SISTEM PERADILAN PIDANA KODE MATA KULIAH : WHI 6258

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM PERADILAN PIDANA KODE MATA KULIAH : WHI 6258"

Transkripsi

1 SISTEM PERADILAN PIDANA KODE MATA KULIAH : WHI 6258 BLOCK BOOK Planning group : I Ketut Keneng, SH,MH ( Kordinator) Bagian Hukum Acaraa FH UNUD, Telp , e mail: re_keneng@yahoo.com I Wayan Tangun Susila SH. MH Bagian Hukum Acara FH UNUD, Telp FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2009/ 2010

2 1. Identifikasi Mata Kuliah WHI 6258 Team Pengajar : Sistem Peradilan Pidana : I Ketut Keneng, SH,MH I Wayan Tangun Susila SH. MH Status Mata Kuliah : MK Wajib Institutional (Universitas / Fakultas) SKS : 2 2. Diskripsi Mata Kuliah : Sistem peradilan pidana dapat digambarkan secara singkat sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk menanggulangi kejahatan, salah satu usaha masyarakat untuk mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas batas toleransi yang dapat diterimanya. Sistem ini dianggap berhasil, apabila sebagian besar dari laporan dan keluhan masyarakat bahwa mereka telah menjadi korban dari suatu kejahatan dapat diselesaikan dengan diajukan pelaku kemuka siding pengadilan dan menerima pidana. Gambaran di atas adalah memang tugas utama dari sistem ini, tetapi tidak merupakan keseluruhan tugas sistem. Masih merupakan bagian tugas sistem adalah mencegah terjadinya korban kejahatan maupun mencegah bahwa mereka yang sedang ataupun telah selesai menjalani pidana tidak mengulangi lagi perbuatan mereka yang melanggar hukum itu. Sistem peradilan pidana dikenal ada empat komponen, adapun keempat komponen yang bekerjasama dalam sistem ini adalah terutama instansi instansi (badan badan) yang kita kenal dengan nama: kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Dapat diketahui bahwa keempat instansi (badan) tersebut merupakan instansi yang masing masing berdiri sendiri secara administratif. Kepolisian mempunyai puncak MABES POLRI, Kejaksaan mempunyai puncak Kejaksaan Agung, Pengadilan mempunyai puncak Mahkamah Agung dan Lembaga Pemasyarakatan berada dalam struktur organisasi Departemen Hukum dan HAM. Dalam pengertian dan gambaran sistem peradilan pidana seperti diuraikan dengan singkat di atas, maka kerjasama erat dalam satu sistem oleh keempat instansi adalah suatu keharusan. Jelas hal ini tidak mudah, tetapi kerugian yang dapat timbul apabila hal ini tidak dilakukan adalah pula besar.

3 3. Tujuan Mata Kuliah Melalui pemahaman terhadap Mata Kuliah Sistem Peradilan Pidana ini diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang semua aspek Sistem Peradilan Pidana Terpadu, dan cara penyelesaian masalah yang terdapat di dalamnya, guna mencapai tujuan dari SPP, serta dapat memahami perkembangan Pendidikan hukum & ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan seluas luasnya untuk turut serta menciptakan suatu sistem: peradilan pidana, penegakan, penyelenggaraan/tindakan yang lebih sesuai dengan perkembangan perubahan masyarakat. 4. Metoda dan Strategi Proses Pembelajaran Metode Perkuliahan adalah Problem Based Learning (PBL) pusat pembelajaran ada pada mahasiswa. Metode yang diterapkan adalah belajar (Learning) bukan mengajar (Teaching). Karena itu, strategi pembelajaran berupa tanya jawab, tugas terstruktur, diskusi, belajar mandiri, diskusi berkelompok terarah (Focus Group Discussion), dan permainan peran (Rule Play). Pada awalnya perkuliahan, tanya jawab dilakukan untuk mengetahui pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (Prior Knowledge) oleh mahasiswa dan untuk melakukan Brainstorming atas permasalahanpermasalahan yang telah diidentifikasi. Strategi perkuliahan : Perkuliahan tentang sub sub pokok bahasan dipaparkan dengan alat bantu media papan tulis, power point slide, serta peyiapan bahan bacaan tertentu yang dipandang sulit diakses oleh mahasiswa. Sebelum mengikuti perkuliahan mahasiswa sudah mempersiapkan diri (self study) mencari bahan materi, membaca dan memahami pokok bahasan yang akan dikuliahkan sesuai dengan arahan ( guidance ) dalam Block Book. Tehnik perkuliahan : pemaparan materi, tanya jawab dan diskusi ( proses pembelajaran dua arah ).

4 5. Ujian dan Penilaian Ujian Ujian dilaksanakan dua kali dalam bentuk tertulis yaitu Ujian tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS) Penilaian Penilaian Akhir dari proses pembelajaran ini berdasarkan Rumus Nilai Akhir sesuai Buku Pedoman yaitu : NA = (UTS + TT) + 2 (UAS) 2 3 Nilai Range A B B C C D D E Materi Perkuliahan ( Organisasi perkuliahan) I. PENDAHULUAN 1. Pengertian Sistem Peradilan Pidana 2.Tujuan Sistem Peradilan Pidana II. PENDEKATAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA 1. Pendekatan Law and Order 2. Pendekatan sistem. 3. Pendekatan normative, administratif dan social

5 III. KOMPONEN SISTEM PERADILAN PIDANA.1 Kepolisian sebagat sub Sistem Peradilan Pidana. 2 Kejaksaan sebagat sub Sistem Peradilan Pidana. 3 Pengadilan sebagai sub Sistem Peradilan Pidana. 4 Lembaga Pemasyarakat sebagai subsistem Peradilan Pidana. 5 Advokat sebagai sub Sistem Peradilan Pidana. IV.MODEL MODEL SISTEM PERADILAN PIDANA 1.Model sstem pemeriksaan Inkuisitur. 2.Crime Control Model. 3 Due Prosess Model. 4. Family Model 5. Integreted Model V. SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA. 1. Perubahan fundamental dalam Sistem Peradila Pidana dengan berlakunya KUHAP. 2. Hubungan fungsional antara sub. sistem dalam proses peradilan pidana. 3. Implikasi UU No.8 Th 1981 terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia. 4. Sistem peradilan pidana terpadu (Intergreted Criminal Justice Sistem). 6.BAHAN BACAAN: 1. Romli Atmasasmita, SH.LLM : Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme. 2. Sidik Sunaryo : Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana. 3. Prof. Dr. H. Muladi, SH. : Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana. 4. Mardjono Reksodiputro : Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana. 5. : Kriminologi Dalam Sistem Peradilan Pidana.

6 6. Martiman Prodjohamidjojo : Pembahasan Hukum Acara Pidana 7. Herbert L. Parker : The Limits of The Criminal Sanction. 8. Ansori Sabuan, dkk. : Hukum Acara Pidana. 9. Soedjono D : Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, 10. : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana 11. : Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 7.Persiapan Proses Perkuliahan Mahasiswa diwajibkan sudah memiliki Block Book Mata Kuliah Sistem Peradilan Pidana ini sebelum perkuliahan dimulai, dan sudah mempersiapkan materi sehingga proses perkuliahan dan toutorial dapat terlaksana dengan lancar. Pertemuan 1 : Perkuliahan 1 ( Lectures) Pendahuluan. 1. Pengertian Sistem Peradilan Pidana 2.Tujuan Sistem Peradilan Pidana PerUndang Undangan UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 4 Tahun 2004 Literatur Romli Atmasasmita SH.LLM.; Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dan Sistem Peradilan Pidana, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana

7 Pertemuan 2 : Perkuliahan 2 ( Lectures) Pendekatan dalam Sistem Peradilan Pidana 1. Pendekatan Law and Order 2. Pendekatan sistem. 3. Pendekatan normative, administratif dan social Romli Atmasasmita SH.LLM.; Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana. Sidik Sunaryo; Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dan Sistem Peradilan Pidana Pertemuan 3 : Perkuliahan 3 ( Lectures) KOMPONEN SISTEM PERADILAN PIDANA 1 Kepolisian sebagat sub Sistem Peradilan Pidana. 2 Kejaksaan sebagai sub Sistem Peradilan Pidana. PerUndang Undangan UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 4 Tahun 2004, UU NO. 2 Tahun. 2002, NO. 16 Tahun Literatur Romli Atmasasmita SH.LLM.; Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana. Sidik Sunaryo; Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana Ansori Sabuan, dkk.; Hukum Acara Pidana.

