Sintesis dan Karakterisasi XRD Multiferroik BiFeO 3 Didoping Pb

dokumen-dokumen yang mirip
SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb

EFEK DOPING Ni DALAM SINTESIS MATERIAL MULTIFERROIK BiFeO3 BERBASIS PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI. Hariyanto

METODE KOPRESIPITASI, LIQUID- MIXING

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

Sintesis dan Karakterisasi Kalsium Ferit Menggunakan Pasir Besi dan Batu Kapur

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISASI SIFAT MAGNET DAN LISTRIK BAHAN MULTIFEROIK BiFeO 3

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

FABRIKASI POLIANILIN-TiO 2 DAN APLIKASINYA SEBAGAI PELINDUNG ANTI KOROSI PADA LINGKUNGAN STATIS, DINAMIS DAN ATMOSFERIK

EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM

ANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ ELECTRON-DOPED

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Karakterisasi Bentuk Partikel SiC yang Dilapisi dengan MgAl 2 O 4 Berdasarkan Variabel Konsentrasi Ion Logam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

NANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU KALSINASI DAN SINTER

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

STUDI MIKROSTRUKTUR SERBUK LARUTAN PADAT MxMg1-xTiO3 (M=Zn & Ni) HASIL PENCAMPURAN BASAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

Pengaruh Holding Time Kalsinasi Terhadap Sifat Kemagnetan Barium M-hexaferrite (BaFe 12-x Zn x O 19 ) dengan ion doping Zn

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI

PENGARUH TEMPERATUR PERLAKUAN PANAS PADA SIFAT MAGNETIK MATERIAL Bi0,95Mg0,05FeO3 DENGAN METODE SOL-GEL AUTO COMBUSTION

Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO

ABSTRAK. Kata Kunci: Superkonduktor Bi2Sr2(Ca1,5Nd0,25Gd0,25)Cu3Oz, wet-mixing, nanopartikel, sintering, ferromagnetik, XRD, TEM, VSM.

BAB III METODOLOGI III.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

4 Hasil dan pembahasan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas

Sintesis Bahan Multiferoik BiFeO 3 dengan Metode Kopresipitasi

Bab III Metodologi Penelitian

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

UJI KEMURNIAN KOMPOSISI BATU KAPUR TUBAN DENGAN ANALISIS RIETVELD DATA DIFRAKSI SINAR-X

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Metodologi Penelitian

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metoda Lelehan

Efek Konsentrasi Doping Mangan (Mn) Terhadap Ukuran Butir dan Struktur Kristal Partikel Nano Zn (1-x) Mn x (x=0; 0,02; 0,03)

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

SINTESA DAN KARAKTERISASI SIFAT STRUKTUR NANO PARTIKEL Fe 3-X Mn X O 4 DENGAN METODE KOPRESIPASI

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Sintesis dan Karakterisasi Kalsium Ferit Menggunakan Pasir Besi dan Batu Kapur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) DENGAN METODE KOPRESIPITASI DARI SERBUK TITANIUM TERLARUT DALAM HCl

Pengaruh Temperatur Kalsinasi dan Waktu Penahanan terhadap Pertumbuhan Kristal Nanosilika

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS STRUKTUR DAN PEMODELAN KRISTAL CALCIUM MANGANESE OXIDE (CaMnO 3 )

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Bab III Metodologi Penelitian. Sintesis CaCu(CH 3 COO) 4.xH 2 O. Karakterisasi. Penentuan Rumus kimia

Studi Spektral Inframerah pada Ferit Spinel Nanokristal MFe 2 O 4 (M = Ni, Mn dan Zn)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

Pengaruh Ukuran Partikel Fe 3 O 4 Dari Pasir Besi Sebagai Bahan Penyerap Radar Pada Frekuensi X-Band dan Ku-Band

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SINTESIS NANOPARTIKEL FE3O4

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

Ringkasan Tugas Akhir. : Pengaruh Substitusi Bi Terhadap Spektrum Electron Spin Resonance

Transkripsi:

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-81 Sintesis dan Karakterisasi XRD Multiferroik BiFeO 3 Didoping Pb Tahta A, Malik A. B, Darminto Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut, Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: darminto@physics.its.ac.id Abstrak Sintesis multiferoik BiFeO 3 didoping Pb telah dilakukan dengan metode Pencampuran basah (liquid mixing), menggunakan Fe murni dan Fe 2 O 3 hasil sintesis dari pasir besi. Dalam penelitian ini digunakan variasi konsentrasi doping Pb x=0,25; x=0,5; variasi suhu kalsinasi dan variasi holding time. Sample dikarakterisasi dengan XRD (X-ray Difraction) dan magnetic susceptibility balance. Sampel variasi konsentrasi doping Pb x=0,25 ditemukan fasa pengotor BFO sekunder sedangkan sampel x=0,5 ditemukan fasa pengotor BFO sekunder dan fasa bahan penyusun. Dekomposisi fasa BiFeO 3 menjadi fasa sekunder BFO meningkat dengan meningkatnya suhu kalsinasi dan holding time. Doping Pb memperbesar kemungkinan terbentuknya fasa BiFeO 3. Konsentrasi doping Pb x=0,5 dapat meningkatkan prosentase fraksi volume BiFeO 3 sebesar ~7% dan dapat menurunkan prosentase fraksi volume fasa BFO sekunder sebesar ~15%, namun dekomposisi fasa menjadi fasa bahan penyusun meningkat ~43%. Ukuran kristal BiFeO 3 sebesar ~29 nm sampai ~112 nm. Sampel memiliki nilai χ berkisar 1,69x10-7. dicuci sampai ph=7 kemudian dikalsinasi. Kopresipitasi diulangi, tanpa kalsinasi. Fe 2 O 3.H 2 O digunakan untuk sintesis Bi (1- x)pb x FeO 3 dengan metode liquid mixing. Fe 2 O 3.H 2 O atau Fe, Bi 2 O 3, dan PbO 2, masing-masing dilarutkan dengan HNO 3. Setelah itu semua larutan dicampur sampai mengerak kemudian dioven dan digerus. Perkursor Bi (1-x) Pb x FeO 3, diberikan perlakuan panas suhu 550ºC, 600ºC, 650ºC, 750ºC, 700ºC, 800ºC, 850ºC, dan 900ºC. Holding time 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan pemanasan bertahap 2 jam. Sampel dikarakterisasi dengan XRD dan magnetic susceptibility balance. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Sintesis Fe 2 O 3 dari Pasir Besi Multiferoik Bi (1-x) Pb x FeO 3 disintesis menggunakan Fe murni dan Fe 2 O 3 hasil sintesis pasir besi dari daerah Jolosutro Blitar. Fe 2 O 3 Fe 3 O 4 Kata Kunci Liquid mixing, XRD, magnetic susceptibility balance, konsentrasi doping I. PENDAHULUAN Multiferoik BiFeO 3 memiliki sifat magnet dan sifat listrik sekaligus. Peneliti melakukan penelitian multiferoik karena sifatnya menarik untuk aplikasi. Namun, multiferoik sulit disintesis. Dalam setiap sintesis, fasa pengotor sering muncul, misal Bi 2 O 3, Fe 2 O 3 dan fasa sekunder BFO. Ketiga impuritas ini lazim muncul pada setiap sintesis dengan metode apapun [1]. Peneliti umumnya mendoping multiferoik untuk mendapatkan sifat yang lebih baik. Pada penelitian ini, BiFeO 3 didoping Pb dan disintesis dengan metode Liquid Mixing. sampel dikarakterisasi dengan XRD dan magnetic susceptibily balance. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah BiFeO 3 didoping Pb dapat disintesis dengan metode liquid mixing dan kaitannya pengaruh doping Pb maupun perlakuan panas terhadap fasa yang terbentuk serta nilai suseptibilitas. II. EKPERIMEN Fe 2 O 3.H 2 O disintesis dengan metode kopresipitasi. Pasir besi dilarutkan dengan HCl, disaring, diambil larutannya kemudian dicampur NH 4 OH sampai mengendap. Endapan Gambar 1. Pola XRD Fe 2 O 3 kopresipitasi 1 kali. Berdasarkan analisa XRD pada Gambar 1, masih terdapat fase pengkotor Fe 3 O 4. Fasa Fe 2 O 3 lebih stabil daripada Fe 3 O 4, sehingga untuk mendapatkan fasa Fe 2 O 3 tanpa terdapat fasa Fe 3 O 4, dilakukan kopresipitasi lagi terhadap sampel Fe 2 O 3. Table 1. Prosentase fase Fe 2 O 3 hasil sintesis T t %Fasa Metode ( C) (h) Fe 2 O 3 Pengotor 800 2 87,05 12,95 Kopresipitasi 800 2 100 (Fe 2 O 3.H 2 O) 0 Kopresipitasi 2x

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-82 Gambar 2. Pola XRD Fe 2 O 3 kopresipitasi 2 kali. Fe 2 O 3!H 2 O Analisa XRD sampel kopresipitasi dua kali, diperoleh Fe 2 O 3.H 2 O 100%. Fe 2 O 3.H 2 O larut pada HNO 3 sehingga dapat digunakan untuk sintesis Bi (1-x) Pb x FeO 3. Kandungan H 2 O adalah sisa pencucian dengan aquades. H 2 O akan mempengaruhi stoikiometri. B. Hasil Sintesis Sampel Bi (1-x) Pb x FeO 3 Sintesis Bi (1-x) Pb x FeO 3 dilakukan dengan variasi konsentrasi doping Pb, bahan penyusun, suhu, dan holding time dengan metode liquid mixing. Dalam sintesis PbO 2 dan Fe murni sulit larut meskipun sesuai stoikiometri, sehingga ditambahan HNO 3. Penambahan NHO 3 membuat ketidaksesuaian stokiometri. Bi juga mudah menguap, sehingga suhu pemanasan tidak boleh terlalu tinggi. Bi menguap terlebih dulu dari Fe sehingga membuat stokiometri tidak setimbang. 1. Tinjauan Analisa DTA-TGA Analisis DTA-TGA dilakukan untuk mengetahui karakteristik termal sampel secara fisis berdasarkan termodinakmik, meliputi reaksi eksotermis dan endotermis. rentang suhu ini juga memungkinkan pengikatan oksigen berlebih sehingga terbentuk BFO sekunder yang memiliki bilangan oksida besar seperti Bi 46 Fe 2 O 72. Untuk itu, peran holding time yang tepat berpengaruh besar dalam pembentukan fase BiFeO 3 bukan justru menjadi fase BFO sekunder. Dari proses eksotermis ini juga dapat diperkirakan terjadinya transisi fase feroelektrik-paraelektrik [3]. Pemilihan Suhu 750ºC sesuai dengan penelitiaan sebelumnya dan sesuai kurva DTA-TGA maupun diagram fase. 2. Tinjauan Analisis XRD Kuantitatif Analisa XRD menunjukkan adanya fase pengotor Bi 25 Fe 2 O 40, Bi 2 Fe 4 O 9, Bi 24 Fe 2 O 39, Fe 2 O 3, Pb 2 O 3, Bi 2 O 3. Perbedaan sifat tiap komponen penyusun membuat pembentukan fase BiFeO 3 sulit tercapai. Penguapan Bi yang mudah terjadi diawal sintesis karena rendahnya suhu penguapan garam bismuth membuat Bi 2 O 3 muncul kembali diakhir proses sebagai impuritas [1]. Dopan Pb memiliki jari-jari yang hampir sama dengan Bi sehingga Pb diharapkan masuk dalam posisi Bi yang hilang dalam kristal BiFeO 3, sehingga akan memperbesar kemungkinan terbentuknya fase BiFeO 3. Impuritas sulit dihindari karena transformasi fase kinetik dalam sistem Fe 2 O 3 -Bi 2 O 3 sangat memungkinkan terjadinya impuritas selama proses [4]. Untuk memperbaiki sifat BiFeO 3 yang rusak akibat fase pengotor, para peneliti umumnya mendoping BiFeO 3 dengan bahan yang memiliki sifat listrik atau magnet yang baik sehingga sifatnya lebih sempurna. Namun, penambahan doping yang pernah dilakukan masih belum didapatkan single phase BiFeO 3 [4] dan [5]. 2. a. Variasi Suhu Kalsinasi Informasi beberapa fase yang terbentuk dari sampel dapat dilihat dari Gambar 4a dan 4b. a. Gambar 3. DTA-TGA BiFeO 3 tanpa doping [2]. b. 550 o C Pada Gambar 3, dijelaskan massa awal 17,5415 mg, suhu 259,80ºC terjadi pengurangan massa 4,7212 mg yang diperkirakan massa pelarut. Suhu 900ºC-1100ºC tidak terjadi pengurangan massa. Suhu 1268,40ºC serbuk kembali mengalami penurunan massa 8,21 mg. Suhu 550ºC-900ºC diperkirakan terjadi reaksi eksotermis, dan sesuai diagram fasa BiFeO 3 pada rentang suhu tersebut juga terjadi transformasi fase yang berkaitan dengan kristalisasi BiFeO 3. Adanya reaksi eksotermis memungkinkan terjadinya pengikatan oksigen oleh atom Bi, Pb dan Fe karena adanya pelepasan oksigen oleh senyawa bahan dasar Bi 2 O 3, Fe 2 O 3 dan PbO 2 membentuk senyawa BiFeO 3. Namun, pada Gambar 4. Pola XRD variasi suhu 550 C-900 C, holding time 2 jam (a. x=0,25. b. x= 0,5). 600 o C 650 o C 700 o C 750 o C 800 o C 850 o C 900 o C

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-83 Rentang suhu 550 C-900 C selain terjadi proses oksidasi, juga menunjukkan adanya pertumbuhan fase yang terbentuk, namun pertumbuhan fase yang terbentuk lebih menuju pada fase BFO sekunder. Dekomposisi fase BiFeO 3 menjadi fase sekunder BiFeO 3 meningkat dengan meningkatnya suhu kalsinasi dan holding time [2]. Pada suhu kalsinasi tinggi proses oksidasi terlalu besar, pelepasan oksigen dari bahan dasar (Bi 2 O 3, Fe 2 O 3, dan PbO 2 ) pada suhu range 550 C-900 C berlangsung cepat karena proses oksidasi terlalu besar sehingga terjadi pengikatan oksigen dengan jumlah besar oleh Bi dan Fe, dan terjadi pertumbuhan fase sekunder dengan rumus oksida besar seperti Bi 25 Fe 2 O 40, Bi 2 Fe 4 O 9, Bi 24 Fe 2 O 39. Fase BiFeO 3 yang lebih tinggi diperoleh dengan pemanasan pada suhu rendah dan pemanasan cepat (~1jam) sehingga memperkecil kemungkinan terbentuknya fase BFO sekunder. Fase BiFeO 3 merupakan fase metastabil sehingga harus dihindari untuk perlakuan panas yang lama [6]. Adanya pengikatan oksigen berlebih membuat struktur kristal BiFeO 3 tidak terbentuk dan membentuk struktur kristal yang lain. Pengikatan oksigen yang terlalu banyak membuat jumlah atom Bi dan Fe tidak seimbang dalam satu struktur kristal BiFeO 3 sehingga atom Bi dan Fe tidak sesuai dengan rumus kimia BiFeO 3 dan mengakibatkan jumlah atom Bi dan Fe bertambah sesuai dengan sejumlah oksigen berlebih yang diikat dalam satu kristal tersebut. Berdasarkan area pembentukan BiFeO 3 dalam diagram fase Bi 2 O 3 -Fe 2 O 3 yang sangat sempit, kedua fase Bi 2 Fe 4 O 9 dan Bi 25 FeO 39 merupakan impuritas yang biasa terbentuk dalam sintesis BiFeO 3 [1]. Berdasarkan Gambar 5, suhu kalsinasi tinggi memungkinkan terbentuk BiFeO 3 maksimal dengan holding time yang lebih lama karena ada waktu lebih untuk melepaskan oksigen lagi setelah terikat kembali oleh atom Bi dan Fe. Hal tersebut juga memungkinkan doping Pb akan tersubsitusi secara sempurna, karena dari sinetsis yang telah dilakukan pada sampel x=0,5 masih terdapat fase Pb 2 O 3. Namun pada sampel dengan doping Pb x=0,25, Pb sudah tersubsitusi dengan sempurna. Fase BFO sekunder Bi 2 Fe 4 O 9 ditemukan pada sampel x=0,25 yang dikalsinasi pada suhu 600 o C dan 650 o C, sedangkan di atas suhu tersebut, terdapat fase BFO sekunder yang lain. sebelumnya. Konsentrasi doping Pb yang terlalu banyak membuat Bi dan Fe juga tidak tercampur dengan sempurna karena ion Pb akan membuat proses ionisasi tidak seimbang. Hal tersebut membuat pengikatan ion-ion antara Bi dan Fe tidak terjadi secara sempurna sehingga pada sampel x=0,5, Bi dan Fe masih terdeteksi karena tidak saling berinteraksi. Namun, fasa Bi 2 O 3 Fe 2 O 3, dan PbO 2 cenderung menurun ketika holding time bertambah, yang menunjukkan bahwa pemanasan lebih lama, bahan penyusun akan tersubsitusi satu dengan yang lain. untuk sampel x=0,25 tidak ditemukan fase bahan penyusun seperti pada sampel x=0,5. Gambar. 6. Grafik prosentase fraksi volum fase sampel variasi suhu 550 C- 900 C bahan dasar Fe, holding time 2 jam, x=0,5. 3. b. Variasi Holding Time BiFeO 3 mengalami dekomposisi fase selama holding time berlangsung sehingga komposisinya berubah. Komposisi BiFeO 3 menurun sedangkan BFO sekunder meningkat seiring meningkatnya holding time [6]. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, semakin lama holding time pertumbuhan kristal semakin baik hal tersebut ditunjukkan semakin sempit pola XRD sampel yang ditunjukkan pada Gambar 8a dan 8b. a. b. Gambar 5. Grafik prosentase fraksi volum fase sampel variasi suhu 600 C- 900 C bahan dasar Fe, holding time 2 jam, x=0,25. Fase bahan penyusun BiFeO 3 yang masih terdeteksi pada sampel x=0,5, menunjukkan besar konsentrasi x=0,5 terlalu banyak jika digunakan suhu kalsinasi dengan rentang sesuai hasil DTA-TGA sampel BiFeO 3 tanpa doping yang dilakukan Gambar 7. Pola XRD sampel suhu 750 C variasi holding time (a. x=0,25. b. x=0,5).

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-84 Semakin lama holding time secara langsung prosentase fraksi volum BiFeO 3 semakin kecil. Hal tersebut terjadi karena semakin lama holding time pada suhu rendah akan terjadi pengikatan oksigen kembali oleh atom Bi dan Fe dengan jumlah yang banyak sehingga fase sekunder dengan rumus oksida yang lebih besar dari BiFeO 3 seperti Bi 25 Fe 2 O 40 semakin besar. Namun, sampel holding time 2+2 jam menghasilkan fraksi volum maksimal dari semua sampel yang di sintesis dengan variasi holding time. Berdasarkan analisa dapat diketahui pengaruh holding time terhadap jumlah prosentase dari fase yang terbentuk. tersebut terjadi pertumbuhan fase BiFeO 3, karena fraksi volum BiFeO 3, semakin turun seiring naiknya suhu. Pada sampel terjadi pertumbuhan kristal saat suhu dan holding time dinaikkan, namun oksidasi yang tidak sempurna membuat pertumbuhan fase BiFeO 3 tidak terbentuk dan terbentuk fase BFO sekunder. Gambar. 10. Ukuran kristal sampel variasi holding time, konsentrasi x=0,25 dan x=0,5. Gambar. 8. Grafik prosentase fase sampel suhu 750 C variasi Fe,holding time 1,2, 3 jam, x=0,25. Gambar. 11. Ukuran kristal sampel variasi suhu kalsinasi, konsentrasi x=0,25 dan x=0,5. Gambar. 9. Grafik prosentase fraksi volum fase sampel suhu 750 C berbahan Fe 2 O 3, holding time 1, 2, 3 jam, x=0,5. Berdasarkan analisis, pemanasan bertahap dengan kelipatan pemanasan konstan (bertahap 2 jam) mampu memberikan komposisi fase BiFeO 3 paling maksimal yaitu 58,35%. Holding time lama memungkinkan lebih maksimal saat digunakan suhu tinggi. Pada suhu tinggi terjadi proses oksidasi yang besar. Pada suhu tinggi jika digunakan holding time lebih lama akan memungkinkan akan terjadi pelepasan oksigen kembali, sehingga mengurangi fase BFO sekunder dan membuat bahan penyusun akan tersubsitusi lebih sempurna. 3. Tinjauan Analisa XRD Kualitatif (Ukuran Kristal) Ukuran kristal sampel diperoleh dari perhitungan ukuran kristal dari data FWHM yang dihasilkan dari proses search and match dengan software expret high score plus. Ukuran kristal BiFeO 3 Sampel x=0,25 dan x=0,5 semakin besar seiring naiknya holding time dan suhu. Pada suhu 600C - 900C, terjadi pertumbuhan kristal yang ditunjukkan semakin besar ukuran kristal. Namun tidak berarti suhu Ukuran kristal BiFeO 3 sampel x=0,5 relatif lebih kecil dari sampel x=0,25. Hal tersebut terkait besar konsentrasi doping. Doping menyebabkan penurunan kisi kristal BiFeO 3. Subsitusi Pb pada posisi Bi dalam kristal, membuat kisi antara ikatan Bi semakin kecil sehingga ukuran kristal BiFeO 3 semakin kecil. 4. Perbandingan Bahan Multiferroik BiFeO 3 dengan Doping dan Tanpa Doping Tabel. 2. Perbandingan prosentase fraksi volum fase BiFeO 3 disintesis dengan metode liquid mixing. Raw Material T (C o ) T (h) % BiFeO 3 %BFO sekunder %total BFO % Lai n Fe 750 3 38,6 - - - Fe 550 1 50,7 11,5 62,2 37,7 Fe 750 1 42,6 57,4 100 0 Fe(0,25) 750 1 44,4 55,5 100 0 Fe (0,5) 750 2+2 58,3 5,32 73,6 26,3 Berdasarkan analisa, sampel didoping Pb prosentase BiFeO 3 -nya lebih besar dibanding sample tanpa doping. Pb mensubsitusi Bi yang hilang. Dari setiap sintesis yang dilakukan dengan berbagai variasi, Bi menjadi pengotor karena sebelumnya garam bismut sering menguap diawal sintesis. Semakin besar konsentrasi doping Pb maka semakin banyak atom Pb yang mensubsitusi Bi yang hilang dalam kristal

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-85 BiFeO 3, sehingga memperbesar kemungkinan terbentuknya kristal BiFeO 3. Doping menyebabkan penyimpangan puncak (XRD). Berdasarkan pola XRD yang terbentuk, terlihat terjadi pergeseran puncak. Lebih banyak konsentrasi doping, lebih besar penyimpangan puncak ke sudut 2θ besar. Penyimpangan terjadi saat Pb mensubsitusi Bi yang membuat kisi kristal semakin kecil karena jari-jari Pb lebih kecil dari Bi, hal tersebut membuat jarak antara bidang kristal semakin kecil, dan saat dikenai sinar-x, terjadi difraksi sudut sinar datang dan sinar pantul yang semakin besar. (012) terhadap sifat megnet sampel. Fase BFO sekunder memiliki atom Fe yang termasuk ferromagnetik, sehingga BFO sekunder memiliki sifat magnet. Pengaruh besar konsentrasi doping Pb juga dapat dilihat dari nilai χ sampel. Nilai χ sampel x=0,5 lebih kecil daripada sampel x=0,5. Hal tersebut memungkinkan fase BiFeO 3 sampel x=0,5 lebih banyak terbentuk oleh subsitusi Pb terhadap Bi dari pada sampel x=0,25. Nilai χ dari Pb dan Bi dapat dilihat dari konfigurasi elektron, yang memperlihatkan bahwa spin tidak berpasangan Bi lebih banyak daripada Pb, sehingga nilai χ Bi lebih besar dari Pb. Untuk itu, χ sampel x=0,5 lebih kecil dari sampel x=0,25. (012) Gambar. 13. konfigurasi elektron Bi dan Pb Gambar 12. Penyimpangan puncak pola XRD BiFeO 3 (x=0; 0,25; 0,5) sudut 22,5. Penyimpangan pola difraksi pada gambar 12 menjadi parameter bahwa sampel telah terdoping Pb dan ukuran kristal semakin kecil saat konsentrasi doping semakin besar. 5. Perhitungan Nilai Susceptibilitas (χ) Sampel dengan Alat Magnetic Susceptibility Balance Nilai χ sampel semakin besar seiring kenaikan prosentase BiFeO 3. Fase pengotor bahan penyusun BiFeO 3 dapat memperkecil nilai susceptibilitas sampel. Bi 2 O 3 dan Pb 2 O 3 bukan ferromagnetik, sehingga semakin banyak fase tersebut dalam sampel semakin kecil χ sampel. Tabel. 3 Susceptibilitas variasi bahan Fe, x=0,25. BiFeO 3 (%) Total BFO (%) Fase lain (%) R χ (x10-6 ) 38,95 95,56 4,44 846 53,3 39,30 100-977 67,3 Tabel. 4. Susceptibilitas variasi bahan Fe, x=0,5. BiFeO 3 (%) Total BFO (%) Fase lain (%) R χ (x10-6 ) 38,96 60,24 39,76 780 41,8 39,02 75,50 24,49 797 46,6 Semakin besar fase BFO sekunder, semakin kecil nilai χ sampel. Namun jika dibandingkan dengan sampel yang memiliki fase pengotor bahan penyusun, sampel yang memiliki fase pengotor BFO sekunder memiliki χ lebih besar. Hal tersebut memperlihatkan BFO sekunder memiliki peran Sampel x=0,5 memiliki prosentase fasa BFO sekunder lebih kecil daripada sampel x=0,25. Sehingga nilai χ sampel x=0,5 lebih kecil dari sampel x=0,25. Hal tersebut juga membuktikan bahwa BFO sekunder menyumbang sifat magnetik didalam sampel. IV. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Doping Pb meningkatkan prosentase fraksi volume BiFeO 3 sebesar ~7%, dan menurunkan prosentase fraksi volume fasa BFO sekunder sebesar ~15%, namun meningkatkan dekomposisi fasa menjadi fasa bahan penyusun sebesar ~43%. 2. Semakin besar suhu pemanasan dan semakin lama holding time, semakin menurun prosentase fraksi volum fasa BiFeO 3 dan bahan penyusun masing-masing sebesar ~8% dan ~30%, namun fraksi volum fasa BFO sekunder semakin meningkat ~16%. 3. Semakin besar suhu kalsinasi dan holding time, ukuran kristal meningkat ~16%. Namun sampel dengan x=0,5 ukuran kristalnya menurun ~43% daripada x=0,25. 4. Nilai χ sampel berkisar 1,69x10-7, sehingga sampel termasuk paramagnetik. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih Penulis T.A. disampaikan kepada pihak-pihak yang mendukung penelitian ini, antara lain staf Laboratorium Fisika Material dan Research Centre ITS, para dosen Fisika, DIKTI melalui PKM, yayasan beasiswa KSE dan YAGI, beserta beberapa pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-86 DAFTAR PUSTAKA [1] Hua, et al.,(2010), Factors Controlling Pure-phase Multiferroic BiFeO3 Powders Synthesized by Chemical Coprecipitation, Journal of Alloys and Compounds Vol.509,p.2192 2197. [2] Asih, Retno.(2012). Sintesis Multiferoik BiFeO 3 dengan Metode Kopresipitasi, Wet-Mixing, dan Solid-State Reaction Menggunakan Fe 2 O 3 Hasil Sintesis dari Pasir Besi.Institut Taknologi Sepuluh Nopember;Surabaya. [3] Felicia, et al,(2010), Preparation and Properties of (1-x) BiFeO3- xbatio3 Ceramics, journal of alloy and coumpound. Vol 506.862-867. [4] De-Chang, Jia et al,(2009), Structure And Multiferroic Properties Of BiFeO 3 Powders, Journal of the European Ceramic Society,Vol.29,p.3099 3103. [5] Kim, S, J,. (2009), Multiferoic Properties of Ti-Doped BiFeO 3, Journal of Korean Physics Society, vol.56,p439-442. [6] Carvalho, P.B. Tavares,(2008),"Synthesis and Thermodynamic Stability of Multiferroic BiFeO3",Materials Letters 62 (2008) 3984 3986.