TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SALAK Buah salak

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

Gambar 1. Wortel segar

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

III. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. (a) Pucuk daun teh (Anonim,2010); (b) Teh hijau kering (Anonim, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP)

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

TINJAUAN PUSTAKA Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele Dumbo dan Isolat Protein Kedelai Syarat Mutu Biskuit

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

I. PENDAHULUAN. sebagai bahan utamanya dan bumbu pelengkap seperti terasi, garam, asam jawa.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PAPER BIOKIMIA PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

UMUR SIMPAN. 31 October

PENDUGAAN UMUR SIMPAN DENGAN KEMASAN PLASTIK ORIENTED POLYPROPYLENE

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

Karakteristik mutu daging

BAB II LANDASAN TEORI

PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL. Oleh

I. PENDAHULUAN. menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat. kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak.

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEMASAN SAYURAN SEGAR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB VI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS, produksi

Kemasan Alumunium dan Alumunium Foil

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

PLASTIK SEBAGAI BAHAN KEMASAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN (oleh: Bambang S. Ariadi)

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

Pengawetan pangan dengan pengeringan

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Produk MOCAF komersial dari BBPP Pascapanen Pertanian Bogor

Pengeringan Untuk Pengawetan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Kerupuk bawang merupakan makanan ringan/snack yang terbuat dari

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SALAK 2.1.1 Buah salak Salak merupakan salah satu produk hortikultura yang berpotensi untuk ditanam dan dikembangkan. Di Indonesia banyak terdapat daerah potensial penghasil salak. Hal ini disebabkan karena lahan yang cocok untuk tanaman salak memang asalnya dari Indonesia. Ketinggian tanah yang sesuai untuk tanaman salak adalah 0-700 meter diatas permukaan laut. Dan ketinggian tanah yang terbaik berkisar antara 1-400 m diatas permukaan laut. Batas toleransi ketinggian yang masih memungkinkan adalah 900 m diatas permukaan laut. Bila sudah lebih dari 900 m pohon salak susah berbuah. Dalam satu tahun tanaman salak yang dikelola secar intensif dapat dipanen tiga kali. Jadi ada tiga musim panen dalam satu tahunnya, yaitu panen besar pada bulan November dan Februari, panen sedang pada bulan Mei dan Agustus, dan panen kecil pada bulan Maret dan Oktober (Nazarudiin dan Kristiawati, 1992). Pada umumnya buah salak berbentuk bulat atau bulat telur terbalik dengan bagian ujung runcing dan terangkat rapat dalam tandan buah yang muncul dari ketiak pelepah daun. Kulit buah tersususun seperti sisik-sisik berwarna coklat kekuningan sampai coklat kehitaman. Daging buah tidak berserat berwarna putih kekuningan, kuning kecoklatan, atau merah tergantung varietasnya. Rasa buah manis,manis agak asam, manis agak sepet atau manis bercampur asam dan sepet. Dalam 1 buah salak mengandung 1-3 biji. Bijinya berwarna coklat berbentuk persegi dan berkeping satu (Nazarudiin dan Kristiawati, 1992). Buah salak terdiri atas kulit buah, daging buah dan biji. Sisik kulit buah menjadi satu dengan kulit buahnya. Kulit buah sangat tipis, tebalnya sekitar 0,3 mm. Sedangkan kulit luar buah salak berfungsi sebagai pelindung alami terhadap daging buah yang dibungkusya terhadap pengaruh keadaan lingkungan. Jika kulit sudah terkupas maka terlihatlah bagian dalam buah (Sabari, 1983). Umur buah salak yang baik untuk dipasarkan adalah antara 6-7 bulan sejak keluarnya bunga (Sumarto, 1976), tetapi jika musim hujan tiba pada saaat buah salak sudah membesar (4-5 bulan), maka petani memanen buahnya lebih awal dari biasanya. Hal ini disebabkan karena buah salak tersebut cepat membesar sehingga terjadi ketidak seimbangan dalam membesarkan kulit dan isi mengakibatkan kulit buah pecah sebelum mencapai umur 6-7 bulan (Sumarto, 1976). Menurut Nazaruddin dan Kristiawati, (1992) buah salak yang sudah masak umumnya mempunyai ciri-ciri seperti di bawah ini : a. Kulit buah bersih mengkilap dan susunan sisiknya tampak lebih renggang. b. Bila buah dipetik, mudah sekali terlepas dari tandan buah. c. Biji salak berwarna coklat gelap kehitaman. d. Bila dipijit dibagian ujungnya, telah terasa lembut dan empuk. e. Bila dicium menyebar aroma salak dan bila dimasukan kedalam air akan terapung. 3

Nilai gizi dan komposisi kimia daging buah salak dapat dilihat pada Tabel 1 Menurut Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1979) : Tabel 1. Nilai gizi daging buah salak per 100 gram Komponen Unit Jumlah Kalori cal 77,4 Protein g 0,4 Lemak g 0,0 Karbohidrat g 20,9 Kalsium mg 28,0 Fosfor mg 18,0 Besi mg 4,2 Vitamin A mg 0,0 Vitamin B1 mg 0,04 Vitamin C mg 2,0 Air g 78,0 Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1979). Diantara bermacam-macam salak yang ada, salak pondoh merupakan salak yang paling disukai oleh konsumen. Bahkan sejak ini dinyatakan sebagai buah unggul karena mempunyai banyak kelebihan. Salak pondoh terkenal karena walaupun bentuknya kecil, akan tetapi rasanya manis. Rasa manis ini sudah ada waktu buah masih muda. Salak ini diberi nama pondoh karena dagingnya berwarna putih dan manis seperti pondoh atau pucuk kelapa yang masih terbungkus pelepah. Salak pondoh cara panennya biasanya dilakukan secara serempak, yaitu dengan memotong batang buah salak per tandan. Sekalipun kemasakan tiap buah dalam satu tandan tidak sama, hal ini tidak menjadi problem karena rasa enak khas salak pondoh telah ada sejak salak muda sampai menjelang buah masak di pohon. Umumnya panen dilakukan setelah diketahui biji salak berwarna merah atau merah kecoklatan (Nazaruddin dan Kristiawati, 1992). 2.1.2 Keripik Salak. Metode pembuatan keripik (snack food) dari buah-buahan atau sayuran adalah dengan metode penggorengan. Dalam proses ini, buah dicuci, dibelah dan dipotong-potong dalam ukuran yang dikehendaki. Jika diperlukan, dapat dilakukan inaktivasi oksidase yang dikandungnya dan kemudian digoreng pada tekanan atmosfer atau tekanan hampa. Menurut Lastriyanto (1997), penggorengan hampa dilakukan dalam ruangan tertutup dengan kondisi tekanan vakum, dimana kondisi yang baik untuk menggoreng buah secara vakum adalah suhu 90 o C, tekanan 70 mmhg dan waktu penggorengan 1 jam. Disain fungsional mesin penggorengan hampa terdiri dari : (1) pompa vakum, (2) ruang penggorengan, (3) unit pengkondensasi uap air yang dilengkapi dengan pendingin, (4) unit pemanas dan (5) unit pengendali operasi. Aplikasi tekanan sub atmosferik (vakum) terhadap proses penggorengan akan menurunkan titik didih air yang dikandung bahan pangan. Kombinasi penggunaan tekanan hampa awal 1-4 inhg absolute dengan penyebaran medium pindah panas cair bersuhu antara 100-200 o C, dapat menggoreng dan mengeringkan bahan pangan secara efisien. Setelah kadar air yang dikehendaki tercapai, tekanan ruangan perlu diturunkan hingga 1 mmhg absolute untuk membantu mengeluarkan minyak dari 4

permukaan bahan. Setelah proses penggorengan hampa dihentikan, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah mengeluarkan bahan dari dalam minyak sebelum tekanan ruang penggoreng mencapai satu atmosfir. Tindakan ini dapat mencegah penyerapan lemak yang berlebih. Keripik merupakan bahan pangan yang memiliki karakteristik berpori dan memiliki kadar air yang rendah. Kerusakan yang sering terjadi adalah terjadinya reaksi oksidasi lipid yang menyebabkan timbulnya rasa tengik dan penyerapan uap air oleh keripik sebagai reaksi kondisi lingkungan (Purnomo, 1995). Pembuatan keripik salak selain untuk memperpanjang umur simpan, juga dapat mempertahankan unsur-unsur utama dari buah salak seperti gula, protein, serat, vitamin dan kalori. Hal ini dapat dilihat dari nilai gizi keripik salak pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Nilai gizi keripik salak per 100 gram Komponen Unit Jumlah Gula g 31,7 Protein g 3,0 Lemak g 8,6 Serat g 4,1 Vitamin g 63,3 Kalori kkal 216,4 Air g 5,5 Sumber : www.sleman.go.id (2007) Menurut Ketaren (1989), tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas 3 golongan yaitu 1) ketengikan oleh oksidasi, 2) ketengikan oleh enzim dan 3) ketengikan oleh proses hidrolisa. Berbagai jenis minyak atau lemak akan mengalami perubahan flavor dan bau sebelum terjadi proses ketengikan, hal ini dikenal sebagai reversion. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dari reversion ini adalah : 1) suhu, 2) cahaya atau penyinaran, 3) tersedianya oksigen dan 4) adanya logam-logam yang bersifat sebagai katalisator pada proses oksidasi. Peningkatan kadar air dapat meningkatkan laju reaksi deteriorasi dengan cepat. Makanan kering mengalami kerusakan apabila menyerap uap air yang berlebih. Kerusakan ini cukup kompleks karena dapat melibatkan atau berbagai jenis reaksi deteriorasi lain yang sensitif terhadap perubahan Aw. Penyerapan uap air ditandai dengan peningkatan kadar uap air. Perubahan kadar air selama penyimpanan dapat diketahui dengan interval tujuh hari. Peningkatan kadar air menyebabkan hilangnya kerenyahan keripik (Arpah, 2001). Menurut Katz dan Labuza (1981), yang melakukan terhadap kerenyahan makanan kudapan dengan uji organoleptik melaporkan bahwa kerenyahan makanan kudapan menurun dengan meningkatnya Aw produk. Apabila Aw mencapai 0,35 0,50 maka kerenyahannya, yang merupakan ciri khas produk pangan ringan, menjadi hilang. 5

2.2 PENGEMASAN Pengemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan sekitarnya, sehingga dapat mencegah atau menghambat kerusakan. Pemilihan bentuk dan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk yang akan dikemas, sehingga dapat memenuhi fungsi kemasan sebagai wadah produk, pelindung produk, alat komunikasi dan penambah daya tarik produk (Robertson, 1993). Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pengemasan juga dapat melindungi produk dari tiga pengaruh luar, yaitu kimia, biologis, dan fisk. Perlindungan kimia mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas (oksigen), uap air dan cahaya (cahaya tampak, infra merah atau ultraviolet). Perlindungan biologis mempu menahan mikroorganisme (pathogen dan agen pembusuk), serangga, hewan pengerat dan hewan lainnya. Perlindungan fisik menjaga produk dari bahaya mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian (Marsh dan Bugusu, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu : a. Kerusakan yang disebabkan oleh sifat alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologis). b. Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambah cita rasa yang tidak diinginkan). 2.2.1 Fungsi Pengemasan Kemasan merupakan wadah yang berfungsi sebagai pelindung produk, yang telah dilengkapi dengan tulisan, label, dan keterangan-keterangan sebagai sarana komunikasi dan promosi, serta sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi konsumen dan produsen. Kemudahan bagi produsen seperti kemudahan dalam penanganan, penyimpanan dan pemasaran. Sedangkan untuk konsumen kemudahan dalam memperoleh produk, membawa dan menyimpan produk (Syarief dan Halid, 1991). Bahan kemas baik bahan logam, maupun bahan lain seperti bermacam-macam plastik, gelas, kertas dan karton seharusnya mempunyai 6 fungsi utama berikut ini : a. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain. b. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran (cahaya). c. Mempunyai fungsi yang baik, efisiensi dan ekonomis khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan. d. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan distribusi. e. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak. f. Menampakan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan. Persyaratan kemasan untuk bahan pangan antara lain adalah permeabilitas terhadap udara kecil, tidak menyebabkan penyimpangan warna dari produk, tidak bereaksi sehingga tidak merusak bahan maupun citarasa, tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan panas, mudah dikerjakan secara maksimal dan harganya murah. Tujuan utama pengemasan makanan yaitu mengawetkan makanan mempertahankan mutu, menarik selera pandang konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi, kemudahan dalam penggunaan produk, serta yang lebih penting lagi yaitu dapat 6

menekan kontaminasi dari udara dan tanah. Kontamiasi yang dimaksud adalah kontaminasi oleh mikroba pembusuk maupun mikroba yang dapat membahayakan kesehatan konsumen (Buerau, 1996). Selain itu menurut (Arpah, 2001) salah satu fungsi kemasan adalah memperlambat proses deteriosasi, yaitu dengan mempertahankan stabilitas, kesegaran dan penerimaan konsumen dari produk atau memperpanjang umur simpan. Stabilitas produk pangan dihubungkan dengan mudah tidaknya produk mengalami perubahan kimia. Kesegaran utamanya dihubungkan dengan rasa, bau dan aroma produk sedangkan penerimaan mencakup keseluruhan aspek dari mutu produk termasuk pula bentuk, tekstur dan harga. 2.2.2 Sifat Bahan Kemasan Plastik merupakan bahan pengemas yang berkembang pesat pada saat ini. Plastik digunakan untuk mengemas berbagai macam jenis makanan. Jenis plastik bermacam-macam, jenis plastik tersebut dapat dibedakan berdasarkan senyawa-senyawa penyusunnya. Plastik memiliki berbagai macam keunggulan yakni fleksibel (dapat mengikuti bentuk produk), transparan (tembus pandang), tidak mudah pecah, bentuk laminasi (dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain), tidak korosif dan harga relatif murah. Di samping memiliki beberapa kelebihan dari bahan kemasan lainnya, plastik juga memiliki kelemahan yakni, tidak tahan panas, dapat mencemari produk (migrasi komponen monomer), sehingga mengandung resiko keamanan dan kesehatan konsumen, dan plastik termasuk bahan yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami (non-biodegradable) (Latief, 2000). Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Dalam plastik juga berisi beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifatsifat fisiko kimia plastik itu sendiri. Kemasan plastik lemas memiliki kelemahan khususnya terhadap daya permeabilitas (barrier) terhadap beberapa jenis gas dan uap air sehingga memungkinkan terjadinya perpindahan molekul-molekul gas baik dari luar plastik (udara) maupun sebaliknya dari makanan ke luar melalui lapisan plastik. Adanya perpindahan senyawa-senyawa tersebut dapat menimbulkan berbagai penyimpangan organoleptik (Winarno, 1997). Menurut Syarief dan Halid (1993) penggunaan plastik untuk kemasan bahan pangan sangat menarik karena sifat-sifatnya yang menguntungkan seperti lunak, mudah dibentuk, mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah dari logam dan mudah dalam penanganannya. Menurut Robertson (1993) PP (polipropilene) memiliki sifat lebih kaku, kuat dan ringan daripada polietilen dengan daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Plastik tipis yang tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi bukan penahan gas yang baik. PP polipropilene termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Sifat-sifat utama dari polipropilen yaitu : a. Ringan (densitas 0,9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film. b. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE. Pada suhu rendah akan rapuh dan tidak dapat digunakan untuk kemasan beku. c. Lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek. d. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang. e. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150 o C. f. Titik leburnya tinggi g. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak. h. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin dan asam nitrat kuat. 7

Alumunium merupakan bahan kemasan yang juga banyak digunakan. Alumunium tidak memiliki ketahanan terhadap oksigen sehingga pada lapisan atas sering dilapisi dengan alumunium oksida, Al 2 O 3. Namun, ada berbagai macam gas, uap dan cairan yang agresif yang dapat merusak lapisan tersebut, misalnya air kontak dengan logam berat. Foil adalah bahan kemasan dari logam, berupa lembaran alumunium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0,15 mm. Foil mempunyai sifat hermotis, fleksibel dan tidak tembus cahaya. Ketebalan dari alumunium foil menentukan sifat protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat-sifat alufo yang tipis dapat diperbaiki dengan memberi lapisan plastik atau kertas menjadi foilplastik, foil-kertas, atau kertas-foil-plastik (Robertson, 1993). Alumunium foil didefinisikan sebagai alumunium primer, yaitu alumunium yang dihasilkan dari proses elektrolisis biji alumunium dari alam, dan alumunium sekunder yaitu alumunium yang dihasilan dari proses peleburan kembali alumunium bekas atau sisa proses. Sifat-sifat yang dimiliki alumunium foil adalah memiliki densitas 2.7 g/cm paling baik untuk bahan penghalang dari udara, cahaya, lemak, dan uap air, memiliki sifat mekanis yang baik, memiliki sisi kilap dan buram, rentan terlipat dan keriput, mudah dibentuk, konduktor yang baik, dapat diembos dan kaku, bebas dari bau, dan suhu tinggi (Interkemas Flexipack, 2003). Laminasi adalah proses melekatkan satu material yang lain dengan menggunakan media laminasi. Ada dua jenis proses dasar laminasi, yaitu laminasi basah dan laminasi kering. Proses laminasi dilakukan oleh converter untuk menggabungkan dua atau lebih lapisan bersama-sama (Miller, 1994). Tujuan laminasi adalah untuk mengkombinasikan sifat-sifat terbaik dari seluruh metrial menjadi satu struktur kemasan. Bahan-bahan yang biasa digunakan dalam proses laminasi adalah bahan Oriented Polypropylene (OPP), Polypropylene (PP) dan Cast Polypropylene (CPP). 2.3 UMUR SIMPAN 2.3.1 Pendugaan Umur simpan Umur simpan dapat diartikan sebagai rentang waktu antara produk mulai diproduksi sampai dengan produk tersebut dikonsumsi dan mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Menurut Floros (1993), umur simpan suatu produk pangan merupakan waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan untuk sampai pada level atau tingkatan degradasi mutu tertentu. Ketidaksesuaian umur simpan akan menimbulkan ketidakpuasan dan keluhan dari konsumen. Ketidakpuasan tersebut akan menimbulkan kesan buruk terhadap penerimaan produk tersebut di masyarakat atau bahkan lebih buruk lagi akan menimbulkan malnutrisi dan penyakit. Oleh karena itu, produsen makanan harus memberikan perhatian besar terhadap penentuan umur simpan ini. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi daya awet bahan pangan antara lain : a. Karakteristik produk b. Pengaruh lingkungan selama produk ini didistribusikan c. Karakteristik bahan pengemas Umur simpan suatu produk akan berubah apabila terjadi perubahan dalam komposisi produk tersebut, pengaruh lingkungan terhadap produk atau sistem pengemasan produk (Robertson, 1993). Menurut Buckle et al. (1987), kondisi penyimpanan suatu bahan harus diatur sedemikian rupa sehinga dapat menekan kemungkinan kerusakan bahan pangan serendah mungkin. Resiko yang kemungkinan terjadi dan harus dihindari adalah masuknya komponen-komponen beracun dari bahan pengemas ke dalam bahan pangan atau dari pengemas ke produk bahan pangan. Perpindahan ini dapat dipicu oleh faktor lingkungan sekitar produk tersebut disimpan. 8

Adapun penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Selain itu juga dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada produk selama selang waktu tertentu. Perubahan yang terjadi dapat mengindikasikan adanya penurunan mutu produk tersebut. Maka dari itu, pengujian atribut produk perlu dilakukan untuk menentukan daya simpannya. Hasil atau akibat berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible (tidak dapat dipulihkan kembali) selama penyimpanan sehingga pada waktu tertentu hasil reaksi mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima kembali. Pengaruh kadar air dan aktivitas air sangat penting sekali dalam menentukan daya awet dari bahan pangan karena keduanya mempengaruhi sifat-sifat fisik dan sifat fisika-kimia, perubahan-perubahan kimia, kebusukan oleh mikroorganisme dan perubahan enzimatis, terutama pada bahan pangan yang tidak diolah (Buckle et al. 1987). Menurut Arpah (2001) Secara umum penentuan umur simpan dari produk pangan dilakukan dengan salah satu cara diantara tiga kategori yaitu : a. Percobaan dirancang dengan cara menentukan umur simpan produk yang ada. b. Percobaan dirancang dengan mempelajari pengaruh faktor-faktor spesifik dan kombinasi dari berbagai faktor seperti suhu penyimpanan, bahan pengemas atau bahan tambahan makanan. c. Percobaan dilakukan untuk menentukan umur simpan dari produk yang sedang dikembangkan. Selain itu, pendugaan umur simpan makanan ini juga dapat diketahui melalui metode yang dilakukan. Terdapat 2 metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui umur simpan suatu bahan atau produk pangan, antara lain : 1. Metode Konvensional Sistem penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama karena penetapan kadaluarsa pangan metode EES (Extended Storage Studies) dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya sehingga tercapai mutu kadaluarsa (Arpah, 2001). 2. Metode Akselerasi Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan dapat digunakan metode ASLT (Accelerated shelf Life Testing) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur diluar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat ditentukan. Penggunaan metode akselerasi harus disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang mempercepat kerusakan produk yang bersangkutan (Arpah, 2001). Jenis parameter atau atribut mutu yang diuji tergantung pada jenis produknya. Produk berlemak biasanya menggunakan parameter ketengikan. Produk yang disimpan dingin atau beku menggunakan parameter pertumbuhan mikroba. Produk berwujud bubuk atau kering yang diukur adalah kadar airnya (Arpah, 2001). Proses perkiraan umur simpan, sangat tergantung pada tersedianya data mengenai : a. Mekanisme penurunan mutu produk yang dikemas b. Unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi laju penurunan mutu produk c. Mutu produk dalam kemasan d. Bentuk dan ukuran kemasan yang diinginkan e. Mutu produk pada saat dikemas f. Mutu makanan dari produk yang masih dapat diterima g. Variasi iklim selama distribusi dan penyimpanan 9

h. Resiko perlakuan mekanis selama distribusi dan penyimpanan yang mempengaruhi kebutuhan kemasan i. Sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk. Syarief dan Halid (1993) menjelaskan bahwa suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu selama penyimpanan perlu memperhitungkan faktor suhu. Dalam penyimpanan makanan, suhu ruangan penyimpanan berubah dari waktu ke waktu, keadaan suhu penyimpanan seperti ini dapat mempermudah pendugaan laju penurunan mutu makanan dengan persamaan Arrhenius. Asumsi yang digunakan untuk model Arrhenius ini adalah perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam pereaksi saja, tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perunbahan mutu. Proses perubahan mutu tidak dianggap sebagai akibat dari proses-proses yang terjadi sebelumnya, suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap konstan. Umur simpan adalah selang waktu sejak barang diproduksi hingga produk tersebut tidak layak diterima atau telah kehilangan sifat khususnya. Umur simpan dapat didefinisikan juga sebagai waktu yang dibutuhkan oleh suatu produk pangan menjadi tidak layak dikonsumsi jika ditinjau dari segi keamanan, nutrisi, sifat fisik, dan organoleptik setelah disimpan dalam kondisi yang direkomendasikan (Anonim, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah : a. Jenis dan karakteristik produk pangan Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk segar. Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami rancidity, sedang produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi maillard (warna coklat). b. Jenis dan karakteristik bahan kemasan Permeabilitas bahan kemasan terhadap kondisi lingkungan (uap air, cahaya, aroma, oksigen) c. Kondisi Lingkungan Suhu penyimpanan, lama penyimpanan dan kondisi lingkungan. Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi (Anonim, 2009) Menurut Syarief et al. (1989) umur simpan suatu produk pangan merupakan suatu parameter ketahan produk selama penyimpanan terutama jika kondisinya beragam. Umur simpan ini erat hubungannya dengan kadar air kritis produk dimana secara organoleptik masih dapat diterima konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut : a. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan kimia internal dan fisik. b. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan produk yang dikemas. c. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan. d. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat. 10

2.3.2 Dasar Penurunan Mutu Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini dapat pula diawali oleh hentakan mekanis seperti vibrasi, kompresi dan abrasi (Arpah, 2001). Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Umur simpan adalah waktu hingga produk mengalami suatu tingkat deteriorasi tertentu. Reaksi deteriorasi pada produk pangan dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang selanjutnya akan memicu reaksi di dalam produk berupa reaksi kimia, reaksi enzimatis atau lainnya seperti proses fisik dalam bentuk penyerapan uap air atau gas dari sekeliling. Ini akan menyebabkan perubahan-perubahan terhadap produk yang meliputi perubahan tekstur, flavor warna, penampakan fisik, nilai gizi, mikrobiologis maupun makrobiologis (Arpah, 2001). Analisa Kuantitatif reaksi deteriorasi yang berlangsung pada produk selama proses pengemasan dan penyimpanan dapat dilakukan dengan cara pengukuran terhadap efek tingkat deteriorasi yang berlangsung. Analisa-analisa yang dilakukan meliputi analisa fisik, anlisa kimia serta analisa organoleptik. Perubahan tingkat efek deteriorasi kemudian dihubungkan dengan perubahan mutu produk atau lebih tepat dengan itilah usuable quality. Oleh karena itu usuable quality menurun selama penyimpanan maka pada saat nilainya akan mendekati titik tertentu dimana kualitas yang diharapkan tersebut tidak dimiliki lagi oleh produk pangan itu (Arpah, 2001). Pada saat segera setelah selesai diproduksi, usuable quality dari suatu produk adalah 100%, kemudian segera setelah itu akan menurun selama penyimpanan, dimana laju penurunannya dapat dapat dihitung. Penurunan laju usuable quality disebabkan oleh reaksi deteriorasi yang berlangsung dalam produk. Penentuan waktu kadaluarsa tidak selalu diputuskan berdasarkan usuable quality 0%, tetapi dapat juga lebih besar dari pada itu. Beberapa jenis produk tertentu seperti produk-produk farmasi menggunakan kriteria kadaluarsa pada titik penurunan usuable quality sampai dengan 85 % (Arpah, 2001). Persamaan Arrhenius menunjukkan ketergantungan laju reaksi deteriorasi terhadap suhu. Keadaan suhu ruang penyimpanan sebaiknya tetap dari waktu ke waktu, tetapi sering kali keadaan suhu penyimpanan berubah-ubah (Syarief dan Halid, 1993). Menurut Arpah (2001), persamaan Arrhenius menunjukkan ketergantungan laju reaksi deteriorasi terhadap temperatur yang dirumuskan sebagai berikut : k = ko e -Ea/RT ln k = ln ko (Ea/RT) ln k = ln ko {(Ea/R). (1/T)} Keterangan : ko = konstanta pre-eksponensial atau konstanta lanjut absolut. k = konstanta laju reaksi pada temperatur T. Ea = Energi aktivasi (kal/mol). R = konstanta gas ideal (1,986 kal K-1 mol-1). T = suhu absolut ( o K) 11

Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika ordo nol meliputi reaksi kerusakan enzimatik, pengcokelatan enzimatik dan oksidasi. Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan dengan persamaan : -da = k dt At A0 = kt Keterangan : At = konsentrai A pada waktu t. A0 = konsentrasi awal analisis. Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Metode yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu, pndekatan kadar air sebagai kriteria kadaluwarsa dan pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan (Arpah, 2001). 12