Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Anton Gunawan

dokumen-dokumen yang mirip
Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Moekti P. Soejachmoen

I. PENDAHULUAN. Sistem keuangan terdiri dari lembaga keuangan, pasar keuangan, serta

BAB I PENDAHULUAN. uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga

ANALISA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA 2012

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

I. PENDAHULUAN. Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang memegang. peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan terutama dalam

M E T A D A T A INFORMASI DASAR CAKUPAN DATA

Mempertahankan Soliditas

% (yoy) Oct'15 Nov'15*

BAB I PENDAHULUAN. dan giro yang merupakan kewajiban bank sebab harus dikembalikan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu

MEREALISASIKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SECARA EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. GAMBAR 1.1 LOGO PT. BANK CIMB NIAGA TBK. Sumber :

% (yoy) Feb'15 Mar'15*

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar Mar Apr'15 % (yoy)

meningkat % (yoy) Feb'15

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga seolah menjadi bayang-bayang

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Memen

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

1.1. Latar Belakang Industri perbankan Indonesia pada masa pra-krisis merupakan salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan yang pesat antara tahun

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2017 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI SUKU BUNGA DASAR KREDIT

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

KREDIT PERBANKAN MASIH SEPERTI LINGKARAN SETAN EKO B SUPRIYANTO/INFOBANK INSTITUTE

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2017 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI SUKU BUNGA DASAR KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit.

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor keuangan di Indonesia masih didominasi oleh industri perbankan

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang cukup pesat, baik dari sisi volume usaha, mobilisasi dana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BELI. Kang Iman cari. Perbankan Tresuri dan Internasional. Tinjauan Bisnis. 01 Ikhtisar Data Keuangan. 03 Profil Perusahaan. 05 Tata Kelola Perusahaan

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Hefrizal Handra

BAB I PENDAHULUAN. dan atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup. kepada masyarakat yang kekurangan dana (Abdullah, 2005:17).

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti memiliki peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah telah berkembang begitu pesat di Indonesia dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan

abungan, baik dalam rupiah giro valuta

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

DAFTAR PERTANYAAN PAPARAN PUBLIK INVESTOR SUMMIT AND CAPITAL MARKET EXPO 2014 TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PT BANK MANDIRI PERSERO TBK

Manulife Investor Sentiment Index Study Q Indonesia. Februari 2016

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN UKDW. termasuk satu negara bank based yaitu negara yang sebagian besar

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan di Indonesia saat ini mengalami perubahan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bank, maka dituntut adanya pelaksanaan usaha yang berkaitan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga akan mendorong kepercayaan nasabah (stakeholder) yang selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN (INDUSTRI) PT.Bank DBS Indonesia adalah bagian dari DBS Group yang berkantor pusat

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan seperti perbankan. Perbankan sebagai lembaga keuangan

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB 5 PENUTUP. moneter melalui jalur harga aset finansial di Indonesia periode 2005: :12.

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam. perekonomian suatu negara baik sebagai sumber permodalan maupun sebagai

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Formulir 9.a. Risiko Spesifik Eksposur Surat Berharga (Trading Book)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mata rantai yang penting dalam melakukan bisnis karena. melaksanakan fungsi produksi, oleh karena itu agar

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian lndonesia pasca krisis ekonomi masih belum. sepenuhnya pulih, namun berdasarkan Laporan Statistik Perekonomian

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

Ketimpangan Komposisi Kredit Perbankan. Oleh M. Firdaus (Deputy SEN ASPPUK)

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi, bank berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia PEMBIAYAAN UMKM DALAM PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEPTEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. modal untuk kelancaran usahanya. Perkembangan perekonomian nasional dan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang

KETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan perantara (intermediary) yang. liabilitas (penghimpunan dana) (Wuryandani, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. menyebar pada sektor - sektor perekonomian yang strategis, salah satunya adalah

USD FIXED INCOME FUND

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan

I. PENDAHULUAN. Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang memegang. peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Bank juga dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari sektor perbankan.

Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (Prime Lending Rate) Bank Umum Konvensional di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan produk perbankan seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM membuat

BAB I PENDAHULUAN. Praktek tata kelola perusahaan atau good corporate governance yang

Transkripsi:

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Sektor Jasa Keuangan Anton Gunawan Publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari Aktivitas Kebijakan Ekonomi di Indonesia yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). Kegiatan ini merupakan kontribusi pemikiran dari komunitas penelitian/riset, yang diharapkan dapat membantu meningkatkan efektivitas kebijakan pemerintah. Dalam kegiatan ini, CSIS bersama dengan ERIA mengundang 16 ahli ekonomi dari berbagai institusi penelitian terkemuka yang kompeten pada bidang keahlian yang spesifik, untuk berdiskusi mengenai tujuh permasalahan strategis ekonomi Indonesia (pembangunan infrastruktur, kebijakan daya saing, iklim investasi, kebijakan pangan, kebijakan sektor jasa, kebijakan fiskal, dan kebijakan perlindungan sosial), yang kemudian dikumpulkan dalam rangkaian ikhtisar kebijakan singkat (policy brief) untuk masing-masing topik. Diseminasi hasil temuan dan rekomendasi yang dihasilkan kegiatan ini dilakukan melalui berbagai jalur. Kegiatan ini berusaha untuk melibatkan pejabat pemerintah yang terkait melalui sejumlah Focus Group Discussion (FGD) dan Audiensi dengan pengambil kebijakan strategis, yang terkait dengan masing-masing topik di atas. Sementara itu, diseminasi kepada publik secara luas juga dilakukan melalui sejumlah Seminar Publik mengenai masing-masing topik, serta melalui publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat dan sejumlah multimedia pendukung yang dapat diakses secara online melalui www.paradigmaekonomi.org. 1

Sektor jasa keuangan dapat diandaikan seperti jantung dari suatu perekonomian, yang memungkinkan aktivitas ekonomi berjalan dengan baik. Salah satu yang terpenting adalah perbankan yang saat ini merupakan sumber utama pembiayaan. Dibandingkan dengan pasar modal (alternatif sumber pembiayaan lain), jumlah kredit bank sampai bulan Mei 2015 mencapai IDR 3,757 trilyun. Pada saat yang sama, nilai saham dan obligasi yang diterbitkan hanya berkisar IDR 684 trilyun dan IDR 441 trilyun. Aset sektor perbankan juga jauh lebih besar (IDR 5,838 trilyun) dibandingkan dengan aset perusahaan multifinance (IDR 426 trilyun) dan reksadana (IDR 267 trilyun). Pentingnya sektor perbankan menjadi ironis karena ternyata di Indonesia, akses ke sektor perbankan masih sangat terbatas. Hanya 20% dari populasi yang mempunyai akses ke perbankan, dibandingkan dengan India (35%) atau China (64%). Aset perbankan di Indonesia juga relatif kecil, hanya sekitar 54% dari PDB, dibawah Filippina (84%), atau Thailand (142%). Saat ini, pengaturan dan pengawasan sektor perbankan jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya, yang diwarnai oleh banyak penyaluran kredit perbankan ke sektor usaha dengan kepemilikan terafilisasi. Namun begitu, struktur pasar perbankan masih tetap oligopolistik meskipun persaingan memperoleh dana pihak ketiga dan penyaluran kredit cukup tinggi. Akibatnya, 1. Sebagian besar likuiditas perbankan terkonsentrasi pada bank-bank besar. 2. Selain itu, mayoritas dana pihak ketiga bersumber dari deposito berjangka dengan tenor singkat. 3. Besarnya dana provisi kredit juga menjadi karakteristik sektor perbankan di Indonesia terutama disebabkan oleh beberapa hal yakni a. Pasar uang yang dangkal: sampai saat ini, jumlah transaksi pasar uang berkisar antara IDR 10-15 triliun/hari. Peranan Pasar Uang Antar Bank/PUAB yang bersifat insecured sangat krusial dalam manajemen likuiditas bank-bank di Indonesia, namun secara umum bersifat segmented di mana bank-bank kecil kurang memiki akses ke PUAB. Selain itu, pasar repo yang dianggap lebih secure masih sangat terbatas mengingat tingginya ketidakpastian hukum (misalnya dalam kasus dimana salah satu pihak mengalami kebangkrutan), adanya sistem perpajakan ganda, terbatasnya aset yang bias di-repo (misalnya Non Convertible Debentures/NCDs dan Commercial Papers/CPs) dan harga/fee transaksi repo yang lebih mahal daripada PUAB b. Terbatasnya skema asuransi penjaminan deposito c. Tingginya ketidakpastian fungsi lender of the last resort. Ketiga faktor di atas tersebut, pada gilirannya membuat transmisi kebijakan moneter tidak efektif. Kebijakan penurunan tingkat bunga kredit perbankan tidak mudah dilakukan, meskipun Bank Indonesia sudah menurunkan BI Rate sampai 6.5% per 16 Juni 2016. Strategi penentuan harga/tingkat bunga kredit bank secara umum tergambar di bawah ini. 2