8 Soedjono D; Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dan Sistem Peradilan Pidana. Pertemuan 4 : Tutorial ke 1. Discussion Task Study Task Bekerjanya sub sistem peradilan pidana adalah dimulai dari tejadinya tindak pidana yang selanjutnya ada dua kemungkinan yang dilakukan oleh pihak korban yaitu: pertama tidak mengadukan/melaporkan kepada kepolisian dengan beberapa alasan dan kedua mengadukan/melaporkan kepada kepolisian. Apabila korban mengadukan/melaporkan kepada kepolisian, maka pihak kepolisian ada dua kemungkinan yang dilakukan yaitu: pertama tidak memproses aduan/laporan dari korban dengan beberapa alasan dan kedua memproses aduan/laporan dari korban. Apabila kepolisian memproses aduan/laporan dari korban, maka kepolisian (penyidik) menyerahkan perkaranya kepada kejaksaan. Kepolisian menyerahkan perkaranya ke kejaksaan dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama dan tahap kedua. Pada saat kejaksaan menerima perkara tahap pertama, terlebih dahulu akan diteliti dan bila dianggap belum lengkap maka akan dikembalikan kepada kepolisian untuk dilengkapi (prapenuntutan). Apabila sudah dianggap lengkap, maka pihak kejaksaan ada dua kemungkinan yang dilakukan yaitu: pertama tidak melakukan penuntutan dengan beberapa alasan, kedua melakukan penuntutan dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang. Diskusikan bekerjanya sub sistem peradilan pidana dari mulainya terjadinya tindak pidana sampai Kejaksaan (penuntut umum) melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang. PerUndang Undangan UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 4 Tahun 2004, UU NO. 2 Tahun. 2002, NO. 16 Tahun 2004.

9 Literatur Romli Atmasasmita SH.LLM.; Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana., Hak Asasi Manusia dan Sistem Peradilan Pidana. Sidik Sunaryo; Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana Ansori Sabuan, dkk.; Hukum Acara Pidana. Soedjono D; Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Pertemuan 5 : Perkuliahan 4 ( Lectures) KOMPONEN SISTEM PERADILAN PIDANA 1. Pengadilan sebagai sub Sistem Peradilan Pidana. 2. Lembaga Pemasyarakat sebagai subsistem Peradilan Pidana. 3. Advokat sebagai sub Sistem Peradilan Pidana. Per Undang Undangan UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 4 Tahun 2004, UU NO 8 Tahun. 2OO4; UU NO 5 Tahun 2004, UU NO. 12 Tahun 1995, UU NO. 18 Tahun 2003 Literatur Romli Atmasasmita, SH.LLM, Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme. Sidik Sunaryo, Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana. Prof. Dr. H. Muladi, SH., Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana., Kriminologi Dalam Sistem Peradilan Pidana.

10 Ansori Sabuan, dkk., Hukum Acara Pidana. Soedjono D, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Pertemuan 6 : Tutorial ke 2 Discussion Task Study Task Pada saat pengadilan menerima pelimpahan perkara dari kejaksaan (penuntut umum), Ketua Pengadilan Negeri terlebih dahulu memeriksa pelimpahan perkara dari kejaksaan tersebut, apakah merupakan kewenangan pengadilan atau tidak. Apabila tidak merupakan kewenangnya maka perkara tersebut akan dikembalikan kepada pengadilan yang berwenang dan tidak ada permasalahan, tetapi kalau ada permasalahan maka akan terjadi sengketa kewenangan mengadili yang harus diselesaikan oleh peradilan yang berwenang memeberikan putusan. Akan tetapi kalau merupakan kewenangannya maka Ketua Pengadilan Negeri akan menunjuk hakim yang akan memerikasa perkara tersebut. Selanjutnya hakim yang ditunjuk akan melakukan dua kemungkinan, yaitu pertama tidak menyidangkan perkara tersebut dengan beberapa alasan dan kedua menyidangkan perkara tersebut sampai membacakan putusannya. Selanjutnya bila putusan hakim membebaskan/melepaskan dari segala tuntutan hukum maka terdakwa tidak masuk Lembaga Pemasyarakatan, akan tetapi kalau putusannya menjatuhkan pidana maka terdakwa akan masuk Lembaga Pemasyarakatan sebagai terpidana untuk dilakukan pembinaan. Diskusikan bekerjanya sub sistem peradilan pidana dari mulainya Ketua Pengadilan Negeri menerima pelimpahan perkara dari kejaksaan (penuntut umum) sampai keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Per Undang Undangan UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 4 Tahun 2004, UU NO 8 Tahun. 2OO4; UU NO 5 Tahun 2004, UU NO. 12 Tahun 1995, UU NO. 18 Tahun 2003

