2.1 Klasifikasi, Tata Nama dan Ciri-ciri Morfologi

dokumen-dokumen yang mirip
BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BILIS, Thryssa hamiltonii (FAMILI ENGRAULIDAE) YANG TERTANGKAP DI TELUK PALABUHANRATU

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi, Tata Nama dan Ciri-ciri Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

3. METODE PENELITIAN

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

3.KUALITAS TELUR IKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus Klasifikasi dan tata nama

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) Sumber: (a) dokumentasi pribadi; (b)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI IKAN KRESEK (Thryssa mystax) PADA BULAN JANUARI-JUNI DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR LISA FATIMAH

3. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

KETERKAITAN LAJU EKSPLOITASI DENGAN KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN PETEK Leiognathus equulus (Forsskal, 1775) FAMILI LEIOGNATHIDAE

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

TINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH LAJU EKSPLOITASI TERHADAP KERAGAAN REPRODUKTIF IKAN TEMBANG (Sardinella gibbosa) FAMILI CLUPEIDAE

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut (Saanin, 1979) berdasarkan tingkat

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus moluccensis Bleeker, 1855) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

Transkripsi:

4 2.1 Klasifikasi, Tata Nama dan Ciri-ciri Morfologi Klasifikasi ikan bilis (Thryssa hamiltonii) berdasarkan tingkat sistematikanya menurut Gray (1835): Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Subkelas : Neopterygii Ordo : Clupeiformes Subordo : Clupeoidei Famili : Engraulidae Subfamili : Coilinae Genus : Thryssa Spesies : Thryssa hamiltonii Sinonim : Engraulis grayi, Thryssa hamiltoni, Stolephorus hamiltoni, Engraulis nasuta Nama umum : Hamilton's thryssa, Hamilton's anchovy Nama lokal : Bilis Ikan-ikan jenis famili Engraulidae tersebar di perairan Atlantik, Hindia dan Pasifik dan termasuk jenis ikan yang suka bergerombol (schooling). Beberapa spesies dapat hidup di air tawar. Memiliki mulut inferior dengan tubuh yang tembus cahaya/jernih. Sebagian besar ikan famili ini adalah filter feeding zooplankton. Famili Engraulidae selanjutnya terdapat kelas Actinopterygii dan ordo Clupeiformes yang terdiri dari 16 genus dan 139 spesies, salah satunya adalah ikan bilis.

5 Gambar 2. Ikan bilis (T. hamiltonii, Gray 1835) Ciri-ciri Ikan bilis (T. hamiltonii) yaitu, memiliki bentuk badan memanjang dan pipih. Badan bersifat fusiform, pipih, ukuran maksimum yang dapat dicapai hingga 27 cm SL dengan ukuran rata-rata yang sering tertangkap adalah sebesar 15,2-22,2 cm SL. Ikan bilis tidak memiliki dorsal spine maupun anal spine namun terdapat 32-39 anal soft rays. Pada bagian perut meruncing dengan 23-26 scute yang terbalik hingga anus (Gray, 1835). Ikan merupakan organisme yang bersifat poikiloterm yaitu suhu tubuh ikan sesuai dengan suhu perairan. Huet (1971) menyatakan fluktuasi harian suhu perairan sangat mempengaruhi kehidupan organisme di dalamnya, fluktuasi suhu air yang terlalu besar dapat mematikan organisme perairan. Bishop (1973) menyatakan suhu air dapat merangsang dan mempengaruhi pertumbuhan organisme perairan serta mempengaruhi oksigen terlarut untuk respirasi. Setiap organisme mempunyai suhu maksimum, optimum dan minimum untuk kehidupannya, Menurut Boyd dan Kopler (1979) suhu optimum untuk pertumbuhan ikan di daerah tropis adalah 25 o C- 30 o C. Ikan Bilis biasa hidup pada perairan pelagis-neritik dengan kedalaman rata-rata 10-13 m. Iklim yang cocok adalah tropis. Ikan ini biasanya ditangkap dengan trawl dan termasuk ikan ekonomis penting. Pemanfaatannya untuk ikan segar konsumsi, kering, ikan asin. Makanan utamanya adalah zooplankton dan beberapa jenis crustaceans. Ikan ini memiliki ciri-ciri telur yang berbentuk bola, transparan, unpigmented dan segmented (Gray, 1835).

6 Distribusi ikan bilis secara ekologis terdapat di daerah tropis dan sub tropis, hidup di laut pada kedalaman 40 m, estuaria dan sebagian masuk ke arah sungai. Secara geografis penyebaran ikan tetet meliputi Sumatera (Sungai Rokan, Deli, Pulo Weh, Simalur, Nias), Jawa (Jakarta, Jawa Barat), Kalimantan, Sulawesi, Papua Nugini, Pantai India, Andamans, Malaysia, Laut Cina Selatan, Filipina, dan Australia (www.fishbase.org). 2.2 Aspek Pertumbuhan 2.2.1 Hubungan panjang-berat Panjang tubuh sangat berhubungan dengan berat tubuh. Hubungan panjang dan berat seperti hukum kubik, berat merupakan pangkat tiga dari panjang (Effendie, 2002). Namun, hubungan yang terdapat pada ikan tidak demikian karena bentuknya yang berbeda-beda. Menurut Moyle dan Cech (1988) pertumbuhan terjadi karena adanya energi yang berlebih dari hasil metabolisme dalam tubuh. Proses metabolisme ini dikontrol secara internal oleh hormon pertumbuhan dan hormon steroid. Selain itu, pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti temperatur, tingkat oksigen terlarut, ammonia, salinitas, dan periode sinar juga derajat kompetisi, jumlah dan kualitas makanan yang dicerna. Panjang dan berat ikan bila diplotkan dalam suatu gambar maka akan kita dapatkan seperti Gambar 3. Terdapat dua jenis hubungan, yaitu pertambahan panjang ikan atau udang yang seimbang dengan pertambahan beratnya, yang disebut pertumbuhan isometrik. Apabila harga konstanta n lebih besar atau lebih kecil dari 3,0 dinamakan pertumbuhan allometrik. Harga konstanta n yang kurang dari 3,0 menunjukkan keadaan ikan yang kurus yaitu pertambahan panjangnya lebih depat dari pertambahan beratnya, sedangkan harga konstanta n lebih besar dari 3,0 menunjukkan ikan itu montok, pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjangnya.

7 Berat (gram) Panjang (cm) Gambar 3. Hubungan panjang dan berat pada ikan (Effendie, 2002) 2.2.2 Faktor kondisi Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan yang dinyatakan dengan angka-angka berdasarkan data panjang dan berat (Lagler, 1961 in Effendie, 2002). Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Tingkat kematangan gonad dan jenis kelamin mempengaruhi nilai faktor kondisi. Nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dari ikan jantan, hal ini memperlihatkan bahwa ikan betina memiliki kondisi yang baik dengan mengisi sel kelamin (cell sex) untuk proses reproduksinya dibandingkan dengan ikan jantan. Nilai faktor kondisi antara 1-3 menunjukkan bahwa tubuh ikan berbentuk kurang pipih (Effendie, 2002). Faktor kondisi dapat dijadikan indikator kondisi pertumbuhan ikan dan dapat menentukan kecocokan lingkungan serta membandingkan berbagai tempat hidup. Variasi faktor kondisi tergantung pada kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, makanan, jenis kelamin, dan umur (Le Cren, 1951 in Effendie, 2002). Sementara itu, Lagler (1972) menyatakan bahwa dengan meningkatnya ukuran ikan maka nilai faktor kondisinya akan bertambah dengan asumsi faktor lain tidak ada yang mempengaruhi.

8 Ketersediaan makanan akan mempengaruhi faktor kondisi. Pada saat makanan berkurang jumlahnya, ikan akan menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan sehingga faktor kondisi ikan menurun (Rininta, 1988 in Saadah, 2000). Berdasarkan hasil penelitian Saadah (2000) di perairan Teluk Labuan bahwa faktor kondisi ikan L. splendens betina lebih besar dari ikan jantan. Sementara di perairan Pantai Mayangan, faktor kondisi ikan L. equulus jantan lebih besar daripada ikan betina dan berfluktuatif berdasarkan bulan, ukuran panjang, dan tingkat kematangan gonad (Novitriana, 2004). 2.3 Aspek Reproduksi Pengelolaan sumberdaya perikanan untuk menjaga kelestariannya tidak hanya terpusat pada aspek produksi ikannya, melainkan juga pada aspek biologi ikan dan faktor lingkungan hidupnya (Samuel & Ondara 1987). Nikolsky (1963) mengemukakan bahwa beberapa aspek biologi reproduksi diperlukan untuk penelaahan frekwensi pemijahan, keberhasilan pemijahan, lama pemijahan dan ukuran ikan pada saat pertama kali mencapai kematangan gonad. 2.3.1 Fekunditas Fekunditas ikan merupakan aspek yang berhubungan dengan dinamika populasi, sifat-sifat rasial, produksi dan stok rekruitmen (Bagenal 1978 in Effendie 2002). Fekunditas merupakan kemampuan reproduksi ikan yang ditunjukkan dengan jumlah telur yang ada dalam ovarium ikan betina. Secara tidak langsung melalui fekunditas ini kita dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Menurut Nikolsky (1963) jumlah telur yang terdapat dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas individu. Dalam hal ini ia memperhitungkan telur yang ukurannya berlain-lainan. Oleh karena itu dalam memperhitungkannya harus diikutsertakan semua ukuran telur dan masingmasing harus mendapatkan kesempatan yang sama. Bila ada telur yang jelas kelihatan ukurannya berlainan dalam daerah yang berlainan dengan perlakuan yang sama harus dihitung terpisah. Nikolsky (1963) selanjutnya menyatakan bahwa fekunditas individu

9 adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang akan dikeluarkan tahun itu pula. Dalam ovari biasanya ada dua macam ukuran telur, yang besar dan yang kecil. Telur yang besar akan dikeluarkan pada tahun itu dan yang kecil akan dikeluarkan pada tahun berikutnya. Namun apabila kondisi baik, telur yang kecilpun akan dikeluarkan menyusul telur yang besar. Sehubungan dengan hal ini maka perlu menentukan fekunditas ikan apabila ovari ikan itu sedang dalam tahap kematangan yang ke-iv dan yang paling baik sesaat sebelum terjadi pemijahan (Nikolsky, 1963). Semakin banyak makanan tersedia, pertumbuhan ikan semakin cepat dan fekunditas semakin besar. Fekunditas ikan berhubungan erat dengan lingkungan dimana fekunditas spesies akan berubah bila keadaan lingkungan berubah (Nikolsky, 1963). Fekunditas cenderung meningkat dengan ukuran tubuh yang besar, sehingga populasi dengan proporsi ikan berukuran besar memiliki potensi reproduksi yang lebih besar dibandingkan dengan populasi dengan proporsi ikan yang berukuran kecil (Walker et al.,1998 in Stevens et al., 2000). Fekunditas individu akan sukar diterapkan untuk ikan-ikan yang mengadakan pemijahan beberapa kali dalam satu tahun, karena mengandung telur dari berbagai tingkat dan akan lebih sulit lagi menentukan telur yang benar-benar akan dikeluarkan pada tahun yang akan datang. Jadi fekunditas individu ini baik diterapkan pada ikan-ikan yang mengadakan pemijahan tahunan atau satu tahun sekali. Selanjutnya Royce (1984) menyatakan bahwa fekunditas total ialah jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidupnya. Fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang. Fekunditas inipun sebenarnya mewakili fekunditas individu kalau tidak diperhatikan berat atau panjang ikan. Status ikan betina dan kualitas dari telur lebih terlihat kalau berat yang dipakai tanpa berat alat-alat pencernaan makanannya. Ikan-ikan yang tua dan besar ukurannya mempunyai fekunditas relatif lebih kecil. Umumnya fekunditas relatif lebih tinggi dibanding dengan fekunditas individu. Fekunditas relatif akan menjadi maksimum pada golongan ikan yang masih muda (Nikolsky, 1969 in Effendie, 2002). Seperti contoh pada ikan L. equulus di perairan Mayangan. Ikan tersebut memiliki fekunditas berkisar 1.496-157.845 butir dan dijumpai hubungan yang erat terhadap panjang total dan berat tubuh serta hubungan yang sangat erat terhadap berat gonadnya

10 (Novitriana, 2004). Sementara di perairan Barat Daya Taiwan rata-rata fekunditas ikan L. equulus adalah 129.955 ± 79.343 (Fang Lee et al., 2005). 2.3.2 Indeks kematangan gonad dan tingkat kematangan gonad Dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan gonad semakin bertambah besar dan berat. Berat gonad akan mencapai maksimum sesaat ikan memijah, kemudian menurun dengan cepat selama pemijahan sampai selesai (Effendie, 2002). Untuk mengetahui perubahan gonad tersebut secara kualitatif dapat dinyatakan dengan index kematangan gonad (IKG). IKG adalah suatu nilai dalam persen sebagai hasil perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dikalikan 100 % (Effendie, 2002). IKG ini akan bertambah besar sampai mencapai maksimum ketika akan terjadi pemijahan (Effendie, 2002). Royce (1984), mencatat bahwa ikan dapat memijah, jika nilai IKG betina berkisar antara 10%-25%. Nilai IKG jantan berkisar antara 5 % - 10 %. Salah satu aspek biologi reproduksi ialah tingkat kematangan gonad (TKG) yaitu tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Keterangan tentang TKG ikan diperlukan untuk mengetahui perbandingan antara ikan yang berada diperairan, ukuran atau unsur ikan pertama kali matang gonadnya, dan apakah ikan sudah memijah atau belum (Nikolsky, 1963 dan Effendie, 2002). Marza (1938), Wallace dan Selman (1981) in Murua (2003) membagi tiga tipe perkembangan oosit, yaitu : 1. Synchronous, yaitu semua oosit yang ada di dalam ovarium mengalami tingkat kematangan yang sama. 2. Group-synchronos, yaitu ovarium memiliki dua kelompok oosit dengan tingkat kematangan yang berbeda. 3. Asynchronous, yaitu ovarium yang menganduung oosit yang memiliki tingkat kematangan yang berbeda dan proses oogenesis berlangsung setiap saat. Semakin meningkat TKG ikan, umumnya garis tengah telur yang ada dalam gonad semakin besar. Dengan kata lain ukuran dan berat gonad serta garis tengah telur bervariasi dari TKG individu ikan betina (Lagler et al., 1977). Selanjutnya dinyatakan

11 pula bahwa saat ikan pertama kali mencapai matang gonad dipengaruhi oleh beberapa faktor luar seperti suhu, arus, adanya individu yang berjenis kelamin yang berbeda dan faktor dalam seperti umur, ukuran dan perbedaan spesies. Seperti di perairan Barat Daya Taiwan pada ikan L. equulus betina matang gonad pada saat panjang cagaknya 162 mm dan ikan jantan pada panjang cagak 158 mm (Fang Lee et al., 2005). Menurut Weng et al. (2005), dari analisis makroskopik perkembangan ovarian ikan Spratelloides gracilis dapat dibagi kedalam 4 fase : Fase sebelum matang gonad (immature) : indung telur kecil dan langsing, dan oocyte tidak terlihat dengan mata biasa. Diameter oocyte < 0,2 mm, dan model tunggal ditemukan dalam distribusi frekuensi diameter telur. Distribusi oocyte belum berkembang secara acak, dan oogonia jarang ditemukan. Fase menuju matang gonad (maturing) : indung telur menjadi lebih besar dan kekuning-kuningan. Rata-rata diameter oocyte < 0,4 mm. Model tunggal juga ditemukan dalam distribusi frekuensi diameter telur. Fase matang gonad (mature) : indung telur sangat gembung dan kekuningkuningan, dan telur tembus cahaya. Diameter oocyte meningkat secara pesat. Umumnya diameter oocyte yang ditemukan 0,6 0,9 mm. Ada dua model dalam distribusi frekuensi diameter telur, yang lebih kecil pada 0,2 mm dan satunya lagi pada 0,7 mm. Fase setelah matang gonad (spent) : indung telur kecil dan lembut. Beberapa oocyte yang besar tidak dikeluarkan, ditemukan dekat kloaka. Diameter oocyte > 0,6 mm. Oocyte ini secara normal akan diserap kembali, indeks kematangan gonad berkisar antara 0,022 0,0395. 2.3.3 Nisbah kelamin Nisbah kelamin merupakan perbandingan ikan jantan dan ikan betina dalam suatu populasi, dengan kondisi nisbah kelamin yang ideal yaitu rasio 1:1 (Bal dan Rao, 1984). Perbedaan nisbah kelamin juga dapat dilihat dari tingkah laku pemijahan, yang

12 dapat berubah menjelang dan selama pemijahan. Pada ikan yang melakukan ruaya untuk memijah terjadi perubahan nisbah jantan dan betina secara teratur, yaitu pada awalnya ikan jantan lebih banyak kemudian nisbah kelamin berubah menjadi 1:1 lalu diikuti ikan betina lebih banyak (Nikolsky, 1963). 2.3.4 Diameter telur Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang sebuah telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera dan dilihat dibawah mikroskop. Diameter telur semakin besar pada tingkat kematangan gonad yang lebih tinggi terutama saat mendekati waktu pemijahan (Johnson in Effendie, 2002). Selain itu, adanya ukuran diameter telur yang beragam setiap spesies ikan dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, ketersediaan makanan dan umur (Chamber dan Leggett, 1996) Menurut Effendie (2002) ukuran telur biasanya dipakai untuk menentukan kualitas kandungan kuning telur, telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran yang lebih besar daripada telur yang berukuran kecil. Lama penijahan dapat diduga dari frekuensi ukuran diameter telur. Diameter telur digunakan untuk melihat frekuensi pemijahan dari ikan-ikan dengan TKG III dan IV. 2.3.5 Kualitas telur Ada empat komponen dominan pada telur yaitu chorion, ruang perivetelin (perivetelliene space/pvs), kuning telur (yolk) dan OML (ovoplasm minus lipid) (Vestergaard, 2002). Perbandingan komposisi kualitas telur dapat dibandingkan dengan kandungan lemak di jaringan tubuh. Definisi kualitas telur yang umum digunakan adalah kemampuan telur untuk menghasilkan benih yang baik. Potensi telur untuk menghasilkan benih yang baik ditentukan oleh beberapa faktor, yakni faktor fisik, genetik dan kimia selama terjadi proses perkembangan telur. Jika satu dari faktor esensial ini tidak ada maka telur tidak berkembang dalam beberapa stadia. Beberapa indikator kualitas telur adalah pembuahan, morfologi, ukuran dan kandungan kimia (Utiah, 2006).

13 Kondisi telur sangat menentukan bagaimana keberhasilan suatu proses rekrutmen. Watanabe (2009) menyatakan bahwa kegagalan rekrutmen disebabkan tingginya laju kematian (mortalitas) setelah tahap awal memakan. Selain itu, tingkat mortalitas larva disebabkan oleh adanya predator dan kondisi lingkungan yang buruk. Chambers dan Leggett (1996) menyatakan ukuran telur ikan capelin (Malotus villosus) dan kemampuan larva untuk tetap bertahan dari kelaparan berhubungan langsung dengan kondisi dan kandungan lemak induk ikan betina. Material yang diperlukan selama perkembangan secara umum dapat dibagi menjadi 1) diperlukan secara langsung untuk sintesis jaringan embrionik, dan 2) digunakan untuk energi metabolisme. Kadar protein, lipid dan karbohidrat berkorelasi positif terhadap kelangsungan hidup larva. Protein merupakan komponen dominan kuning telur, sedangkan jumlah dan komposisinya menentukan besar kecilnya ukuran telur (Kamler, 1992 in Utiah, 2006). III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian