BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Unit Pengolahan Ikan Wajib Memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi di dalam memasok total kebutuhan konsumsi protein di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Potensi hasil laut di Kabupaten Malang di pesisir laut jawa sangatlah

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

BAB I PENDAHULUAN. Neraca perdagangan komoditi perikanan menunjukkan surplus. pada tahun Sedangkan, nilai komoditi ekspor hasil perikanan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

LAMPIRAN NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG BAB I PENDAHULUAN

CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A.

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

2. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);

BAB I PENDAHULUAN. Agroindustri semakin berkembang pesat. Seiring dengan berkembangnya

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52A/KEPMEN-KP/2013 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di

III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP 6.1 Strategi Untuk Meningkatkan Sektor Perikanan Tangkap Di Kabupaten Indramayu Kebijakan pembangunan sektor kelautan perikanan Kabupaten Indramayu didasarkan pada pendekatan pembangunan yang diarahkan agar mampu memainkan peranan utama dalam perbaikan perekonomian daerah, dalam arti dapat memposisikan sebagai penggerak pembangunan ekonomi daerah dan membudayakan masyarakat nelayan agar mampu mandiri dalam melaksanakan usahanya yang meliputi ; 6.1.1 Peningkatan Sumber Daya Manusia Terlepas dari permasalahan ekonomi terutama dalam produk hasil perikanan, pasar global akan berdampak pada sektor Sumber Daya Manusia. Tantangan pasar global menuntut tersedianya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi atau latar belakang pendidikan serta keahlian yang memenuhi kebutuhan dalam memenangkan persaingan di pasar tenaga kerja. Tenaga kerja lulusan perguruan tinggi sebanyak itu akan dapat meningkatkan nilai tambah produk dan layanan yang dihasilkan. Hal itu ditandai dengan peningkatan kualitas hasil kerja, peningkatan produktivitasnya baik secara total dan/parsiil, pengurangan biaya produksi, waktu kerja yang lebih cepat, dan lebih efisien. Pemerintah maupun instansi terkait dapat menyediakan anggaran untuk peningkatan pendidikan bagi nelayan serta memberikan peraturan terikat bahwa nelayan diwajibkan minimal tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kabupaten Indramayu sendiri lebih dari 69% masyarakatnya berpendidikan Sekolah Dasar, sedangkan perkembangan zaman menuntut untuk meningkatkan kualitas SDMnya bukan kuantitasnya. Dengan adanya perkembangan zaman yang semakin tinggi, penggunaan teknologi pun turut mengambil peran penting dalam kelangsungan kegiatan perindustrian. Seperti halnya kegiatan perikanan tangkap, untuk terus meningkatkan mutu, kuantitas 124

125 serta kualitas ikan yang diperoleh maka mutu dan kualitas dari nelayannya pun hendaknya terus berkembang. Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas nelayan yang ada di Kabupaten Indramayu dapat meningkatkan pendidikan dari 16% yang berpendidikan SMP dan 12% yang berpendidikan SMA, serta 3% tamatan diploma. Nelayan yang hendak menjadi keanggotaan dari organisasi maupun koperasi yang menaungi kegiatan perikanan di Kabupaten Indramayu memberikan persyaratan yang mengikat bahwa nelayan di Kabupaten Indramayu harus minimal tamanan SMP, dan apabila terdapat nelayan yang tidak memenuhi persayaratan yang ada maka diberikan sansi membayar denda yang telah ditentukan dari kebijakan yang ada di daerah tersebut. Selain itu adanya sertifikat tenaga ahli yang menyatakan bahwa yang nama yang tercantun dalam sertifikat tersebut sebagai nelayan yang dikeluarkan dan disahkan oleh instansi dan organisasi perikanan yang terdapat di daerah tersebut. 6.1.2 Penggunaan Teknologi Ramah Lingkungan a) Penggunaan Sel surya yang juga disebut dengan Photovoltaic adalah bahan yang dapat digunakan untuk melakukan pengubahan secara langsung terhadap cahaya matahari menjadi energi listrik dengan menggunakan mekanisme fisik yang disebut dengan Photovoltaic effect. Sel surya (solar cell) telah lama dikembangkan sebagai sumber tenaga, baik yang digunakan sebagai sumber daya penggerak motor maupun sebagai pembangkit listrik dalam skala yang besar. Sel surya mungkin membutuhkan biaya investasi yang cukup mahal. Namun di sisi lain sel surya memiliki lifetime yang tinggi dan penghematan pada biaya bahan bakar, maka sel surya perlu dipertimbangkan sebagai alternatif sumber energi baru sebagai penggerak kapal. Kombinasi dari sistem sel surya dan diesel konvensional yang lazim disebut sistem Hybrid diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam penghematan bahan bakar. Dari hasil analisa dan perencanaan yang dilakukan pada kapal penangkap ikan tipe purse sein 60 GT yang beroperasi disekitar pantai Prigi dengan rute 350 mill laut, didapatkan bahwa penghematan yang diperoleh dari penggunaan sistem hybrid ini sebesar Rp. 4.004.000 dalam sekali pelayaran. Walaupun dengan adanya penurunan

126 kecepatan, namun hal tersebut tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan pada waktu tempuh. Gambar 6.1 Penggunaan Sel Surya b) Menggunakan media pendingin air yang digunakan dengan alat mekanis disebut juga dengan refrigerated sea water (RSW). Alat mekanik yang digunakan untuk mendinginkan air laut tersebut adalah refrigerator. Evaporator yang merupakan bagian dari refrigerator disimpan pada salah satu dinding tangki. Evaporator ini berfungsi untuk mendinginkan air laut dengan menyerap panas yang dikeluarkan oleh ikan maupun air laut. Air dingin disirkulasi ke dalam tangki penyimpanan dan selanjutnya dialirkan kembali melewati refrigerator dengan pompa. Air yang telah melewati refrigerator akan menjadi dingin dan selanjutnya disirkulasi kembali ke tangki penyimpanan. Penggunaan ikan dengan menggunakan sistem RSW banyak di gunakan oleh kapal penangkapan ikan yang berukuran besar. Pada umumnya, kapalkapal besar tersebut dalam melakukan penangkapan ikan sampai berbulanbulan lamanya sehingga media pendingin yang digunakan harus mampu mempertahankan hasil tangkapannya sampai kapal tersebut berlabuh. Berikut ini beberapa keuntungan menggunakan media RSW dalam penanganan ikan. Dapat memperpanjang tingkat kesegaran ikan karena suhu pendinginan dapat mencapai -1 C.

127 Kerusakan fisik dapat dihindari karena karena ikan tidak mendapatkan tekanan dari ikan yang di atasnya atau dari es sebagaimana halnya jika menggunakan media es. Penurunan suhu ikan akan berlangsung lebih cepat karena suhu permukaan ikan dapat kontak dengan media pendingin. Proses penanganan ikan lebih mudah dan cepat, baik dalam pengisian maupun pembongkaran sehingga akan menghemat waktu dan tenaga kerja. beberapa kelemahan penggunaan metode RSW. Ikan akan terasa asin karena adanya garam yang masuk kedalam tubuh ikan. Sebagian protein ikan ada yang larut kedalam air garam (air laut). Gambar 6.2 Penggunaan Air Laut Untuk Mendinginkan Ikan Dengan Metode RSW Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dirjen P2HP-DKP penanganan ikan dengan suhu dingin sekitar 0 o C secara terus menerus tidak terputus sejak ikan ditangkap atau dipanen, sebelum didaratkan dan didistribusikan serta dipasarkan hingga ke tangan konsumen, maka ikan hasil tangkapan atau ikan hasil panen dapat dipastikan memiliki mutu tinggi, aman dikonsumsi serta memenuhi kriteria produk perikanan prima. Oleh karena itu, penerapan sistem rantai dingin secara benar diterapkan dengan baik serta memperhatikan sanitasi dan hygiene.

128 Teknologi yang sudah banyak diterapkan untuk mendinginkan ikan adalah pembekuan dengan es (icing), yaitu mencampur ikan dan es dengan proporsi 1: 2. Untuk perikanan tangkap, cara itu harus dilakukan sejak ditangkap dandimasukkan ke kapal. Artinya, es mutlak harus dibawa saat nelayan berangkat melaut. Kapal besar dan modern biasanya punya unit pendinginan (bahkan unit pembekuan) sehingga tidak harus membawa es dari darat. c) Penggunaan Set Net sebagai alat alternative untuk menangkap ikan yang hemat energi. Set net atau sero jarring adalah sejenis alat tangkap ikan bersifat menetap dan berfungsi sebagai perangkap ikan dan biasanya dioperasikan di perairan pantai. Ikan umumnya memiliki sifat beruaya menyusuri pantai, pada saat melakukan ruaya ini kemudian dihadang oleh jaring set net kemudian ikan tersebut tergiring masuk ke dalam kantong. Ikan yang telah masuk ke dalam kantong umumnya akan mengalami kesulitan untuk keluar lagi sehingga ikan tersebut akan mudah untuk ditangkap dengan cara mengangkat jarring kantong. Satu unit set net terdiri dari beberapa bagian yakni penaju (leader net), serambi (trap/play ground), ijebijeb (entrance) dan kantong (bag/crib). Jenis alat tangkap set net banyak dioperasikan oleh nelayan di Jepang sejak ratusan tahun yang lalu dengan berbagai ukuran yakni kecil, sedang, dan besar. Set net berukuran kecil umumnya dengan panjang penaju kurang dari 500 m dipasang pada kedalaman perairan kurang dari 20 m, sedang yang berukuran besar memiliki panjang penaju antara 4000-5000 m dan dipasang pada perairan dengan kedalaman antara 30 ' 40 m. Berbagai jenis ikan yang tertangkap oleh set net di Jepang antara lain: sardine, ekor kuning, salmon, dan tuna. Produksi perikanan dari hasil tangkapan set net di Jepang dapat mencapai 3 % dari produksi total dari hasil tangkapan perikanan laut. Di Indonesia terdapat berbagai jenis alat tangkap sejenis set net seperti jermal, sero, ambai, belat dan perangkap lainnya. Perbedaan jenis alat tangkap ini dengan set net adalah bahan yang digunakan yakni sebagian besar dari bambu, kecuali bagian kantong yang terbuat dari jaring. Jenis ikan yang tertangkap juga berbeda dimana alat tangkap perangkap (trap) di Indonesia umumnya menangkap jenis ikan demersal seperti layur, petek dan sebagian jenis ikan pelagis seperti sardine dan tembang. Namun pada

129 prinsipnya hampir sama yakni menghadang ruaya ikan kemudian diarahkan masuk ke dalam perangkap/trap dan akhirnya ke kantong. Gambar 6.3 Penggunaan Set Net d) Menggunakan standarisasi bahan baku dan produk sangat diperlukan untuk menjaga mutu dan kualitas sebuah produk. Pada beberapa perusahaan pembuat kerupuk ikan/udang kurang menerapkan standarisasi dengan baik. Misalnya dalam pemilihan bahan baku, pensortiran dan pengujian organoleptik ikan/udang kurang presisi, sehingga terdapat bahan baku yang tidak segar tercampur dan mempengaruhi rasa serta menimbulkan bau yang kurang enak pada produk. Tidak seragamnya penampilan kerupuk udang yaitu warna, bentuk, ukuran, kerataan permukaan, dan kemulusan. Selain itu, pengemasan produk yang kurang menarik, dan hygiene. Produk ekspor harus memenuhi standar yang ditentukan oleh negara impor, agar produk dapat bersaing dalam pasar internasional. Perbaikan dapat dilakukan memperbaiki HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang didalamnya terdapat GMP (Good Manufacturing Practice) dan SSOP (Standard Sanitation Operational Procedure). Selain itu melakukan pensortiran bahan baku dan melakukan pengujian organoleptik dengan presisi pada penerimaan bahan baku. Sistem HACCP merupakan salah satu sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan, yang menjadi acuan bagi industri pangan di seluruh dunia. Sistem HACCP juga merupakan salah satu bagian dari sistem yang menyeluruh dalam prosedur pengendalian mutu dan merupakan sistem yang

130 tidak berdiri sendiri. Kelayakan dasar unit pengolahan merupakan prasyarat (pre-requisite) dalam pengembangan sistem HACCP. Penerapan sistem HACCP tidak akan efektif apabila persyaratan kelayakan dasar unit pengolahan tidak terpenuhi. Selain itu, juga diperlukan adanya komitmen dan dukungan manajemen serta sarana dan sumberdaya manusia untuk menunjang penerapan sistem tersebut. Program kelayakan dasar terdiri atas dua bagian pokok, yaitu GMP (Good Manufacturing Practices) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) (Wiryanti dan Witjaksono 2001). GMP adalah cara atau teknik berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang benar, memenuhi persyaratan mutu (wholesomeness) dan keamanan pangan (food safety). SSOP adalah prosedur pelaksanaan sanitasi standar yang harus dipenuhi oleh suatu unit pengolahan ikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah (Mangunsong 2000). Persyaratan yang mengacu pada kegiatan SSOP pada kegiatan perikanan tangkap mengacu kepada (a) penyediaan air bersih untuk pembuatan es dan pengelolahan lainnya, (b) peralatan serta perlengkapan kerja yang memadai, (c) pencegahan kotaminasi silang antara bahan baku, bahan pembantu, peralatan dan perlengkapan kerja lainnya (d) fasilitas cuci tangan dan higienis karyawan (e) pencehahan cemaran kimiawi dan fisik (f) pelabelan dan penyimpanan bahan beracun (g) kesehatan karyawan, dan (h) pengendalian hama yang ada pada bahan baku dan ruang kerja. Sedangkan pada kegiatan GMP pada pengolahan perikanan terdiri dari berbagai macam persyaratan dan bersifat spesifik sesuai dengan jenis produknya, beberapa persyaratan meliputi (a) persyaratan mutu dan keamanan bahan baku, (b) persyaratan penanganan bahan baku (c) persyaratan pengolahan (d) persyaratan pengemasan produk (d) persyaratan penyimpanan produk (e) persyaratan distribusi produk. 6.1.3 Penggunaan MSC pada Produk Perikanan Tangkap Saat ini produk perikanan tangkap asal Indonesia, terutama pada produk perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu belum ada yang mendapatkan sertifikasi internasional The Marine Stewardship Council (MSC), untuk produksi perikanan. Menurut Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), di Asia baru Maladewa untuk

131 produk ikan cakalang dengan penangkapan pancing. Lalu ada kerang tangkapan untuk Vietnam yang sudah lebih dahulu mengantongi sertifat tersebut. MSC merupakan sertifikasi ekolabel internasional yang merupakan bagian dari persyaratan pasar ekspor. Kecenderungan persyaratan ekolabel semakin meningkat di pasar internasional. Manfaat yang dapat diperoleh dengan menggunakan MSC pada produk perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu, terlebih karena produksi ikan di Kabupaten Indramayu telah memasuki pasar Internasional yakni ke Negara China, Amerika Serikat, Jepang, dan lainnya. Manfaat dari MSC tersebut adalah produk yang didapat berasal dari cara yang benar, lalu pasar ekspor lebih terbuka, serta harga yang jauh lebih tinggi. Kemudian konsumen di luar negeri tidak ragu mengonsumsi produk ikan tangkap di Kabupaten Indramayu. Dari data P2HP, neraca perdagangan hasil perikanan Indonesia ke ASEAN surplus besar 324,61 juta dolar AS pada 2011, lalu pada 2012 sebanyak 493,44 juta dolar AS, dan 2013 mencapai 464,94 juta dolar AS. Hal ini penting bagi Indonesia untuk memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Ini menunjukan bahwa produksi ikan yang ada di Indramayu yang memberikan kontribusi pada produksi ikan di Indonesia memberikan masukan pada perekonomian Negara juga menunjukan bahwa produksi ikan di Indonesia mampu untuk bersaing di Negara lain. 6.2 Kelemahan Studi Kekurangan dari analisis yang dilakukan ini, masih menggunakan motode analisis sederhana yakni LQ dan Shift Share. Serta hanya terfokuskan pada analisis komoditas unggulan yang berdaya saing saja. Dari komoditas tersebut terdapat komoditas yang sebenarnya masih memiliki potensi untuk dapat dikembangkan menjadi unggulan karena memiliki nilai lebih dari segi pengolahan makanan namun dari segi produksinya masih kurang, sehingga hasil tugas akhir ini diharapkan dapat bermanfaat untuk terus dikembangkan dan dilanjutkan agar kegiatan perikanan yang ada di Kabupaten Indramayu dapat terus meningkat. Pada sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), GMP (Good Manufacturing Practice), dan SSOP (Standard Sanitation Operational Procedure) belum terperinci pada setiap poin-poin pembahasan sehingga dapat dikembangkan kembali dengan kegiatan penelitian lainnya. Perbaikan sistem

132 perlu dilakukan guna meningkatkan produksi, kualitas dan daya saing dari hasil tangkapan perikanan di Kabupaten Indramayu. 6.3 Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dirumuskan rekomendasi sebagai upaya peningkatan dayasaing komoditas perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu, yaitu: 1. Pemerintah Kabupaten Indramayu dalam melakukan pembangunan sektor perikanan kedepannya diharapkan dapat lebih berfokus pada komoditas-komoditas yang menjadi unggulan, melalui pembangunan infrastruktur dan industri yang memadai mulai dari hulu hingga hilir sehingga peningkatan dayasaing terhadap komoditas unggulan dapat lebih cepat diwujudkan. Namun, komoditas yang bukan unggulan diharapkan tetap menjadi perhatian sebagai penyokong industri pengolahan hasil perikanan. Pemerintah serta pihak swasta untuk bekerja sama dalam memperbaiki mekanisme dan management kegiatan perikanan. 2. Pengusaha pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Indramayu diharapkan lebih memperhatikan mutu dan kualitas produk yang dihasilkan melalui peningkatan teknologi pengolahan, pemanfaatan gedung pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, serta mengikuti pelatihan dan pembinaan keamanan atau kehigienisan pangan yang dilakukan oleh dinas terkait. 3. Pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Indramayu dalam peningkatan produksi penangkapan ikan harus dilakukan dengan baik dan sebijak mungkin dengan memperhatikan kelestarian alam dan keberlanjutan dalam penangkapan ikan kedepannya. Hal ini dapat dilakukan terutama oleh para nelayan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi penangkapan ikan seperti pembuatan tempat tinggal ikan melalui rumponisasi. 4. Program penyediaan infrastruktur sistem rantai dingin (cold chain system) di Kabupaten Indramayu perlu ditingkatkan sebagai upaya penjagaan kualitas dan mutu komoditas serta produk perikanan mulai dari tingkat nelayan, pengolah, pemasar, sampa pada tingkat konsumen.

133 5. Lembaga perbankan diharapkan lebih mempermudah akses sumber permodalan bagi kelompok nelayan dan kelompok usaha. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan program tanggung jawab sosial kepada masyarakat pesisir melalui pemberian bantuan modal dengan dispensasi bunga.