Figure 1 Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Suku Bunga Kredit = Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) Biaya + + Profit Margin + Overhead Risk Premium by segment bankwide blended Terdiri dari biaya: - Overhead kredit (by segment) - Overhead dana (bankwide blended) by segment by segment Komponen Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) sangat tergantung kondisi likuiditas dalam perekonomian. Saat ini, kondisi likuiditas perbankan semakin terbatas, menyebabkan tingginya HPDK Komponen kedua yang menentukan tingkat bunga kredit adalah overhead cost yang terdiri dari biaya overhead perolehan dana dan biaya overhead kredit. Biaya penyaluran dan pembayaran kredit tergantung segmen nasabah yang dilayani. Secara umum, untuk nasabah perusahaan/corporate, overhead cost berkisar 1% sedangkan untuk nasabah mikro bisa mencapai 10% karena membutuhkan tenaga sales/marketing/collection yang banyak untuk melayani nasabah mikro Komponen ketiga adalah profit margin. Ini tergantung dari struktur pasar dari perbankan yang cenderung oligopolistik dengan konsentrasi yang tinggi. Penurunannya dapat dilakukan dengan meningkatkan persaingan, baik antara perbankan, misalnya dengan konsolidasi perbankan kecil, maupun sumber pembiayaan lainnya. Komponen terakhir adalah premi resiko yang besarnya sangat tergantung dari kemampuan dan manajemen resiko perbankan. Dengan memperhatikan faktor-faktor di atas, bisa disimpulkan bahwa komponen pertama (HPDK) dan kedua (overhead cost) memiiliki besar yang relatif sama untuk seluruh segmen perbankan, sedangkan besar komponen lainnya akan berbeda untuk setiap segmen pasar bank-bank tersebut (umumnya terbagi 3 segmen yakni korporasi, ritel dan konsumsi). Komponen Harga Pokok Dana Kredit (Cost of Loanable Funds) sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga dana. Dengan makin turunnya tingkat suku bunga dana yang disesuaikan dengan BI rate, komponen ini memang mengalami penurunan. Namun perlu diperhatikan bahwa hal ini bisa tidak terjadi dalam kondisi ketatnya likuiditas perbankan. Likuiditas perbankan dianggap ketat apabila pertumbuhan kredit lebih tinggi daripada pertumbuhanan dana. Hal ini terjadi misalnya dalam periode tahun 2010-2011 sebagaimana terlihat dalam figure di bawah ini. Dalam kondisi ketatnya likuiditas perbankan, meskipun BI menurunkan BI rate, tidak mudah bagi bank-bank untuk menurunkan suku bunga kredit. 3

Figure 2 Pertumbuhan DPK Perbankan Nasional (YoY) 19,9% 18,6% 16,3% 18,7% Des 10 Mar 11 Jun 11 Sep 11 Pertumbuhan Kredit Perbankan Nasional (YoY) 22,8% 24,6% 23,0% 25,3% Des 10 Mar 11 Jun 11 Sep 11 Komponen kedua merupakan komponen terpenting dalam strategi penentuan suku bunga kredit bank yakni overhead cost yang terbagi menjadi overhead cost dana dan overhead cost kredit. Overhead cost dana masih tinggi (sekitar 2-3%) karena perbankan masih terus melakukan ekspansi jaringan. Sebagaimana dikemukakan di atas, penetrasi dan lingkup perbankan nasional masih relatif rendah dibandingkan negara lain di ASEAN maupun negara Asia lainnya. Lihat tabel 1 di bawah ini Tabel 1. Perbandingan lingkup dan penetrasi perbankan di beberapa negara Negara Luas wilayah (km2) Jumlah penduduk Cabang / 1000 Cabang / 1000 ATM / 1000 Loan acct / 1000 Deposit acct / 1000 1 2 3 4 5 6 7 India Thailand Malaysia Indonesia Filipina Korea Selatan Jepang 3,287,590 514,000 329,750 1,919,440 300,000 98,480 377,835 (juta) 1,241.3 69.5 28.9 238.2 95.7 49.0 128.1 km2 26.5 11.4 6.6 7.1 23.5 49.9 37.8 adults 10.1 11.0 11.4 7.7 11.8 12.3 12.5 km2 19.1 73.4 31.1 13.2 28.4 adults 137.5 272.5 963.6 196.9 177.6 adults 747.3 1448.8 2063.3 504.7 7172.4 Sampai saat ini, perbankan masih terus melakukan ekspansi untuk mendorong peningkatan layanan perbankan bagi masyarakat. Pembukaan cabang bank maupun ATM terus dilakukan di lokasi-lokasi yang terpencil dan sulit dijangkau sehingga membutuhkan investasi dan overhead cost yang besar. Untuk mendorong penurunan suku bunga kredit, penurunan overhead cost dana bisa saja dilakukan melalui pemberian ijin oleh otoritas perbankan (OJK dan Bank Indonesia) kepada sektor perbankan untuk bekerjasama dengan lembaga non-bank yang memiliki jaringan luas seperti PT. Pos Indonesia dan PT Pegadaian sebagai jalur distribusi produk perbankan di daerah yang belum terjangkau bank. Subkomponen overhead cost berikutnya adalahoverhead cost kredit yang besarnya tergantung segmen kreditnya. Biaya overhead kredit mencakup biaya penyaluran dan penagihan kredit. Untuk segmen korporasi, overhead cost kredit berkisar 1% sementara untuk segmen mikro mencapai lebih dari 10%. Biaya overhead kredit segmen mikro sangat tinggi, terutama disebabkan oleh besarnya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk penyaluran dan penagihan yang harus dilakukan lebih sering (dalam hitungan mingguan dan harian) dengan jumlah kredit yang lebih kecil dibandingkan segmen korporasi. Selain biaya tenaga kerja yang besar, biaya ekspansi jaringan di segmen mikro lebih besar karena luasnya sebaran nasabah mikro. Untuk menurunkan suku bunga kredit perbankan, perlu diupayakan penurunan biaya overhead kredit. Namun perlu 4

diperhatikan bahwa pembatasan biaya overhead kredit (misalnya dengan membatasi jumlah tenaga kerja) beresiko mengurangi kualitas operasional perbankan dalam melayani nasabah, khususnya segmen nasabah mikro. Komponen ketiga dalam strategi penentuan suku bunga kredit perbankan adalah margin profit. Sebagaimana biaya overhead kredit, margin profit segmen korporasi relatif lebih kecil dibandingkan segmen mikro. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ketersediaan produk substitusi pada segmen korporasi dan mikro. Di segmen korporasi, produk substitusi kredit perbankan cukup banyak karena nasabah bisa mencari alternatif sumber pembiayaan melalui pasar modal dan lainnya. Nasabah korporasi juga umumnya mempunyai posisi tawar (bargaining position) yang lebih baik karena banyak bank bersaing untuk menyalurkan kredit. Dengan kondisi seperti itu, bank-bank biasanya menawarkan suku bunga yang lebih rendah untuk nasabah korporasi (dan margin keuntungan segmen korporasi ditetapkan lebih kecil). Untuk nasabah mikro, produk substitusi kredit perbankan relatif terbatas dimana mayoritas sumber pembiayaan lain adalah BPR dan sumber informal (lintah darat) yang mengenakan bunga tinggi mencapai 10% per bulan. Karena produk substitusi relatif terbatas, bank-bank biasanya mengenakan bunga lebih tinggi di segmen mikro ketimbang bunga di sektor korporasi. Penurunan margin profit dapat dilakukan melalui penyediaan produk substitusi seperti misalnya mendorong pengembangan pasar modal dan kredit program seperti KUR sebagai alternatif sumber pembiayaan. Selanjutnya, komponen terakhir penentu suku bunga kredit adalah premi resiko (risk premium). Besarnya premi resiko yang ditetapkan sektor perbankan terhadap nasabah berbeda-beda, tergantung risk appetite bank dalam memilih segmen dan target nasabah. Pembatasan premi resiko untuk menekan suku bunga kredit agak sulit dilakukan karena jika dibatasi akan menghambat pertumbuhan penyaluran kredit perbankan. Isu lain dalam sektor perbankan di Indonesia terkait dengan kepemilikan bank oleh investor asing. Sampai saat ini, dari daftar 20 bank swasta terbesar di Indonesia, terdapat 12 bank yang dimiliki oleh investor asing 1. Potensi bisnis yang tinggi di Indonesia mendorong berkembangnya bank asing dan jointventure bank di Indonesia sehingga kondisi persaingan dalam sektor perbankan makin ketat. Gambar di bawah ini memperlihatkan pangsa pasar aset, kredit dan LCF (Liquidity Credit Facility) perbankan sampai dengan akhir 2014. Market Share - Asset (%) Market Share - Loans (%) Market Share - LCF (%) Foreign & JV BUSN Domestik 11,6 36,2 36,5 20,3 23,4 35,1 11,3 39,5 29,8 BDP 2,6 17,2 9,6 3,1 20,1 8,1 2,5 22,6 8,7 BUMN 49,5 36,7 53,2 36,6 46,9 38,8 1999 Jun 13 1999 Jun 13 1999 Jun 13 Note: Foreign & JV = Bank Asing, Joint Venture & BUSN dimiliki asing BUSN Domestik = Bank Umum Swasta Nasional murni dimiliki Domestik Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan Publikasi Bank & Bank Indonesia 1 Definisi bank yang dikuasai investor asing adalah bank yang 50% asetnya dimiliki oleh institusi finansial asing 5

Pengaturan kepemilikan bank oleh investor asing sebaiknya dilakukan secara berhati-hati mengingat masih sangat diperlukannya perluasan akses ke sektor keuangan formal dalam rangka pembangunan yang makin inklusif. Penetrasi bank asing dalam sektor perbankan telah menempatkan bank asing secara keseluruhan mendominasi penyaluran kredit (51,7%) dan penghimpunan dana (55.7%) perbankan di Indonesia. SOE banks Foreign Owned banks Other domestic banks Sum Total of CIMB Niaga, Permata, BII, OCBC NISP, and BTPN Sumber: Bloomberg Posisi Desember 2013 Audited Terkait hal ini, kebijakan pembatasan kepemilikan atas bank-bank sebaiknya tidak dilakukan secara diskriminatif terhadap investor asing tertentu. Perbaikan pengaturan dan supervisi perbankan yang lebih ketat merupakan pilihan kebijakan yang lebih baik daripada melakukan kebijakan bersifat diskriminatif. Salah satunya adalah dengan mengharuskan bank asing untuk tercatat sebagai badan hukum di Indonesia (domestically incorporated foreign bank) sebelum beroperasi di segmen ritel perbankan. Peraturan ini perlu ditegakkan, termasuk untuk bank asing yang telah beroperasi sebelum peraturan diberlakukan. Hal ini perlu dilakukan untuk menciptakan level playing field bagi bank-bank Rekomendasi kebijakan yang dihimpun dari uraian di atas terkait 2 isu utama yakni memperbaiki transmisi kebijakan penurunan suku bunga dan kepemilikan bank di Indonesia: Pengembangan alternatif sumber pembiayaan melalui pasar modal dan ekspansi program kredit yang lebih terarah. Pemerintah perlu mendorong secara lebih agresif peningkatan target KUR melalui lebih banyak bank (termasuk bank asing). Selain itu, mengingat KUR dijamin oleh pemerintah maka perlu dilakukan suntikan dana kepada Jamkrindo dan Askrindo untuk meningkatkan penjaminan KUR Pengaturan dan Supervisi Perbankan yang lebih baik merupakan pilihan kebijakan yang lebih baik daripada memberlakukan kebijakan kepemilikan yang bersifat diskriminatif. 6