Bibit kerbau - Bagian 1: Lumpur

dokumen-dokumen yang mirip
Bibit sapi potong Bagian 1: Brahman Indonesia

Bibit kerbau Bagian 3 : Sumbawa

Bibit sapi potong - Bagian 3 : Aceh

Bibit sapi potong Bagian 6: Pesisir

Bibit sapi potong Bagian 7 : Sumba Ongole

Bibit sapi Bali SNI 7355:2008

Bibit sapi potong - Bagian 4 : Bali

Bibit sapi potong - Bagian 2: Madura

Bibit sapi perah holstein indonesia

Bibit sapi peranakan Ongole (PO)

Bibit babi Bagian 4 : Hampshire

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh

Bibit domba Garut SNI 7532:2009

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

Bibit induk (parent stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 1: Ayam ras tipe pedaging

Bibit niaga (final stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 2: Ayam ras tipe petelur

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) - Bagian 1: Induk

Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii )

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELUARAN BIBIT SAPI BALI SENTRA TERNAK SOBANGAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. penting bagi masyarakat Indonesia. Kerbau memiliki keunggulan tersendiri untuk

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba

Kayu bundar jenis jati Bagian 3: Pengukuran dan tabel isi

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) - Bagian 2: Benih

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG

Kayu gergajian Bagian 3: Pemeriksaan

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) Bagian 2 : Benih

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

PERSYARATAN MUTU BENIH DAN/ATAU BIBIT TERNAK HASIL PRODUKSI DI DALAM NEGERI. No Nomor SNI Jenis Benih dan/atau Bibit Ternak

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk

Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 1: Induk kelas induk pokok (Parent stock)

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

Karakteristik Morfologi Kerbau Lokal (Bubalus bubalis) Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Abstrak

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, pada bulan Mei-Juli 2013 di

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

Semen beku Bagian 1: Sapi

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi

Kayu lapis indah jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

Gaharu SNI 7631:2011. Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

Kulit masohi SNI 7941:2013

Semen cair babi SNI 8034: Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di dan tidak untuk di

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

Ikan bawal bintang (Trachinotus blochii, Lacepede) Bagian 3: Benih

Ikan bawal bintang (Trachinotus blochii, Lacepede) Bagian 1: Induk

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

Benih ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...Asep K

Kawat baja tanpa lapisan untuk konstruksi beton pratekan (PC wire / KBjP )

PEMOTONGAN TERNAK (KAMBING)

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 071 TAHUN 2013 TENTANG PENGELUARAN TERNAK DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) Bagian 3 : Produksi induk

Susu segar-bagian 1: Sapi

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

Perpustakaan umum kabupaten/kota

Semen portland komposit

Alat pemadam kebakaran hutan-pompa punggung (backpack pump)- Unjuk kerja

BANGSA-BANGSA KERBAU PERAH

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa

Biji kakao AMANDEMEN 1

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

TEKNIK PEMILIHAN BIBIT KAMBING DAN DOMBA

Bambu lamina penggunaan umum

Semen beku Bagian 1: Sapi

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu

NI Luh Gde Sumardani

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

Cara uji daktilitas aspal

Mesin pemecah biji dan pemisah kulit kakao - Syarat mutu dan metode uji

Atmosfer standar untuk pengondisian dan/atau pengujian - Spesifikasi

METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009.

Cara uji fisika Bagian 2: Penentuan bobot tuntas pada produk perikanan

Transkripsi:

Standar Nasional Indonesia Bibit kerbau - Bagian 1: Lumpur ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional

BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan cara dan dalam bentuk apapun dan dilarang mendistribusikan dokumen ini baik secara elektronik maupun tercetak tanpa izin tertulis dari BSN BSN Gd. Manggala Wanabakti Blok IV, Lt. 3,4,7,10. Telp. +6221-5747043 Fax. +6221-5747045 Email: dokinfo@bsn.go.id www.bsn.go.id Diterbitkan di Jakarta

Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Spesifikasi... 1 4 Persyaratan mutu... 6 5 Cara pengukuran... 8 Bibliografi... 10 Gambar 1 - Warna kulit kemerah-merahan... 2 Gambar 2 - Warna kulit belang... 2 Gambar 3 - Warna kulit hitam keabu abuan... 2 Gambar 4 - Warna kulit hitam... 3 Gambar 5 - Tanduk setengah bulan... 3 Gambar 6 - Tanduk kerung... 3 Gambar 7 - Tanduk baplang... 4 Gambar 8 - Tanduk doyok/nyangkung... 4 Gambar 9 - Chevron... 4 Gambar 10 - Tanda putih pada dua kaki depan... 5 Gambar 11 - Tanda putih pada empat kaki... 5 Gambar 12 - Dahi dengan tanda putih... 5 Gambar 13 - Dahi tanpa tanda putih... 6 Gambar 14 Visualisasi pengukuran dimensi tubuh... 9 Tabel 1 - Persyaratan kuantitatif bibit kerbau lumpur betina... 7 Tabel 2 - Persyaratan kuantitatif bibit kerbau lumpur jantan... 7 Tabel 3 - Penentuan umur berdasarkan gigi seri permanen... 8 BSN 2011 i

Prakata Penyusunan standar bibit kerbau lumpur oleh Subpanitia Teknis (SPT) 67:03-S1: Bibit peternakan dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan penjaminan mutu (quality assurance) dan mendukung: 1. Pelestarian sumberdaya genetika kerbau lumpur. 2. Perlindungan konsumen. 3. Peningkatan mutu bibit kerbau lumpur. 4. Penerapan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 56/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Pembibitan Kerbau yang baik. 5. Peningkatan kinerja agribisnis dan agroindustri. Standar ini telah dibahas dalam rapat teknis dan terakhir dalam rapat konsensus di Bogor pada tanggal 29 Oktober 2010. Hadir dalam konsensus tersebut SPT 67 03-S1 Bibit peternakan serta instansi terkait. Standar ini telah melalui proses jajak pendapat pada tanggal 13 Maret 2011 sampai 12 Mei 2011 dengan hasil akhir RASNI. BSN 2011 ii

Pendahuluan Bibit kerbau (Bubalus bubalis) lumpur mempunyai peranan yang sangat strategis dalam proses produksi ternak, sumber tenaga kerja, dan berperan dalam kebudayaan, sehingga perkembangannya diperlukan selain kuantitas juga kualitas bibit ternak yang dimaksud. Dalam rangka melindungi pengguna dalam mendapatkan bibit kerbau lumpur yang memenuhi persyaratan teknis sebagai bibit, maka dibutuhkan suatu standar bibit kerbau lumpur. Mengingat bahwa standar mutu bibit kerbau lumpur belum ditetapkan, maka perlu disusun standar bibit kerbau lumpur. BSN 2011 iii

1 Ruang lingkup Bibit kerbau Bagian 1 : Lumpur Ruang lingkup dalam standar bibit kerbau lumpur ini meliputi spesifikasi, persyaratan mutu, dan cara pengukuran. 2 Istilah dan definisi 2.1 bibit kerbau lumpur spesies Bubalus bubalis yang memiliki jumlah kromosom 2n = 48 dan memenuhi spesifikasi serta persyaratan mutu 2.3 monorchid jantan yang memiliki buah zakar yang hanya terdapat satu testis 2.4 parapimosis jantan yang memiliki buah zakar dengan bentuk dan ukuran yang tidak normal 2.5 petugas berwenang sarjana peternakan pemerintah, dan/atau dokter hewan pemerintah, dan/atau petugas dinas peternakan yang diberi kewenangan oleh gubernur/bupati/walikota untuk melaksanakan pengawasan mutu 2.6 dokter hewan berwenang dokter hewan yang ditunjuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati atau Walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan jangkauan tugas pelayanannya dalam rangka penyelenggaraan kesehatan hewan 2.7 siklus reproduksi jarak waktu antara timbulnya satu berahi dengan berahi berikutnya 2.8 testis asimetris organ reproduksi jantan (buah zakar) yang bentuk dan ukurannya tidak sama antara yang kiri dan kanan 3 Spesifikasi Kerbau lumpur memiliki spesifikasi pada warna kulit dan bulu, pada tanduk, pada leher, pada kaki dan pada dahi. BSN 2011 1 dari 10

3.1 Warna kulit 3.1.1 Warna kulit kemerah-merahan seperti terlihat pada Gambar 1. Gambar 1 - Warna kulit kemerah-merahan 3.1.2 Warna kulit belang putih kemerahan-merahan dan hitam keabu-abuan seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar 2 - Warna kulit belang 3.1.3 Warna kulit hitam keabu-abuan seperti terlihat pada Gambar 3. Gambar 3 - Warna kulit hitam keabu abuan BSN 2011 2 dari 10

3.1.4 Warna kulit hitam seperti terlihat pada Gambar 4. Gambar 4 - Warna kulit hitam 3.2 Bentuk tanduk 3.2.1 Tanduk setengah bulan Tanduk mengarah ke belakang setengah bulan seperti terlihat pada Gambar 5. Gambar 5 - Tanduk setengah bulan 3.2.2 Tanduk kerung Tanduk yang mengarah ke belakang berbentuk kerung seperti terlihat pada Gambar 6. Gambar 6 - Tanduk kerung BSN 2011 3 dari 10

3.2.3 Tanduk baplang Tanduk yang tumbuh jauh kepinggir mengarah ke belakang lalu keatas dan mengarah ke dalam seperti terlihat pada Gambar 7. 3.2.4 Tanduk doyok/nyangkung Gambar 7 - Tanduk baplang Tanduk tumbuh pendek ke pinggir mengarah ke belakang lalu keatas seperti terlihat pada Gambar 8. 3.3 Leher Gambar 8 - Tanduk doyok/nyangkung Terdapat tanda berwarna putih sebanyak 1 garis atau 2 garis pada leher bagian bawah (chevron) seperti terlihat pada Gambar 9. Gambar 9 - Chevron BSN 2011 4 dari 10

3.4 Kaki Terdapat tanda putih pada 2 kaki depan atau keempat kakinya mulai dari lutut sampai ke kuku (stocking) seperti terlihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. 3.5 Dahi Gambar 10 - Tanda putih pada dua kaki depan Gambar 11 - Tanda putih pada empat kaki Dengan atau tanpa tanda putih pada dahi seperti terlihat pada Gambar 12 dan Gambar 13. Gambar 12 - Dahi dengan tanda putih BSN 2011 5 dari 10

4 Persyaratan mutu 4.1 Persyaratan umum Gambar 13 - Dahi tanpa tanda putih 4.1.1 Bibit kerbau lumpur harus berasal dari pembibitan yang sesuai dengan pedoman pembibitan kerbau yang baik. 4.1.2 Bebas dari penyakit hewan menular yang dinyatakan oleh dokter hewan berwenang. 4.1.3 Sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal, serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya yang dinyatakan oleh petugas yang berwenang. 4.1.4 Semua bibit betina harus normal siklus berahi dan organ reproduksinya, ambing normal dan tidak menunjukkan gejala infertil dan majir yang dinyatakan oleh petugas berwenang. 4.1.5 Semua bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelaminnya (testes asimetris, monorchid, parapimosis), memiliki libido tinggi, memiliki kualitas dan kuantitas semen yang normal, serta tidak mempunyai silsilah keturunan yang cacat secara genetika. 4.2 Persyaratan khusus 4.2.1 Persyaratan kualitatif 4.2.1.1 Persyaratan kualitatif bibit kerbau lumpur betina a) Warna kulit belang, hitam, hitam keabu-abuan, dan kemerah-merahan, serta bulu berwarna abu-abu sampai hitam dan belang hitam putih, ada satu atau dua garis putih terdapat di leher bagian bawah dan dari lutut (carpus) ke bawah berwarna abu-abu sampai putih (stocking) pada dua kaki depan atau keempat kakinya; b) Tanduk mengarah ke belakang horizontal, bentuk pipih bersegi sampai bulat dengan bagian ujung yang meruncing dan/atau membentuk setengah lingkaran; c) Bentuk badan kompak, segi empat, dan konformasi tubuh yang seimbang; d) Ambing normal dan berputing simetris (dua pasang); e) Pusar rambut empat pasang, masing-masing berlokasi pada hidung, pangkal telinga, ujung tulang belikat (scapula), dan pinggul; f) Bulu ekor hitam; BSN 2011 6 dari 10

g) Siklus berahi teratur (20 hari - 24 hari); h) Mata normal. 4.2.1.2 Persyaratan kualitatif bibit kerbau lumpur jantan a) Warna kulit belang, hitam, hitam keabu-abuan, dan kemerah-merahan, serta bulu berwarna abu-abu sampai hitam dan belang hitam putih, ada satu atau dua garis putih terdapat di leher bagian bawah dan dari lutut (carpus) ke bawah berwarna abu-abu sampai putih (stocking) pada dua kaki depan atau keempat kakinya; b) Tanduk relatif lebih lebar dibanding tanduk betina; c) Bentuk badan kompak, segi empat, dan konformasi tubuh yang seimbang; d) Testis normal dan simetris; e) Memiliki penis dan libido yang normal. 3.2.2 Persyaratan kuantitatif Persyaratan kuantitatif bibit kerbau lumpur dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 - Persyaratan kuantitatif bibit kerbau lumpur betina Umur (bulan) 24 - < 36 36 Parameter Satuan Ukuran Tinggi pundak (min) cm 105 Panjang badan (min) cm 105 Lingkar dada (min) cm 160 Tinggi pinggul (min) cm 103 Bobot badan (min) kg 200 Tinggi pundak (min) cm 115 Panjang badan (min) cm 120 Lingkar dada (min) cm 170 Tinggi pinggul (min) cm 113 Bobot badan (min) kg 250 Tabel 2 - Persyaratan kuantitatif bibit kerbau lumpur jantan Umur (bulan) Parameter Satuan Ukuran 30 - < 36 Tinggi pundak (min) cm 110 Panjang badan (min) cm 110 Lingkar dada (min) cm 180 Tinggi pinggul (min) cm 108 Bobot badan (min) kg 300 36 Tinggi pundak (min) cm 120 Panjang badan (min) cm 125 Lingkar dada (min) cm 190 Tinggi pinggul (min) cm 118 Bobot badan (min) kg 350 30 Lingkar scrotum (min) cm 20 BSN 2011 7 dari 10

5 Cara pengukuran 5.1 Umur Cara menentukan umur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu berdasarkan catatan kelahiran dan/ atau berdasarkan pergantian gigi seri permanen. Cara penentuan umur berdasarkan gigi seri permanen seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 - Penentuan umur berdasarkan gigi seri permanen Istilah Gigi seri permanen Taksiran umur (tahun) Po-el 1 1 pasang 2-3 Po-el 2 2 pasang > 3 5.2 Tinggi pundak Cara mengukur tinggi pundak dengan mengukur jarak tegak lurus dari pelataran datar sampai dengan puncak pundak di belakang punuk, dinyatakan dalam sentimeter (cm), menggunakan tongkat ukur yang sudah ditera. 5.3 Panjang badan Cara mengukur panjang badan dengan mengukur jarak dari bongkol bahu (tuber scapula) sampai ujung panggul (tuber iscii), dinyatakan dalam sentimeter (cm) dengan menggunakan tongkat ukur yang sudah ditera. 5.4 Lingkar dada Cara mengukur lingkar dada dengan melingkarkan pita ukur melalui pundak melewati belakang tulang belikat (scapula) yang dinyatakan dengan sentimeter (cm) dengan menggunakan alat ukur yang sudah ditera. 5.5 Tinggi pinggul Cara mengukur tinggi pinggul dengan mengukur jarak tegak lurus dari pelataran datar lewat ujung pinggul sampai batas puncak pinggul, dinyatakan dalam sentimeter (cm) menggunakan tongkat ukur yang sudah ditera. 5.6 Bobot badan Cara menentukan bobot badan dengan menimbang kerbau dengan timbangan ternak yang sudah ditera dinyatakan dalam kilogram (kg). 5.7 Scrotum Cara mengukur lingkar scrotum dengan melingkarkan pita ukur pada bagian paling lebar diameter scrotumnya dinyatakan dalam sentimeter (cm). BSN 2011 8 dari 10

4 Keterangan : 1. Tinggi pundak 2. Panjang badan 3. Lingkar dada 4. Tinggi pinggul 2 Gambar 14 Visualisasi pengukuran dimensi tubuh 3 1 BSN 2011 9 dari 10

Bibliografi Batosamma, J.T. 1985. Penerapan Teknologi Inseminasi Buatan untuk Pelestarian Sumberdaya Kerbau Belang. Disertasi Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Disnak Propinsi Sulsel. 2005. Pedoman Perbibitan Ternak. Disnak Propinsi Sulawesi Selatan, Makassar. Disnak Propinsi Sulsel. 2007. Pedoman Umum Pengawasan Perbibitan. Disnak Propinsi Sulawesi Selatan, Makassar. Ditjennak. 2006. Pedoman Pembibitan Kerbau yang Baik. Direktorat Jenderal Peternakan, Deptan, Jakarta. Ditjennak. 2006. Pedoman Umum Program Aksi Perbibitan Ternak Tahun 2006. Direktorat Perbibitan, Ditjennak, Deptan, Jakarta. Ditjennak. 2006. Peraturan Menteri Pertanian tentang Sistem Perbibitan Ternak Nasional. Direktorat Perbibitan, Ditjennak, Deptan, Jakarta. Sarwono, BD., Dania, IB, dan Ridawan. (1992). Besar dan Berat Hidup Kerbau Lokal: Gambaran Produktivitas Kerbau di NTB. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Universitas Mataram. Mataram NTB. Suhubdy (2006a). Pengembangan Ternak Kerbau di Indonesia: Mendulang Kendala dan Merajut Strategi. Prosiding Seminar Nasional Industri Peternakan Modern II. Kerjasama Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Dinas Peternakan NTB Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Mataram NTB, 19-30 Juli 2009. Suhubdy (2007). Nutrition Reproduction of Indonesian Buffalo: An experience from Sumbawa Buffalo. Buffalo Newsletter, No.22:7-11, Rome, Italy. Suhubdy, Sofyan, Imran, Jan, R. (2004). Penyelamatan Plasma Nutfah Kerbau Sumbawa dan Strategi Pengembangannya. Laporan Penelitian. Penelitian Hibah Bersaing (HB XII/1), DP2M Dikti Depdiknas, Jakarta. Suhubdy, Poerwoto, H., Dania, IB., Imran, Muhzi, M., Dilaga, SH., dan Sofyan. (2006). Profil dan Potensi Kerbau Sumbawa: Suatu Rekaman Data Dasar Kerbau Lokal. Laporan Penelitian. Kerjasama Dinas Peteranakan NTB. dengan Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Mataram NTB. Tulloh, NM. Ed. (1991). Buffalo and Goats in Asia: Genetic Diversity and its Applications. Proceedings of a workshop, Kuala Lumpur, Malaysia, 10-14 February 1991. ACIAR Proceedings No. 34, page 144. BSN 2011 10 dari 10