BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 73 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden Penyebaran kuesioner terhadap kelompok nelayan dan pengusaha dalam penelitian ini dilakukan terhadap 100 responden, dimana masing-masing mewakili nelayan tangkap, nelayan budidaya dan usaha pengolahan hasil perikanan, sehingga diperoleh karakteristik responden untuk kelompok nelayan, baik tangkap maupun budidayasertapengolahan hasil perikanan.nelayan tangkap merupakan jenis nelayan yang paling banyak terdapat di Kabupaten Kepulauan Aru, sehingga menjadi responden terbanyak yang diambil untuk mewakili keseluruhan nelayan, yaitu sebanyak 60 responden.pada umumnya nelayan tangkap ini tidak hanya menggunakan satu jenis peralatan untuk menangkap, melainkan mengkombinasikan alat tangkap yang digunakan, seperti jaring dan pancing, yang penggunaannya disesuaikan dengan musim maupun jenis ikan yang dicari. Nelayan budidaya merupakan para pelaku yang bergerak dalam bidang budidaya perikanan.usaha budidaya perikanan yang berkembang hingga saat ini masih terbatas budidaya teripang yang sudah dikembangkan lebih dulu dan budidaya rumput laut yang baru dikembangkan beberapa tahun belakangan.skala usaha yang dikembangkan masih sangat kecil atau mikro, karena keterbatasan modal dan pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku.sedangkan usaha pengolahan yang berkembang di daerah dan digeluti masyarakat maupun pengusaha kecil, masih sangat minim dan hanya berupa pengolahan ikan asin dan terasi udang Nelayan Tangkap A. Umur Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa dari nelayan tangkap yang menjadi responden, 23 orang (38,33%) memiliki umur antara tahun, 15 orang (25%) berumur antara tahun, 14 orang (23,33%) berumur lebih dari 50 tahun dan sebanyak 8 (13,33%) orang berumur antara tahun.hal ini

2 74 menunjukkan bahwa sebagian besar nelayan di Kabupaten Kepulauan Aru berumur antara tahun dan jumlah terkecil berumur antara tahun. Nelayan Tangkap Menurut Umur (Tahun) 45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 38,33% 25,00% 23,3% 13,33% Tahun Tahun Tahun >50 Tahun Gambar 7. Karakteristik Responden Menurut Umur (Tahun) B. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan memiliki pengaruh tersendiri bagi nelayan tangkap, terutama yang berkaitan dengan teknologi alat tangkap yang telah menggunakan teknologi modern.tingkat pendidikan yang yang rendah sangat mempengaruhi kemampuan nelayan tangkap untuk dapat menggunakan peralatan tangkap maupun navigasi yang umumnya sangat membantu dalam peningkatan produksi.dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa untuk kategori tingkat pendidikan dari 60 nelayan tangkap yang menjadi responden, sebanyak 28 orang (46,67%) berpendidikan SMP, dan merupakan jumlah terbanyak, kemudian diikuti dengan 21 orang (35%) berpendidikan SD dan sebanyak 11 orang (18,33%) yang merupakan jumlah terkecil berpendidikan SMA. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa nelayan tangkap yang berada di Kabupaten Kepulauan Aru masih memiliki kemampuan yang rendah untuk dapat mengadopsi kemajuan teknologi penangkapan ikan, karena dari sebagian besar responden masih memiliki tingkat pendidikan sangat rendah yaitu SD dan SMP.Upaya yang dilakukan untuk dapat bersaing dengan nelayan asing maupun peningkatan produksi menjadi sangat sulit karena kendala ini.

3 75 Nelayan Tangkap Menurut Tingkat Pendidikan 50,00% 45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 46,67% 35,00% 18,33% SD SMP SMA Gambar 8. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan C. Status Dalam Keluarga Dari Gambar 9, dapat dilihat bahwa berdasarkan status dalam keluarga, sebanyak 43 responden (71,76%) berstatus sebagai kepala keluarga, 11 responden (18,33%) adalah merupakan saudara/famili yang tinggal bersama keluarganya dan sebanyak 6 responden (10%) berstatus sebagai anak. Nelayan Tangkap Menurut Status Dalam Keluarga 80,00% 70,00% 71,76% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 10,00% 10,00% 18,33% 0,00% Kepala Keluarga Anak Saudara/Famili Gambar 9. Karakteristik Responden Menurut Status Dalam Keluarga

4 76 D. Jumlah Anggota Keluarga Berdasarkan jumlah anggota keluarga, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 10, sebanyak 30 responden (50%) memiliki anggota keluarga antara empat sampai lima orang, 28 responden (46,67%) memiliki anggota keluarga antara enam sampai tujuh orang dan sebanyak dua responden (3,33%) memiliki anggota keluarga antara 2 sampai 3 orang. 60,00% 50,00% Nelayan Tangkap Menurut Jumlah Anggota Keluarga 50,00% 46,67% 40,00% 30,00% 10,00% 0,00% 3,33% 2-3 Orang 4-5 Orang 6-7 Orang Gambar 10. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga E. Jenis Armada Tangkap Pengaruh utama yang dapat dilihat dari jenis armada tangkap yang digunakan oleh nelayan adalah hasil tangkapan yang diperoleh, dimana semakin sederhana armada tangkap yang digunakan, maka hasil tangkapan yang diperoleh juga makin sedikit.berdasarkan jenis armada tangkap sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 11, sebanyak 30 responden (50%) memiliki armada tangkap berupa perahu tanpa motor, 17 responden (28,33%) menggunakan kapal motor, sedangkan sebanyak 12 responden (21,67) menggunakan perahu motor tempel.dari data ini dapat disimpulkan bahwa nelayan tangkap di Kabupaten Kepulauan Aru masih memiliki hasil tangkapan yang minim karena sebagian besar armada tangkap yang digunakan masih berupa perahu tanpa motor.

5 77 60,00% 50,00% Nelayan Tangkap Menurut Jenis Armada Tangkap 50,00% 40,00% 30,00% 10,00% 0,00% 21,67% Perahu Tanpa Motor Perahu Motor Tempel 28,33% Kapal Motor Gambar 11. Karakteristik Responden Menurut Jenis Armada Tangkap F. Nilai Investasi Nilai investasi yang ditanamkan oleh nelayan tangkap dalam mengembangkan usahanya di bidang perikanan mempunyai pengaruh besar terhadap hasil produksi dan tingkat pendapatan nelayan, karena nilai investasi yang besar memungkinkan nelayan untuk memperoleh peralatan tangkap dan armada yang lebih maju dari segi teknologi sehingga mampu memberikan hasil tangkapan lebih besar dibandingkan dengan peralatan sederhana yang dimiliki nelayan karena nilai investasi yang lebih kecil. Perbedaan nilai investasi yang ditanamkan oleh nelayan dalam pengembangan usaha dalam bidang perikanan tangkap pada umumnya disebabkan karena katerbatasan dalam pemilikan modal usaha, dimana sebagian besar nelayan yang menjadi responden masih menggunakan modal sendiri dan belum mempunyai akses terhadap bank maupun lembaga keuangan lain yang dapat memberikan pinjaman untuk menambah modal usaha dan peningkatan investasi. Berdasarkan Gambar 12, dapat dilihat bahwa berdasarkan nilai investasi yang dimiliki oleh responden, sebanyak 30 responden (50%) memiliki nilai investasi kurang dari 10 juta rupiah, 18 responden dengan nilai investasi antara juta rupiah, 8 responden (13,33%) memiliki nilai investasi antara juta

