Siapkah Penyuluh Kehutanan mendampingi kegiatan kehutanan di lapangan?

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh Pramono DS Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan Sekretariat Badan P2SDM Kehutanan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

Kebijakan Penyuluhan dan Diklat dalam Mendukung Keberhasilan Pengelolaan KPH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembangunan kehutanan di Indonesia. Sesuai dengan Undang-Undang. bahwa pembangunan kehutanan harus menitikberatkan pada upaya

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/2013 TENTANG BAKTI SARJANA KEHUTANAN DALAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republi

KEMENTERIAN PERTANIAN

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR BERKELANJUTAN TAHUN 2015

SINERGI DAN PERAN KOMISI PENYULUHAN PERIKANAN NASIONAL (KPPN) DALAM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian program dan kegiatan DAK pada Dinas Kehutanan Pasaman

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.58/Menhut-II/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Dana Pembangunan. Tonny Soehartono

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

KEBIJAKAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN, DAN SINERGI PENYELENGGARAN PENYULUHAN

RENJA PUSAT PENYULUHAN TAHUN 2017 PUSAT PENYULUHAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN.

MATRIKS DISKUSI MASALAH DAN TINDAK LANJUT FORUM KOMUNIKASI PENELITI, WIDYAISWARA DAN PENYULUH KEHUTANAN Cisarua, 16 s/d 18 Juli 2012

I. PENDAHULUAN. negara, termasuk Indonesia. Pembangunan itu sendiri diartikan sebagai upayaupaya

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RENJA PUSAT PENYULUHAN 2016 BP2SDM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. Rencana Kerja Tahun 2016 (Revisi)

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.44/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN UNIT PERCONTOHAN PENYULUHAN KEHUTANAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 407 /KPTS/013/2015 TENTANG TIM PENILAI LOMBA WANA LESTARI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.42/Menhut-II/2012 TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT

2014, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2014

SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KEHUTANAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

A. Bidang. No Nama Bidang Nama Seksi. 1. Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan. - Seksi Perencanaan dan Penatagunaan Hutan

SISTEM. Oleh: Syahyuti Sunarsih Ahmad Makky. Ar-Rozi Sri Suharyono Sugiarto

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

2011, No c. bahwa dalam rangka menjamin kepastian terhadap calon pemegang izin pada areal kerja hutan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Menter

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

PERMENLHK RI NO: P.12/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 665/Kpts-II/2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI MENTERI KEHUTANAN,

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. iii

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015

PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS KABUPATEN MURUNG RAYA TAHUN ANGGARAN 2014 INDIKATOR KEGIATAN BELANJA

TINJAUAN PUSTAKA. Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.46/Menhut-II/2010 TENTANG

SOSIALISASI BADAN KOORDINASI NASIONAL PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 32 /Menhut-II/2011 TENTANG

2. Kepala Bidang Evaluasi Diseminasi dan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 133 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN SUMBAWA.

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.23/MenLHK-II/2015 TENTANG

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 40/Dik-2/2011. T e n t a n g

BUKU 1 PETUNJUK PELAKSANAAN PERSIAPAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG TUGAS POKOK DAN RINCIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.41/MENHUT-II/2006 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MATARAM

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN

Transkripsi:

