BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian dan sistematika penulisan. mencanangkan suatu kebijakan yang dikenal dengan nama Gerakan Reformasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan akan adanya perubahan pada organisasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, serta untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance (Bappenas,

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB 7 RINGKASAN, KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang yang mendasari

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Berkembangnya isu di masyarakat yang menggambarkan kegagalan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG

STRATEGI PEMBANGUNAN AKUNTABILITAS KINERJA PEMERINTAH KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

BAB. I PENDAHULUAN. Dalam konsep New Public Management (NPM) birokrasi pemerintah sebagai pemberi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perencanaan pembangunan daerah, proses. penyusunan tahapan-tahapan kegiatannya melibatkan berbagai

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi rumusan masalah penelitian, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pertama ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini penting untuk diteliti, berbagai permasalahan penelitian yang

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 55

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara telah mendorong pemerintah. baik pusat maupun daerah untuk lebih bersungguh-sungguh

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 17/PRT/M/2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang terdiri atas latar

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. Bab ke tujuh sebagai penutup penelitian ini berisi ringkasan, simpulan,

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting. RS swasta maupun milik organisasi nirlaba (publik/pemerintah)

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. peneliti harapkan dengan dilakukannya penelitian ini. Bab ini juga menjelaskan

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi

KATA PENGANTAR. Semarapura, 30 Maret 2016 Kepala Bappeda Kabupaten Klungkung, I Wayan Wasta, SE, M.Si Pembina Tk. I (IV/b) NIP

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era revormasi yang sedang berlangsung dewasa ini, pelaksana

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu agenda reformasi, bahkan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. LKjIP BAPPEDA Tahun 2015 I / LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan akuntabilitas pada instansi pemerintah semakin meningkat. Selain itu tuntutan yang

KATA PENGANTAR. Alhamdulillaah,

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

2016, No Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepo

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN TULANG BAWANG

2 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DAN LAPORAN AKUNTANTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

BAGIAN UMUM KOTA MOJOKERTO TAHUN 2015

BAB VII RINGKASAN, KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 25 TAHUN 2015

BAB 5 PENUTUP. Kabupaten Pasuruan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan menyajikan LAKIP sebagai

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

E X E C U T I V E S U M M A R Y

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) INSPEKTORAT KABUPATEN PANDEGLANG TAHUN 2016

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

2013, No Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai

BAB II PERENCANAAN KINERJA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG

L A P O R A N K I N E R J A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan era informasi saat ini, organisasi

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

BAB VII RINGKASAN, KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Bab akhir dalam penelitian ini memberikan ringkasan penelitian, kesimpulan,

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BPPT KOTA BANDUNG

PEDOMAN EVALUASI AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DINAS KOPERASI DAN UMKM PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (ToR) RtR

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kinerjanya. Menurut Propper dan Wilson (2003), Manajemen

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Bab I di dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang pemilihan judul, konteks penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian dan sistematika penulisan. 1.1. Latar Belakang Guna mendukung terlaksananya tata kelola pemerintahan yang baik pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara telah mencanangkan suatu kebijakan yang dikenal dengan nama Gerakan Reformasi Birokrasi. Didalam reformasi birokrasi terdapat 8 area perubahan yaitu Penguatan Organisasi, Penataan Tata Laksana, Penataan Peraturan Perundang-undangan, Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Peningkatan Kualitas Pelayan Publik, dan Pola Pikir dan Budaya Kerja. Dari delapan area tersebut, penguatan akuntabilitas kinerja merupakan bidang yang akhir-akhir ini menjadi sorotan, sehingga untuk memperkuat bidang tersebut, ada beberapa konsep dan teori yang dianggap dapat memberikan kontribusi bagi penguatan akuntabilitas kinerja pemerintah. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) dapat dikatakan merupakan bentuk perpanjangan tangan pemerintah dalam memperkuat akuntabilitas kinerja yang ada di dalam agenda perubahan reformasi birokrasi, yang juga merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban kinerja atas keberhasilan maupun kegagalan terhadap penyelenggaraan pemerintahan kepada 1