6 78 dan yang terakhir dengan nilai investasi terbesar yaitu diatas 51 juta sebanyak 4 responden (6,67%). 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% Nelayan Tangkap Menurut Nilai Investasi (Rupiah) 50,00% 30,00% 10,00% 13,33% 6,67% 0,00% < 10 Juta Juta Juta > 51 Juta Gambar 12. Karakterisitk Responden Menurut Nilai Invstasi G. Lamanya Usaha Lamanya usaha yang telah dijalankan oleh nelayan tangkap yang menjadi responden dalam penelitian ini memberikan pengaruh besar terhadap tingkat pendapatan dan peningkatan nilai investasi. Nelayan tangkap yang menjalankan usaha awal dengan modal dan nilai investasi yang kecil tetapi mampu mengelola usahanya secara baik dan telah berjalan dalam waktu yang lebih lama, memiliki pendapatan dan nilai investasi lebih besar pada saat ini, jika dibandingkan dengan nelayan tangkap yang baru maupun belum lama menjalankan usahanya. Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa sebagian besar dari 60 nelayan tangkap yang menjadi responden, atau sebanyak 25 responden (41,67%), sudah menjalankan usahanya antara lima hingga sepuluh tahun, 23 responden (38,33%), menjalankan usaha antara tahun, 7 responden (11,67%) selama tujuh tahun serta 5 respondn (8,33%) sudah berprofesi sebagai nelayan tangkap selama lima tahun.

7 79 45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% Nelayan Tangkap Menurut Lamanya Usaha 41,67% 38,33% 11,67% 8,33% < 5 Tahun 5-10 Tahun Tahun Tahun Gambar 13. Karakteristik Responden Menurut Lamanya Usaha H. Tingkat Pendapatan Berdasarkan Gambar 14, menunjukkan bahwa tingkat pendapatan nelayan tangkap tertinggi berada pada nilai kurang dari 2,5 juta rupiah. Nilai pendapatan ini dimiliki oleh 32 responden (53,33%), nilai pendapatan antara 2,5 5 juta dimiliki oleh 22 nelayan (36,67%), sebanyak 4 responden (6,67%) memiliki pendapatan antara enam hingga 10 juta, serta pendapatan tertinggi yaitu antara juta dimiliki oleh 2 responden. Besar kecilnya nilai pendapatan yang dimiliki oleh tiap responden sebagaimana tersebut diatas, sangat tergantung pada jenis armada tangkap yang digunakan oleh masing-masing responden serta nilai investasi yang ditanamkan oleh responden tersebut. Nilai pendapatan paling rendah yaitu kurang dari 2,5 juta rupiah, merupakan pendapatan responden yang menggunakan perahu tanpa motor sebagai armada tangkap. Sedangkan nilai pendapatan responden yang menggunakan perahu motor tempel ataupun kapal motor dengan nilai investasi yang lebih besar dibandingkan armada perahu tanpa motor memiliki pendapatan yang lebih besar.

8 80 60,00% 50,00% 40,00% Nelayan Tangkap Menurut Pendapatan 53,33% 36,67% 30,00% 10,00% 0,00% 6,67% 3,33% < 2.5 Juta Juta 6-10 Juta Juta Gambar 14.Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Nelayan Budidaya A. Umur Karakteristik nelayan budidaya sebagaimana terlihat Gambar 15 menunjukkan bahwa nelayan budidaya yang menjadi responden, 4 responden (16%) berumur antara tahun, 8 responden (32%) berumur antara tahun, 9 responden (36%) berumur ntara tahun dan sebanyak 4 responden berumur lebih dari 50 tahun. Kelompok umur paling banyak berkisar antara tahun. 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Nelayan Budidaya Menurut Umur 36% 32% 16% 16% Tahun Tahun Tahun >50 Tahun

9 81 Gambar 15. Karakteristik Nelayan Budidaya Menurut Umur B. Pendidikan Berdasarkan Gambar 16, nelayan budidaya yang menjadi responden, 8 responden (32%) berpendidikan SD, 9 responden (36%) berpendidikan SMP serta sebanyak 8 responden (32%) berpendidikan SMA. 37% 36% 35% 34% 33% 32% 31% 30% Nelayan Budidaya Menurut Tingkat Pendidikan 36% 32% 32% SD SMP SMA Gambar 16. Karakteristik Nelayan Budidaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan C. Status Dalam Keluarga Dari gambar 17 dapat dilihat bahwa berdasarkan status dalam keluarga, 17 responden nelayan budidaya (68%) merupakan kepala keluarga, 4 responden (16%) berstatus sebagai anak, dan sebanyak 4 responden merupakan sanak saudara atau famili.

10 82 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Nelayan Budidaya Menurut Status Dalam Keluarga 68% 16% 16% Kepala Keluarga Anak Saudara/Famili Gambar 17. Karakteristik Nelayan Budidaya Berdasarkan Status Dalam Keluarga D. E. Jumlah Anggota Keluarga Karakteristik responden nelayan budidaya berdasarkan jumlah anggota keluarga sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 18 menunjukkan bahwa 3 responden (12%) memiliki anggota keluarga antara 2 3 orang, 14 responden (56%) memiliki anggota keluarga sebanyak 4 5 orang dan sebanyak 8 responden (32%) memiliki anggota keluarga antara 6 7 orang. 60% Nelayan Budidaya Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga 56% 50% 40% 30% 32% 20% 10% 0% 12% 2-3 Orang 4-5 Orang 6-7 Orang

11 83 Gambar 18. Karakteristik Nelayan Budidaya Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga F. Jenis Budidaya Karakteristik nelayan budidaya berdasarkan jenis budidaya yang ditekuni sebagaimana dilihat pada Gambar 19 menunjukkan bahwa 6 responden (24%) merupakan pembudidaya teripang, sedangkan 19 responden (76%) merupakan pembudidaya rumput laut. 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Nelayan Budidaya Berdasarkan Jenis Budidaya 76% 24% Teripang Rumput Laut Gambar 19. Karakteristik Reponden Berdasarkan Jenis Budidaya G. Nilai Investasi Nilai investasi yang dimiliki oleh nelayan budidaya untuk menjalankan usahanya sebagaimana dilihat pada Gambar 20 menunjukkan bahwa sebanyak 5 responden (20%) memiliki investasi kurang dari dua juta rupiah, 16 responden (64%) memiliki investasi antara dua hingga empat juta rupiah, dua responden (8%) memiliki nilai investasi antara lima hingga enam juta, serta dua responden lainnya memiliki nilai investasi lebih besar dari enam juta rupiah.

12 84 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Nelayan Budidaya Berdasarkan Nilai Investasi 64% 20% 8% 8% <2jt 2-4jt 5-6jt >6jtjt Gambar 20. Karakteristik Responden Berdasarkan Nilai Investasi H. Lamanya Usaha Berdasarkan Gambar 21, dapat dilihat karakteristik responden nelayan budidaya menurut lamanya usaha, yaitu 3 responden (12) menjalankan usahanya kurang dari dua tahun, 13 responden (52%) telah menjalankan usaha antara dua hingga tiga tahun, 5 responden (20%) menjalankan usahanya antara empat hingga limat tahun dan 4 responden (16%) telah menjalankan usaha lebih dari lima tahun. Budidaya rumput laut, pada umumnya baru dilaksanakan beberapa tahun belakangan, karena baru dikenal oleh masyarakat lokal, sementara budidaya teripang sudah lebih dulu dilaksanakan, walaupun dalam skala kecil dan menggunakan teknologi sederhana dengan tidak memiliki siklus yang pasti serta tingkat keberhasilan yang rendah.

