan ruminansia. Di samping itu, waktu fermentasi yang digunakan untuk fermentasi konsentrat 4 jam pada penelitian ini, padahal Sahrir (2009), persentase gula tereduksi pati menurun pada waktu fermentasi 4 jam. Hal itu diduga sebagai penyebab konsentrasi VFA total rendah dalam cairan rumen, hasil fermentasi konsentrat dengan atau tanpa CGKK atau CMEK oleh bakteri rumen. Hasil penelitian memperkuat simpulan Sirohi et al. (2001), produk pengolahan minyak seperti sabun kalsium berbahan dasar minyak kedelai dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total. Hasil penelitian ini menunjukkan level 15 gkg -1 hasil pengolahan minyak ikan seperti CGKK dan CMEK dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total. Persamaan hasil-hasil penelitian ini menunjukkan efek penambahan hasil pengolahan minyak dengan metode hidrolisis dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total. Konsentrat yang digunakan untuk penelitian termasuk konsentrat dengan kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen tinggi (BETN 57% vs 25%). Menurut Rotger et al. (2006) dan Douglas et al. (2007), BETN termasuk karbohidarat non struktural (nonstructural carbohydrate, NSC) atau karbohidrat non serat (nonfiber

32 carbohydrate, NFC), atau pati (Mach et al. 2006). Konsentrat dengan kadar protein kasar 18% dan pati tinggi dengan minyak biji kapuk tidak menurunkan tetapi meningkatkan konsentrasi VFA total ( Cooke et al. 2007). Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) dan Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Degradasi Konsentrat Degradasi konsentrat K-0, K-15, K-30, dan K-45 lebih tinggi dibandingkan dengan K-60. Degradasi konsentrat K-15 sama dengan K-60. Seperti halnya degradasi K-0 sama dengan K-15, K-30 dan K-45, K-15 sama dengan K-30 dan K-45, dan K-30 sama dengan K-45 (Tabel 6). Hingga level 45 gkg -1 (panambahan CGKK) degradasi konsentrat tidak berubah (K-15 60,72%, M ,23%, K-45 61,02% vs K-0 64,36%. Level 60 gkg-1 CGKK pada konsentrat (K-60) degradasi konsentrat mulai menurun. Tabel 6 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap degradasi bahan kering Perlakuan Degradasi (%) K a K ab K a K a K b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji duncan) Keterangan : K-0 = konsentrat, K-15 = K gkg -1 CGKK, K-30 = K gkg -1 CGKK, K-45 = K gkg -1 CGKK, K-60 = K gkg -1 CGKK Hasil penelitian tidak memperkuat simpulan Sirohi et al. (2001), hasil pengolahan minyak dengan cara hidrolisis menurunkan kecernaan ransum. Perbedaan ini menunjukkan efek produk hidrolisis minyak kedelai berbeda dengan efek produk hidrolisis minyak ikan terhadap kecernaan atau degradasi bahan kering in vitro. Degradasi yang dihasilkan oleh M-15, M-30, M-45, dan M-60 lebih rendah dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya degradasi konsentrat yang dihasilkan oleh M-15 lebih rendah dibandingkan dengan M-45, dan M-30 lebih rendah dibandingkan M-0, M-15, M-45 dan M-60 (Tabel 6). Fenomena ini berarti penambahan CMEK dalam konsentrat menurunkan degradasi dalam

33 cairan rumen. Mulai dosis 15 gkg -1 (M-15, M-30, M-45) degradasi konsentrasi konsentrat langsung menurun (M-15 55,77%, M-30 54,7%, M-45 61,13% dan M ,90%). Walaupun demikian, degradasi bahan kering yang dihasilkan oleh konsentrat dalam kisaran dalam degradasi konsentrat yang layak diberikan kepada ternak (kisaran normal 50-70%). Tabel 7 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap degradasi bahan kering Perlakuan Degradasi (%) M a M c M e M b M d Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji duncan) Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M gkg -1 CMEK, M-30 = M gkg -1 CMEK, M-45 = M gkg -1 CMEK, M-60 = M gkg -1 CMEK Hasil penelitian ini memperkuat simpulan Alexander et al.(2002), efek produk pengolahan minyak biji bunga matahari dengan metode hidrolisis dalam ransum menurunkan kecernaan ransum in vivo. Persamaan ini menunjukkan bahwa efek penambahan hasil pengolahan minyak kedelai dengan cara hidrolisis dalam ransum sama dengan efek hasil pengolahan minyak ikan dengan cara hidrolisis, dan metanolisis konsentrat menurunkan degradasi bahan kering dalam cairan rumen. Selanjutnya hal ini menunjukkan sabun kalsium minyak biji bunga matahari, campuran garam karboksilat kering, dan campuran metil ester kering menurunkan kemampuan mikroba untuk mendegradasi partikel pakan dalam cairan rumen. Hal ini bermanfaat untuk pakan dengan kandungan protein mudah terdegradasi, memungkinkan proporsi protein mudah terdegradasi, memungkinkan proporsi protein by pass lebih banyak yang lolos ke pasca rumen. Indikasi ini berimplikasi hasil pengolahan minyak ikan dan minyak sayur berefek defaunasi yaitu menghambat atau mengurangi populasi protozoa dalam rumen. Penambahan garam kalsium, sabun kalsium, CGKK, dan CMEK dalam konsentrat berarti peningkatan konsentrasi asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids, USFA s ) dalam konsentrat. Menurut Hristov et al. (2004), USFA toksik terhadap protozoa dalam rumen. Tingkat kemampuan antiprotozoa dari

34 USFA bergantung pada tingkat ketidak jenuhan dari asam lemak (jumlah ikatan rangkap dalam asam lemak). Semakin banyak ikatan rangkap dalam asam lemak semakin tingg kemampuan anti protozoanya. Peningkatan level CGKK atau CMEK dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total hasil fermentasi karbohidrat oleh bakteri dalam rumen. Sebaliknya peningktan level CGKK atau CMEK dalam konsentrat menurunkan konsentrasi ammonia hasil fermentasi oleh bakteri rumen. Hal ini berindikasi protozoa yang terdefaunasi oleh USFA adalah protozoa pemangsa bakteri proteolitik dalam cairan rumen sehingga konsentrasi amonia menurun seiring dengan peningkatan level CGKK atau CMEK dalam konsentrat.

35 SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan konsentrat dengan kadar protein kasar 14% (PK 14%) dan total nutrien tercerna 64% (TDN 64%) menurunkan fermentabilitas protein dan degradasi bahan kering dan meningkatkan fermentabilitas karbohidrat. Walaupun fermentabilitas karbohidrat kurang dari kisaran normal dan fermentabilitas protein dan degradasi bahan kering menurun tetapi masih dalam kisaran normal, tetapi konsentrat K-0 K-60 dan M-0 M-60 layak digunakan untuk ransum ternak ruminansia.

36 3 EFEK KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING DALAM RANSUM TERHADAP KONSENTRASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI PENDAHULUAN Asam lemak yang terkandung dalam susu sapi terdiri atas asam lemak essensial dan nonessensial. Asam lemak essensial merupakan asam lemak yang tidak dapat disintesa oleh ternak seperti asam stearat (18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat (18:2), asam linolenat (18:3), EPA (20:5) dan DHA (22:6). Sebaliknya asam lemak nonessensial seperti asam kaprilat (8:0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), miristat (14:0), dan palmitat (16:0). dalam susu sapi merupakan asam lemak hasil sintesa de novo dalam sel mamari sapi laktasi. Asam lemak atau karboksilat hasil perombakan garam karboksilat atau metil ester diabsorbsi oleh sel intestial melalui mikrovilli lalu diesterifikasi kembali menjadi lipid dan bergabung dengan khilomikron dan VLDL. Selanjutnya kedua lipoprotein ini masuk ke aliran darah, untuk membawa lemak ke jaringan lain. Setelah lipid dihidrolisis oleh lipase lipoprotein dalam kapiler darah, asam lemak diabsorbsi dan diesterifikasi menjadi lemak dalam sel mamari. Komposisi dan konsentrasi asam lemak essensial dengan jumlah karbon 18 atau lebih dalam susu dapat dimodifikasi oleh asam lemak essensial dalam ransum (Baer et al. 2001). Campuran garam karboksilat kering (CGKK) dan campuran metil ester kering (CMEK) mengandung asam lemak essensial seperti EPA dan DHA diharapkan dapat terinkorporasi dalam lemak susu sapi. Hasil evaluasi in vitro menunjukkan konsentrat dengan CGKK atau CMEK (level CGKK 45gkg -1 atau CMEK 45gkg -1 ) layak diberikan ke ternak ruminansia berdasarkan persentase degradasi. Karena itu, penelitian dilanjutkan untuk membuktikan asam lemak essensial yang terkandung dalam konsentrat dapat diinkorporasi dalam susu sapi dan tidak menurunkan konsentrasi asam lemak de novo dalam susu sapi.

DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45).

DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45). 5 PEMBAHASAN UMUM Asam lemak nonesensial merupakan asam lemak hasil sintesa de novo dalam jaringan mamari dapat dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan konsentrat kadar protein kasar 14%, TDN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 8 Komposisi ransum Pakan /Nutrien RKM-0 RK-45 RM-45 Pakan

MATERI DAN METODE. Tabel 8 Komposisi ransum Pakan /Nutrien RKM-0 RK-45 RM-45 Pakan 3 EFEK KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING DALAM RANSUM TERHADAP KONSENTRASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI PENDAHULUAN Asam lemak yang terkandung dalam susu

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO EVALUASI SUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO SKRIPSI ARISMA KURNIAWATI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Fermentabilitas Pakan Komplit dengan Berbagai Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 2015 di Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA

Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA 1 Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan komposisi bahan, metode pembuatan dan produk

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI Syahriani Syahrir, Sjamsuddin Rasjid, Muhammad Zain Mide dan Harfiah Jurusan Nutrisi dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak 10 BAB III MATERI DAN METODE Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian dilaksanakan mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni hingga bulan September 2011 dan bertempat di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Kebutuhan pokok dan produksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI

EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

TOTAL VFA, KONSENTRASI NH 3 DAN PRODUKSI PROTEIN MIKROBA RUMEN PADA SAPI JAWA YANG DIPELIHARA DENGAN PROPORSI KONSENTRAT YANG BERBEDA SKRIPSI.

TOTAL VFA, KONSENTRASI NH 3 DAN PRODUKSI PROTEIN MIKROBA RUMEN PADA SAPI JAWA YANG DIPELIHARA DENGAN PROPORSI KONSENTRAT YANG BERBEDA SKRIPSI. TOTAL VFA, KONSENTRASI NH 3 DAN PRODUKSI PROTEIN MIKROBA RUMEN PADA SAPI JAWA YANG DIPELIHARA DENGAN PROPORSI KONSENTRAT YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh AGIL NUGROHO FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2013, bertempat

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2013, bertempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2013, bertempat di kandang Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

FERMENTABILITAS PAKAN KOMPLIT DENGAN BERBAGAI SUMBER PROTEIN SECARA IN VITRO SKRIPSI. Oleh UMMU WALADATUL MUAKHIROH

FERMENTABILITAS PAKAN KOMPLIT DENGAN BERBAGAI SUMBER PROTEIN SECARA IN VITRO SKRIPSI. Oleh UMMU WALADATUL MUAKHIROH FERMENTABILITAS PAKAN KOMPLIT DENGAN BERBAGAI SUMBER PROTEIN SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh UMMU WALADATUL MUAKHIROH PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL PENELITIAN KKP3T 2009

SEMINAR HASIL PENELITIAN KKP3T 2009 SEMINAR HASIL PENELITIAN KKP3T 2009 Institut Pertanian Bogor 2009 Performa Sapi Peranakan Ongole Yang Diberi Daun Murbei Sebagai Pengganti Konsentrat Dalam Ransum Berbasis Jerami Padi Peneliti Utama Prof.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37 HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Protozoa Protozoa merupakan jenis mikroorganisme yang menempati populasi kedua terbesar di dalam rumen. Berdasarkan hasil sidik ragam, tidak ada pengaruh yang nyata (P>0,05)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger

ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger SKRIPSI ESTY SETIA LESTARI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah serta Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

Molekul, Vol. 2. No. 1. Mei, 2007 : REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH

Molekul, Vol. 2. No. 1. Mei, 2007 : REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH Purwati, Hartiwi Diastuti Program Studi Kimia, Jurusan MIPA Unsoed Purwokerto ABSTRACT Oil and fat as part

Lebih terperinci

PRODUKSI PROTEIN KASAR DAN FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO JERAMI TANAMAN KEDELAI YANG DITANAM DENGAN PENYIRAMAN AIR LAUT DAN MULSA ECENG GONDOK

PRODUKSI PROTEIN KASAR DAN FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO JERAMI TANAMAN KEDELAI YANG DITANAM DENGAN PENYIRAMAN AIR LAUT DAN MULSA ECENG GONDOK PRODUKSI PROTEIN KASAR DAN FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO JERAMI TANAMAN KEDELAI YANG DITANAM DENGAN PENYIRAMAN AIR LAUT DAN MULSA ECENG GONDOK SKRIPSI Oleh: AFNAN FAUZI PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

DALAM RANSUM SEBAGAI UPAYA MEREDAM TOKSISITAS TIMBAL

DALAM RANSUM SEBAGAI UPAYA MEREDAM TOKSISITAS TIMBAL PENGGUNAAN KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) DAN SABUN KALSIUM (Ca-Pufa) DI DALAM RANSUM SEBAGAI UPAYA MEREDAM TOKSISITAS TIMBAL (Pb) MELALUI PENGUJIAN IN VITRO SKRIPSI RAHMIYATI SIREGAR PROGRAM STUDI NUTRISI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016. 21 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016. Penelitian dilaksanakan di Peternakan Sapi Perah Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Pembibitan Ternak Unggul

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Kambing Perah milik Yayasan Pesantren Darul Falah Ciampea dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan

Lebih terperinci

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di PENGANTAR Latar Belakang Domba termasuk ternak ruminansia kecil dengan potensi daging yang sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Pada suhu kamar : - lemak

Lebih terperinci

KOMPOSISI TUBUH KAMBING KACANG AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh ALEXANDER GALIH PRAKOSO

KOMPOSISI TUBUH KAMBING KACANG AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh ALEXANDER GALIH PRAKOSO KOMPOSISI TUBUH KAMBING KACANG AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh ALEXANDER GALIH PRAKOSO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering PEMBAHASAN UMUM Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan, dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah (Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI

KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI Oleh : ATTRIA THANESYA 23010110110027 FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

FERMENTABILITAS PAKAN KOMPLIT DENGAN BERBAGAI SUMBER PROTEIN YANG DIPROTEKSI DENGAN TANIN DAUN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) SECARA IN VITRO

FERMENTABILITAS PAKAN KOMPLIT DENGAN BERBAGAI SUMBER PROTEIN YANG DIPROTEKSI DENGAN TANIN DAUN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) SECARA IN VITRO FERMENTABILITAS PAKAN KOMPLIT DENGAN BERBAGAI SUMBER PROTEIN YANG DIPROTEKSI DENGAN TANIN DAUN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh : HARUM ISHMA SAVITRI PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat 10 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan. Bahan penelitian berupa hasil samping produksi karagenan diperoleh dari PT. Araminta Sidhakarya, Tangerang. Fermentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral Biomineral cairan rumen adalah suplemen mineral organik yang berasal dari limbah RPH. Biomineral dapat dihasilkan melalui proses pemanenan produk inkorporasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO AMPAS AREN YANG DIFERMENTASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SKRIPSI. Oleh: Muhammad Taufiq Akbar

FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO AMPAS AREN YANG DIFERMENTASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SKRIPSI. Oleh: Muhammad Taufiq Akbar FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO AMPAS AREN YANG DIFERMENTASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SKRIPSI Oleh: Muhammad Taufiq Akbar 23010110130169 PROGRAM STUDI S1 - PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN. % dari pakan

LAMPIRAN. % dari pakan LAMPIRAN Lampiran 1. Formulasi Pakan dengan penambahan 30 % kulit daging buah kopi tanpa diamoniasi. No % dari pakan PK LK SK TDN Bahan pakan 1 Kulit Daging Buah Kopi tanpa amoniasi 15.00 2.02 0.22 5.12

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk PENGANTAR Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk melakukan perbaikan terhadap kehidupannya. Sekarang ini, masyarakat semakin peduli dengan makanan yang sehat. Masyarakat

Lebih terperinci

FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN

FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN SKRIPSI HERDI ARIESTANIA PUTRI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang. Kegiatan penelitian ini berlangsung pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Bahan pakan yang digunakan di dalam ransum perlakuan penelitian ini, merupakan limbah pertanian yaitu jerami padi dan dedak padi, limbah tempat pelelangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci