KAJIAN NILAI PCN RUNWAY BERDASAR METODE ANALITIK DAN METODE TEORITIK DI BANDARA H. ASAN SAMPIT

dokumen-dokumen yang mirip
Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG

DC GW ,6 2,000. Gambar 22 Diagram Perbandingan Nilai PCN

KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN PERKERASAN LANDAS PACU

DAFTAR PUSTAKA. 1. Basuki, H Merancang, Merencana Lapangan Terbang. 2. Horonjeff, R. dan McKevey, F Perencanaan dan

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali,

Perencanaan Bandar Udara

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1)

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya

BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS. dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut :

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PERKERASAN KAKU (RIGID PA VEMENT) DENGAN PROGRAM ELCON DAN METODE ASPHALT INSTITUTE TESIS

ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS

DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA

Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian

ANALISA PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) APRON BANDAR UDARA SULTAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat

Keywords: granular soil, subbase course, k v, CBR. Kata Kunci: tanah granuler, subbase course, nilai k v, CBR

LAMPIRAN A PENGGUNAAN PROGRAM. Program FAARFIELD V1.305 ini dapat di download dari internet, kemudian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk kemudian diolah

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

Bandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM

ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

Analisis Disain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

PERENCANAAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA TUANKU TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU. B U D I M A N 1 ARIFAL HIDAYAT, ST, MT 2 BAMBANG EDISON, S.

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu

PENGARUH BEBAN PESAWAT BOEING B ER TERHADAP TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA

ANALISIS STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY DAN APRON BANDAR UDARA DR. F.L. TOBING MENGGUNAKAN METODE UNITED STATES OF AMERICAN PRACTICE

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC )

BAB III METODE PERENCANAAN. Mulai. Perumusan masalah. Studi literatur. Pengumpulan data sekunder & primer. Selesai

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II MENGGUNAKAN METODE FAA

Gambar III.1 Diagram Alir Program Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA 1983 TUGAS AKHIR

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jalan Ir.Sutami No.36A Surakarta Telp.(0271)

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

1) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, FTSP-ITB, Bandung, dan Jurusan Teknik Sipil, FT-Untar, Jakarta.

BAB II FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PERENCANAAN PERKERASAN PADA LAPANGAN TERBANG

ANALISIS KEPADATAN SUBGRADE APRON HANGGAR-D BALAI KALIBRASI FASILITAS PENERBANGAN CURUG

TUGAS AKHIR PEMETAAN NILAI KEKESATAN PADA PERMUKAAN PERKERASAN EKSISTING LANDAS PACU UTARA DI BANDARA SOEKARNO-HATTA

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku Pada Apron Dengan Metode FAA, PCA dan LCN Dari Segi Daya Dukung: Studi Kasus Bandara Juanda

TINJAUAN PENGEMBANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA KASIGUNCU KABUPATEN POSO

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Desain Bandara Binaka Nias Untuk Pesawat Airbus 300A ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN NASIONAL BERDASARKAN NILAI KERATAAN PERMUKAAN, NILAI LENDUTAN, DAN NILAI MODULUS ELASTISITAS PERKERASAN

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG

COMPARISON OF PAVEMENT STRUCTURAL CHARACTERISTICS AS DETERMINED USING BENKELMAN BEAM AND FALLING WEIGHT DEFLECTOMETER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

DAFTAR lsi. ii DAFTAR lsi. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR LAMPIRAN. viii ISTILAH - ISTILAH. ix NOTASI- NOTASI

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Pavement Condition Index (PCI) Runway Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta

JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) METODE PD T B DAN METODE SDPJL PADA RUAS JALAN KLATEN-PRAMBANAN

PERBANDINGAN METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU PADA APRON DENGAN METODE FAA, PCA DAN LCN DARI SEGI DAYA DUKUNG: STUDI KASUS BANDARA JUANDA

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara

Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK. Kata kunci: disain tebal lapisan tambahan, metoda analitis, modulus perkerasan, proses back calculation ABSTRACT

Menghitung nilai PCN dengan interpolasi linier nilai ACN pesawat sesuai dengan daya dukung perkerasan hasil perhitungan pada

parameter, yaitu: tebal /(bidang kontak)^ dan CBR/tekanan roda, serta memisahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Bandara tersibuk di dunia tahun 2014 versi ACI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT

Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tingkat pelayanan (level of service) terminal dan apron Bandara. Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku atau rigid pavement adalah jenis perkerasan yang

urnal 1. Pendahuluan TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 September Djunaedi Kosasih 1) Abstrak

KINERJA JEMBATAN RANGKA BAJA YANG DIPERKUAT DENGAN GFRP (GLASS FIBER-REIFORCED POLYMER) Suyadi 1) Eddy Purwanto 1) Ferry Taurus 2)

ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU DAN PANJANG LANDAS PACU PADA BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA ABSTRAK

Kajian Pengaruh Temperatur dan Beban Survai Terhadap Modulus Elastisitas Lapisan Beraspal Perkerasan Lentur Jalan

KAJIAN PENGARUH TEMPERATUR DAN BEBAN SURVAI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS LAPISAN BERASPAL PERKERASAN LENTUR JALAN

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2005 oleh Washington State Departement of Transportation (WSDOT).

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

KAJIAN NILAI PCN RUNWAY BERDASAR METODE ANALITIK DAN METODE TEORITIK DI BANDARA H. ASAN SAMPIT Andius Dasa Putra 1 Abstract Implementation of air traffic safety is shown from good operation and free from activity which against the law. This statement has declared on Government Regulation about Air Traffic Safety in Indonesia. Analysis of Pavement Classification Number (PCN) value is the one of air traffic safety requirement. Due to that statement, this research try to evaluation and analysis about performance of runway based on analytical method and theoritical method using data from HWD (Heavy Weight Deflectometer) test. The result of performance runway will shown on PCN value. HWD tests are routinely conducted at the FAA to evaluate performance of pavemnet. HWD tests are conducted in two phases.in the first phase, HWD geophone sensors record vertical deflections at seven points on thepavement surface. The collected data are used for pavement evaluation and environment related thickness response analysis. In the second phase, the insitu pavement sensors record the pavement response while the HWD geophones record the defections on the pavement surface. These tests are conducted by placing the HWD load plate directly over the in situ deflection and strain sensors. One of the objectives of the HWD tests is to develop relationships between the applied load and measured deflections. The result of this research has shown that PCN value from analytical method is 9/F/A/X/T and theoritical method is 38/F/D/X/T. Code letter A or D on PCN value is describe about class of bearing capacity of subgrade. That difference of code letter bearing capacity due to HWD test directly collecting data of subgrade reaction under the pavement but the other method has taken data of subgrade from sample outside of runway. Increasing of bearing capacity of subgrade cause process of compaction on subgrade under the pavement has perfectly done. Keywords: PCN, HWD, elasticity moduli, deflection Abstrak Dalam PP Nomor 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, dijelaskan bahwa keamanan penerbangan diwujudkan dari penyelenggaraan penerbangan yang bebas dari gangguan dan/atau tindakan yang melawan hukum. Kemanan yang dimaksudkan dapat berupa analisis terhadap nilai Pavement Classification Number (PCN) Runway. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis dan evaluasi kemampuan teknis fasilitas runway dengan menggunakan hasil uji deflection alat HWD (Heavy Weight Deflectometer) untuk dianalisis berdasar metode analitis dan metode teoritis, sehingga didapatkan nilai PCN runway. Uji HWD merupakan salah prosedur standar yang dikeluarkan oleh FAA untuk mengetahui kinerja dari perkerasan. Uji HWD dapat dibagi dalam dua tahap kegiatan. Tahap pertama adalah alat uji HWD akan mencatat lendutan vertikal yang terjadi melalaui sensor geophone yang terdiri dari tujuh titik uji di permukaan perkerasan. Data yang dikumpulkan dari uji HWD digunakan untuk melakukan evaluasi berdasar respon yang diberikan oleh lapis keras. Tahap kedua adalah pencatatan langsung di lapangan hasil respon lendutan yang terjadi sebagai respon daya dukung lapis keras. Uji HWD dilakukan dengan menempatkan plat beban diatas permukaan lapis keras sehingga pada saat beban dijatuhkan sensor akan membaca lendutan yang terjadi dibawah 1 Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro No 1 Gedong Meneng, Bandar Lampung E-mail : andius@unila.ac.id

permukaan lapis keras. Keluaran utama yang dihasilkan alat uji HWD adalah adanya hubungan antara beban yang diberikan terhadap lendutan yang terjadi. Dalam perhitungan metode analitis, nilai PCN yang dihasilkan adalah 9/F/A/X/T sedangkan perhitungan metode teoritik nilai PCN yang dihasilkan adalah 38/F/D/X/T. Perbedaan yang cukup signifikan adalah nilai CBR tanah dasar antara analitik dan teoritik. Hal ini terjadi karena kategori subgrade yang diperoleh dari program Elmod-5 menggunakan data aktual dari hasil pengujian dengan alat HWD, dimana daya dukung subgrade yang terukur adalah kondisi subgrade persis di bawah perkerasan runway. Kondisi subgrade dibawah perkerasan runway, telah mengalami pemadatan sempurna dan proses konsolidasi relatif tidak ada, sehingga memberikan daya dukung perkerasan yang tinggi. Sedangkan kategori subgrade eksisting diperoleh dari hasil pengujian tanah disekitar perkerasan dipinggir runway. 1. PENDAHULUAN Pembangunan sektor perhubungan dilaksanakan dengan tujuan untuk tercapainya sistem perhubungan yang tertib, teratur, aman, lancar, cepat, efisien dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat luas. Bandar udara sebagai prasarana dalam penyelenggaraan penerbangan merupakan tempat untuk menyelenggarakan pelayanan jasa kebandarudaraan guna menunjang pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi lainnya, harus ditata secara terpadu guna mewujudkan penyediaan jasa kebandarudaraan yang handal dan berkemampuan tinggi dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Dalam penyelenggaraan operasi bandar udara faktor terpenting adalah keamanan dan keselamatan penerbangan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. Di dalam peraturan pemerintah tersebut dijelaskan bahwa keamanan penerbangan diwujudkan dari penyelenggaraan penerbangan yang bebas dari gangguan dan/atau tindakan yang melawan hukum. Sedangkan keselamatan penerbangan diwujudkan dari penyelenggaraan penerbangan yang lancar sesuai dengan prosedur operasi penerbangan dan persyaratan kelaikan teknis terhadap sarana dan prasarana penerbangan beserta penunjangnya. Pemilihan lokasi di Bandara H. Asan-Sampit dikarenakan penelitian ini termasuk dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keselamatan penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Kondisi Bandara H. Asan-Sampit saat ini mampu melayani pesawat sejenis B737, dan agar dalam masa pelayanannya dapat bekerja dengan baik perlu dilakukan analisis terhadap nilai Pavement Classification Number (PCN) Runway. Nilai PCN yang dihasilkan dalam penelitian ini dilakukan dengan menguji langsung di lapangan dengan alat HWD. HWD dapat menghasilkan beban impuls yang akan menimbulkan lendutan (deflection) yang efeknya ditangkap oleh deflector yang diletakkan pada jarak tertentu sehingga efek tersebut akan berbentuk suatu deflection basin atau deflection bowl. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis dan evaluasi kemampuan teknis fasilitas runway dengan menggunakan hasil uji deflection denga alat HWD untuk dianalisis berdasar metode analitis dan metode teoritis, sehingga didapatkan nilai PCN runway. Andius Dasa Putra - Kajian Nilai PCN... 88

2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Data Teknis Alat Uji HWD Kekuatan (bearing capacity) struktur perkerasan yang ada, masa pelayanan (lifetime), kebutuhan lapis tambahan (overlay) merupakan parameter yang sangat penting dalam mengevaluasi kondisi struktural dan fungsional perkerasan landasan. Untuk dapat mengetahui hal diatas dapat dilakukan dengan serangkaian pengujian yang diantaranya dengan menggunakan alat HWD. Alat HWD adalah suatu alat untuk melakukan uji kekuatan struktur perkerasan yang merupakan pengembangan dari alat FWD (Falling Weight Deflectometer) yang bersifat tidak merusak (non destructive testing) dan mampu menghasilkan penelitian yang efektif dan efisien. Sistem pengoperasian alat HWD di lapangan maupun analisis dan evaluasi, seluruhnya dapat dilakukan secara computerized. Adapun rangkaian skematik alat uji HWD dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Skema Alat Uji HWD Dalam rangkaian alat uji HWD terdiri dari rangkaian alat (trailer) yang ditarik oleh kendaraan penarik seperti Colt L-300, Daihatsu Taft GT, Mitsubishi Pajero, atau Cheverolet Trooper. Prinsip kerja alat HWD tersebut adalah memberikan beban impuls terhadap konstruksi perkerasan melalui pelat beban (loading plate) berbentuk silinder (bundar) yang efeknya sama dengan beban roda pesawat dimana pengujian dengan alat HWD dapat menghasilkan beban impuls antara 30-240 kn (6,500-54,000 lbf), maka pengujian dengan alat HWD ini mampu untuk melakukan simulasi pesawat berbeban berat, seperti B 747, MD-11, A330 dan pesawat sekelasnya. 2.2. Simulasi Beban Impuls Adapun proses pelaksanaannya dengan cara pelat sirkular diletakkan pada lokasi (titik) pengujian perkerasan, kemudian beban dijatuhkan sehingga timbul beban impuls, dimana dari beban impuls tersebut akan menimbulkan lendutan (deflection) yang efeknya ditangkap oleh deflector yang diletakkan pada jarak tertentu sehingga efek tersebut akan berbentuk suatu deflection basin atau deflection bowl. Bentuk cekung lendutan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Tipikal Deflection Bowl Hasil Uji HWD Andius Dasa Putra - Kajian Nilai PCN... 89

Diameter pelat pada alat HWD sebesar 400 mm dengan beberapa variasi beban dan variasi tinggi jatuh bisa mendapatkan peak stress level yang diinginkan. Pengoperasian alat HWD serta proses evaluasi, seluruhnya dikendalikan dengan program komputer. Program komputer untuk proses pengambilan data di lapangan disebut Dynatest, sedangkan program evaluasi, untuk perkerasan lentur (flexible pavement) dipergunakan program ELMOD dan program evaluasi untuk perkerasan kaku (rigid pavement) dipergunakan program ELCON. 2.3. Bagan Alir Perhitungan Prosedur perhitungan nilai PCN dengan menggunakan program ELMOD 5 dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. 2.4. Kapasitas Pengujian Gambar 3. Bagan Alur Perhitungan Nilai PCN Salah satu kelebihan pengujian HWD adalah kapasitas pengujian yang sangat besar bila dibandingkan dengan metode pengujian lainnya. Hal ini terbukti dari kebutuhan personil untuk pengoperasian HWD yakni hanya 4 (empat) personil yaitu driver, operator (2 orang) dan engineer, sedangkan kapasitas pengujian per jam dapat mencapai + 50 titik uji. Gambar 4. Pelaksanaan Uji HWD di Bandara H. Asan-Sampit Andius Dasa Putra - Kajian Nilai PCN... 90

2.5. Keluaran (Output) Hasil Evaluasi Dengan metode Tebal Ekivalen (method of pavement thickness) sebagaimana direkomendasikan oleh ICAO, dapat dilakukan analisis struktur berdasarkan data deflection bowl hasil uji HWD di lapangan dengan data tambahan berupa informasi tipe dan tebal lapis perkerasan, kondisi lingkungan (iklim). Keluaran dari analisis ini adalah berupa Layer Moduli (E1,E2,E3 dan seterusnya) dari suatu struktur perkerasan yang dievaluasi. Namun demikian pada seri program ELMOD 5 dapat mengeluarkan data tebal ekivalen (h1, h2, h3 dan seterusnya). Selanjutnya dengan data tebal ekivalen, annual departure, CBR tanah dasar akan didapatkan allowable load, selanjutnya dapat dihitung PCN. Nilai PCN yang dihasilkan ini merupakan nilai PCN yang diperoleh secara teknis dan aktual karena berdasarkan atas hasil uji teknis berdasarkan atas kondisi yang ada. 2.6. Pelaksanaan Pengujian Prinsip dasar dari HWD test adalah beban yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu dengan berat tertentu terhadap permukaan perkerasan sehingga mengakibatkan terjadinya defleksi/lendutan sementara. Hasil pengukuran besarnya lendutan tersebut dapat untuk memperkirakan besarnya daya dukung perkerasan. Peralatan HWD test pada prinsipnya terdiri dari sebuah palu (hammer) dengan berat 720 kg dijatuhkan secara bebas dari ketinggian 390 milimeter pada loading plate dengan diameter 40 mm yang ditempatkan di atas pemukaan landasan. Beban impuls yang ditimbulkan akan mengakibatkan peak stress di bawah loading plate pada jarak tertentu yaitu sejauh 0 mm, 200 mm, 300 mm, 800 mm, 1200 mm, 1600 mm, 2000 mm dari pusat beban, diukur besarnya respons lendutan yang terjadi dengan menggunakan deflectometer. Gambar 5. Letak posisi Geophone yang menangkap beban impuls Jika pada saat pelaksanaan pengujian di lapangan kondisi batas lendutan (deflection limit) sebesar 2.100 micron terlampaui maka berat hammer atau tinggi jatuh dapat disesuaikan di lapangan. Penyesuaian ini dimaksudkan agar hasil data pembacaan alat HWD dapat sesuai dengan kondisi batas dan spesifikasi kinerja alat HWD itu sendiri. Dalam prosedur pelaksanaan HWD perubahan berat hammer dan tinggi jatuh disesuaikan di lapangan berdasar hasil pengujian awal terhadap beberapa titik uji di lapangan. Secara mendasar perubahan beban tidak akan mempengaruhi terhadap perhitungan nilai elastisitas mengingat hubungan antara tegangan dan regangan yang dihasilkan bersifat linear. Dengan data lendutan yang terjadi dilakukan analisis dengan menggunakan metode equivalent thickness dapat diperoleh nilai modulus elastisitas perkerasan maupun subgrade-nya. Jumlah penelitian titik HWD ditentukan sebesar 1 titik untuk luasan lebih kurang 200 m2 (flexible pavement). Pada arah memanjang, lokasi titik HWD test secara umum diutamakan pada 2/3 bagian dari runway yang mengalami efek terberat yaitu touch down area atau take off area. Penentuan titik pengujian HWD dibuat seefektif dan serapat Andius Dasa Putra - Kajian Nilai PCN... 91

mungkin yang dapat memberikan informasi akurat tentang kemampuan daya dukung lapisan perkerasan. Interval titik pengujian dengan alat HWD dilakukan tiap 10 m, dimana dengan jarak tersebut sudah dapat diperoleh informasi daya dukung perkerasan yang mewakili luasan perkerasan yang diuji. Pada arah melintang, titik HWD test didistribusikan pada 3 (tiga) jalur yaitu jalur tengah, jalur kiri dan jalur kanan yang jaraknya disesuaikan dengan jarak main landing gear dari pesawat kritis yang beroperasi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Uji HWD Hasil pengujian kekuatan daya dukung fasilitas landasan di Bandar Udara H. Asan- Sampit memperlihatkan kondisi daya dukung fasilitas runway yang sangat buruk karena kondisi tanahnya yang didominasi oleh jenis lanu (silt). Hal ini dapat dilihat dari besarnya lendutan yang terjadi dari hasil pengujian HWD di lapangan. Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa lendutan yang terjadi untuk semua fasilitas landasan banyak yang melebihi 2000 mikron, yang artinya lapisan perkerasan yang ada tidak cukup mampu menahan beban di atasnya dengan cukup baik. Besarnya lendutan yang terjadi dikarenakan daya dukung tanah dasar (subgrade) yang kurang bagus mengindikasikan besarnya nilai modulus elastisitas (E) tiap lapisan dari perkerasan, baik lapisan surface course, base course maupun subbase course. Dengan menggunakan program Elmod-5, data lendutan yang diperoleh dengan alat HWD diolah dengan memasukan tebal dan jenis tiap lapisan perkerasan. Dengan mengetahui tebal dan jenis tiap lapisan perkerasan, program Elmod-5 dapat menghitung nilai modulus elastisitas (E) tiap lapisan perkerasan berdasarkan lendutan yang terjadi. Besarnya nilai modulus elastisitas merupakan salah satu indikator bahwa nilai PCN yang akan dihasilkan juga tinggi. Nilai modulus elastisitas (E) ini merupakan nilai E riil di lapangan yang terbaca oleh sensor HWD (deflectometer) berdasarkan informasi data lendutan, tebal dan jenis perkerasan. Tebal tiap lapis perkerasan tidak sama untuk semua fasilitas landasan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bandar Udara H. Asan-Sampit, terdapat 1 (satu) variasi tebal tiap lapis perkerasan di runway. Variasi tebal tiap lapis perkerasan di runway selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Tebal Tiap Lapis Perkerasan pada Runway Lapisan Sta 0 + 000-0+515 Sta 0 + 525-1+245 Sta 1 + 255-1+850 perkerasan tebal (mm) bahan tebal (mm) bahan tebal (mm) bahan Surface course 75 AC 50 AC 50 AC 75 AC 75 AC 75 AC 75 AC 75 AC 75 AC 75 AC 75 AC 75 AC 40 AC 75 AC 75 AC 75 Binder Course 45 Penetrasi 100 AC 50 Penetrasi Base course 300 Agg. Base 250 Agg. Base 250 Agg. Base Subbase course 300 Pasir Padat 200 Pasir padat Tebal total perkerasan (mm) 1015 845 750 Andius Dasa Putra - Kajian Nilai PCN... 92

Tabel 2 menyajikan nilai modulus elastisitas (E) runway rata-rata untuk setiap segmen runway dengan tebal lapisan perkerasan berbeda. Nilai modulus elastisitas (E) runway untuk setiap titik pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6. Tabel 2. Nilai Modulus Elatisisitas (E) rata-rata pada Tiap Segmen Runway (MPa) Modulus Elatisitas (E) Sta 0+000-0+515 Sta 0+525-1+245 Sta 1+255-1+850 Surface Course (E1) 3.648 3.382 2.191 Base Course (E2) 310 207 127 Subbase Course (E3) 246 160 211 Subgrade (E4) 252 191 - Gambar 6. Nilai Modulus Elasitas Tiap Lapisan Perkerasan Runway Dari grafik yang disajikan dalam gambar 6 dapat dikomparasikan terhadap besar lendutan yang terjadi pada setiap STA melalui hasil plotting grafik yang disajikan pada Gambar 7. Nilai defleksi yang ditunjukkan pada Gambar 7 merupakan visualisasi daya dukung lapis struktur perkerasan yang terjadi di badan runway. Andius Dasa Putra - Kajian Nilai PCN... 93

Gambar 7. Nilai Defleksi Tiap Lapisan Perkerasan Runway 3.2. Analisis Nilai PCN Runway dengan Metode Analitis Pesawat kritis (critical aircraft) yang beroperasi ditetapkan B737 200 dengan kategori Subgrade D (Kode D : CBR < 3%; atau kategori ultra low), sehingga didapatkan: ACN maksimum = 39 ACN minimum = 17 MTOW = 52.390 kg Empty weight = 27.120 kg Tekanan roda = 1,26 MPa dalam kategori X. Weight on MLG = 0,95 x MTOW = 49.770 kg Semua jenis pesawat yang beroperasi diekivalensikan terhadap pesawat kritis B737 200, didapatkan annual departure pesawat ekivalen B737 200 sebesar 1.865 pergerakan. Selanjutnya thickness requirement (hreq) merupakan indikasi teknis yang menunjukkan tebal perkerasan total yang dibutuhkan untuk melayani pesawat kritis full capacity, dengan bantuan nomogram Airplane Characteristics for Airport Planning Model B737 200 didapatkan hreq = 42 inci = 106,68 cm. Tebal ekivalen (he) merupakan indikasi teknis yang menunjukkan tebal perkerasan total yang ada di lapangan dengan mempertimbangkan CBR tanah dasar dan kebutuhan tebal tiap lapis perkerasan serta pengujian lendutan lapis perkerasan dengan alat uji HWD yang selanjutnya diolah dengan Program ELMOD-5. Secara teoritis, tebal ekivalen (he) dapat dihitung dengan mempertimbangkan faktor ekivalensi material dari lapisan surface course ke base course dan dari base course ke sub-base course. Sebagaimana sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa hasil pengujian HWD adalah nilai lendutan perkerasan, selanjutnya dikombinasi dengan pemodelan tipikal perkerasan didapatkan nilai modulus elastisitas tiap lapisan. Dalam penentuan nilai PCN runway dengan metode analitis hasil perhitungan nilai PCN didasrakan pada hasil uji HWD di lapangan terhadap lendutan yang terjadi. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8 berikut. Grafik yang ada pada Gambar 8 menunjukkan hasil analisis terhadap nilai PCN yang didapat dari hasil uji HWD di lapangan. Nilai PCN hasil perhitungan menunjukkan angka Andius Dasa Putra - Kajian Nilai PCN... 94

rata-rata yang cukup kecil namun kualitas subgrade tanah dasar mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari kategori subgrade kelas D menjadi kategori subgrade kelas A (high). Gambar 8. Nilai PCN Runway di posisi As Runway 3.3. Analisis Nilai PCN Runway dengan Metode Teoritis Analisis PCN metode teoritis mempertimbangkan lalu lintas angkutan udara eksisting, ada beberapa parameter penting yang harus diperhatikan untuk analisis tebal ekivalen, yaitu : a. Annual departure pesawat kritis selama 20 tahun, dalam hal ini semua data pergerakan pesawat diekivalensikan ke dalam pesawat kritis B737 200 ; b. Gross aircraft mass yaitu beban terberat pesawat saat beroperasi. MTOW pesawat kritis B737 200 sebesar 52.390 kg ; c. CBR lapangan dari hasil analisis menunjukkan nilai sebesar = 3% (D subgrade) ; d. Pavement thickness requirement (h req), diperoleh dengan bantuan grafik Airplane Characteristic for Airport Planning Model B737 200 dan diperoleh h req = 42 inci = 106,68 cm Setelah didapatkan h req = 106,68 cm, selanjutnya dihitung tebal h ekivalen (he) dengan mempertimbangkan : a. Tebal minimum surface course (lapis pertama) yang terbuat dari asphaltic concrete pada critical areas untuk pesawat dual wheel gear seperti B737 200, didapatkan tebal minimum surface course = 13 cm. b. Tebal minimum base course (lapisan kedua) berdasar base course thickness requirement, part 3, ICAO, 1987, didapatkan tebal minimum base course = 9 inchi = 23 cm. Andius Dasa Putra - Kajian Nilai PCN... 95

Runway Sumber : A Airplane Characteristics for Airport Planning Model B 737-200 Gambar 9. Grafik Penentuan Allowable load (Po ) Runway Metode Teoritis untuk Pesawat Ekivalen B737 200 Setelah didapatkan tebal minimum surface course dan base course, selanjutnya dihitung tebal ekivalen dengan memperhatikan faktor ekivalensi material dari bahan asphaltic concrete ke bahan penyusun base course. Hasil analisis tebal ekivalen (he) perkerasan runway seperti berikut : Andius Dasa Putra - Kajian Nilai PCN... 96

Surface course : 5,0 x 1,0 = 5,0 cm (AC) 7,5 x 1,0 = 7,5 cm (AC) 0,5 x 1,0 = 0,5 cm (AC) Base course: 7,0 x 1,2 = 8,4 cm (AC) 7,5 x 1,2 = 9,0 cm (AC) 4,7 x 1,2 = 5,6 cm (AC) Sub Base course: 2,8 x 1,4 = 3,9 cm (AC) 4,5 x 1,2 = 5,4 cm (Penetrasi) 25,0 x 1,2 = 30,0 cm (Base Course) 20,0 x 1,0 = 20,0 cm (Subbase Course) Dari analisis di atas didapatkan he pada runway = 95,30 cm = 37,52 inch. Annual departure pesawat kritis B737 200 sebesar 1.865 pergerakan per tahun. Nilai CBR tanah dasar 3% maka dengan nomogram standar yang tercantum dalam: Airplane Characteristic for Airport Planning Model B737 200, didapatkan Allowable load (Po ) sebesar 48.125 kg pada runway (Gambar 9). Jika nilai CBR tepat pada angka standar seperti 15% (kategori A); 10% (kategori B); 6% (kategori C) dan 3% (kategori D) maka PCN dapat langsung dihitung dengan persamaan berikut : PCN = ACN min + (ACN max ACN min ) x Po = Po /0,93 Po = 51.747 kg Po Wmin Wmax Wmin [1] Jika CBR tidak tepat berada pada angka-angka standar tersebut, maka harus dihitung PCN pada CBR batas atas dan PCN pada CBR batas bawah. Pada CBR = 3%, dengan Po = 51.747 kg, didapatkan : 51.747 27.120 PCN = 17 + (39 17) x = 38,44 38 52.390 27.120 PCN 38 F/D/X/T CBR lapangan yang terukur = 3% (kategori subgrade ultra low atau D, CBR 3) sehingga dapat ditetapkan nilai PCN hasil analisis adalah PCN 38/F/D/X/T. 4. KESIMPULAN Dari hasil analisis lendutan berdasar hasil uji HWD di lapangan dan perhitungan teoritis yang dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil perhitungan analisis yang dilakukan dengan Elmod-5 menunjukkan bahwa nilai PCN untuk runway adalah 9/F/A/X/T yang secara struktural mampu melayani pesawat jenis B737 200 dengan kapasitas terbatas. Walaupun hasil metode analitis menunjukkan besaran nilai yang kecil tetapi perlu dilihat bahwa kategori subgrade mengalami peningkatan dari kategori subgrade D (ultra low) menjadi kategori subgrade A. Hal ini disebabkan oleh hasil data uji dengan HWD menggunakan data aktual dari hasil pengujian lapangan, dimana daya dukung subgrade yang terukur adalah kondisi subgrade persis di bawah perkerasan runway. 2. Pada perhitungan dengan metode analitik, peningkatan kategori subgrade dapat terjadi karena tanah yang diuji merupakan tanah yang ada dibawah badan runway Andius Dasa Putra - Kajian Nilai PCN... 97

dan telah mengalami pemadatan sempurna dan proses konsolidasi relatif tidak ada, sehingga memberikan daya dukung perkerasan yang tinggi. Sedangkan pada perhitungan dengan metode analitik kategori subgrade ditentukan berdasar kondisi tanah yang ada dipinggir badan runway. 3. Secara keseluruhan hasil perhitungan dengan metode teoritik menunjukkan nilai dimana runway mampu mendukung beban pesawat sejenis B737 200 dengan nilai PCN runway sebesar 38/F/D/X/T. Begitu pula halnya dengan hasil perhitungan metode analitik dimana runway mampu mendukung beban akibat pesawat sejenis B737 200 dengan nilai PCN runway 9/F/A/X/T. Hal mendasar yang membedakan kedua perhitungan nilai PCN adalah terletak pada interpretasi dalam menterjemahkan kategori subgrade dalam proses perhitungannya. Selain itu dalam perhitungan teoritis lebih mendasarkan pada besaran nilai CBR lapangan yang diuji sedangkan hasil perhitungan metode analitis didasarkan pada nilai real hasil pembacaan deflection bowl akibat response daya dukung lapis keras dengan nilai modulus elastisitas yang berbeda. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Direktur Teknik Bandara, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan atas diberikannya kesempatan dalam melakukan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1983, Aerodrome Design Manual (Doc 9157-AN/901) Part 3 Pavements Second Edition, International Civil Aviation Ognization. Anonim, 1992, Standard Guide for General Pavement Deflection Measurements, ASTM D4695-03, ASTM International Anonim, 1995, Use of Nondestructive Testing in the Evaluation of Airport Pavements, FAA Advisory Circular, AC No. 150/5370-11A. Anonim, 1995, Airplane Characteristic for Airport Planning Model B 737-200, Boeing Commercial Airplane Group, Seattle Washington, USA Anonim, 2008, Data dan Informasi Bandara H. Asan-Sampit, Bandara H. Asan- Sampit. Chou, Chia-Pei J and Wang, Shih-Ying, 2007, Methodology of Applying Heavy Weight Deflectometer for Calculation of Runway Pavement Classification Number, Transportation Research Record: Journal of the Transportation Research Board, Washington, DC 20001 USA, ISBN:9780309104159 May Dong and Gordon F. Hayhoe, 2002, Analysis of Falling Weight Deflectometer Tests at Denver International Airport, Federal Aviation Administration Airport Technology Transfer Conference, Airport Technology Research and Development Branch, AAR-410 Atlantic City International Airport, NJ 08405 Navneet Garg and Wayne H. Marsey, 2002, Comparison between Falling Weight Deflectometer and Static Deflection Measurements on Flexible Pavements at The National Airport Pavement Test Facility (NAPTF) Federal Aviation Administration Airport Technology Transfer Conference, Airport Technology Research and Development Branch, AAR-410 Atlantic City International Airport, NJ 08405 Andius Dasa Putra - Kajian Nilai PCN... 98