13 85 60% 50% Nelayan Budidaya Berdasarkan Lamanya Usaha 52% 40% 30% 20% 10% 12% 20% 16% 0% < 2 Tahun 2-3 Tahun 4-5Tahun >5 Tahun Gambar 21. Karakteristik Reponden Berdasarkan Lamanya Usaha I. Pendapatan Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan sebagaimana terdapat pada Gambar 22, menunjukkan bahwa 6 responden (24%) memiliki pendapatan kurang dari dua juta, 14 responden (56%) memiliki pendapatan antara 2,5 5 juta rupiah, 4 responden (16) memiliki pendapatan antara 6 10 juta rupiah dan 1 responden memiliki pendapatan antara juta. 60% Karakateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan 56% 50% 40% 30% 20% 24% 16% 10% 0% <2.5jt Juta 6-10 Juta Juta 4% Gambar 22. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan

14 Pengolahan Hasil Perikanan A. Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelamin, karakteristik responden yang dapat dilihat pada Gambar 23 menunjukkan bahwa sebanyak 10 responden (66,67%) adalah pria dan sisanya 5 orang responden (33,33%) adalah wanita. Responden pria pada umumnya melakukan usaha pengolahan ikan asin sedangkan responden wanita lebih banyak pada pengolahan terasi udang. 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 10,00% 0,00% Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin 66,67% 33,33% LAKI PEREMPUAN Gambar 23. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin B. Umur Berdasarkan Gambar 24, dapat dilihat bahwa jika dilihat menurut umur, terdapat satu orang responden yang berumur antara tahun, 4 responden (26,67%) berumur antara tahun, 8 responden (53,33%) berumur antara tahun dan 2 responden memiliki umur lebih dari 50 tahun.

15 87 60,00% 50,00% Karakteristik Responden Menurut Umur 53,33% 40,00% 30,00% 26,67% 10,00% 6,67% 13,33% 0,00% Tahun Tahun Tahun >50 Tahun Gambar 24. Karakteristik Responden Menurut Umur C. Tingkat Pendidikan Berdasarkan Gambar 25, dapat dilihat bahwa jika dilihat menurut tingkat pendidikan, responden yang berusaha dalam bidang pengolahan hasil perikanan yang memiliki pendidikan hanya setingkat SD sebanyak empat responden (26,67%), tujuh responden (46,67%) memiliki tingkat pendidikan SMP dan sisanya sebanyak empat responden (26,57%) berpendidikan SMA. 50,00% 45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan 46,67% 26,67% 26,67% SD SMP SMA Gambar 25. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan

16 88 D. Status Dalam Keluarga Berdasarkan Gambar 26, dapat dilihat bahwa jika dilihat berdasarkan status dalam keluarga, terdapat sembilan responden (60,00%) berstatus sebagai kepala keluarga, dua responden (13,33%) berstatus sebagai anak dan empat responden (26,67%) berstatus sebagai ibu. Karakteristik Responden Menurut Status Dalam Keluarga 70,00% 60,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 26,67% 13,33% 10,00% 0,00% Kepala Keluarga Anak Ibu Gambar 26. Karakteristik Responden Menurut Status Dalam Keluarga E. Jumlah Anggota Keluarga Karakteristik responden menurut jumlah anggota keluarga, sebagaimana dilihat pada Gambar 27, menunjukkan bahwa sebanyak lima responden (33,33%) memiliki empat anggota keluarga, lima responden (33,33%) memiliki lima anggota keluarga, tiga responden () memiliki enam anggota keluarga, serta terdapat dua responden (13,33%) memiliki tujuh anggota keluarga.

17 89 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga 35,00% 33,33% 33,33% 30,00% 25,00% 15,00% 13,33% 10,00% 5,00% 0,00% 4 Orang 5 Orang 6 Orang 7 Orang Gambar 27. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga F. Jenis Usaha Pengolahan Jenis usaha pengolahan yang ditekuni oleh responden sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 28 menunjukkan bahwa sebanyak 10 responden (66,67%) menekuni usaha pengolahan ikan asin, dan sebanyak lima responden (33,33%) menekuni usaha pengolahan terasi udang. Karakteristik Responden Menurut Jenis Usaha Pengolahan 80,00% 70,00% 66,67% 60,00% 50,00% 40,00% 33,33% 30,00% 10,00% 0,00% Ikan Asin Terasi Udang Gambar 28. Karakteristik Responden Menurut Jenis Usaha Pengolahan

18 90 G. Nilai Investasi Karakteristik responden berdasarkan nilai investasi sebagaimana dilihat pada Gambar 29, menunjukkan bahwa terdapat 2 responden (13,33%) memiliki investasi sebesar satu juta rupiah, empat responden (26,67%) memiliki investasi sebesar 1,5 juta rupiah, lima responden (33,33%) memiliki nilai investasi sebesar dua juta rupiah serta empat responden lainnya (26,67%) memiliki nilai investasi sebesar 2,5 juta rupiah). 35,00% 30,00% 25,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% Karakteristik Responden Menurut Nilai Investasi 33,33% 26,67% 26,67% 13,33% 1 Juta 1,5 Juta 2 Juta 2,5 Juta Gambar 29. Karakteristik Responden Menurut Nilai Investasi H. Lamanya Usaha Karakteristik responden menurut lamanya usaha sebagaimana terlihat pada Gambar 30 menunjukkan bahwa satu responden (6,67%) sudah menjalankan usahanya dalam kurun waktu antara satu hingga 3 tahun, enam responden (40,00%) selama 4 5 tahun, lima responden (33,33%) selama 6 7 tahun dan sisanya tiga responden telah menekuni usahanya antara 8 9 tahun.

19 91 Karakteristik Responden Menurut Lamanya Usaha 45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 40,00% 33,33% 6,67% 1-3 Tahun 4-5 Tahun 6-7 Tahun 8-9 Tahun Gambar 30. Karakteristik Responden Menurut Lamanya Usaha I. Tingkat Pendapatan Karakteristik responden menurut tingkat pendapatan yang ditampilkan pada gambar 31 menunjukkan bahwa tiga responden () memiliki pendapatan per bulan sebesar satu juta rupiah, empat responden sebesar 1,5 juta rupiah, lima responden sebesar dua juga rupiah dan sisanya tiga responden memiliki pendapatan sebesar 2,5 juta rupiah. 35,00% Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan 33,33% 30,00% 25,00% 15,00% 10,00% 5,00% 26,.67% 0,00% 1 Juta 1,5 Juta 2 Juta 2,5 Juta Gambar 31. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan

20 AnalisisLocation Quotient (LQ) Analisis LQ dilakukan untuk menentukan apakah suatu sektor merupakan basis/non basis bagi perekonomian suatu daerah.penentuan sektor basis pada kajian ini berdasarkan data awal bahwa suatu sektor dikatakan sebagai basis bila sektor/sub sektor tersebut memiliki kontribusi yang relatif lebih besar dalam penyusunan struktur perekonomian daerah. Dalam konteks ini, sub sektor perikanan yang direkomendasikan untuk dijadikan sebagai basis perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru memiliki kontribusi yang lebih menonjol dalam perekonomian daerah dibanding sektor lain. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan basis atau tidak dapat dilakukan melalui analisis Location Quotient (LQ), dengan cara membandingkan besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional pada satu titik waktu tertentu. Wilayah nasional adalah wilayah yang secara hirarki lebih tinggi (supra wilayah).misalnya jika diperbandingkan wilayah kabupaten maka supra wilayahnya adalah provinsi, jika provinsi maka wilayah supranya adalah negara. Tabel 18. Nilai Location Quotient (LQ) Kabupaten Kepulauan Aru Sektor Perekonomian TAHUN Pertanian 1,687 1,788 1,814 1,802 1,868 Pertambangan dan penggalian 0,890 0,924 0,931 1,056 1,093 Industri Pengolahan 0,058 0,057 0,062 0,061 0,.06 3 Listrik, gas, dan air bersih 0,421 0,415 0,415 0,401 0,394 Bangunan 0, ,850 0,844 0,835 0,867 Perdagangan, hotel, dan restoran 1,075 1,086 1,087 1,098 1,067 Pengangkutan dan komunikasi 0,142 0,139 0,134 0,131 0,135 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Jasa-jasa 0,395 Sumber : Data Sekunder (Diolah) 0,364 0,372 0,375 0,367 0,374 0, ,401 0,402 0,406

21 93 Hasil analisis dilakukan dalam bentuk time series/trend dari tahun , yang dihitung terhadap provini Maluku sebagai wilayah induk.secara lengkap, hasil analisi LQ Kabupaten Kepulauan Aru berdasarkan harga berlaku dari tahun , disajikan pada Tabel 5.1. Dari data pada tabel diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, koefisien LQ yang lebih besar dari satu hanya dimiliki oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selama lima tahun berturut-turut ( ) sektor pertanian memiliki nilai LQ tertinggi, yaitu sebesar pada tahun 2004 dan sebesar pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan perekonomian Kabupaten Kepulauan Aru sangat tergantung pada sektor pertanian, khususnya sub sektor perikanan. Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Aru tidak terlepas dari peran sub sektor perikanan yang memberikan kontribusi terbesar dalam sektor tersebut. Berdasarkan hasil analisis data sekunder yang dilakukan, sub sektor perikanan merupakan sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Kepulauan Aru, dengan koefisien LQ lebih besar dari satu dalam lima tahun terakhir yang disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 19. Nilai LQ Sektor Pertanian Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Sektor Pertanian Tanaman Pangan 0,68 0,68 0,67 0,68 0,68 Perkebunan 0,58 0,56 0,53 0,49 0,47 Peternakan 0,14 0,13 0,12 0,13 0,13 Kehutanan 0,31 0,30 0,29 0,30 0,29 Perikanan 1,50 1,50 1,52 1,54 1,54 Sumber : Data Sekunder (Diolah) Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa dalam sektor pertanian, hanya sub sektor perikanan yang memiliki koefisien LQ lebih besar dari satu dalam lima tahun terakhir. Hasil perhitungan data sekunder menunjukkan bahwa koefisien LQ

22 94 sub sektor perikanan Kabupaten Kepulauan Aru sebesar 1,50 pada tahun 2004 dan 2005, sebesar 1,52 pada tahun 2006, serta sebesar 1,54 pada tahun 2007 dan Sedangkan dari analisis data sekunder untuk mengetahui sektor basis per kecamatan dengan menggunakan data yang tersedia dalam dua tahun terakhir (2007 dan 2008) menunjukkan bahwa perikanan menjadi basis ekonomi pada Kecamatan Aru Utara, Aru Tengah Timur, Aru Tengah Selatan dan Aru Selatan. Selengkapnya disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 20. Nilai LQ Sub Sektor Perikanan Per Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Aru Tahun KECAMATAN TAHUN Pulau-Pulau Aru 0,94 0,94 Aru Utara 1,03 1,03 Aru Tengah 0,91 0,92 Aru Tengah Timur 1,14 1,13 Aru Tengah Selatan 1,11 1,11 Aru Selatan 1,01 1,01 Aru Selatan Timur 0,94 0,95 Sumber : Data Sekunder (Diolah) Dari data pada Tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa dari tujuh kecamatan yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru, sub sektor perikanan merupakan basis pada empat kecamatan, yaitu Kecamatan Aru Utara, Aru Tengah, Timur, Aru Tengah Selatan dan Kecamatan Aru Selatan. Sedangkan pada tiga kecamatan, masing-masing Kecamatan Pulau-Pulau Aru, Aru Tengah dan Aru Selatan Timur, perikanan belum mampu menjadi basis ekonomi. Pengembangan sub sektor ini kedepan, baik perikanan tangkap, budidaya maupun industri pengolahan hasil perikanan, diharapkan mampu mendorong perikanan sebagai basis ekonomi bagi ketiga kecamatan tersebut. Dengan melihat keseluruhan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa sub sektor perikanan tetap akan menjadi penggerak utama bagi perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru. Pengembangan sub sektor ini lebih jauh akan mampu memberikan dampak pengganda (multiplier effect) tidak hanya bagi sub sektor

23 95 perikanan sendiri, melainkan terhadap sektor-sektor lain baik sebagai pemasok bahan baku bagi industri pengolahan hasil perikanan, industri cold chain system (penyedia jasa sistem rantai dingin (forward linkage) tetapi juga sebagai pasar bagi sektor penyedia sarana produksi, maupun industri kapal perikanan (backward linkage). Peranan sub sektor perikanan sebagai penggerak utama perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru tidak hanya terbatas sebagai sumber pendapatan asli daerah, tetapi juga merupakan sub sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja di Kabupaten Kepulauan Aru. Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru menunjukkan bahwa sampai dengan Juni 2007, jumlah nelayan di Kabupaten Kepulauan Aru tercatat sebanyak orang, sedangkan kelompok nelayan yang sudah terbentuk sebanyak kelompok dengan jumlah anggota orang, dengan jenis-jenis usaha yang dilakukan oleh nelayan meliputi usaha penangkapan kelompok, budidaya 40 kelompok dan pedagang ikan sebanyak 48 kelompok. Penyerapan tenaga kerja ini akan mengalami peningkatan yang signifikan jika perhatian pemerintah terhadap pengembangan sub sektor perikanan dapat lebih ditingkatkan, mengigat hingga saat ini industri pengolahan hasil perikanan yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Aru masih sangat minim. Data statistik menunjukkan bahwa sampai pada tahun 2008, kontribusi industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Aru hanya sebesar 0,28%. Upaya ke depan untuk pengembangan industri pengolahan hasil perikanan akan mampu memberikan dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja sehingga angka pengangguran dapat dikurangi, disamping itu akan terjadi peningkatan pendapatan masyarakat. Jika program ini secara konsisten dapat dikembangkan diharapkan dapat terjadi peningkatan daya beli masyarakat sehingga mendorong perkembangan sektor konsumsi yang pada akhirnya mampu memberikan dampak positif terhadap permintaan barang dan jasa diluar sub sektor perikanan. Sektor lain yang juga merupakan sektor basis, dimana memiliki nilai LQ lebih besar dari satu sehingga kedepan layak untuk dikembangkan lebih lanjut adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor ini memiliki nilai LQ sebesar 1,075 (2004), (2005), 1,087 (2006), (2007) dan 1,067 (2008).

24 AnalisisSpecial Quotient (SQ) Keunggulan komparatif satu sektor bagi suatu daerah memiliki arti bahwa sektor tersebut memiliki keunggulan lebih jika dibandingkan sektor lain dan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam menyusun perekonomian daerah, sehingga pembangunan bagi sektor yang memiliki keunggulan komparatif lebih menguntungkan bagi pengembangan perekonomian daerah. Pengetahuan akan keunggulan komparatif suatu daerah dapat digunakan para penentu kebijakan untuk mendorong perubahan struktur perekonomian daerah ke arah sektor yang mengandung keunggulan komparatif. Dengan demikian, apabila sektor yang memiliki keunggulan komparatif bagi suatu daerah telah diketahui lebih dahulu, pembangunan sektor ini dapat didahulukan. Gambaran keunggulan komparatif dari masing-masing sektor di Kabupaten Kepulauan Aru yang diperoleh melalui hasil analisis SQ disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 21. Nilai SQ Kaupaten Kepulauan Aru SEKTOR PEREKONOMIAN TAHUN Pertanian 0,245 0,256 0,258 0,255 0,263 Pertambangan dan penggalian -0,001-0,001-0,001 0,000 0,000 Industri Pengolahan -0,043-0,043-0,042-0,044-0,044 Listrik, gas, dan air bersih -0,004-0,005-0,005-0,005-0,005 Bangunan -0,002-0,002-0,002-0,003-0,002 Perdagangan, hotel, dan restoran 0,019 0,011 0,009 0,013 0,002 Pengangkutan dan komunikasi -0,075-0,077-0,081-0,081-0,080 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan -0,033-0,033-0,032-0,032-0,031 Jasa-jasa -0,106-0,106-0,104-0,102-0,103 Sumber : Data Sekunder (Diolah)

25 97 Data hasil analisis pada tabel diatas menunjukkan bahwa dari sembilan sektor, terdapat dua sektor yang memiliki nilai SQ positif yaitu sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.hal ini menggambarkan bahwa di Kabupaten Kepulauan Aru, sektor yang memiliki keunggulan komparatif serta memiliki spesialisasi adalah sektor pertanian, dan sektor perdagagan, hotel dan restoran. Sub sektor perikanan mempunyai peran yang sangat penting dalam mendorong peningkatan keunggulan komparatif sektor pertanian sebagaimana dapat dilihat pada tabel dbawah ini. Tabel 22. Nilai SQ Sektor Pertanian Kabupaten Kepulauan Aru Sektor Pertanian Tanaman Pangan -0,082-0,079-0,085-0,089-0,082 Perkebunan -0,085-0,095-0,108-0,138-0,153 Peternakan -0,028-0,031-0,035-0,039-0,041 Kehutanan -0,033-0,040-0,047-0,054-0,058 Perikanan 0,229 0,306 0,367 0,415 0,494 Sumber : Data Sekunder (Diolah) Berdasarkan data hasil analisis diatas dapat dilihat bahwa dari kelima sub sektor yang terdapat pada sektor pertanian, hanya sub sektor perikanan yang memiliki nilai SQ positif, dengan nilai sebesar 0,229 pada tahun 2004 dan sebesar 0,494 pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Kepulauan Aru, sub sektor perikanan merupakan sub sektor yang komparatif dan memiliki keunggulan spesialisasi. Keunggulan sub sektor perikanan Kabupaten Kepulauan Aru sebagaimana ditunjukkan hasil analisis diatas karena didukung oleh beberapa faktor sebagai berikut : 1. Kabupaten Kepulauan Aru memiliki posisi strategis dengan berbatasan langsung dengan Laut Arafura yang memiliki potensi perikanan terbesar setelah laut Jawa dan Cina Selatan, yang merupakan indikator bahwa sektor

26 98 kelautan dan perikanan dapat menjadi leading sector dan prime mover perekonomian di daerah ini. 2. Kondisi geografis Kabupaten Kepulauan Aru yang didominasi oleh laut (88,3%) dari luas keseluruhan wilayahnya, yakni sebesar ,22 km 2. Kondisi ini menggambarkan bahwa kabupaten ini memiliki potensi sumberdaya hayati yang besar dengan tingkat keragaman jenis yang cukup tinggi berupa ikan dan non ikan seperti berbagai jenis ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, ikan karang, ikan hias, rumput laut, kerang-kerangan, penyu, udang, lobster, kepiting, cumi, dan sebagainya. 3. Wilayah Kabupaten Kepulauan Aru memiliki garis pantai sepanjang 3.900,495 km, yang terdiri dari Kecamatan Pulau-Pulau Aru sepanjang 1.019,3687 km, Kecamatan Aru Tengah 1.923, 984 km dan Kecamatan Aru Selatan 957,142 km. sedangkan perairan Kabupaten Kepulauan Aru (0 4 mil) seluas 3.777,495 km 2, yang meliputi Kecamatan Pulau-Pulau Aru 1.060,093 km 2, Kecamatan Aru Tengah 1.594,372 km 2 dan Kecamatan Aru Selatan seluas 1.122,990 km 2 4. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru memiliki jumlah pulau sebanyak 801, yang terdiri dari 167 pulau di Kecamatan Pulau-Pulau Aru, 451 pulau terdapat di Kecamatan Aru Tengah dan 183 pulau terdapat di Kecamatan Aru Selatan, dengan gugusan pulau pada umumnya memiliki topografi dataran rendah dengan pesisir berawa-rawa dan memiliki ekosistem hutan mangrove pada sebagian besar garis pantai. Kondisi ini merupakan keunggulan tersendiri bagi daerah ini, karena hutan mangrove mempunyai peranan besar dalam produktivitas perikanan, dimana ekosistem mangrove mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai habitat/tempat tinggal(living ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis hasil perikanan, baik ikan maupun udang. Kondisi yang menjadi keunggulan Kabupaten Kepulauan Aru sebagaimana tersebut diatas tidak dimiliki oleh daerah lain sehingga menjadikan sub sektor perikanan di daerah ini memiliki keunggulan komparatif.

27 99 Hasil analisis data sekunder per kecamatan pada dua tahun terakhir menunjukkan bahwa wilayah kecamatan yang memiliki keunggulan spesialisasi karena memiliki nilai SQ positif adalah Kecamatan Aru Utara, Aru Tengah Timur, Aru Tengah Selatan dan Kecamatan Aru Selatan, sementara wilayah kecamatan yang memiliki nilai SQ negatif adalah Kecamatan Pulau-Pulau Aru, Aru Tengah dan Kecamatan Aru Selatan Timur, sebagaimana disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 23. Nilai SQ Sub Sektor Perikanan Per Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Aru Tahun KECAMATAN TAHUN Pulau-Pulau Aru -0,044-0,033 Aru Utara 0,021 0,030 Aru Tengah -0,062-0,052 Aru Tengah Timur 0,101 0,106 Aru Tengah Selatan 0,079 0,086 Aru Selatan 0,010 0,017 Aru Selatan Timur -0,040-0,029 Sumber : Data Sekunder (Diolah) Dari kedua sektor yang memiliki nilai SQ positif, sektor pertanian mempunyai nilai yang lebih besar, dan dari sektor perikanan tersebut, hanya sub sektor perikanan yang memiliki nilai SQ positif. Hal ini menunjukkan bahwa sub sektor perikanan lebih komparatif untuk dikembangkan lebih lanjut. Oleh sebab itu, diharapkan perhatian yang lebih besar dari pemerintah daerah dalam pengembangan sektor ini kedepan karena peluang pengembangan sub sektor perikanan di daerah ini masih sangat besar. Beberapa permasalahan internal yang perlu mendapat perhatian lebih dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Aru dalam upaya pengembangan dan peningkatan sub sektor perikanan agar bisa tetap menjadi basis ekonomi serta memiliki nilai komparatif yang lebih besar. Keberhasilan mengatasi permasalahan diharapkan mampu mereduksi kendala-kendala dalam pembangunan perikanan menjadi peluang, sehingga sub sektor perikanan akan tetap mampu menjadi prime mover dalam

28 100 perekonomian di daerah ini. Permasalahan internal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan ekonomi di daerah dengan berbasiskan potensi lokal membutuhkan komitmen khusus dari pemerintah daerah, baik kebijakan yang diambil dalam upaya pengembangannya, penyediaan infrastruktur maupun pembuatan regulasi yang mendukung bagi masuknya investor luar untuk menamkan modalnya di daerah. Iklim usaha yang kondusif dengan dukungan potensi lokal yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan prospek pasar yang baik, akan memberikan daya tarik tersendiri bagi masuknya investasi. Dengan kata lain, bahwa pemerintah daerah mempunyai peranan paling besar dalam upaya pengembangan ekonomi di daerah. 2. Alokasi anggaran merupakan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya pengembangan ekonomi di daerah, dan jika pemerintah daerah telah mempunyai komitmen khusus dalam pengembangannya. Alokasi anggaran untuk pengembangan sub sektor perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Anggaran 2007 sebesar dari total APBD Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Anggaran 2007 sebesar Pada tahun 2008 sebesar dari dan tahun 2009 menjadi dari total total APBD sebesar Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2007, alokasi anggaran untuk pengembangan perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru hanya sebesar 2,37% dari total APBD Kabupaten Kepulauan Aru. Alokasi mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2008 yaitu sebesar 2,76% kemudian menurun lagi pada tahun 2009 menjadi 2,73%. Data ini juga menunjukkan bahwa dari segi jumlah, peningkatan terus terjadi dalam tiga tahun terakhir, tetapi jika dilihat dari persentase alokasi APBD untuk pengembangan sub sektor perikanan sangat kecil. Dukungan pendanaan yang lebih besar merupakan jalan utama dalam mempercepat pengembangan sektor basis di daerah tanpa mengabaikan sektor-sektor lainnya, terutama dalam penyediaan infrastruktur pendukung. 3. Keberadaan infrastruktur perikanan yang dapat mendorong peningkatan produksi hasil perikanan masih sangat minim. Upaya pembangunan sektor

29 101 perikanan sangat ditentukan oleh infrastruktur pendukung, seperti ketersediaan fasilitas rantai pendingin (cold chain) untuk dapat mempertahankan kualitas hasil tangkapan, tidak ada jaminan ketersediaan pasokan bahan bakar untuk kebutuhan nelayan ketersediaan Tempat Pendaratan Ikan (TPI), menyebabkan produktivitas dan kualitas hasil produksi menjadi rendah. Pembangunan infrastruktur yang merupakan tanggung jawab pemerintah mutlak dilakukan dalam upaya daerah untuk mendorong pembangunan sektor basis. 4. Hasil produksi perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru sebagian besar masih berasal dari perikanan tangkap, sementara kontribusi dari perikanan budidaya masih sangat minim. Hal ini kontradiktif dengan kondisi yang ada, dimana luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya perikanan sebesar 1.453,69 ha. Sampai tahun 2006, jumlah produksi perikanan hanya sebesar 144,98 ton, yang terdiri dari teripang ton, lobster 6,70 ton, ikan kerapu 7,48 ton dan rumput laut sebesar 17,10 ton. 5. Pengembangan budidaya perikanan belum dilaksanakan secara maksimal dimana hasil produksi teripang, lobster maupun kerapu hanya dilakukan dengan sistem pembesaran, sementara pembibitannya belum mampu dilaksanakan. Pengembangan budidaya perikanan secara maksimal diharapkan mampu meningkatkan hasil produksi perikanan secara siginifikan. 6. Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru menunjukkan bahwa teknologi alat tangkap dan produksi hasil perikaan yang digunakan oleh nelayan di daerah tersebut masih sangat sederhana, dimana sebagian besar nelayan masih menggunakan perahu tanpa motor, dengan peralatan tangkap tradisional. Sampai dengan tahun 2007, dari armada tangkap yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru, unit merupakan armada perahu tanpa motor, 162 armada motor tempel dan sisanya menggunakan armada kapal motor. Perbaikan dan peningkatan teknologi alat tangkap bagi nelayan mutlak diperlukan dalam upaya meningkatkan produktivitas hasil tangkapan. 7. Industri pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru masih sangat minim. Kegiatan pengolahan hasil perikanan masih dilakukan dengan teknologi yang sangat sederhana, yang meliputi pengeringan (ikan

30 102 dan udang), penggaraman ikan dan pengolahan terasi udang. Pengolahan dengan menggunakan teknologi hanya berkisar pada pembekuan (ikan dalam bentuk utuh, fillet dan udang). Pengembangan dan transfer teknologi dalam industri pengolahan dengan menggunakan teknologi yang lebih maju, baik skala kecil maupun menengah bukan saja mampu meningkatkan produktivitas tetapi juga mampu meningkatkan nilai tambah hasil produksi perikanan, disamping itu akan mampu menyerap tenaga kerja dalam sektor industri pengolahan hasil perikanan. 8. Rendahnya akses pasar merupakan salah satu permasalahan yang ada dalam pengembangan sub sektor perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru. Jika dapat dipecahkan oleh Pemerintah Daerah, bekerja sama dengan dunia usaha akan mampu memberikan dampak positif dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru. Masalah ini mengakibatkan sebagian hasil produksi perikanan di wilayah yang tidak mempunyai akses pasar, walaupun memiliki nilai ekonomis tinggi hanya digunakan untuk konsumsi rumah tangga. 9. Kualitas Sumber Daya Manusia Nelayan di Kabupaten Kepulauan Aru masih sangat rendah, dimana rata-rata pendidikan hanya setingkat Sekolah Dasar. Kemampuan nelayan untuk mampu mengadopsi teknologi perikanan dalam upaya peningkatan produktivitas menjadi suatu tugas berat karena taraf pendidikannya sangat rendah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia nelayan diharapkan mampu pula meningkatkan kemampuan untuk menyerap teknologi baru dalam upaya peningkatan produktivitas hasil perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya. 10. Akses terhadap permodalan memiliki hubungan erat dengan kualitas dan tingkat pendidikan masyarakat yang bergerak dalam bidang perikanan. Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan mengakibatkan masyarakat nelayan di Kabupaten Kepulauan Aru, baik nelayan tangkap, nelayan budidaya, maupun para pengolah hasil perikanan pada umumnya tidak mempunyai akses, bahkan tidak mengerti cara dan prosedur untuk memperoleh akses ke lembaga keuangan, baik terhadap bank maupun lembaga keuangan lain. Sebagai akibat dari rendahnya akses terhadap lembaga

31 103 keuangan, usaha nelayan akan sangat sulit berkembang karena minimnya modal untuk pengembangan usaha mereka. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah akses informasi terhadap sumber-sumber modal Analisis Shift Share Dalam pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Kepulauan Aru, pengetahuan akan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh sub sektor perikanan saja bukan merupakan dasar yang cukup untuk pengambilan keputusan oleh para pengambil kebijakan (policy maker) mengenai kebijakan prioritas pengembangan. Untuk mendukung dasar pengambilan keputusan terhadap prioritas pengembangan sub sektor perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru, perlu diketahui juga, apakah sub sektor perikanan di daerah ini selain memiliki keunggulan komparatif, sub sektor perikanan juga memiliki keunggulan kompetitif untuk dijadikan prioritas dalam pengembangan ke depan. Hasil analisis Shift Share dapat menggambarkan pertumbuhan perekonomian sektor-sektor di Kabupaten Kepulauan Aru dan pertumbuhan sub sektor perikanan yang dilakukan dari tahun 2004 sebagai tahun dasar dan tahun 2008 sebagai tahun akhir analisis. Analisis ini dilakukan untuk mendukung hasil analisis Location Quotient (LQ) dan Specialization Quotient (SQ) yang telah dilakukan sebelumnya. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan pendapatan regional kabupaten dengan total jumlah pendapatan di wilayah referensinya. Dalam analisis Shift Share dilakukan perhitungan terhadap tiga komponen pertumbuhan, yaitu Komponen Pertumbuhan Regional (PR), yaitu merupakan perubahan PDRB yang disebabkan oleh perubahan komponen regional, komponen Perubahan Proporsional (PP), yaitu persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh perubahan komponen pertumbuhan proporsional dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW), yaitu persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh perubahan pangsa wilayah Analisis Indeks Rasio Pertumbuhan

32 104 Rasio PDRB Kabupaten Kepulauan Aru dan PDRB Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dalam bentuk nilai Ra, Ri, dan ri. Terdapat perbedaan antara rasio tiap sektor apabila nilai PDRB Kabupaten Kepulauan Aru dan PDRB Provinsi Maluku diperbandingkan antara dua titik waktu, yaitu tahun 2004 sebagai tahun dasar analisis dan tahun 2008 sebagai tahun akhir analisis. Tabel 24. Nilai Ra, Ri, dan ri Sektor Perekonomian Ra Ri ri Pertanian 0,55 0,49 0,65 Pertambangan dan penggalian 0,55 0,24 0,52 Industri Pengolahan 0,55 0,59 0,73 Listrik, gas, dan air bersih 0,55 0,54 0,44 Bangunan 0,55 0,69 0,73 Perdagangan, hotel, dan restoran 0,55 0,68 0,66 Pengangkutan dan komunikasi 0,55 0,62 0,54 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 0,55 0,43 0,47 Jasa-jasa 0,55 0,48 0,52 Sumber : Data Sekunder (Diolah) Nilai Ri diperoleh dari selisih antara PDRB Provinsi Maluku sektor i Tahun 2008 dengan PDRB Provinsi Maluku sektor i Tahun 2003, kemudian dibagi dengan PDRB Provinsi Maluku sektor ke i Tahun Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Ri setiap sektor di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Maluku bernilai positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap sektor-sektor perekonomian mengalami pertumbuhan yang positif. Hasil perhitungan diatas juga menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan galian memiliki nilai Ri terendah, sedangkan nilai Ri tertinggi dimiliki oleh sektor bangunan. Jika dilihat dari besarnya nilai perubahan, sektor pertanian mencapai perubahan terbesar yaitu Rp ,44 juta pada tahun 2003, dan meningkat menjadi Rp ,25 juta pada tahun 2008, atau mengalami peningkatan sebesar Rp ,81 juta (48,95%). Perubahan PDRB Provinsi Maluku selengkapnya disajikan pada tabel dibawah ini.

33 105 Tabel 25. Pertumbuhan PDRB Provinsi Maluku Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun Sektor Perekonomian Pertumbuhan Juta Rupiah % Pertanian ,81 48,95 Pertambangan dan penggalian 9.078,60 23,83 Industri Pengolahan ,60 58,94 Listrik, gas, dan air bersih ,62 54,01 Bangunan ,90 69,31 Perdagangan, hotel, dan restoran ,24 67,68 Pengangkutan dan komunikasi ,00 62,38 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan ,86 43,16 Jasa-jasa ,30 47,81 Sumber : Data Sekunder (Diolah) Nilai ri diperoleh dari perubahan PDRB Kabupaten Kepulauan Aru per sektor dari tahun dibagi dengan PDRB Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Nilai ri Kabupaten Kepulauan Aru dari masing-masing sektor bernilai positif, dimana sektor industri pengolahan dan sektor bangunan memiliki nilai tertinggi sebesar 0,73, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0, Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Kepulauan Aru Hasil analisis komponen pertumbuhan regional sektor-sektor perekonomian Kabupaten Kepulauan Aru bernilai positif. Sektor pertanian memiliki pertumbuhan terbesar terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Aru, yaitu sebesar Rp ,46 juta, sementara pertumbuhan terendah berasal dari sektor bangunan, yang memiliki nilai sebesar Rp ,89 juta. Tabel 26. Komponen Pertumbuhan Regional Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Sektor Perekonomian Pertumbuhan Regional Juta Rupiah %

34 106 Pertanian 66, ,87 Pertambangan dan penggalian ,87 Industri Pengolahan ,87 Listrik, gas, dan air bersih ,87 Bangunan 1, ,87 Perdagangan, hotel, dan restoran 30, ,87 Pengangkutan dan komunikasi 1, ,87 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 2, ,87 Jasa-jasa 7, ,87 Sumber : Data Sekunder (Diolah) Hasil analisis data sekunder pada tabel diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru dari tahun adalah sebesar 54,87%. Angka ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor-sektor perekonomian secara keseluruhan di Provinsi Maluku yang juga sedang meningkat.dari seluruh sektor perekonomian, sektor pertanian memiliki pertumbuhan tertinggi dengan nilai Rp ,46 juta, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp ,34 juta. Sedangkan pertumbuhan paling rendah dimiliki oleh sektor industri pengolahan, dengan nilai pertumbuhan sebesar Rp juta Tabel 27. Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Sektor Perekonomian Pertumbuhan Proporsional Juta Rupiah % Pertanian ,65-5,92 Pertambangan dan penggalian -522,11-31,05 Industri Pengolahan 21,55 4,06 Listrik, gas, dan air bersih -5,39-0,86 Bangunan 296,65 14,43 Perdagangan, hotel, dan restoran 7.007,23 12,81 Pengangkutan dan komunikasi 186,46 7,51 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan -450,31-11,71 Jasa-jasa -977,18-7,06 Sumber : Data Sekunder (Diolah)

35 107 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan positif, tetapi ada juga sektor lain yang mengalami pertumbuhan negatif. Jika suatu sektor memiliki pertumbuhan proporsional negatif (PP<0), maka menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat dan memiliki daya saing yang rendah jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain yang memiliki nilai PP positif (PP>1). Hasil analisis Komponen Pertumbuhan Proporsional menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu hasil positif dimiliki oleh sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi.sementara hasil negatif dimiliki oleh sektor pertanian, dengan nilai terkecil, kemudian disusul oleh sektor jasa-jasa, sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor listrik, gas dan air bersih. Tabel 28. Komponen Perubahan Pangsa Wilayah Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Sektor Perekonomian Pertumbuhan Pangsa Wilayah Juta Rupiah % Pertanian ,18 16,00 Pertambangan dan penggalian -117,42-6,98 Industri Pengolahan 98,84 18,63 Listrik, gas, dan air bersih -157,53-25,19 Bangunan 117,35 5,71 Perdagangan, hotel, dan restoran 2.188,24 4,00 Pengangkutan dan komunikasi 268,97 10,83 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan -31,76-0,83 Jasa-jasa 7.213,71 52,14 Sumber : Data Sekunder (Diolah)

36 108 Suatu wilayah mempunyai daya saing terhadap sektor i, apabila memiliki nilai PPW positif (PPW>0).Perubahan komponen pangsa wilayah (PPW) yang diperoleh dari hasil analisis data menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa sektor yang paling dapat bersaing dengan daerah lain dalam Provinsi Maluku adalah sektor pertanian karena memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Aru, yaitu sebesar Rp. 19, juta, diikuti oleh sektor jasa-jasa yang berkontribusi sebesar Rp ,71 juta, pengangkutan dan komunikasi Rp. 268,97 juta, sektor bangunan Rp. 117,35 juta, industri pengolahan Rp. 98,84 juta. Sementara tiga sektor lain, yaitu pertambangan dan galian, listrik, gas dan air bersih serta keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan memiliki PPW negatif. Dengan memperhatikan hasil analisis sebelumnya bahwa sektor pertanian adalah sektor basis (LQ>1) dan memiliki keunggulan komparatif (SQ positif), sektor ini layak mendapat perhatian lebih dari pemerintah daerah dalam pengembangan kedepan. Tabel 29. Pergeseran Bersih Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Sektor Perekonomian Pergeseran Bersih Juta Rupiah % Pertanian ,53 10,08 Pertambangan dan penggalian -639,53-38,03 Industri Pengolahan 120,39 22,69 Listrik, gas, dan air bersih -162,92-26,05 Bangunan 414,00 20,14 Perdagangan, hotel, dan restoran 9.195,47 16,81 Pengangkutan dan komunikasi 455,44 18,33 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan -482,07-12,54 Jasa-jasa 6.236,53 45,08 Sumber : Data Sekunder (Diolah) Data pada tabel hasil analisis pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Kepulauan Aru menunjukkan bahwa pergeseran terbesar dimiliki oleh sektor pertanian dan terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sektor pertanian di

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah yang termasuk ke dalam pesisir laut di Sumatera Utara adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah 5.625 km 2. Posisinya sangat strategis

Lebih terperinci

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN 102 VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN Adanya otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK Chanlis Nopriyandri, Syaiful Hadi, Novia dewi Fakultas Pertanian Universitas Riau Hp: 082390386798; Email: chanlisnopriyandri@gmail.com ABSTRACT This research

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BANGKA BELITUNG KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kondisi tanah dan keterbatasan lahan Kota Pangkal Pinang kurang memungkinkan daerah ini mengembangkan kegiatan pertanian. Dari

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK Khusnul Khatimah, Suprapti Supardi, Wiwit Rahayu Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam. sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam. sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam. Dalam hal ini pembangunan wilayah menjadi sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014 SEKTOR BASIS DAN STRUKTUR EKONOMI DI KOTA BANDAR LAMPUNG (An Analysis of Economic s Structure and Bases Sector in Bandar Lampung City) Anda Laksmana, M. Irfan Affandi, Umi Kalsum Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau Dalam mencari sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau akan digunakan indeks komposit dari nilai indeks hasil analisis-analisis

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Pada bab IV ini Penulis akan menyajikan Gambaran Umum Obyek/Subyek yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi, kondisi ketenagakerjaan, kondisi penanaman modal

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 1/8/124/Th. XIII, 25 Agustus 214 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 213 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 213 sebesar 6,85 persen mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH Djarwadi dan Sunartono Kedeputian Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT Jl. M.H. Thamrin No.8 Jakarta 10340 E-mail : djarwadi@webmail.bppt.go.id

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR. Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK

ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR. Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah menghitung berbagai indikator pokok yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

Okto Dasa Matra Suharjo NRP Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg

Okto Dasa Matra Suharjo NRP Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Okto Dasa Matra Suharjo NRP 3610 100 050 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg BAB I - Pendahuluan Kondisi Perekonomian Provinsi Jawa Timur Permasalahan Perekonomian Timur di Jawa 1. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 48 IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 4.1 Geografi dan Pemerintahan 4.1.1 Geografi Secara geografi Kabupaten Kepulauan Aru mempunyai letak dan batas wilayah, luas wilayah, topografi, geologi dan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o 38 BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. vii. LAKIP 2015 Dinas Kelautan dan Perikanan

RINGKASAN EKSEKUTIF. vii. LAKIP 2015 Dinas Kelautan dan Perikanan RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) APBD tahun 2015 disusun untuk memenuhi kewajiban Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan sesuai Perpres RI No.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah)

Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah) 118 Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah) a. Propinsi Lampung Sektor Provinsi Lampung (Vi) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Pertanian 10871433 11318866

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Oleh Tince Sofyani ABSTRACT The objective of this study is to investigate the role of fishery sector in economic regional

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

V. PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi V. PEMBAHASAN 5.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota Cimahi Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi penanaman modal asing di Kota Cimahi adalah dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang selama ini mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya kelautan merupakan salah satu aset yang penting dan memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara fisik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Kiky Fitriyanti Rezeki, Wiwit Rahayu, Emi Widiyanti Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pusat dan daerah membawa implikasi mendasar terhadap. yang antara lain di bidang ekonomi yang meliputi implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pusat dan daerah membawa implikasi mendasar terhadap. yang antara lain di bidang ekonomi yang meliputi implikasi terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergeseran paradigma dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dari pola sentralisasi menjadi desentralisasi yang ditandai dengan lahirnya undang-undang nomer 22 tahun

Lebih terperinci

Bab V Pembahasan V.1 Rente Ekonomi dan Kelebihan Pembayaran

Bab V Pembahasan V.1 Rente Ekonomi dan Kelebihan Pembayaran 53 Bab V Pembahasan V.1 Rente Ekonomi dan Kelebihan Pembayaran Manfaat dari economic rent atau rente ekonomi (R j) dari barang-barang import untuk pemenuhan kebutuhan perusahaan yang diterima oleh investor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

JEFRI TIPKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Maluku Tengah Jl. R. A. Kartini No. 15 Kelurahan Namaelo, Masohi

JEFRI TIPKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Maluku Tengah Jl. R. A. Kartini No. 15 Kelurahan Namaelo, Masohi Jurnal Barekeng Vol. 8 No. 1 Hal. 17 24 (2014) ANALISIS LQ DAN ANALISIS SHIFT- SHARE DALAM PEMANFAATAN EKONOMI SEKTORAL KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2008 2010 LQ and Shift-Share Analysis in Sectoral Economic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 01/07/1204/Th. XII, 5 Juli 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2012 sebesar 6,35 persen mengalami

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci