Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

MAKALAH. Kebutuhan Pendampingan Hukum Penyandang Disabilitas

Hukum Acara Pidana. Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

KAJIAN JURIDIS TERHADAP PEMERIKSAAN TAMBAHAN DEMI KEPENTINGAN PENYIDIKAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

SISTEM PERADILAN PIDANA KODE MATA KULIAH : WHI 6258

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

9/13/2012 8:29 AM Ngurah Suwarnatha 1

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya untuk menjunjung hukum itu agar dapat berperilaku, bertindak dan

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA PASCA ORDE BARU

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

LEMBAGA PRAPERADILAN DALAM PERSPEKTIF KINI DAN MASA MENDATANG DALAM HUBUNGANNYA DENGAN HAK ASASI MANUSIA I GEDE YULIARTHA, SH.

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

Tujuan studi ini adalah untuk: (1) mengidentifikasi dan mendeskripsikan praktik pemberian maaf dalam proses penyelesaian perkara pidana di Indonesia;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

BAB V KESIMPULA DA SARA

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. yang sama oleh hakim tersebut (audi et alterampartem). Persamaan dihadapan

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

HARMONISASI PENGATURAN PENAHANAN DALAM KUHAP DENGAN PRINSIP-PRINSIP HAM DALAM ADMINISTRASI PERADILAN SKRIPSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA 28 /PUU-VIII/2010

Menyeimbangkan Kembali Keadilan (Rebalancing Justice) Catatan Atas Konsep Perlindungan Korban Kejahatan dalam RUU KUHAP. Oleh: Zainal Abidin 1

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA, TERDAKWA, DAN KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME BESERTA IMPLEMENTASINYA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA. Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB 4 PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN UPAYA PAKSA MENURUT KONSEP PRAPERADILAN DI DALAM KUHAP DAN KONSEP HAKIM KOMISARIS MENURUT RUU KUHAP

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Rabu, 24 September 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Laporan Pemantauan Jaksa Terhadap Integritas Jaksa Selama Proses Peradilan. Oleh Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FH UI

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

JUSTICE COLLABORATORS DALAM SEMA RI NOMOR 4 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Hal-Hal Penting Terkait Penangkapan Yang Harus Diatur RKUHAP

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. ada yang belum diatur pada suatu peraturan-peraturan atau pun pada Undang-

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

Praktek Pemidanaan Terhadap Saksi Pelaku Tindak Pidana Yang Bekerja Sama/

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

PUSANEV_BPHN OVERVIEW ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA (ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

LAPORAN KEGIATAN PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PROFESI HUKUM. bphn. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,

HUKUM ACARA PIDANA HENDAK HIJRAH Oleh Adnan Paslyadja

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG KODE ETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

KERANGKA ACUAN MATERI & SUSUNAN ACARA WORKSHOP DIKLAT ARBITER TINGKAT I RINCIAN PER SESI. 26 Maret 2016 dan 2 April 2016

Transkripsi:

LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Seminar Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) JAKARTA, 10 April 2013 1

Daftar Isi I. Seminar : Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban di dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 1. Latar Belakang... 3 2. Maksud dan Tujuan... 5 3. Materi Pembahasan... 6 4. Jadwal Pelaksanaan... 7 2

Seminar Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 1. Latar Belakang Selama 32 tahun, KUHAP sebagai karya agung bangsa Indonesia diciptakan untuk menggantikan Herziene Inlands Reglement (HIR) yang merupakan ciptaan pemerintah Kolonial Belanda. Dalam perjalanan lebih dari seperempat abad tersebut, sudah terjadi berbagai kemajuan yang akhirnya membawa dampak di bidang sosial, ekonomi, dan hukum, khususnya hukum pidana. Selain terjadinya berbagai kemajuan itu, Indonesia juga sudah meratifikasi beberapa konvensi-konvensi internasional. Adapun konvensi-konvensi internasional yang diratifikasi sejak tahun 1981 antara lain : a. Konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 1984); b. Konvensi Hak Anak (diratifikasi dengan Keppres Nomor 36 Tahun 1990); c. Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia (diratifikasi dengan UU Nomor 5 Tahun 1998); d. Konvensi internasional tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial (diratifikasi dengan UU Nomor 29 Tahun 1999); e. Kovenan internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (diratifikasi dengan UU Nomor 11 Tahun 2005); f. Kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik (diratifikasi dengan UU Nomor 12 Tahun 2005); g. Konvensi Anti Korupsi (diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 2006). Peratifikasian konvensi internasional tersebut berimplikasi terhadap ketentuan KUHAP yang harus selaras dengan situasi dan kondisi Indonesia pada saat ini dan dengan tidak mengabaikan ketentuan-ketentuan universal. Dengan demikian, diperlukan sebuah ketentuan baru sebagai pengganti KUHAP yang dapat diterapkan dalam penerapan hukum di Indonesia pada masa mendatang. Pembahasan KUHAP ini semata-mata ditujukan untuk memberikan keadilan sebagai nilai dasar hukum, kepastian hukum sebagai nilai instrumental dan kemanfaatan sebagai nilai praktis. Upaya pemerintah dalam melakukan perubahan KUHAP ini dimaksudkan untuk menghadirkan sistem peradilan pidana yang lebih maju dan lebih menangkap rasa keadilan 3

yang berkembang di masyarakat. Pemerintah mengharapkan agar sistem peradilan pidana (criminal justice system), yakni sebagai suatu proses bekerjanya beberapa lembaga penegak hukum, yang meliputi aktivitas yang bertahap dimulai dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan hakim yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan, pada dasarnya, menuju pada suatu tujuan bersama yang dikehendaki. Keseluruhan proses itu bekerja di dalam suatu sistem, sehingga masing-masing lembaga itu merupakan subsistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Perubahan KUHAP yang disusun mencakup beberapa ruang lingkup, yakni : 1. Asas legalitas 2. Hubungan penyidik dan penuntut umum lebih diakrabkan 3. Penahanan 4. Penyadapan 5. Prosedur persidangan yang mengarah ke adversarial 6. Alat-alat bukti 7. Upaya hukum 8. Perkenalan plea bargaining 9. Saksi mahkota (kroon getuige) Rancangan KUHAP ini memperkenalkan hal-hal baru, yakni hakim pemeriksa pendahuluan, konsep plea bargaining dengan pemeriksaan jalur khusus, serta konsep pemeriksaan saksi mahkota yang dalam praktiknya sering disalahartikan, dan masalah penyadapan yang juga sering dipersoalkan oleh sejumlah kalangan. Adapun konsep plea bargaining dan pemeriksaan jalur khusus itu sepertinya mewadahi diskursus yang mencuat belakangan ini mengenai justice collaborator dalam persidangan kasus korupsi. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah KUHAP masih menitikberatkan pada kepentingan para tersangka, terdakwa dan terpidana semata, sementara hukum acara pidana saat ini telah mengalami perkembangan, yakni mempertimbangkan tentang kebutuhan prosedur pidana yang lebih adil bagi para pihak-pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana, di antaranya adalah para saksi dan korban. Perkembangan hukum pidana ini memang telah direspon dengan munculnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang mengatur tentang hak-hak substantif dan hakhak prosedural saksi dan korban yang bersinggungan erat dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam KUHAP. Namun, dalam praktiknya, seringkali terjadi pertentangan antar penegak hukum dalam mengimplementasikan hak-hak prosedural bagi saksi dan korban, atau muncul hak-hak substantif saksi dan korban yang belum diakomodir prosedur pemenuhannya dalam ketentuan di KUHAP. Selain itu, meskipun sudah ada UU Nomor 13 Tahun 2006, dalam rancangan KUHAP yang baru ini perlu juga mencantumkan tentang pentingnya keadilan restoratif (restorative justice). Hal ini dikarenakan fenomena sistem peradilan pidana terpadu secara formil juga membutuhkan modifikasi dalam konteks penegakan hukum (law enforcement). 4

Paparan tersebut di atas menunjukan bahwa dalam kerangka pembahasan rancangan KUHAP, dipandang sangat penting untuk menyelaraskan ketentuan yang akan diatur dalam KUHAP dengan UU Nomor 13 Tahun 2006, baik terkait dengan prosedur beracaranya maupun hubungan kelembagaan antara LPSK dengan penegak hukum dalam kerangka sistem peradilan pidana terpadu. Oleh karena itu, perlu untuk memastikan terakomodasinya kepentingan perlindungan saksi dan korban yang lebih memadai, serta agar tatanan peran dan fungsi masing-masing lembaga dalam sistem peradilan pidana dapat tergambar dengan baik guna mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah. 2. Maksud dan Tujuan Dalam rangka memastikan terakomodasinya kepentingan perlindungan bagi para saksi dan korban yang lebih memadai, serta agar tatanan peran dan fungsi masing-masing lembaga dalam sistem peradilan pidana dapat tergambar dengan baik guna mewujudkan peradilan pidana terpadu, maka LPSK bekerja sama dengan sejumlah NGO memandang perlu untuk menyelenggarakan seminar sehari dengan mengusung tema utama Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi KUHAP. Seminar Sehari ini diselenggarakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu sebagaimana diatur lebih lanjut dalam rancangan KUHAP yang baru. Seminar ini dimaksudkan sebagai forum bersama dalam rangka menjaring pemikiranpemikiran mengenai perlunya mengakomodasi kebutuhan perlindungan bagi para saksi dan korban dalam rancangan KUHAP, begitu juga tatanan peran dan fungsi dari masing-masing lembaga dalam sistem peradilan pidana. Melalui Seminar ini akan digali masukan dari narasumber dan peserta, khususnya dalam upaya menginventarisasi berbagai problem yang dihadapi saat ini, serta bagaimana formulasi pemecahannya. Tujuan diadakannya Seminar ini adalah sebagai berikut: Tujuan Umum adalah mendorong atau mengangkat kembali isu perubahan atau revisi KUHAP, khususnya terkait dengan perlindungan bagi para saksi dan korban. Tujuan Khusus : a. Menggugah berbagai pihak agar menjadikan pembahasan KUHAP sebagai agenda utama. b. Mendorong diakomodirnya kebutuhan perlindungan bagi para saksi dan korban dalam revisi KUHAP oleh pembuat kebijakan. c. Membangun kesadaran berbagai pihak agar memperhatikan atau ikut mengkritisi penyusunan rancangan KUHAP yang berpihak pada saksi dan korban. 5

d. Membangun kewaspadaan para pembuat kebijakan agar berhati-hati dalam menyusun rancangan KUHAP agar tidak mengesampingkan keberadaan para saksi dan korban, khususnya dalam hal perlindungan. 3. Materi Pembahasan Materi-materi yang akan disampaikan oleh narasumber adalah mencakup topik-topik yang akan dibahas, yakni : Pembicara Topik Sub Topik Ahmad Yani, S.H., M.H. Peran LPSK dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu - Penerapan Prinsip Due Process of Law Terhadap Perlindungan Hak-Hak Saksi dan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu. - Regulasi Hak-Hak Saksi dan Korban dan Pemenuhannya oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (versi Revisi KUHAP). - Pengawasan Terhadap Kewenangan Aparat Penegak Hukum dalam Mewujudkan Sistem Peradilan Pidana Terpadu. Prof. Indrayana, LL.M, Ph.D Denny S.H., Pembagian Pengaturan WB dan JC Di Revisi KUHAP dan Revisi UU NO. 13 Tahun 2006, Serta Peran Strategis LPSK - Eksistensi Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam Perlindungan Hukum Bagi Sang Whistleblower dan Justice Collaborator dalam Proses Peradilan Pidana. Dr. Alkostar, LL.M Artidjo S.H., Pengaturan tentang Peran LPSK dalam KUHAP - Urgensi Peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu. - Penguatan Peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Menuju Proses Hukum yang Adil. Zainal Abidin, S.H. Membangun Relasi KUHAP dan UU Nomor 13 Tahun 2006 untuk Penguatan dan Pemenuhan Hak-hak Saksi - Perspektif Restorative Justice dalam Gerakan Pro Saksi dan Korban (Perlindungan Hukum dan Pemenuhannya) oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 6

4. Jadwal & Pelaksanaan Seminar ini akan dilaksanakan dengan jadwal sebagai berikut: Seminar Sehari Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi KUHAP Rabu, 10 April 2013 Jakarta Waktu Acara Pelaksana 08.00-09.00 Registrasi Panitia 09.00-09.45 Pembukaan 09.00-09.10 Menyanyikan lagu Indonesia Raya Panitia 09.10-09.35 Pembukaan dan Keynote Speech Abdul Haris Semendawai, S.H., LL.M 09.35-09.45 Pembacaan doa Panitia 09.45-10.00 Coffee Break Panitia 10.00-11-30 Penyampaian materi dan diskusi 1. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M, Ph.D 2. Ahmad Yani, S.H., M.H. 3. Dr. Artidjo Alkostar, S.H., LL.M 4. Zainal Abidin, S.H. 11.30-12.30 Tanya jawab 12.30-13.00 Penutupan: - Penyerahan Plakat - Kata Penutupan - Menyanyikan Lagu Bagimu Negeri Moderator: Lies Sulistiani, S.H., M.H. (Wakil Ketua LPSK) Penutupan : 13.00 Makan Siang Panitia Anggota LPSK 7