BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gigi merupakan salah satu faktor penting dalam estetika yang mendukung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut dengan asupan nutrisi (Iacopino, 2008). Diet yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut khususnya dalam perawatan konservasi gigi. Pada saat ini perawatan lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk.,

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Hasil rata rata pengukuran kekerasan pada spesimen adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berbagai bahan kedokteran gigi digunakan untuk merestorasi gigi yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. Hasil dan Pembahasan

KARAKTERISTIK GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L)

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengaruh Pasta Gigi Nano Kalsium Karbonat dan Siwak terhadap Kekasaran Permukaan yang Mengalami Demineralisasi

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Fase pembentukan gigi ETIOLOGI Streptococcus mutans,

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kelompok I: Gel ekstrak buah belimbing wuluh (Konsentrasi 0,25%)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan terbukanya tubulus dentin terhadap mikroorganisme yang akan

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

3. Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi merupakan salah satu faktor penting dalam estetika yang mendukung penampilan seseorang. Gigi manusia memiliki struktur yang kompleks. Jaringan keras gigi terdiri atas enamel, dentin, dan sementum. Jaringan keras tersebut pada dasarnya sama dengan jaringan tulang yang sebagian besar terdiri atas zat anorganik. 2.1 Email Email gigi merupakan jaringan terkeras tubuh manusia yang mengandung kristal kalsium fosfat dan merupakan jaringan yang paling banyak memiliki mineral di tubuh manusia. Komposisi email gigi dewasa manusia terdiri atas 95-98 % berat bahan anorganik dan 1-2% berat bahan organik, dan 4 % berat air. Bahan anorganik pada email terdiri dari 36,7 % kalsium, dan 17,4 % fosfat (Usha dan Sathyanarayanan, 2009; Wang, 2008; Tarigan, 2012). Struktur email yang demikian dibuat agar email tahan terhadap kerusakan mekanikal, abrasi dan serangan kimia. Jumlah mineral yang banyak membuat email lebih kuat dan rapuh. Berbeda dengan jaringan yang mengandung mineral lainnya, email sedikit sekali mengandung protein. Matriks protein pada email hanya ada pada saat proses pembentukan email dan merupakan bagian penting untuk perkembangan email. Pada bentuk akhir email yang keras, matriks protein hampir seluruhnya menghilang sehingga prisma email yang telah terbentuk tidak dapat berubah akibat

perubahan kimia dalam lingkungan mulut (Usha dan Sathyanarayanan, 2009). Sketsa gambaran email secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Tarigan, 2012). Gambar 2.1. Sketsa gambaran email di bawah mikroskop cahaya (Tarigan, 2012) Mineral email terutama terdiri atas garam kalsium fosfat dalam bentuk nano kristal hidroksiapatit. Kristal email ini memanjang dalam arah sumbu-c aksisnya dan membentuk batang kristal seperti jarum atau prisma yang panjangnya mencapai puluhan mikron (hingga 100 μm) namun terkadang hanya memiliki lebar 50 nm. Enamel rod atau yang biasa disebut prisma email merupakan kesatuan dasar dari email. Prisma email gigi dipenuhi oleh ribuan kristal hidroksiapatit yang mengisi sekitar 89% volume dari keseluruhan struktur email. Prisma email memiliki pola

susunan yang kompleks dan tersusun tegak lurus terhadap permukaan gigi. Prisma email yang terletak paling atas mengarah ke mahkota gigi dan pada bagian ekor atau bawah mengarah ke akar gigi. Pembentukan pola kristal tersebut dipengaruhi oleh ameloblast dan proses Tome s (Wang, 2008). Sketsa gambaran prisma email dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Tarigan, 2012). Gambar 2.2. Sketsa gambaran prisma email (Tarigan, 2012) 2.2 Mekanisme Demineralisasi dan Remineralisasi Gigi Di dalam mulut demineralisasi yang terjadi tergantung pada aktivitas ion Ca 2+ dan ion PO 3-4 yang ada di dalam email, saliva maupun plak. Adanya bakteri dan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi merupakan pemicu awal terjadinya demineralisasi. Bakteri akan mengeluarkan asam organik lemah seperti asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat untuk memproses sisa makanan yang melekat pada gigi. Asam tersebut akan menurunkan ph email dan berdifusi ke dalam gigi sehingga ion

kalsium dan fosfat pada gigi akan lepas. Pada saat seperti ini ph dapat turun menjadi 4,0-4,5 (Usha dan Sathyanarayanan, 2009). Proses demineralisasi dan remineralisasi di dalam mulut terjadi melalui lima tahap, yaitu (Usha dan Sathyanarayanan, 2009): 1) Adanya asupan sukrosa fermentasi 2) Mikroba pada plak kariogenik bermetabolisme mengeluarkan asam di daerah antara perlekatan biofilm dengan email sehingga ph pada daerah ini menurun sampai di bawah ph 5,5. 3) Ion fosfat dari cairan mulut akan membuat ion asam yang dihasilkan dari kondisi tidak jenuh menjadi basa. 4) Disintegrasi hidroksiapatit untuk melepaskan kembali ion fosfat ke dalam cairan mulut sampai terjadi kondisi jenuh maka terjadilah demineralisasi. 5) Cairan mulut dalam kondisi jenuh mengalami presipitasi, mineral kembali ke email yang mengalami disintegrasi dan terjadilah remineralisasi. 2.3 Casein Phosphopeptid-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) Saat ini diketahui bahwa penetrasi ion kalsium dan fosfat sangat penting untuk memperbaiki kerusakan yang lebih dalam. Teknologi remineralisasi terbaru dikembangkan berdasarkan pada phosphopeptide dari casein protein susu (Reynold dan Walsh, 2005). Casein phosphopeptide (CPP) berisi susunan multiphosphoseryl dengan kemampuan menstabilkan kalsium fosfat pada nanokomplek dalam larutan seperti

amorphous calcium phosphate (ACP). Melalui susunan multiple phosphoseryl tersebut, CPP berikatan ke ACP dalam suatu larutan metastable yang mencegah penghancuran ion kalsium dan fosfat (Reynold dan Walsh, 2005). CPP-ACP juga berperan sebagai reservoir bio-available calcium dan fosfat yang mempertahankan keadaaan supersaturasi larutan sehingga akan mempermudah remineralisasi (Reynold dan Walsh, 2005). Bentuk molekul CPP-ACP dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Molekul CPP-ACP Demineralisasi dapat dihentikan jika ph dinetralkan serta terdapat ion kalsium dan fosfat lingkungan sekitarnya. Hal ini memungkinkan pembentukan kembali kristal apatit yang telah terpisah. Proses ini disebut remineralisasi. Untuk mengembalikan keseimbangan alami, remineralisasi harus ditingkatkan atau demineralisasi dihambat. Lesi awal karies email memiliki potensi remineralisasi terutama jika menggunakan perawatan topikal aplikasi yang dapat meningkatkan remineralisasi (Latta et al., 2010).

0 Beberapa penelitian menyatakan bahwa aktivitas pasangan ion netral CaHPO 4 berhubungan dengan rata-rata remineralisasi lesi subsurface email. CaHPO 0 4 akan berdifusi ke dalam lesi email dalam bentuk ion Ca 2+ dan PO 3-4 dan meningkatkan derajat kejenuhan (saturation) hidroksiapatit. Susunan hidroksiapatit akan membawa asam dan fosfat menjadi H 3 PO 4 dan berdifusi di luar lesi sehingga konsentrasinya menurun. Hasil ini mengindikasikan bahwa ikatan CPP-ACP berperan sebagai reservoir ion netral CaHPO 0 4 yang terbentuk dengan adanya asam (Gambar 2.4) (Reynold dan Walsh, 2005). Asam akan dihasilkan oleh bakteri plak gigi. Dalam keadaan ini ikatan CPP- ACP akan menjadi buffer bagi ph plak dan menghasilkan ion kalsium dan fosfat khususnya CaHPO 4 0. Peningkatan CaHPO 4 0 akan mengimbagi turunnya nilai ph sehingga akan mencegah demineralisasi email (Reynold dan Walsh, 2005). Gambar 2.4. Remineralisasi email: mekanisme remineralisasi lesi subsurface email oleh CPP-ACP (Reynold dan Walsh dalam Hume, 2005)

Penelitian Cai et al. (2009) menyatakan bahwa penambahan CPP-ACP sebanyak 18,8 mg dan 56,4 mg ke dalam tablet hisap bebas gula signifikan meningkatkan remineralisasi lesi subsurface email in situ masing-masing sebesar 78% dan 176% dibandingkan dengan tablet hisap bebas gula tanpa penambahan CPP-ACP. Hasil mikroradiograf lesi subsurface email setelah pemberian masing-masing bahan ditunjukkan pada Gambar 2.5. demineralisasi Oshiro et al. (2007) meneliti efek dari tiga pasta gigi yang masing-masing mengandung CPP-ACP (DE), pasta gigi placebo tanpa CPP-ACP (PP) dan larutan 0,1 M larutan buffer asam laktat (DE) dalam mineralisasi email. Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel gigi insisivus hewan mamalia yang baru diekstraksi. Hasil penelitian diobservasi dengan field emission-scanning electron microscopy (FEdemineralisasi a.tanpa pemberian bahan b.tablet hisap bebas gula remineralisasi remineralisasi c. tablet hisap bebas gula berisi 18,8 mg d. tablet hisap bebas gula berisi 56,4mg CPP-ACP CPP-ACP Gambar 2.5. Gambaran mikroradiograf menunjukkan remineralisasi lesi subsurface email dengan tablet hisap bebas gula yang berisi CPP-ACP (Cai et.al., 2009)

SEM) (Gambar 2.6). Spesimen email yang diberikan pasta CPP-ACP menunjukkan adanya perubahan morfologi ke arah remineralisasi. Gambar 2.6. Observasi FE-SEM permukaan email yang diberikan 0,1 M larutan buffer asam laktat (DE), CPP-ACP (TM), pasta gigi plasebo tanpa CPP-ACP (PP) dan dilakukan pada 3,1, dan 28 hari (original magnification: x5000) (Oshiro et al., 2007) Shirahatti (2006) meneliti efek dari tiga macam pasta gigi, yaitu pasta tanpa fluor, yang mengandung fluor, dan mengandung CPP-ACP terhadap pembentukan dan perkembangan kedalaman lesi karies secara in vitro. Hasil penelitiannya tersebut menyatakan bahwa aplikasi CPP-ACP dapat mengurangi kedalaman lesi karies.

2.4 Kitosan Kitosan (poly-β-1,4-glukosamin) merupakan biopolimer alami di alam setelah selulosa dan merupakan hasil N-diasetilisasi dari kitin. Kitin banyak terkandung pada hewan laut berkulit keras seperti udang, rajungan, kepiting, blangkas, serangga, moluska, dan dinding jamur seperti klas zygomycetes. Bahan ini pertama kali ditemukan oleh Rouget pada tahun 1859 (Gambar 2.7). Kitosan hanya dapat larut dalam pelarut asam seperti asam asetat, asam formiat, asam laktat, asam sitrat, dan asam hidroklorat. Kitosan tidak larut dalam air, alkali, dan asam mineral encer kecuali dibawah kondisi tertentu yaitu dengan adanya sejumlah pelarut asam sehingga dapat larut dalam air, methanol, aseton, dan campuran lainnya (Sugita et al., 2009). KITIN KITOSAN Gambar 2.7. Struktur bangun kitin dan kitosan (Sugita et al., 2009) Kitosan memiliki sifat-sifat seperti biokompatibel dan biodegradble serta mucoadhesion yang dapat menjadi keuntungan bagi aplikasi biomedis. Lebih jauh lagi, kitosan dapat digunakan dalam formulasi cairan sebagai bahan antimikroba dan penstabil koloidal (Sugita et al., 2009).

Kitosan dapat berinteraksi dengan ion logam. Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan dimana terjadi pertukaran ion, penyerapan, dan pengkhelatan. Sifat penyerapan ion logam yang sangat baik dan kapasitas penyerapan yang tinggi oleh kitosan disebabkan oleh tiga sifat, yaitu: sifat hidrofilik kitosan dengan jumlah gugus hidroksil yang besar, gugus amina primer dengan aktivitas yang tinggi, dan struktur rantai polimer kitosan yang fleksibel sehingga dapat membentuk konfigurasi untuk pengkompleksan kitosan dengan ion logam. Selain itu, dalam suasana asam berair gugus amino (-NH 2 ) akan menangkap H +. dari lingkungannya sehingga gugus aminonya terprotonisasi menjadi -NH 3 Muatan positif -NH 3 kitosan dapat dimanfaatkan untuk adsorpsi zat bermuatan negatif (anionik) (Sugita et al., 2009). Penelitian Tarsi (1997) menyatakan bahwa kitosan dengan berat molekul yang rendah dapat menghambat aktivitas bakteri Streptococcus mutans yang berperan pada adsorpsi hidroksiapatit dan kolonisasi bakteri. Sifat-sifat kitosan yang mendukung kemampuannya dalam menghambat perlekatan bakteri yaitu kitosan dapat mencegah kerusakan permukaan gigi oleh asam organik dan menghasilkan efek bakterisidal terhadap bakteri patogen termasuk bakteri Streptococcus mutans. 2.4.1 Kitosan Blangkas (Tachypleus gigas) Berdasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terdiri atas tiga yaitu kitosan bermolekul rendah, kitosan bermolekul sedang, dan kitosan bermolekul tinggi. Kitosan bermolekul rendah dengan berat molekul dibawah 400.000 Mv dan kitosan

bermolekul sedang dengan berat molekul 400.000-800.000 Mv berasal dari hewan laut dengan cangkang atau kulit yang lunak misalnya udang, cumi-cumi, dan rajungan. Kitosan dengan berat molekul 800.000-1.100.000 Mv biasanya berasal dari hewan laut bercangkang keras misalnya kepiting, kerang dan blangkas (Gambar 2.8) (Lewabart, 2006). Gambar 2.8. Kitosan Blangkas (Lewabart, 2006) Kitosan blangkas merupakan kitosan bermolekul tinggi yang dperoleh dari cangkang blangkas. Blangkas disebut juga dengan Tachypleus gigas (Lewabart, 2006). Kitosan blangkas yang diuji oleh Trimurni et al. (2006) mempunyai derajat deastilisasi 84,20 % dengan berat molekul 893.000 Mv. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kitosan blangkas mempunyai berat molekul yang tinggi. Pada penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa kitosan blangkas yang mempunyai berat molekul tinggi dapat menstimulasi dentin reparatif dengan kemampuannya membentuk koagulum yang padat sebagai sub base membran yang

memudahkan perlekatan sel-sel pulpa seperti dentinoblast untuk memudahkan migrasi dan proliferasi sel-sel pulpa dentinoblast (Trimurni et al., 2006). 2.4.2 Kitosan Nanopartikel Dalam perkembangannnya, kitosan dimodifikasi dalam bentuk magnetik. Kitosan nanopartikel dengan ukuran partikelnya 100-400 nm akan meningkat daya absorbsinya. Szeto dan Hu (cit. Siregar, 2009) menyiapkan kitosan nanopartikel dengan melarutkan kitosan dalam larutan asam lemah ditambahkan larutan yang bersifat basa, seperti amoniak, NaOH, atau KOH distirer dengan kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas dengan aquadest sampai netral kemudian ditempatkan dalam ultrasonic bath untuk memecah partikel-partikel gel kitosan menjadi lebih kecil. Cheung (cit. Siregar, 2009) menyiapkan kitosan nano dengan metode lain, yaitu dengan menambahkan larutan tripolyphosphate ke dalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil distirer dengan kecepatan 1200 rpm, dan ditambahkan asam asetat agar ph-nya 3,5 dengan hasil berupa suspense kitosan. Lu (cit. Ningsih, 2010) menyiapkan kitosan nanopartikel dengan menambahkan larutan tripolyphosphate (TPP) kedalam larutan suspensi kitosan yang dibuat dengan menambahkan asam asetat, kemudian distrier dengan kecepatan 1200 rpm terbentuk emulsi. Kitosan nanopartikel dapat dipakai sebagai pembawa penyaluran obat karena stabilitasnya yang baik, rendah toksik, metode persiapannya sederhana, dan dapat mengikuti rute pemberian obat. Kitosan nanopartikel sebagai

agen penyalur obat sangat bermanfaat karena kitosan nano merupakan biopolimer alam yang biokompatibel, dapat larut dalam air, dapat menyalurkan obat dalam bentuk makromolekul, mempunyai berat molekul yang bervariasi sehingga mudah dimodifikasi secara kimia, membantu absorpsi antara substrat dan membran sel, serta ukuran partikel nanonya memiliki efektivitas yang lebih baik. 2.5 Alat Uji 2.5.1 Scanning Electron Microscope (SEM) Scanning electron microscope (SEM) adalah jenis mikroskop elektron yang menggambarkan sampel dengan memindainya menggunakan pancaran elektron berenergi tinggi yang membentuk pola pindaian. Elektron akan berinteraksi dengan atom pada sampel dan menghasilkan sinyal yang mengandung informasi tentang topografi permukaan sampel, komposisi, dan sifat lainnya seperti konduktifitas listrik. Jenis sinyal yang dihasilkan oleh SEM mencakup elektron sekunder (secondary electrons), elektron yang memencar (back-scattered electrons (BSE)), sinar X, cahaya (cathodoluminescence), elektron pada spesimen dan elektron yang ditransmisikan. Sinyal dihasilkan dari interaksi benturan elektron dengan atom pada atau didekat permukaan sampel. SEM dapat menghasilkan gambaran permukaan sampel dengan resolusi yang sangat tinggi dan dapat mengungkapkan detail berukuran kurang dari 1 nm. Gambaran sampel diambil (captured) secara digital dan akan ditampilkan pada layar monitor dan disimpan di dalam komputer. Pada Gambar 2.9 ditampilkan

skema bagian-bagian dari SEM (Lawes, 1987; Radiological and Evironmental Management Purdue University, 2010). Pembesaran pada SEM dapat dikendalikan mulai dari 10 sampai 500.000 kali. SEM memiliki kondenser dan lensa objektif yang berfungsi memfokuskan sinar kepada suatu tempat dan bukan menggambar keseluruhan spesimen (Lawes, 1987). Spesimen yang akan digambar oleh SEM harus dapat mengalirkan listrik (electrically conductive). Spesimen yang terbuat dari metal hanya memerlukan sedikit tindakan preparasi untuk digambar oleh SEM. Tetapi bagi spesimen yang tidak dapat mengantarkan listrik harus dilapisi (coating) dengan suatu zat yang bersifat sebagai konduktor. Pelapis yang biasa digunakan adalah emas, aloi emas/paladium, platinum, osmium, iridium, tungsten, chromium, dan graphite (Lawes, 1987; Radiological and Evironmental Management Purdue University, 2010). Gambar 2.9. Cara kerja SEM (REM, 2010)

Sinar elektron dihasilkan pada bagian atas mikroskop oleh electron gun. Elektron akan mengikuti jalur vertikal melalui mikroskop yang tetap dalam keadaan vakum. Sinar melewati area elektromagnetik dan lensa yang memfokuskan sinar turun ke arah sampel. Ketika sinar mengenai sampel, elektron, dan sinar x akan dikeluarkan dari sampel. Detektor akan mengumpulkan sinar x, backscattered electron, dan elektron sekunder. Detektor akan merubahnya menjadi sinyal yang menghasilkan gambaran dan selanjutnya ditampilkan pada layar monitor (Lawes, 1987; Radiological and Evironmental Management Purdue University, 2010). 2.5.2 Energy Dispersive X-ray (EDX) Energy Dispersive X-ray (EDX) adalah teknik mikroanalisis kimia yang digabungkan dengan scanning electron microscope (SEM). EDX merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi sinar x yang keluar dari sampel selama pemaparan pancaran elektron untuk mengkarakteristikkan komposisi kimia dari sampel yang dianalisa. Sistem ini terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu detektor sinar x yang dipisahkan dari ruang SEM dengan jendela polimer yang sangat tipis, untaian pengolahan getaran yang menentukan energi sinar x yang dideteksi, dan peralatan analisa yang menginterpretasikan data sinar x yang akan menampilkannya pada layar komputer. Alat ini dikendalikan oleh suatu program Windows-based User Interface (UI) yang dinamakan Genesis. Program ini terletak di dalam komputer EDX (Materials Evaluation and Engineering, Inc.2009).

Informasi analisa yang dapat diperoleh adalah analisa kualitatif, analisa kuantitatif, pemetaan elemen, dan analisa profil garis (Materials Evaluation and Engineering, Inc.2009). Untuk analisa kualitatif, nilai energi sinar x sampel dari spektrum EDS dibandingkan dengan karakteristik energi sinar x yang sudah diketahui untuk mendapatkan elemen yang terdapat pada sampel. Hasil kuantitatif dapat diperoleh dari hitungan sinar x relatif pada karakteristik tingkat energi dari komponen sampel (Materials Evaluation and Engineering.Inc, 2009). 2.6 Landasan Teori Pada saat ini perawatan karies dilakukan dengan pendekatan kontemporer. Intervensi non-invasif dari lesi karies yang belum membentuk kavitas diperoleh dengan menggunakan bahan terapeutik untuk penyembuhan jaringan. Salah satu cara untuk mengurangi demineralisasi email adalah dengan penggunaan fluoride. Tetapi penggunaan fluoride yang berlebihan ternyata dapat menimbulkan fluorosis. Oleh karena itu para peneliti berusaha mencari alternatif bahan antikariogenik yang tidak menyebabkan fluorosis. Casein Phosphopeptid-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) merupakan salah satu bahan antikariogenik yang berasal dari susu sapi, kasein, kalsium, dan fosfat. Protein susu sapi ditemukan dan diteliti oleh Profesor Eric Reynolds dari Universitas Melbourne. Casein Phosphopeptid (CPP) akan menjaga kalsium dan fosfat dalam bentuk amorf yang mudah larut. Casein phosphopeptide (CPP) berisi susunan

multiphosphoseryl dengan kemampuan menstabilkan kalsium fosfat pada nanokomplek dalam larutan seperti amorphous calcium phosphate (ACP). Melalui susunan multiple phosphoseryl tersebut, CPP berikatan ke ACP dalam suatu larutan metastable yang mencegah penghancuran ion kalsium dan fosfat CPP-ACP juga berperan sebagai reservoir bio-available calcium dan fosfat dan mempertahankan keadaaan supersaturasi larutan yang akan mempermudah remineralisasi. Penggunaan produk-produk alam di bidang kedokteran gigi saat ini semakin berkembang pesat. Kitosan merupakan salah satu biomaterial yang akhir-akhir ini terus dikembangkan karena memiliki berbagai manfaat medikal dan terbukti aman untuk manusia. Kitosan dapat berinteraksi dengan ion logam. Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan dimana terjadi pertukaran ion, penyerapan, dan pengkhelatan. Gugus amino ( NH 2 ) kitosan dalam kondisi asam berair akan menangkap H + dari lingkungannya sehingga gugus aminonya terprotonisasi menjadi NH + 3. Muatan positif -NH 3 + tersebut dapat dimanfaatkan untuk adsorpsi zat bermuatan negatif (anionik). Kitosan memiliki sifat istimewa, antara lain biokompatibiliti baik, biodegradable, tidak bersifat toksik, tidak menyebabkan reaksi immunologi, dan tidak menyebabkan kanker. Dengan sifat-sifat istimewa tersebut, maka kitosan dan modifikasi dengan bahan lain dapat digunakan untuk aplikasi klinis sebagai biomaterial.

2.7 Kerangka Konsep dan Hipotesis Penelitian Karies gigi (kehilangan kalsium dan fosfat) Remineralisasi email CPP-ACP + Kitosan nanopartikel Remineralisasi??? Dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa kehilangan kalsium dan fosfat dari gigi dapat menyebabkan karies. Pemberian CPP-ACP dapat merangsang remineralisasi pada email gigi. Casein phosphopeptide (CPP) berisi susunan multiphosphoseryl dengan kemampuan menstabilkan kalsium fosfat pada nanokomplek dalam larutan seperti amorphous calcium phosphate (ACP). Melalui susunan multiple phosphoseryl tersebut, CPP berikatan ke ACP dalam suatu larutan metastable yang mencegah penghancuran ion kalsium dan fosfat. CPP-ACP juga berperan sebagai reservoir bio-available calcium dan fosfat dan mempertahankan keadaaan supersaturasi larutan yang akan mempermudah remineralisasi.

Hipotesis penelitian ini adalah: Penambahan kitosan nanopartikel pada CPP-ACP dapat meningkatkan remineralisasi email. Ada perbedaan di antara CPP-ACP dan kombinasi CPP-ACP kitosan nanopartikel dalam menahan mineral kalsium (Ca) dan fosfor (P) di dalam email gigi. Ada perbedaan gambaran morfologi di antara permukaan email yang diaplikasi CPP-ACP dengan kombinasi CPP-ACP kitosan nanopartikel.