4 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
4 Hasil dan Pembahasan

3 METODOLOGI PENELITIAN

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian

RESIN POLISTIREN DIVINILBENZEN TERMODIFIKASI α-nitroso-β-naftol UNTUK RETENSI ION LOGAM Cu 2+ SKRIPSI. Putrika Swasti Warapsari

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

4. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Timbal

2 Tinjauan Pustaka. Gambar 2.1 Siklus nitrogen di lingkungan hidrosfer

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Tembaga di alam. 2.2.Manfaat & Toksisitas tembaga

DAFTAR PUSTAKA. 1. Cotton, F.Albert., Wilkinson,G., (1989), Kimia Anorganik Dasar, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta,

3. Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

4. Hasil dan Pembahasan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

MODIFIKASI RESIN Ca-ALGINAT DENGAN ABU JERAMI PADI SEBAGAI MATERIAL PENGISI KOLOM PADA TAHAPAN PRAKONSENTRASI ANALISA ION Mn (II) SECARA OFF- LINE

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

Hasil dan Pembahasan

SINTESIS RESIN PENGKHELAT POLYSTYRENE DIVINYLBENZENE-DIMETILGLIOKSIMA DAN KEMAMPUAN ADSORPSI TERHADAP ION LOGAM Ni(II)

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

SINTESIS DAN UJI TOKSISITAS KOMPLEKS LOGAM Mn(II)/Zn(II) DENGAN LIGAN ASAM PIRIDIN-2,6-DIKARBOKSILAT

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI Percobaan modul 3 TITRASI SPEKTROFOTOMETRI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

Metodologi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu

3 Metodologi Penelitian

Ion Exchange Chromatography Type of Chromatography. Annisa Fillaeli

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

4 Hasil dan Pembahasan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

KAJIAN ph DAN WAKTU KONTAK OPTIMUM ADSORPSI Cd(II) DAN Zn(II) PADA HUMIN. Study of ph and EquilibriumTime on Cd(II) and Zn(II) Adsorption by Humin

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

4. Hasil dan Pembahasan

PERBANDINGAN PEREDUKSI NATRIUM TIOSULFAT (Na 2 S 2 O 3 ) DAN TIMAH (II) KLORIDA (SnCl 2 ) PADA ANALISIS KADAR TOTAL BESI SECARA SPEKTROFOTOMETRI

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

III. METODE PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

4 Hasil dan Pembahasan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari - Juli tahun 2012

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

STUDI SPEKTROSKOPI UV-VIS DAN INFRAMERAH SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA Cu-EDTA

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

Lampiran. Lampiran I. Rancangan Percobaan. Laaitan standar formaldehid. Sampel 2 macam. Persiapan sampel dengan. Penentuan Panjang gelombang optimum

ADSORPSI IOM LOGAM Cr (TOTAL) DENGAN ADSORBEN TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L.) KOMBINASI KULIT KACANG TANAH (Arachis Hypogeal L.) MENGGUNAKAN METODE KOLOM

Transkripsi:

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Sintesis dan Karakterisasi Resin Pengkhelat Sintesis resin pengkhelat dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari karakteristik retensi ion logam Cu 2+ pada resin PSDVB-NN. Untuk itu perlu dilakukan sintesis terhadap resin pengkhelat PSDVB-NN terlebih dahulu. Adapun tahapan reaksi sintesis resin pengkhelat Polystyrene Divinylbenzene termodifikasi α-nitroso-β-naftol ditunjukkan oleh Gambar 4.1: Gambar 4.1. Tahapan reaksi sintesis resin pengkhelat PSDVB-NN Tahapan reaksi yang meliputi proses nitrasi, reduksi, azotisasi dan pengikatan ligan