masyarakat. Hal ini diatur dalam Instruksi Presiden nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah yang secara lebih spesifik diatur di dalam Pasal 2. Menimbang bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, dipandang perlu adanya pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah untuk mengetahui kemampuannya dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Kemudian pemerintah melalui Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (Kemenpan RB) juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi Nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Sebelum instansi pemerintah menyampaikan laporan dimana didalam laporan tersebut memuat tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dalam kurun waktu 1 tahun, yang kemudian dikenal dengan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), terlebih dahulu ada sebuah rangkaian tahapan yang digunakan untuk menyusun LAKIP. Sistem tersebut disebut Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP ) dimana SAKIP merupakan instrumen yang digunakan instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan atas keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan dari misi organisasi yang terdiri dari berbagai komponen yang merupakan kesatuan dimulai dari proses perencanaan strategik, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, 2

implementasi kinerja, pelaporan kinerja dan evaluasi kinerja. Keselarasan, kesesuaian informasi dan konsistensi dari berbagai komponen yang merupakan kesatuan tersebut tentunya harus seiring dan sejalan. Rasul (2002) mendefinisikan akuntabilitas sebagai kemampuan memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan seseorang atau sekelompok orang terhadap masyarakat luas dalam suatu organisasi. Sedangkan menurut Turner dan Hulme (1997) akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban dari seseorang atau sekelompok orang yang diberi amanat untuk menjalankan tugas tertentu kepada pihak pemberi amanat baik secara vertikal maupun secara horisontal akuntabilitas merupakan konsep yang komplek yang lebih sulit mewujudkannya dari pada memberantas korupsi. Untuk mengetahui sampai sejauh mana instansi pemerintah telah menerapakan sistem manajemen kinerja dan pengendalian mutunya dengan baik maka sebaiknya dilakukan evaluasi atas pelaksanaan SAKIP. Evaluasi ini diperlukan dengan mengasumsikan bahwa jika sistem AKIP berjalan dengan baik, maka akan dapat mewujudkan hasil yang baik. Instansi pemerintah sudah seharusnya selalu memperbaiki manajemen kinerjanya agar dapat meningkatkan kinerja dan akuntabilitasnya, walaupun belum diketahui sejauh mana keberhasilan instansi tersebut meraih output yang diharapkan. Karena peningkatan kinerja tidak bisa dipisahkan dari evaluasi atas sistem yang berjalan. Disisi lain, tidaklah cukup hanya mengandalkan perbaikan sistem saja karena terdapat perbaikan beberapa sektor seperti perbaikan budaya organisasi, kepemimpinan dan lain-lain yang juga harus diperhatikan. 3

Evaluasi SAKIP dapat dilakukan dengan meneliti secara keseluruhan komponen-komponen SAKIP maupun satu per satu komponen-komponen tersebut. SAKIP yang telah diterapkan mulai tahun 2000 di berbagai instansi pemerintah pada dasarnya meliputi tiga komponen penting yaitu perencanaan strategis dan perencanaan kinerja, sistem pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja. Satu per satu komponen tersebut haruslah diriviu atau dievaluasi tahap demi tahap ataupun diriviu secara keseluruhan sehingga keselarasan, keserasian, kohesi dan keterpaduan dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi dapat diwujudkan. Perencanaan strategis adalah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini. Menurut Kezner (2001), perencanaan strategis adalah sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja menuju 5 sampai 10 tahun ke depan. Perencanaan strategis secara eksplisit berhubungan dengan manajemen perubahan, hal ini telah menjadi hasil penelitian beberapa ahli (e.g., Ansoff, 1965; Anthony,1965; Lorange, 1980; Steiner, 1979). Lorange (1980) dalam LAN-BPKP, (2001), menuliskan, bahwa perencanaan strategis adalah kegiatan yang mencakup serangkaian proses dari inovasi dan mengubah perusahaan, sehingga apabila perencanaan strategis tidak mendukung inovasi dan perubahan, maka itu adalah kegagalan. 4

Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja sebagai uraian dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana stratejik, yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah melalui berbagai kegiatan tahunan. Didalam rencana kinerja ditetapkan rencana capaian kinerja tahunan untuk seluruh indikator kinerja yang ada pada tingkat sasaran dan kegiatan. Penyusunan rencana kinerja dilakukan seiring dengan agenda penyusunan dan kebijakan anggaran, serta merupakan komitmen bagi instansi untuk mencapainya dalam tahun tertentu. Robertson (2002) dalam Mahsun (2009) mengatakan bahwa pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Sementara menurut Lohman pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Whittaker (2000) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dalam sudut pandang lain, Simons (2000) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja membantu manajer dalam memonitor implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran dan tujuan strategis (dalam Mahsun, 2009). Jadi pengukuran 5

kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas, sedangkan sistem pengukuran kinerja dapat didefinisikan sebagai cara, alur, atau tahapan yang digunakan didalam pengukuran kinerja. Pelaporan kinerja merupakan refleksi kewajiban untuk mempresentasikan dan melaporkan kinerja semua aktivitas dan sumber daya yang perlu dipertanggungjawabkan. Pelaporan ini merupakan wujud dari proses akuntabilitas. Entitas yang mempunyai kewajiban membuat pelaporan kinerja organisasi sektor publik dapat diidentifikasi sebagai berikut: Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Unit Kerja Pemerintahan dan Unit Pelaksana Teknis. Pelaporan tersebut diserahkan kepada masyarakat secara umum dan Dewan Perwakilan Rakyat (sebagai pengguna), sehingga masyarakat dan DPR bisa menerima informasi yang lengkap dan tajam tentang kinerja program pemerintah serta unitnya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam mengevaluasi SAKIP, salah satunya dengan menggunakan Pendekatan Model Logika. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dalam rangka pengumpulan data guna dilakukan analisis dan pemetaan apa yang sesungguhnya ada. Mengidentifikasi apa yang ada dan kemudian membandingkannya dengan apa yang seharusnya ada akan dapat menuntun kita kepada simpulan apakah sistem manajemen kinerja dan akuntabilitas kinerja atau apa yang disebut SAKIP telah diterapkan secara baik. 6

Menurut Knowlton dan Phillips (2013), d engan menggunakan Model Logika dalam pendekatan yang dilakukan secara sistemik untuk mendesain, merencanakan, mengkomunikasikan, dan mengevaluasi dapat berkontribusi sebagai salah satu pembelajaran bagi individu maupun bagi organisasi. Kemudian menurut Akbar (2011), konsep inti dari Model Logika itu sendiri yaitu: 1. Perencanaan; Model Logika menyajikan rerangka untuk perencanaan yang menjembatani gap antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diinginkan 2. Manajemen Program; Model Logika digunakan untuk menjelaskan, menelusuri, serta mengendalikan proses dan fungsi 3. Evaluasi; Model Logika membantu menentukan kapan dan bagaiamana evaluasi dijalankan sehingga sumber daya bisa dikatakan telah efektif dan efisien penggunaannya 4. Komunikasi; Model Logika membantu mengkomunikasikan suatu program baik kepada pimpinan, staf, pemberi dana, dan pemangku kepentingan lainnya Model Logika dapat digunakan ketika suatu ada masalah yang muncul pada waktu ada program-program baru yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini Model Logika dapat membantu memperjelas cara sebuah program menyelesaikan masalah dalam batasan asumsi tertentu serta membantu dalam mengembangkan sistem pengukuran dan evaluasi kinerja. Sebuah instansi yang menggunakan pendekatan Model Logika dalam mengevaluasi komponen-komponen yang terdapat di dalam SAKIP dapat 7

mengembangkan suatu sistem pengukuran kinerja yang akan memberikan indikator pada setiap hasil antara sebagaimana juga pada hasil akhir. Perlunya identifikasi terhadap input serta faktor-faktor lain yang ada didalam kendali instansi maupun diluar kendali instansi, akan menjadikan instansi tersebut menjadi lebih fokus akan pencapaian hasil yang diinginkannya. Peningkatan fokus ini akan menuju kearah pengukuran dan target kinerja yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi implementasi SAKIP Kota Tarakan melalui pendekatan Model Logika. Dalam pelaksanaan SAKIP Kota Tarakan akan dievaluasi hubungan yang logis antar komponen-komponen yang terdapat dalam SAKIP. Implementasi SAKIP Kota Tarakan akan terlihat dalam penyusunan LAKIP pemerintah kota yang dilakukan oleh Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kota Tarakan. Tabel 1.1 Hasil Evaluasi LAKIP Kota Tarakan Tahun 2011 2012 Nilai LAKIP C C 2013 CC Sumber : Bagian Organisasi Setda Kota Tarakan Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) menunjukkan bahwa LAKIP Kota Tarakan selama tiga tahun terakhir mulai tahun 2011, 2012, dan 2013 belum menunjukkan peningkatan yang baik, padahal sebelumnya telah berulangkali dilakukan pembekalan terhadap para pejabat maupun staf yang terlibat dalam penyusunan LAKIP di masing-masing SKPD. 8

1.2. Konteks Penelitian Penelitian ini menitikberatkan pada evaluasi SAKIP Kota Tarakan yang belum secara jelas memaparkan tahapan alur logika mulai dari input sampai dengan manfaat dan dampak yang ditimbulkan. Dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan SAKIP yang belum jelas, mengakibatkan proses penyusunan LAKIP yang dilakukan setiap tahun tidak mengalami peningkatan yang signifikan. 1.3. Rumusan Masalah Penelitian Masalah pokok dalam penelitian ini berkaitan dengan evaluasi SAKIP Kota Tarakan melalui Pendekatan Model Logika. Dari informasi pendahuluan yang diperoleh, permasalahan yang dihadapi yaitu implementasi SAKIP Kota Tarakan belum menunjukkan alur logika yang jelas. Kemudian karena belum adanya kejelasan alur logika didalam SAKIP, maka berimplikasi terhadap penilaian alur pelaksanaan AKIP Kota Tarakan. 1.4. Pertanyaan Penelitian Pemerintah kota Tarakan melalui Bagian Organisasi Sekretariat Daerah telah berulang kali melaksanakan kegiatan yang berkenaan dengan pelaksanaan SAKIP pada masing-masing SKPD, akan tetapi pada saat semua LAKIP telah disusun yang kemudian dilanjutkan dengan penyusunan LAKIP kota, hasil yang dicapai masih jauh dari yang ditargetkan. Hal ini membuat penulis merasa tertarik untuk menggali permasalahan tersebut di lapangan. Berdasarkan hal tersebut diatas, pertanyaan dalam penelitian ini yaitu : 9

1. Apakah komponen-komponen SAKIP kota Tarakan memiliki hubungan yang logis berdasarkan konsep Model Logika? 2. Apa saja kendala yang dihadapi dalam penerapan SAKIP kota Tarakan? 1.5. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan pentingnya pemahaman mengenai konsep Model Logika terhadap pelaksanaan SAKIP Kota Tarakan sehingga dalam rangkaian tahapan kegiatan SAKIP akan lebih mudah dan terlihat alur logika yang jelas mulai dari sumber daya sampai dengan dampak yang dihasilkan. 2. Menunjukkan kendala apa saja yang dihadapi oleh aparatur yang membidangi Akuntabilitas Kinerja di lingkungan Pemerintah Kota Tarakan dalam melaksanakan SAKIP. 1.6. Kontribusi Penelitian Kontribusi yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain: 1. Kontribusi Praktik Memberikan kontribusi bagi Pemerintah Kota Tarakan khususnya Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kota Tarakan dalam mengaplikasikan Pendekatan Model Logika untuk menjalankan SAKIP. 10

2. Kontribusi Akademik Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi dunia akademik mengenai manfaat penerapan Model Logika dalam mengevaluasi SAKIP untuk dijadikan sebagai tambahan literatur. 1.7. Proses Penelitian Tahapan proses penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 1.1 Tahapan Proses Penelitian 2. Tujuan Penelitian 3. Pondasi Teoretikal Penelitian Studi Kasus 1. Pertanyaan Penelitian 4. Metode Penelitian 5. Temuan dan Analisis (Sumber : Pedoman Penulisan Tesis Maksi UGM 2015) 1.8. Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan dalam penelitian ini disajikan dalam lima bab sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Pendahuluan berisi latar belakang pemilihan judul Evaluasi Pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kota Tarakan dengan Pendekatan Model Logika, konteks 11

penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka Berisi tentang landasan teori yang mendasari Evaluasi Pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kota Tarakan dengan Pendekatan Model Logika. BAB III : Landasan Belakang Kontekstual Penelitian Bagian ini menguraikan mengenai gambaran umum objek yang diteliti. BAB IV : Rancangan Penelitian Bagian ini menguraikan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. BAB V : Pemaparan Temuan Investigasi Kasus Bagian ini memaparkan temuan-temuan yang diperoleh selama pengumpulan data. BAB VI : Analisis dan Diskusi Hasil Investigasi Kasus Bab ini menguraikan mengenai analisis data dan diskusi hasil temuan penelitian studi kasus. BAB VII : Ringkasan, Simpulan, Keterbatasan, dan Rekomendasi Bagian ini memaparkan mengenai ringkasan, simpulan, keterbatasan dan rekomendasi penelitian. 12