PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

dokumen-dokumen yang mirip
DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS FASILITASI TEKNIS PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2016

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2008 Direktur Jenderal Perkebunan. Achmad Mangga Barani NIP

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

RENCANA KERJA TAHUNAN

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Suatu model pembelajaran yang memanfaatkan media audio sebagai sumber belajar dengan bimbingan guru. Pengertian

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

LAKIP. (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon Tahun 2013

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2015

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA TA 2017

CAPAIAN PRODUKSI PADI TAHUN 2014

INDONESIA Percentage below / above median

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN No.60/Kpts/RC.110/4/08 TENTANG

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

EVALUASI KEGIATAN FASILITASI PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2014

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 10/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

Rencana Kinerja tahunan (RKT) Tahun 2014 BBPPTP Medan 1

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2012 Direktur Jenderal Perkebunan, Ir. Gamal Nasir, MS Nip

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

PROGRAM KERJA TAHUN 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir

KATA PENGANTAR. Jakarta, 3 Januari 2017 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, HASIL SEMBIRING NIP

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013

Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya

PETUNJUK PENGAMATAN OPT PERKEBUNAN

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

SELAYANG PANDANG SIMLUH KP

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

Disabilitas. Website:

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Tahun Anggaran 2015

KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN PENDENGARAN. Website:

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Dr. Ir. Maman Suherman, MM NIP

EVALUASI PROGRAM KEWASPADAAN NASIONAL PADA DITJEN KESBANGPOL KEMENDAGRI GRAND SAHID JAYA, 6 DESEMBER 2013 DIREKTUR KEWASPADAAN NASIONAL

DATA INSPEKTORAT JENDERAL

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

b. pelaksanaan pelayanan dalam bidang perbenihan meliputi penyediaan, pengujian, pengawasan dan pengendalian benih/bibit bermutu, sertifikasi dan pela

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PENGANTAR WORKSHOP PEMUTAKHIRAN, VALIDASI DAN EVALUASI DATA SIMLUHKP TAHAP I TAHUN BPPP Banyuwangi, 4 Februari 2015

Lampiran 3d. Rencana Strategis Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015

4. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/18/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis Kementerian dan

CEDERA. Website:

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN GERAKAN PENGENDALIAN OPT KEDELAI

PROGRAM PENUNTASAN REHABILITASI SEKOLAH RUSAK

PENYELENGGARAAN PROGRAM DI TINGKAT PROVINSI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 2014

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017

Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2012

Transkripsi:

PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Januari, 2009

KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Penguatan Kelembagaan Perlindungan Perkebunan Tahun Anggaran 2009 disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan Perangkat Perlindungan Perkebunan antara lain, Laboratorium Lapangan, Laboratorium Utama Pengendalian Hayati, Sub. Laboratorium Hayati dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman. Dalam Pedoman Teknis ini hanya memuat pedoman secara garis besarnya saja. Selanjutnya diharapkan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) segera menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang lebih rinci dan spesifik sesuai dengan kondisi setempat. Akhirnya kami mengharapkan semoga pedoman teknis ini bermanfaat bagi kelancaran pelaksanaan kegiatan Penguatan Kelembagaan Perlindungan Perkebunan Tahun Anggaran 2009 di daerah. Jakarta, Januari 2009 Direktur Perlindungan Perkebunan Dr. Ir. Herdradjat, MSc. NIP. 080 069 525

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... Halaman I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 II PELAKSANAAN... 3 A. Optimalisasi Laboratorium Lapangan (LL)... 3 B. Optimalisasi Laboratorium Utama Pengendalian hayati (LUPH)... 15 C. Optimalisasi Sub Laboratorium Hayati... 22 D.Rehabilitasi Laboratorium Lapangan (LL), Laboratorium Umum Pengendalian Hayati (LUPH), Sub. Laboratorium Hayati dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman (UPPT)... 25 E. Insentif Petugas Pengamat hama dan Penyakit... 30 III PENUTUP... 34 i ii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Untuk mendukung kegiatan perlindungan perkebunan telah dibangun perangkat perlindungan yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Perangkat ini terdiri dari 24 unit Laboratorium Lapangan (LL), 1 unit Laboratorium Analisa Pestisida (LAP), 1 unit Laboratorium Pengendalian Hama Vertebrata (LPHV), 6 unit Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH), 18 Sub Laboratorium Hayati, 27 unit Brigade Proteksi Tanaman (BPT) dan 500 Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman (UPPT). Perangkat terserbut dilengkapi dengan peralatan dan tenaga-tenaga spesialis perlindungan tanaman perkebunan dengan kualifikasi S2, S1+, dan S01. Pemberlakuan UU 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan keterbatasan anggaran pembangunan serta perbedaan kebijaksanaan dalam melaksanakan pembangunan baik antara pusat dengan daerah maupun antar daerah menyebabkan kegiatan perangkat-perangkat tersebut tidak optimal.

Melihat kenyataan ini, dan mengingat bahwa sistem perlindungan perkebunan harus berjalan optimal dalam mengawal pembangunan perkebunan, maka perlu dilakukan langkahlangkah penguatan. Sehubungan dengan fungsinya sebagai motor penggerak berjalannya sistem perlindungan perkebunan, maka langkah pertama penguatan akan diarahkan pada kelembagaan perlindungan perkebunan, khususnya perangkat perlindungan perkebunan. Kegiatan-kegiatan dalam penguatan kelembagaan perlindungan tersebut mencakup : 1. Optimalisasi Laboratorium Lapangan (LL); 2. Optimalisasi Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH); 3. Optimalisasi Sub Laboratorium Hayati; 4. Rehabilitasi LL, LUPH, dan UPPT dan 5. Insentif Petugas Pengamat Hama dan Penyakit B. TUJUAN Pedoman Teknis ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan penguatan kelembagaan perlindungan perkebunan tahun 2009 di daerah.

II. PELAKSANAAN A. OPTIMALISASI LABORATORIUM LAPANGAN (LL) 1. Metode Metode yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan LL menggunakan/mengacu pada metode yang telah direkomendasikan oleh Puslit/Balit/Perti dan/atau ditetapkan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan/UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan). Sedangkan untuk pelatihan penyegaran dilaksanakan dengan metode pendidikan orang dewasa (andragogy), meliputi pendalaman materi di kelas dan praktek lapangan. 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 26 provinsi yaitu: NAD, Sumbar, Sumsel, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kep. Riau, Babel, Banten, Jabar, Jateng, Bali, NTB, NTT, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Gorontalo, Papua dan Irjabar.

3. Pelaksanaan a. Pengujian, pengembangan teknologi dan pengendalian hayati. - Teknologi pengendalian hayati yang diuji dan dikembangkan adalah teknologi yang dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti maupun UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon serta Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). Pengujian dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. - Teknologi pengendalian hayati yang diuji diutamakan untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) penting pada komoditi unggulan perkebunan di wilayahnya. - Hasilnya diharapkan diperoleh teknologi pengendalian hayati sederhana, untuk selanjutnya dikembangkan dan diterapkan oleh petani untuk pengendalian OPT di lapangan.

b. Identifikasi dan inventarisasi OPT - Inventarisasi OPT di lakukan di pada sentra-sentra komoditi unggulan di daerah yang bersangkutan. - Identifikasi OPT sebaiknya menggunakan atau mengacu pada buku determinasi dan identifikasi yang standar dan didukung dengan pengujian laboratorium. - Apabila identifikasi belum dapat dilakukan maka dikonsultasikan dengan Puslit/Balit/Perti untuk identifikasi lebih lanjut. - Jenis OPT yang telah diidentifikasi, selanjutnya ditelusuri kerusakan yang ditimbulkan serta penyebarannya, berdasarkan literatur dan data yang mendukung serta pengalaman yang sama akibat OPT lain yang sejenis. - OPT yang telah diidentifikasi, selanjutnya dibuat koleksinya dalam bentuk koleksi basah maupun koleksi kering. Koleksi basah dibuat khususnya untuk stadia pra dewasa, sedangkan koleksi kering untuk stadia dewasa. - Bagian tanaman yang diserang dan gejala serangannya dibuat koleksinya secara basah dan dibuat dokumen gambar antara lain dengan foto secara digital.

c. Koleksi OPT, agens hayati dan pestisida nabati - Koleksi diutamakan pada OPT penting pada komoditas utama unggulan perkebunan dan OPT penting pada komoditi utama daerah. - Pembuatan koleksi dari spesimen OPT dibuat secara kering maupun basah menggunakan metode pembuatan koleksi serangga yang dikembangkan oleh Puslit/Balit/ Perti dan UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). Koleksi basah dibuat khususnya untuk stadia pra dewasa, sedangkan koleksi kering untuk stadia dewasa. - Koleksi agens hayati yang berupa jasad renik dilakukan pada media agar miring maupun petridish, untuk selanjutnya disimpan pada suhu 5 C (refrigerator). - Koleksi pestisida nabati berupa koleksi kering maupun basah dari tanaman yang mempunyai fungsi sebagai pestisida nabati baik bagian daun, buah, batang maupun akarnya. Selain itu juga dibuat koleksi dalam bentuk gambar seperti foto digital maupun non digital. Apabila memungkinkan juga dibuat koleksi tanaman yang

menghasilkan pestisida nabati dalam kebun koleksi pestisida nabati. d. Rintisan metode pengamatan/ surveilllance OPT penting tanaman perkebunan - OPT sasaran adalah OPT penting pada komoditi unggulan perkebunan. Apabila di daerah yang bersangkutan tidak dikembangkan komoditi unggulan perkebunan, maka diarahkan pada komoditi utama daerah yang bersangkutan. - Model pengamatan OPT yang dilakukan adalah mengikuti surveillance. Surveillance adalah kegiatan untuk mengetahui keberadaan OPT di suatu wilayah dengan melakukan pemantauan secara teratur. Hasil Surveillance sangat diperlukan dalam mendukung diterapkannya sistem perdagangan bebas. Tahapan dalam pelaksanaan surveillance sebagai berikut : Menentukan masalah atau obyek yang akan dilakukan surveillance Menentukan tujuan surveillance misalnya untuk mengetahui keberadaan OPT perkebunan di suatu lokasi atau wilayah.

Menyiapkan bahan pengenalan OPT, meliputi gejala serangan, kelemahan dari OPT sasaran, saat-saat puncak terjadinya serangan OPT sasaran. Menyiapkan bahan pengenalan tanaman meliputi periode kritis tanaman terhadap serangan OPT sasaran, hal ini berkaitan dengan waktu yang tepat untuk pemantauan OPT tersebut. Menyiapkan bahan informasi tentang inang alternatif bagi OPT. Melakukan Inventarisasi luas areal tanaman terkait di tiap-tiap kabupaten dan dirinci per kecamatan. Menjadwalkan surveillance di semua kabupaten sentra-sentra komoditi terkait. Menentukan Kecamatan dan Desa pengambilan contoh. Dari setiap kabupaten dipilih 3 (tiga) kecamatan dan dari masing-masing kecamatan dipilih 5 (lima) desa. Kriteria pemilihan kecamatan dan desa adalah : Luas areal pertanaman. Merupakan kantong serangan atau menurut sejarah pernah terinfestasi serangan OPT sasaran.

Menentukan metode pemilihan lokasi pengambilan contoh. Dari masing-masing desa selanjutnya ditentukan 5 (lima) tempat seluas ± 2,5 ha secara diagonal. Lokasi tersebut dapat juga berupa hamparan areal yang saling terpisah. Dalam hal ini luasannya dapat kurang dari 2,5 ha tetapi harus lebih dari 1,0 ha. Menentukan parameter pengamatan. Besaran pengamatan dapat berupa % areal, % pohon atau % organ tanaman seperti bunga, buah yang terserang OPT sasaran. Menentukan waktu surveillance Waktu surveillance disesuaikan dengan puncak serangan OPT serta periode kritis tanaman Merencanakan data yang akan dikumpulkan di lapangan. Data yang akan dikumpulkan di lapangan antara lain luas areal, % serangan OPT, keberadaan musuh alami, tindakan pengendalian. Pengambilan Contoh Untuk OPT yang menyerang buah, misalnya PBK, dari satu lokasi pengambilan contoh yang merupakan

kebun milik petani, diambil contoh buah sebanyak 100 buah. Untuk OPT yang menyerang batang, cabang/ranting atau tajuk diambil contoh sebanyak 10 (sepuluh) tanaman secara diagonal. Hasil pengamatan lapangan dicatat pada form pelaporan. Analisa data dan pelaporan hasil. e. Pengembangan metode/teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) - Teknologi PHT yang dikembangkan adalah teknologi yang dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti maupun UPT Perlindungan Perkebunan (BBP2TP Medan, Surabaya dan Ambon serta BPTP Pontianak). Pengujian dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. - Pengujian diarahkan pada teknologi PHT yang spesifik lokasi dan dapat dengan mudah diterapkan dilapangan oleh petani.

f. Penyebaran bahan informasi teknologi tepat guna - Bahan informasi teknologi tepat guna merupakan hasil pengembangan teknologi PHT yang dilaksanakan oleh LL ataupun Puslit/Balit/Perti yang disusun dalam bentuk leaflet, poster atau brosur yang dilengkapi dengan gambargambar dan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh petani. - Untuk menyusun lealet, poster dan brosur tersebut dilakukan melalui kegiatan pertemuan penyusunan dan pembahasan materi informasi teknologi tepat guna. g. Pelatihan penyegaran petugas pengamatan OPT perkebunan. - Lokasi pelatihan Pelatihan dilakukan di 26 Provinsi dengan peserta 293 orang (Tabel 1.)

Tabel 1. Jumlah Peserta Pelatihan Penyegaran Petugas Pengamat OPT No Provinsi Jumlah No Provinsi Jumlah 1 NAD 13 14 NTB 14 2 Riau 13 15 NTT 10 3 Sumbar 19 16 Kalteng 10 4 Jambi 15 17 Kalsel 15 5 Bengkulu 14 18 Kaltim 15 6 Sumsel 14 19 Sulut 15 7 Lampung 14 20 Gorontalo 3 8 Babel 3 21 Sulteng 15 9 Kep Riau 3 22 Sulbar 6 10 Banten 3 23 Sulsel 15 11 Jabar 15 24 Sultra 15 12 Jateng 15 25 Papua 12 13 Bali 13 26 Irjabar 3 Jumlah 293 - Waktu pelatihan Pelatihan dilaksanakan selama 5 (lima) hari - Peserta Pelatihan Peserta pelatihan adalah petugas pengamat OPT/petugas UPPT dan petugas yang menangani perlindungan perkebunan di provinsi/kabupaten yang bersangkutan. Untuk provinsi yang jauh, pesertanya sedikit dan fasilitasnya belum ada dapat dititipkan ke provinsi lainnya terdekat yang mampu melaksanakannya.

- Metode Pelatihan Pelatihan penyegaran ini dilaksanakan dengan metode pendidikan orang dewasa (andragogy), meliputi pendalaman materi di kelas dan praktek lapangan. - Materi Pelatihan Materi pelatihan terdiri dari kebijakan perlindungan perkebunan secara nasional; kebijakan perlindungan daerah/provinsi; pengenalan dan pengendalian OPT penting, pengamatan OPT dengan metode surveillance, pendugaan kehilangan hasil, koleksi OPT, analisa data, pelaporan dan evaluasi. 4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi b. Output Tersedianya teknologi pengamatan dan pengendalian yang berbasis PHT. Terlatihnya sejumlah petugas pengamat/petugas teknis perlindungan perkebunan.

c. Outcomes Terimplementasikannya teknologi pengamatan dan pengendalian yang berbasis PHT di lapangan. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas pengamat/petugas teknis perlindungan perkebunan. d. Benefit Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan. e. Impact Kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat diminimalkan. 5. Komponen Biaya Biaya untuk Optimalisasi LL terdiri dari : a. Insentif/honor bagi petugas LL sebanyak 10 orang per provinsi. b. Pengujian, pengembangan, teknologi pengendalian hayati masing-masing 1 paket per provinsi. c. Identifikasi dan inventarisasi OPT. d. Koleksi OPT, agens hayati dan pestisida nabati untuk masingmasing 1 paket per provinsi.

e. Rintisan metode pengamatan/surveillance OPT penting tanaman perkebunan masing-masing 1 paket per provinsi. f. Pengembangan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT) masing-masing 1 paket per provinsi. g. Penyebaran bahan informasi teknologi tepat guna masingmasing 1 paket per provinsi. h. Pelatihan penyegaran petugas pengamatan OPT perkebunan dengan peserta sejumlah 293 orang seperti tersebar di 26 provinsi yaitu: NAD (13), Riau (13), Kep. Riau (3), Babel (3), Sumbar (10), Jambi (15), Sumsel (14), Bengkulu (14), Lampung (14), Jabar (15), Banten (3) Jateng (15), Bali (13), NTB (14), NTT (10), Kalteng (10), Kalsel (15), Kaltim (15), Sulut (15), Gorontalo (3), Sulteng (15), Sulsel (15), Sulbar (6), Sultra (15), dan Papua Barat (3), Papua (12). B. OPTIMALISASI LABORATORIUM UTAMA PENGENDALIAN HAYATI (LUPH) 1. Metode Metode yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan LUPH menggunakan/mengacu pada metode yang telah direkomendasikan oleh Puslit/Balit/Perti dan/atau ditetapkan oleh

Direktorat Perlindungan Perkebunan/UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan). 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 3 provinsi yaitu: Lampung, Sulawesi Utara dan Bali. 3. Pelaksanaan Kegiatan optimalisasi LUPH dilakukan melalui beberapa kegiatan yaitu eksplorasi dan inventarisasi musuh alami, perbanyakan, pengembangan teknik penyebaran, dan pengujian lapangan penggunaan musuh alami, serta magang petugas LUPH ke Puslit/Balit/Perti. a. Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami - Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami dilakukan pada sentra pertanaman dan merupakan kantong-kantong serangan OPT pada komoditi utama perkebunan atau komoditi unggulan di masing-masing daerah. - Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami dilakukan dengan menggunakan atau mengacu pada pedoman yang dikembangkan oleh Puslit/Balit/Perti dan UPT Pusat

(Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). - Hasil eksplorasi dan inventarisasi musuh alami kemudian dibuat koleksinya. Untuk jenis jamur atau mikrobia lainnya setelah dimurnikan kemudian disimpan dalam agar miring atau petridish dan selanjutnya diuji prospeknya untuk dapat dijadikan agens pengendali hayati. b. Perbanyakan musuh alami - Musuh alami yang diperbanyak dapat berupa parasitoid, predator maupun agens hayati dari golongan jamur atau jasad renik lainnya yang potensial dan banyak digunakan oleh petani untuk pengendalian OPT penting pada komoditi utama di daerah yang bersangkutan. - Khususnya untuk jamur misalnya Beauveri bassiana, Trichoderma sp., Metarrhizium anisopliae, perbanyakan dapat dilakukan dalam bentuk starter-starter yang akan diperbanyak sendiri oleh petani dengan metode sederhana, ataupun perbanyakan yang menghasilkan agens hayati siap pakai yang telah dikemas.

c. Pengembangan teknik penyebaran agens hayati Teknik penyebaran agens hayati yang dikembangkan adalah teknik penyebaran yang telah dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti dan UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). d. Pengujian lapangan penggunaan musuh alami - Musuh alami yang diuji adalah musuh alami yang sudah diketahui ada di daerah yang bersangkutan. - Pengujian dilakukan untuk mengetahui potensinya untuk pengendalian OPT penting pada komoditi utama perkebunan. - Pengujian lapangan dilakukan dengan mengacu pada metode yang telah dikembangkan oleh Puslit/Balit/Perti dan UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). - Pengujian dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

e. Magang petugas LUPH ke Puslit/Balit/Perti - Lokasi pemagangan Magang dilakukan di Puslit/Balit/Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan terdekat dengan propvinsi yang bersangkutan atau tergantung pada jenis komoditi dan permasalahan yang ada di lapangan. - Waktu magang Magang dikakukan minimal 5 hari kerja - Peserta magang Peserta magang adalah petugas LUPH di provinsi Lampung, Bali dan Sulut, jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggaran yang tersedia dan instansi tempat pemagangan. - Metode pemagangan Magang dilaksanakan dengan belajar dan praktek secara langsung di Puslit/balit di laboratorium dan lapangan.

- Materi Teknik pengembangan agens hayati Quality control dalam perbanyakan agens hayati Pengawetan agens hayati Teknik evaluasi efektifitas agens hayati di lapangan Selain itu materi tersebut di atas materi yang dipelajari disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi oleh petugas LUPH. 4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi. b. Output Tersedianya teknologi pengembangan dan penyebaran agens pengendali hayati. Terlatihnya sejumlah petugas LUPH dalam bidang pengendalian hayati. c. Outcomes Terimplementasikannya teknologi pengendalian OPT secara hayati. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas LUPH dalam bidang pengendalian hayati.

d. Benefit Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan melalui pengendalian hayati. e. Impact Kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat diminimalkan. 5. Komponen Biaya Biaya Optimalisasi Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH) terdiri dari : - Insentif/honor bagi petugas LUPH sebanyak 10 orang per provinsi. - Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami masing-masing 1 paket per provinsi. - Perbanyakan musuh alami masing-masing 1 paket per provinsi. - Pengembangan dan teknik penyebaran agens hayati masingmasing 1 paket per provinsi. - Pengujian lapangan penggunaan musuh alami masing-masing 1 paket per provinsi. - Magang petugas LUPH ke Puslit/Balit. masing-masing 1 paket per provinsi.

C. OPTIMALISASI SUB LAB HAYATI 1. Metode Metode yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan LUPH menggunakan/mengacu pada metode yang telah ada di Puslit/Balit/Perti atau UPT Pusat. 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 14 provinsi yaitu: Sumsel, Riau, Jambi, Babel, Lampung, Jateng, DIY, Bali, NTT, Kalteng, Sultra, Sulut, Irjabar, dan Papua. 3. Pelaksanaan a. Uji adaptasi agens hayati dengan kondisi lingkungan perkebunan Agens hayati hasil pengembangan/ditemukan oleh LL/LUPH, Puslit/Balit atau UPT Pusat dan berpotensi untuk pengendalian OPT di provinsi yang bersangkutan, diadakan uji adaptasi dengan kondisi lingkungan untuk mengetahui kecocokan dengan agroklimatnya atau spesifik lokasi.

b. Pengumpulan/pemeliharaan, perbanyakan dan pemanfaatan agens hayati. Agens hayati yang telah mapan di lapangan dilakukan pengumpulan selanjutnya dipelihara dan diperbanyak untuk dimanfaatkan sebagai agens pengendali hayati. Misalnya Oryctes sp.yang telah terinfeksi oleh Metharizium sp. dan parasitoid Tetrastichus sp. pada Brontispa sp. c. Perbanyakan starter dan musuh alami Agens hayati atau musuh alami yang sudah digunakan sebagai APH di daerah dibuat starter untuk selanjutnya dapat diperbanyak oleh petani dengan metode sederhana, kemudian diaplikasikan di lapangan. d. Koordinasi dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pengembangan agens hayati. Dilaksanakan dengan pertemuan dengan petugas teknis petugas dinas yang membidangi perlindungan perkebunan/ petugas lapang/petugas pengamat untuk membahas rencana pengembangan dan pemanfatan agens hayati untuk pengendalian OPT penting tanaman perkebunan di wilayah binaannya.

4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi. b. Output Tersedianya agens pengendali hayati untuk pengendalian OPT di lapangan. c. Outcomes Termanfaatkannya agens pengendali hayati untuk pengendalian OPT di lapangan. d. Benefit Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan. e. Impact Kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat diminimalkan. 5. Komponen Biaya Biaya Optimalisasi Sub Lab Hayati terdiri dari : - Insentif/honor bagi petugas Sub Lab. Hayati masing-masing 4 orang per provinsi terdiri dari 1 orang kepala dan 3 orang staf. - Uji adaptasi agens hayati dengan kondisi lingkungan perkebunan masing-masing provinsi 1 paket.

- Pengumpulan/pemeliharaan dan perbanyakan dan pemanfaatan agens hayati masing-masing provinsi 1 paket. - Perbanyakan starter dan musuh alami masing-masing provinsi 1 paket. - Koordinasi dalam rangka penyelenggaraan agens hayati sebanyak 15 OH untuk masing-masing provinsi. D. REHABILITASI LL, LUPH, SUB LAB HAYATI DAN UPPT 1. Metode Rehabilitasi gedung LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan UPPT menggunakan/mengacu pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Provinsi/Kabupaten/Kota. Sedangkan pengadaan peralatan disesuaikan dengan kebutuhan peralatan. Proses rehabilitasi bangunan dan pengadaan peralatan mengacu pada ketentuanketentuan yang berlaku tentang pengadaan barang dan jasa (Keppres No. 80 Tahun 2003).

2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, sedangkan lokasinya adalah sebagai berikut : a. Rehabilitasi LL di laksanakan di 3 provinsi yaitu NAD, Sulut dan Sulteng. b. Rehabilitasi LUPH di laksanakan di provinsi Bali. c. Rehabilitasi Sub Lab Hayati dilaksanakan di 2 provinsi yaitu : Jambi dan NTT. d. Rehabilitasi UPPT dilaksanakan di 9 provinsi yaitu : Sumbar, Kep. Riau, NTB, Kalteng, Sultra, Sulbar, Sulsel, Papua dan Papua Barat. 3. Pelaksanaan a. Rehabilitasi gedung - Melakukan rehabilitasi gedung LL yang terdiri dari kantor dan laboratorium yang rusak. - Melakukan rehabilitasi gedung LUPH yang terdiri dari kantor dan laboratorium yang rusak. - Melakukan rehabilitasi gedung Sub Lab Hayati yang yang rusak. - Melakukan rehabilitasi gedung UPPT yang rusak.

b. Pengadaan meubelair Melakukan pengadaan meubelair untuk mengganti meubelair yang telah rusak pada LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan UPPT. c. Pengadaan Alat Laboratorium. - Melakukan pengadaan alat laboratorium untuk mengganti alat laboratorium yang telah rusak pada LL, LUPH, Sub Lab Hayati. - Pengadaan alat laboratorium diprioritaskan pada alat-alat yang sering digunakan dan telah rusak. Pengadaan disesuaikan dengan dana yang tersedia dengan spesifikasi yang memadai dengan kondisi laboratorium yang bersangkutan. 4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi. b. Output Terehabiltasinya LL (3 unit), LUPH (1 unit), Sub Lab Hayati (2 unit) dan UPPT (9 unit). Tersedianya peralatan laboratorium dan meubelair.

c. Outcomes Teroptimalkannya kegiatan-kegiatan pada LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan dan UPPT d. Benefit Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan. e. Impact Kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat diminimalkan. 5. Komponen Biaya Biaya yang dialokasikan dalam kegiatan rehabilitasi gedung LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan UPPT terdiri dari : a. Biaya rehabilitasi gedung yaitu : Rehab gedung LL masing-masing seluas 126 m 2 Rehab gedung LUPH seluas 100 m 2 Rehab gedung Sub Lab Hayati masing-masing seluas 70 m 2 Rehab gedung UPPT masing-masing seluas 70 m 2

b. Biaya eksploitasi Eksploitasi listrik pada LL masing-masing selama 12 bulan Eksploitasi listrik pada LUPH selama 12 bulan Eksploitasi listrik pada Sub Lab Hayati masing-masing selama 12 bulan Eksploitasi listrik pada UPPT masing-masing selama 12 bulan c. Pengadaan meubelair Pengadaan meubelair pada LL masing-masing sebanyak 1 paket Pengadaan meubelair pada LUPH sebanyak 1 paket Pengadaan meubelair pada Sub Lab Hayati masingmasing sebanyak 1 paket. Pengadaan meubelair pada UPPT masing-masing sebanyak 1 paket. d. Pengadaan alat laboratorium. Alat laboratorium pada LL masing-masing sebanyak 1 paket. Alat laboratorium pada LUPH sebanyak 1 paket.

Alat laboratorium pada Sub Lab Hayati masing-masing sebanyak 1 paket. E. INSENTIF PETUGAS PENGAMAT HAMA DAN PENYAKIT 1. Metode Pemberian insentif dilakukan kepada petugas pengamat/uppt setiap bulan pada saat penyerahan laporan hasil pengamatan, sekaligus dilakukan pembinaan oleh petugas provinsi tentang pelaksanaan pengamatan OPT perkebunan. 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 27 provinsi yaitu: NAD, Sumbar, Sumsel, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kep. Riau, Babel, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Gorontalo, Papua dan Irjabar.

3. Pelaksanaan a. Pemberian insentif pada petugas pengamat - Pemberian insentif kepada petugas pengamat sebanyak 898 orang yang tersebar di 27 provinsi seperti pada Tabel 2. berikut : Tabel 2. Jumlah Petugas Pengamat yang Mendapat Insentif No Provinsi Jumlah No Provinsi Jumlah 1 NAD 34 15 NTB 28 2 Riau 54 16 NTT 42 3 Sumbar 54 17 Kalteng 42 4 Jambi 38 18 Kalsel 22 5 Bengkulu 16 19 Kaltim 28 6 Sumsel 74 20 Sulut 20 7 Lampung 64 21 Gorontalo 32 8 Babel 16 22 Sulteng 12 9 Kep Riau 6 23 Sulbar 32 10 Banten 8 24 Sulsel 12 11 Jabar 66 25 Sultra 74 12 Jateng 52 26 Papua 24 13 DIY 16 27 Irjabar 24 14 Bali 42 Jumlah 898 - Petugas pengamat yang diberi insentif adalah petugas UPPT dan atau petugas perlindungan perkebunan pada Dinas Kabupaten/Kota yang melakukan kegiatan pengamatan OPT perkebunan.

- Petugas yang menerima insentif di tetapkan melalui SK Kepala Dinas yang membidangi perkebunan di Provinsi. b. Biaya operasional pengamatan OPT di lapangan Biaya operasional pengamatan OPT adalah biaya perjalanan petugas pengamat untuk melakukan pengamatan di wilayah binaannya. c. Biaya administrasi pelaporan OPT Biaya administrasi pelaporan OPT adalah biaya ATK untuk penyusunan dan pengiriman laporan situasi OPT perkebunan 4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi. b. Output Terserapnya dana insentif untuk petugas pengamat OPT perkebunan Terfasilitasinya kegiatan pengamatan OPT di lapangan. c. Outcomes Meningkatnya kinerja petugas pengamat/uppt Tersedianya laporan situasi OPT.

d. Benefit Teramatinya OPT secara kontinyu dan berkesinambungan sehingga adanya perkembangan OPT dapat diketahui secara dini (early warning system) dan kemungkinan terjadinya eksplosi dapat diantisipasi. e. Impact Serangan OPT pada tanaman perkebunan berada dalam kondisi yang tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi. 5. Komponen Biaya Biaya untuk Insentif Petugas Pengamat Hama dan Penyakit, terdiri dari: (a) biaya insentif bagi petugas pengamat/uppt; (b) biaya perjalanan petugas pengamat ke lapangan dan (c) biaya pembelian ATK dan pengiriman laporan.

III. PENUTUP Sebagai tindak lanjut dari Pedoman Teknis ini diharapkan provinsi segera menyiapkan penjabaran dan pengoperasionalan sebagai Petunjuk Teknis kegiatan Laboratorium Lapangan, Laboratorium Utama Pengendalian Hayati dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman. Bagi provinsi yang telah membentuk Unit Pelaksana Tugas Daerah (UPTD), kegiatan-kegiatan perangkat tersebut dilaksanakan oleh UPTD berkoordinasi dengan Dinas yang menangani perlindungan perkebunan. Sedangkan provinsi yang belum membentuk UPTD, pelaksanaan kegiatan oleh Dinas yang menangani perlindungan perkebunan. Diharapkan setelah seluruh rangkaian kegiatan dilaksanakan agar segera disusun laporan kegiatannya dan disampaikan ke Direktorat Perlindungan Perkebunan pada bulan Januari 2010.