1 Siapkah Penyuluh Kehutanan mendampingi kegiatan kehutanan di lapangan? Oleh : Dr. Ir. Suwignya Utama, MBA (Kepala Bidang Renbang SDM Aparatur, Pusat Renbang SDM Kehutanan) Pendahuluan Salah satu pesan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa dalam jambore nasional penyuluhan kehutanan di Kaliurang tahun 2012 yang lalu, adalah bahwa Penyuluh Kehutanan (PK) sebagai tenaga ujung tombak dalam pembangunan kehutanan di lapangan. Sebagai tenaga ujung tombak, maka penyuluh kehutanan harus kompeten dan professional. Penyuluh kehutanan juga berada di garda terdepan kegiatan kehutanan, yang seharusnya paling tahu bagaimana kegiatan harus dilakukan di lapangan. Tentu saja bersama dengan masyarakat sebagai pelaku utama kegiatan tersebut. Penyuluh sebagai tenaga ujung tombak, idealnya memainkan peran pendampingan terhadap kelompok yang melakukan kegiatan kehutanan. Sesuai dengan amanah dalam UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan, bahwa setiap jenis kegiatan pembangunan kehutanan baik aspek perencanaan hutan, rehabilitasi hutan/lahan, pemanfaatan hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam semuanya memerlukan dukungan penyuluhan kehutanan. Sehingga otomatis peran penyuluh kehutanan dalam setiap kegiatan kehutanan sangat diperlukan. Namun demikian fakta yang terjadi di lapangan, tidak semua bidang kehutanan tersebut didukung oleh peran penyuluhan kehutanan. Penyuluh sebagai tenaga ujung tombak dalam kenyataannya hanya bergerak pada bidang kehutanan tertentu saja, kebanyakan hanya pada beberapa kegiatan kehutanan yang berada di luar kawasan hutan. Sedangkan penyuluh kehutanan yang berada pada UPT PHKA, melakukan aktivitas penyuluhan pada kawasan konservasi. Masih banyak kegiatan kehutanan terutama aspek perencanaan hutan dan aspek pemanfaatan hutan masih belum mendapatkan dukungan penyuluh kehutanan. Tulisan ini selanjutnya akan menyoal sejauhmana kesiapan penyuluh kehutanan dalam mendampingi seluruh kegiatan kehutanan di lapangan? Uraian akan berangkat dari faktor internal yaitu kompetensi teknis kehutanan yang dimiliki penyuluh. Sedangkan factor eksternal yaitu: bagaimana proses pengembangan SDM penyuluh; dukungan kebijakan pendampingan; dan pemahaman institusi penyuluhan terhadap program dan kegiatan kehutanan yang harus didampingi penyuluh.

2 Sejauhmana Pemahaman Penyuluh tentang Teknis Kehutanan? Faktor penting dalam mendampingi kegiatan kehutanan adalah kompeten dalam bidang tersebut. Kompeten berarti memiliki kemampuan dan penguasaan aspek teknis kehutanan dari setiap program dan kegiatan kehutanan. Kompeten dibangun dari unsur pengetahuan teknis yang melandasi suatu kegiatan, pengetahuan tentang petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis atau aturan yang melandasinya, keterampilan dalam melakukan kegiatan teknis kehutanan, keterampilan dalam memfasilitasi pembelajaran terhadap kelompok, dan sikap kerja yang positif terhadap kegiatan tersebut. Gambaran kompetensi penyuluh kehutanan terkait kegiatan kehutanan bisa dilihat dari hasil kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) pengembangan penyuluh kehutanan yang dilakukan Pusat Renbang SDM Kehutanan (2013). Hasil monev menunjukkan bahwa tingkat pemahaman penyuluh kehutanan terhadap peraturan, juklak, dan juknis kegiatan teknis kehutanan masih termasuk rendah atau rata-rata sebesar 37 %. Sampel diambil terhadap 46 orang penyuluh kehutanan di kabupaten dan UPT PHKA di 6 provinsi (Riau, Kalsel, Lampung, DIY, Sulsel dan Bali). Komposisi sampel penyuluh kehutanan yaitu dari UPT PHKA (5 orang), Bakorluh/Dishut Provinsi (12 orang) dan Bapeluh/Dishut Kabupaten (29 orang). Kegiatan monev pengembangan SDM fugsional penyuluh kehutanan seperti Gambar 1. Gambar 1. Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Atasan Langsung, Kepala Bidang Penyuluhan di Kalimantan Selatan, Antusias Mengisi Kuisioner dan Berdiskusi dengan Petugas Metode kegiatan monev yaitu survey kuesioner dan test kognitif untuk mengukur pengetahuan teknis kehutanan. Materi test kognitif berasal dari peraturan, juklak dan juknis kegiatan kehutanan. Hasil selengkapnya disajikan pada Gambar 2.

3 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 33 41 Perenc Htn PHKA PDAS PS Pemanfaatan Htn 33 40 37 Rata2 Gambar 2. Grafik tingkat pemahaman penyuluh kehutanan terhadap peraturan, juklak, dan juknis kegiatan kehutanan dalam persen (%) Ternyata pemahaman penyuluh kehutanan terhadap peraturan, juklak dan juknis tentang perencanaan hutan dan pengelolaan DAS & perhutanan sosial termasuk paling rendah. Beberapa sub bidang kompetensi teknis yang termasuk paling rendah pada bidang perencanaan hutan adalah tentang pengukuhan hutan dan penatagunaan hutan. Sedangkan pada bidang pengelolaan DAS dan PS yang tingkat pemahaman paling rendah yaitu tentang aneka usaha kehutanan dan perbenihan tanaman hutan. Hal ini bermakna bahwa penyuluh kehutanan masih memerlukan peningkatan kompetensi terutama aspek pengetahuan tentang aspek-aspek yang masih lemah tersebut. Penyuluh kehutanan selain harus mempunyai keterampilan teknis kehutanan, perlu juga didukung dengan tingkat pemahaman terhadap berbagai peraturan, juklak dan juknis tentang program dan kegiatan kehutanan yang harus didampingi. Karena setiap kegiatan selalu mengacu kepada juklak dan juknis. Upaya yang dilakukan yaitu dengan kegiatan pemberian informasi berbagai peraturan kehutanan bisa melalui sosialisasi terhadap penyuluh kehutanan dengan mendatangkan nara sumber dari UPT Kehutanan atau Direktorat Jenderal terkait di Kementerian Kehutanan. Sosialisasi dilakukan oleh kantor BP4K, atau melalui kantor Bakorluh, atau oleh UPT Kehutanan yang program kehutanan nya harus didukung oleh penyuluh. Uapaya lainnya lainnya adalah penyediaan informasi tentang peraturan, juklak, juknis kegiatan kehutanan pada website Badan P2SDMK dan mendorong penyuluh bisa mengakses dan down load agar dipelajari. Diperlukan keaktifan dan kemauan belajar yang tinggi dari para penyuluh untuk bisa belajar mandiri.

4 Dukungan Pengembangan SDM Penyuluh Kehutanan Dukungan pengembangan SDM penyuluh kehutanan adalah upaya-upaya yang dilakukan unit kerja tempat penyuluh kehutanan bernaung, dalam rangka pengembangan kemampuan penyuluh melalui berbagai kegiatan dan penyediaan kesempatan penyuluh untuk pengembangan dirinya. Dukungan pengembangan penyuluh meliputi pendayagunaan penyuluh oleh unit kerja; kesempatan pengembangan yang disediakan oleh unit kerja; jejaring kerja yang dibangun penyuluh; dan potensi pengembangan yang bisa dilakukan penyuluh. Berdasarkan hasil kegian monev pengembangan SDM fungsional binaan Kemenhut (Pusrenbang SDM Kehutanan, 2013), diperoleh gambaran hasil bahwa dukungan pengembangan SDM penyuluh kehutanan oleh unit kerja termasuk kategori sedang dengan skor rata-rata 72 % (Gambar 3). 100 80 66 62 60 40 20 0 83 76 72 Gambar 3. Grafik tingkat dukungan pengembangan SDM penyuluh kehutanan dalam persen (%) Aspek yang paling rendah yaitu kesempatan pengembangan yang diberikan unit kerja kepada penyuluh kehutanan yaitu sebesar 62 %. Kesempatan pengembangan bagi penyuluh berupa kesempatan mengikuti pelatihan, sosialisasi tentang kebijakan dan program kehutanan serta fasilitasi untuk mengikuti temu profesi. Kegiatan sosialisasi tentang kebijakan kehutanan, misalnya, sangat penting diikuti oleh penyuluh kehutanan yang harus mendampingi berbagai kegiatan kehutanan di lapangan. Selama ini penyuluh banyak yang belum mengetahui tentang berbagai kebijakan kegiatan kehutanan yang harus diimplementasikan di lapangan. Misalnya program tentang Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKM), Hutan Desa (HD), dan lain-lain. Pendayagunaan tenaga penyuluh kehutanan oleh unit kerjanya juga masih termasuk rendah sebesar 66 %. Pendayagunaan tenaga penyuluh oleh unit kerja merupakan seberapa jauh dukungan unit kerja terhadap program kerja penyuluh, termasuk dukungan anggaran dalam memfasilitasi kegiatan yang dilakukan penyuluh kehutanan. Penyuluh kehutanan di UPT PHKA (BKSDA dan BTN) selama ini mengerjakan kegiatan pendampingan Masyarakat Desa Konservasi (MDK). Namun penyuluh kehutanan pada instansi penyuluhan kabupaten kadang tidak mendapatkan dukungan secara optimal untuk melakukan pendampingan kegiatan

5 kehutanan. Banyak dijumpai instansi penyuluhan kabupaten tidak secara khusus mempunyai program kegiatan kehutanan. Kebanyakan penyuluh kehutanan di instansi kehutanan kabupaten merasa tidak mendapatkan program atau kegiatan yang bernuansa penyuluhan kehutanan. Berhubung dukungan pengembangan SDM penyuluh kehutanan ternyata masih dalam kondisi yang perlu diperbaiki, maka penyuluh kehutanan di kabupaten harus berupaya menjalin jaringan kerja dengan UPT Kehutanan yang menjadi tempat berbagai kegiatan kehutanan. Melalui pendekatan kepada pejabat strutural Bapeluh, agar dilakukan sosialisasi tentang berbagai kebijakan dan program kehutanan, dengan mengundang narasumber dari UPT kehutanan setempat. Misalnya untuk sosialisasi tentang HTR bisa mengundang UPT kehutanan yaitu BP2HP (Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi). Untuk program dan kegiatan terkait HKM (Hutan Kemasyarakatan), HR (Hutan Rakyat), HD (Hutan Desa) bisa mengundang narasumber dari UPT kehutanan yaitu BPDAS (B alai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) setempat. Bagaimana Dukungan Kebijakan Pendampingan? Dari segi kebijakan, sebenarnya landasan aturan mengenai pendampingan penyuluh kehutanan terhadap berbagai kegiatan kehutanan sudah cukup kuat. Dari amanah UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, tersirat bahwa penyuluhan kehutanan sebagai pendukung pembangunan kehutanan yang menyediakan SDM kehutanan yang kompeten dalam melaksanakan pembangunanm kehutanan. Dengan demikian penyuluh kehutanan harus diperankan dalam melakukan penyuluhan pada semua bidang kehutanan. Dengan kata lain setiap aspek pembangunan kehutanan memerlukan dukungan penyuluhan. Karenanya setiap aspek pembangunan kehutanan memerlukan SDM, yang harus aelalu ditingkatkan aspek pengetahuannya, kemampuannya, dan sikap kerjanya agar tahu, mau dan mampu melakukan kegiatan kehutanan dengan sebaik-baiknya. Dukungan kebijakan lainnya dating dari UU Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, di mana penyuluhan kehutanan diposisikan untuk menyiapkan SDM dan modal sosial agar pembangunan kehutanan semakin maju dan berkelanjutan. Penyuluhan kehutanan menjadi faktor penting dalam keberlanjutan pembangunan kehutanan. Selain itu terdapat pula kebijakan berupa Permenhut Nomor : P.29/Menhut-II/2013 tahun 2013 tentang Pedoman Pendampingan Kegiatan Pembangunan Kehutanan, yang mengamanatkan bahwa tenaga pendamping kegiatan pembangunan kehutanan adalah penyuluh kehutanan PNS, penyuluh kehutanan swasta, PKSM dan tenaga lain yang kompeten untuk melakukan pendampingan. Dalam berbagai petunjuk pelaksanaan kegiatan misalnya KBR, HTR dan lain-lain juga disebutkan bahwa pendamping kegiatan kehutanan diantaranya adalah penyuluh kehutanan. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa landasan kebijakan terutama peraturan yang mendorong penyuluh kehutanan mendampingi semua aspek pembangunan kehutanan sudah

6 cukup kokoh. Pertanyaan selanjutnya sudahkah semua pihak terkait memahami berbagai landasan peraturan itu?. Kemudian sudahkah para pihak berkeinginan kuat melaksanakan nya, dan akhirnya sejauhmana aplikasi dari semua kebijakan tersebut. Sejauhmana Kebijakan Kehutanan Dipahami oleh Pejabat Struktural Bapeluh? Dalam beberapa kali workshop tentang pemetaan SDM kehutanan yang penulis ikuti pada beberapa provinsi yang melibatkan peserta dari pejabat struktural Bapeluh, bisa ditarik kesimpulan sementara bahwa pemahaman pejabat struktural Bapeluh tentang berbagai program dan kegiatan kehutanan terutama yang memerlukan pendampingan penyuluh kehutanan masih sangat terbatas. Ada berbagai faktor penyebab, diantaranya kebanyakan pejabat struktural pada Bapeluh kabupaten bukan berlatar belakang pendidikan kehutanan; minimnya pengalaman pelatihan teknis kehutanan; dan seringnya terjadi alih tugas pada instansi pemerintah di kabupaten/kota. Faktor lain adalah minimnya wahana sosialisasi mengenal program dan kegiatan kehutanan yang bisa diikuti oleh dan melibatkan Bapeluh. Selain itu masih ada hambatan komunikasi antara instansi kehutanan dengan instansi penyuluhan di kabupaten/kota. Dalam kondisi pemahaman terhadap berbagai kebijakan dan program kehutanan yang masih rendah, maka upaya mendorong penyuluh kehutanan untuk mendampingi semua kegiatan kehutanan di wilayah kerjanya juga akan mengalami hambatan. Ditambah lagi dengan adanya masalah lemahnya koordinasi antara dinas kehutanan dan instansi penyuluhan di kabupaten. Padahal banyak kegiatan kehutanan yang dilakukan dinas kehutanan harusnya didampingi oleh penyuluh kehutanan. Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan ini adalah kegiatan yang sebenarnya sederhana, tetapi sangat bermanfaat untuk peningkatan kepedulian para pejabat struktural Bapeluh. Adakan kegiatan sosialisasi berbagai kebijakan, program dan kegiatan kehutanan bagi pejabat struktural Bapeluh. Siapa yang bisa melakukannya? UPT Kehutanan terkait, misalnya BPDAS mengundang para jajaran Bapeluh untuk dilakukan sosilasaisi kebijakan RHL, HKM, HD dan KBR. BP2HP bisa melakukan sosialisasi kebijakan HTR dengan mengundang jajaran Bapeluh kabupaten. BPKH bisa melakukan upaya sosialisasi mengenai kebijakan pengukuhan kawasan atau penatagunaan kawasan hutan bagi jajaran Bapeluh, karena diperlukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai aspek tersebut. Atau Bakorluh, dalam salah satu kegiatan rapat koordinasi penyuluhan mengundang narasumber dari Eselon I Kemenhut untuk menyampaikan berbagai kebijakan kehutanan. Penutup Pada akhirnya kembali kepada pertanyaan di judul tulisan ini, siapkah penyuluh kehutanan mendampingi dan mengawal semua kegiatan kehutanan di lapangan? Jawaban para penyuluh pastinya secara serempak siap!, namun amunisi (-kompetensi) nya perlu ditambah, dukungan unit kerja perlu didorong dan dimaksimalkan; kebijakan-nya harus di- bumi kan; para komandan (=pejabat struktural) di instansi penyuluhan juga harus diberikan pembekalan

yang cukup. Akhirnya putaran roda pelaksanaan administrasi pemerintahan bidang kehutanan pada instansi pusat, provinsi dan kabupaten harus berputar secara sinergis, harmonis dan saling mendukung. Semua itu harus dibingkai oleh jalinan komunikasi yang efektif antar institusi. Dilandasi oleh iktikad baik jajaran SDM di setiap level dan setiap lini. Demikian harapan penulis ke depan sinergi tersebut segera terwujud. 7