Analisis senyawa dengan menggunakan spektroskopi inframerah dapat dilakukan karena adanya vibrasi pada molekul yang menimbulkan perubahan momen dipol. Untuk itu analisis setiap senyawa yang dihasilkan dalam reaksi sintesis resin PSDVB- NN digunakan spektroskopi inframerah. Akan tetapi untuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi azotisasi tidak dilakukan analisis dengan spektroskopi inframerah karena senyawa tersebut memiliki sifat yang tidak stabil dalam temperatur ruang. Setiap gugus yang terdapat dalam molekul memiliki vibrasi yang khas sehingga dapat diamati keberhasilan reaksi. Langkah pertama yang dilakukan dalam sintesis ini adalah memasukkan gugus nitro ke dalam resin yang merupakan suatu polimer non polar. Analisis terhadap hasil FTIR didapatkan kesimpulan bahwa resin amberlite telah ternitrasi. Puncak 1348,24 cm -1 merupakan serapan untuk gugus NO. Puncak 1608,63 cm -1 merupakan serapan untuk gugus C=N. Puncak inilah yang membuktikan bahwa resin amberlite telah ternitrasi. Adapun spektrum hasil spektroskopi infra merah resin yang telah ternitrasi ditunjukkan oleh Gambar 4.2. 100 %T 90 80 70 1442.75 896.90 839.03 796.60 761.88 709.80 60 1273.02 50 40 30 3462.22 2926.01 1722.43 1608.63 1527.62 1348.24 4500 4000 XAD-16 tnitr 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar 4.2. Spektrum FTIR resin PSDVB-NO 2 Analisis spektrum infra merah pada 1348,24 cm -1 yang merupakan karakteristik untuk gugus NO, puncak 1608,63 cm -1 untuk gugus C=N 19

Setelah dilakukan proses nitrasi, resin direduksi dengan bantuan SnCl 2. Puncak karateristik dari resin PSDVB-NH 2 terdapat pada gugus N-H yang terdapat pada bilangan gelombang 3425,58 cm -1. Dengan adanya puncak tersebut diperkirakan gugus nitro (NO 2 ) pada resin amberlite telah tereduksi menjadi gugus amina (NH 2 ). Gugus NH akan memberikan karakteristik yang khas dalam spektroskopi inframerah. Gugus NH memberikan serapan di bilangan gelombang antara 3000-3600 cm -1 dan ditandai dengan spektrumnya yang tidak lebar. sehingga dapat dipastikan bahwa resin PSDVB-NH 2 telah terbentuk. Karena puncak yang dihasilkan dari spektroskopi inframerah terhadap resin PSDVB-NH 2 lebar, diperkirakan resin tersebut mengandung gugus OH yang menandakan resin PSDVB-NH 2 mengandung air. Gambar 4.3 menunjukkan spektrum infra merah dari resin PSDVB yang telah tereduksi. 100 %T 90 891.11 80 70 1165.00 1064.71 829.39 794.67 601.79 60 2358.94 709.80 50 2924.09 40 30 1620.21 1548.84 1382.96 20 3425.58 4500 4000 xad-nh2 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar 4.3. Spektrum FTIR resin PSDVB-NH 2 Analisis terhadap puncak NH 2 pada bilangan gelombang 3425,58 cm -1, diperkirakan resin masih mengandung air Setelah resin tereduksi (PSDVB-NH 2 ) disintesis langkah selanjutnya adalah memasukkan ligan α-nitroso-β-naftol melalui gugus azo (-N=N-). Diazotisasi merupakan suatu cara untuk mengubah gugus amina menjadi komponen diazo dengan menggunakan larutan asam pekat. Garam diazonium biasanya merupakan suatu intermediet dalam sintesis reaksi organik. Diazotisasi resin dilakukan dengan penambahan larutan NaNO 2 pada suhu 1-3 o C. Garam diazonium sensitif tehadap cahaya dan mudah dirusak pada panjang gelombang ultraviolet dan cahaya tampak. Garam diazonium bersifat tidak stabil pada suhu diatas 4 o C. 20

Setelah garam diazonium terbentuk, ke dalam resin ditambahkan larutan α-nitroso-βnaftol yang telah dilarutkan dalam larutan basa. Pada reaksi ini dilakukan reaksi kopling, yakni reaksi penggabungan antara dua senyawa. Reaksi kpling yang dimaksud adalah reaksi penggabungan antara gugus Polistiren Divinilbenzen dengan ligan α-nitroso-β-naftol yang bersifat sebagai nukleofil. Penempelan ligan dilakukan dengan merendam resin yang telah terazotisasi dalam larutan ligan. Ligan NN akan menggantikan gugus Cl - yang terbentuk dari reaksi azotisasi. Setelah dilakukan penyaringan resin tetap disimpan dalam lemari pendingin. Gambar 4.4 merupakan hasil FTIR terhadap resin pengkhelat Polistiren Divinilbenzen termodifikasi dengan ligan α-nitroso-β-naftol. 105 %T 90 75 2374.37 2121.70 833.25 60 45 2856.58 1440.83 1274.95 1039.63 794.67 30 15 3446.79 3429.43 709.80 603.72 565.14 2924.09 1604.77 1550.77 1384.89 0 4500 4000 xad-nitroso simplo 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar 4.4. Spektrum FTIR resin PSDVB-NN Hasil FTIR terhadap resin yang telah dimodifikasi dengan ligan Dari Gambar 4.4 diketahui bahwa pada bilangan gelombang 1440,83 cm -1 terdapat serapan untuk gugus azo(-n=n-). Adanya vibrasi N=O pada panjang gelombang 1384,89 cm -1 serta serapan C=N pada bilangan gelombang 1604,77 cm -1 menunjukkan bahwa dalam struktur tersebut α-nitroso-β-naftol telah terikat pada resin melalui gugus perantara azo. 21

4.2.Penentuan kondisi optimum resin dengan metode batch Prinsip yang digunakan dalam metode ini sama seperti pada kromatografi penukar ion. Fasa diam berupa resin PSDVB dan fasa gerak yang digunakan yakni larutan ion logam Cu 2+. Ion H + yang terdapat dalam resin PSDVB-NN akan digantikan oleh ion logam Cu 2+. Ion logam Cu 2+ tersebut dapat tertahan dalam resin sampai kapasitas retensinya terlewati. Apabila konsentrasi ion l ogam Cu 2+ dalam resin sudah jenuh dan tidak bisa tertahan dalam resin, maka logam Cu 2+ tersebut akan dilepaskan ke dalam larutan. Ion logam Cu 2+ yang terelusi akan dideteksi oleh Spektrofotometri Serapan Atom. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa resin pengkhelat PSDVB-NN dapat membentuk khelat dengan ion logam Cu 2+ pada ph 7. Untuk mengetahui ph optimum terbentuknya resin pengkhelat PSDVB-NN dengan ion logam Cu 2+ dilakukan pengujian terhadap variasi ph. Gambar 4.5 menunjukkan kurva antara banyaknya ion Cu 2+ yang teretensi terhadap variasi ph larutan. Penentuan ph optimum 98 97 96 % Retensi 95 94 93 92 91 4 5 6 7 8 9 ph Gambar 4.5. Penentuan ph optimum resin PSDVB-NN dengan ion logam Cu 2+ Optimasi ph dilakukan pada larutan ion logam Cu 2+ 10 ppm dengan variasi ph 5,6,7 dan 8 kemudian dikontakkan pada resin PSDVB-NN selama 30 menit Pada ph di atas 7 dapat terjadi kompetisi reaksi pembentukan kompleks antara senyawa khelat dengan ion hidroksida. Pada ph tinggi ion logam Cu 2+ dapat membentuk endapan Cu(OH) 2. Dengan terbentuknya endapan Cu(OH) 2, semakin sedikit ion logam Cu 2+ yang teretensi oleh resin PSDVB-NN. Setelah didapatkan ph optimum terbentuknya resin pengkhelat PSDVB-NN dengan ion logam Cu 2+, dilakukan pengujian terhadap waktu kontak. Pengujian terhadap waktu kontak dilakukan dengan tujuan untuk dapat mengetahui seberapa waktu yang dibutuhkan agar ion logam Cu 2+ dapat teretensi dengan baik dalam resin. Dari Gambar 22

4.6 diketahui mulai waktu kontak 10 menit, ion logam Cu 2+ dapat tertahan dengan baik dalam resin. 110 100 Pengaruh Waktu Kontak % Retensi 90 80 70 60 50 0 30 60 90 120 150 180 t (menit) Gambar 4.6. Pengaruh waktu kontak logam Cu 2+ terhadap resin PSDVB-NN Pengaruh waktu kontak dilakukan dengan merendam resin dalam 20 ml larutan Cu 2+ 10 ppm selama 5, 10, 30, 60, 90 dan 150 menit Waktu kontak yang cukup singkat ini diharapkan akan memberikan keunggulan tersendiri dari resin pengkhelat yang disintesis pada penggunaannya sebagai material pengisi kolom untuk pengembangan teknik prakonsentrasi berbasis FIA. Penentuan kapasitas retensi dilakukan pada ph optimum (ph 7), dengan waktu kontak 60 menit. Kapasitas retensi ion logam Cu 2+ pada resin PSDVB-NN ditunjukkan oleh Gambar 4.7. Penentuan kapasitas retensi 1.3 mg Cu teretensi/g resin 1.1 0.9 0.7 0.5 0.3 0.1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 [Cu],ppm Gambar 4.7. Kapasitas penyerapan ion logam Cu 2+ pada resin PSDVB-NN Dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi larutan ion logam Cu 2+ sebesar 2, 4, 6, dan 8 ppm pada ph 7 23

Kapasitas retensi yang dimiliki oleh resin pengkhelat PSDVB-NN yang terjenuhkan dengan ion logam Cu 2+ adalah sebesar 1,039 mg/g resin. Data tersebut memberikan informasi bahwa setiap 1 gram resin dapat meretensi 1,039 mg ion logam Cu 2+. Sebelum mencapai konsentrasi 6 ppm, resin PSDVB-NN masih dapat meretensi ion logam. Sehingga kapasitas retensinya akan terus mengalami peningkatan sampai resin dapat terjenuhkan oleh ion logam. Pada konsentrasi larutan logam 6 dan 7 ppm, resin PSDVB-NN masih dapat meretensi ion logam Cu 2+. Akan tetapi ketika konsentrasi larutan logam mencapai 9 ppm, sebagian ion logam Cu 2+ tidak mampu lagi diretensi oleh resin PSDVB-NN. karena resin sudah terjenuhkan oleh ion logam. 4.3.Kajian awal penggunaan resin dengan menggunakan metode FIA Pada dasarnya prinsip yang digunakan dalam metode injeksi alir dengan metode batch sama. Ion H + yang terdapat dalam resin akan digantikan oleh ion logam Cu 2+. Semakin tinggi konsentrasi asam yang digunakan akan meningkatkan laju elusi karena [H + ] yang lebih tinggi memungkinkan terjadinya kompetisi yang lebih baik dalam memngelusi ion logam yang terikat dalam resin. Gambar 4.8 menunjukkan profil sinyal terhadap waktu yang dimiliki oleh resin PSDVB-NN setelah dilewatkan ion logam dan dielusi dengan larutan asam. Tinggi puncak 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 60-0.1 90 120 150 180 210 Waktu (detik) Gambar 4.8. Profil sinyal Profil sinyal yang ditunjukkan oleh resin PSDVB-NN dalam meretensi ion logam Cu 2+ Sebelum dilakukan analisis, kolom yang telah diisi dengan 0,2 gram resin PSDVB- NN dikembangkan (swelling) dengan menggunakan air ph 7 sebagai carrier selama 30 menit. Dengan demikian kolom resin dapat dikondisikan pada ph optimumnya. Larutan Cu yang masih dapat teretensi oleh kolom, tidak akan memberikan sinyal pada detektor. 24

Apabila resin sudah tidak dapat meretensi ion logam, maka detektor akan memberikan sinyal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8. Tinggi puncak 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0-0.2 0 50 100 150 Waktu (detik) Gambar 4.9. Kurva tingkat kejenuhan dinamik kolom PSDVB-NN dengan logam Cu 2+ Kapasitas retensi yang ditunjukkan oleh resin PSDVB-NN dengan menggunakan metode FIA terintegrasi AAS Dari kurva pada Gambar 4.9 diperoleh kapasitas retensi dinamik sebesar 0,875 mg Cu 2+ /gram resin. Atau jika digunakan minikolom berisi 0,2 gram resin maka dengan sejumlah 1,5 liter larutan Cu 2+ 50 ppb masih dapat diretensi oleh kolom. Ion logam Cu 2+ yang tertahan dalam kolom resin dapat dilepaskan kembali dengan bantuan eluen yang berupa larutan asam nitrat. Dengan demikian proses regenerasi kolom dapat dilakukan. Efektivitas elusi ditentukan oleh jenis dan konsentrasi eluen yang dipilih. Eluen yang digunakan adalah larutan asam HNO 3 dengan variasi konsentrasi 0,5;1;2 dan 3 M. Dari Tabel 4.1 diketahui bahwa dengan eluen pada konsentrasi 2M didapatkan hasil yang optimum. Tabel 4.1. Pengaruh konsentrasi eluen [HNO 3 ],M Tinggi puncak (AU) 0,5 121,39 1 105,34 2 133,14 3 122,2 Profil tinggi puncak yang ditunjukkan oleh retensi ion logam Cu 2+ dengan memvariasikan konsentrasi larutan asam 25

Analisis pengaruh konsentrasi eluen dilakukan dengan menginjeksikan larutan logam Cu 2+ 50 ppb sebanyak 1 ml. Kemudian dielusi dengan menggunakan larutan asam dengan berbagai konsentrasi. Dari Tabel 1 diketahui bahwa ion logam Cu 2+ dapat terelusi dengan baik dengan menggunakan larutan HNO 3 2M. Setelah didapatkan konsentrasi eluen yang optimum, dilakukan pengujian terhadap variasi volume eluen. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa kondisi optimum kolom resin didapatkan dengan mengalirkan larutan HNO 3 2M sebanyak 0,5 ml. Dengan melihat kapasitas retensi dinamik (0,875 mg/g resin) dan volume eluen yang diperoleh (0,5 ml), maka dengan menggunakan larutan logam Cu 2+ dengan konsentrasi 50 ppb dapat diperoleh faktor pemekatan sebesar 3000 kali. Tingkat presisi (kebolehulangan) dalam suatu metode analitik menunjukkan tingkat ketelitian metode tersebut kebolehulangan merupakan perbedaan hasil percobaan dari analisis yang sama di laboratorium yang sama yang dilakukan secara berulang-ulang guna menunjukkan ketelitian dari pengukuran. Kebolehulangan dapat dilihat dari standar deviasi relatif absorbansi larutan standar pada konsentrasi tertentu secara berulang-ulang. Semakin kecil standar deviasi relatifnya, maka akan semakin bagus kebolehulangan dari pengukuran tersebut. Pada penelitian ini diperiksa kebolehulangan pengukuran larutan standar Cu 2+ pada konsentrasi 50 μg L -1. Salah satu parameter kinerja analitik ditunjukkan dengan kebolehulangan pengukuran yang baik. Kebolehulangan metode ditunjukkan dengan nilai koefisien variansi (%KV) sebesar 5,8% dengan standar deviasi sebesar 6,3. Tinggi puncak dan profil sinyal untuk pengujian kebolehulangan dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.10 Tabel 4.2. Profil tinggi puncak pada pengujian kebolehulangan Puncak Tinggi puncak (AU) 1 111,58 2 118,74 3 104,83 4 103,4 5 106,39 Profil tinggi puncak pada penentuan kebolehulangan penggunaan resin PSDVB-NN dengan metode FIA terintegrasi AAS 26

0.07 ncak Tinggi pu 0.05 0.03 0.01-200 200 600 1000 1400 1800-0.01 Pengukuran Gambar 4.10 Profil sinyal dalam pengujian kebolehulangan Presisi dalam penentuan kebolehulangan dengan pada resin PSDVB-NN dengan metode FIA- AAS Dari profil puncak yang diperoleh seperti yang ditunjukkan oleh gambar 4.10, sebanyak 1 ml larutan logam Cu 2+ dengan konsentrasi 50 ppb mampu memberikan tinggi puncak sebesar kira-kira 100 satuan arbitreir yang setara dengan nilai absorbansi sebesar 0,1. Pengukuran langsung dengan spektrofotometer serapan atom untuk larutan 1 ppm memberikan absorbansi sebesar 0,0547. Dengan demikian, melalui teknik prakonsentrasi ini dapat diperoleh peningkatan sinyal sebesar 40 kali. 27