11 Literatur Romli Atmasasmita, SH.LLM, Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme. Sidik Sunaryo, Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana. Prof. Dr. H. Muladi, SH., Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana., Kriminologi Dalam Sistem Peradilan Pidana. Ansori Sabuan, dkk., Hukum Acara Pidana. Soedjono D, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Pertemuan 7 : Perkuliahan 5 ( Lectures) MODEL MODEL SISTEM PERADILAN PIDANA 1. Model sistem pemeriksaan Inkuisitur. 2. Crime Control Model. 3. Due Prosess Model. PerUndang Undangan UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 4 Tahun 2004, UU NO 8 Tahun. 2OO4; UU NO 5 Tahun 2004, UU NO. 12 Tahun Literatur: Romli Atmasasmita, SH.LLM, Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana., Kriminologi Dalam Sistem Peradilan Pidana. Ansori Sabuan, dkk., Hukum Acara Pidana.

12 Soedjono D, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Herbert L. Parker, The Limits of The Criminal Sanction. Ansori Sabuan, dkk., Hukum Acara Pidana. Soedjono D, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Pertemuan 8 : Tutorial ke 3 Discussion Task Study Task Berlakunya UU No 8 Th 1981 tentang KUHAP telah menimbulkan perubahan fundamental baik secara konsepsional maupun secara implementasi terhdap tata cara penyelesaian perkara pidana di Indonesia. Perubabahan Sistem Peradilan yang dianut melalui UU tersebut sudah barang tentu mengakibatkan adanya perubahan dalam cara berpikir yang kemudian mengakibatkan pula perubahan sikap dan caraberpikirserta bertindak para aparat penegak hukum secara keseluruhan.hal ini dapat dilihat dari landasan UU No 8/1981 yang memiliki beberapa asas diantaranya; perlakuan yang sama dimuka hukum; praduga tidak bersalah; hak untuk memperoleh bantuan hukum hak untuk memperoleh ganti kerugian dan rehabilitasi. Dalam Sistem Peradilan Pidana dikenal adanya dua model yaitu: 1. Due Proses Model dengan beberapa karakteristik. 2. Crime Control Model dengan beberapa karakteristik. Tugas mahasiswa ; 1. Bandingkan Due process model dan crime control model. 2. Di antara kedua model tesebut, model apakah yang diterapkan semasa berlakunya Het Herziene Inlandsch Reglement (Stbl No. 44) dan UU No 8 Tahun 1981? PerUndang Undangan UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 4 Tahun 2004, UU NO 8 Tahun. 2OO4; UU NO 5 Tahun 2004.

13 Literatur Romli Atmasasmita, SH.LLM, Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana., Kriminologi Dalam Sistem Peradilan Pidana. Ansori Sabuan, dkk., Hukum Acara Pidana. Soedjono D, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Herbert L. Parker, The Limits of The Criminal Sanction. Ansori Sabuan, dkk., Hukum Acara Pidana. Soedjono D, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Pertemuan 9 : Perkuliahan 6 ( Lectures). MODEL MODEL SISTEM PERADILAN PIDANA Family Model Integreted Model PerUndang Undangan UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 4 Tahun 2004, UU NO 8 Tahun. 2OO4; UU NO 5 Tahun 2004, UU NO. 12 Tahun Literatur: Romli Atmasasmita, SH.LLM, Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana., Kriminologi Dalam Sistem Peradilan Pidana. Soedjono D, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Herbert L. Parker, The Limits of The Criminal Sanction. Soedjono D, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia,

14 Pertemuan 10 : Perkuliahan 7 ( Lectures). SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA. Perubahan fundamental dalam Sistem Peradila Pidana dengan berlakunya KUHAP. Hubungan fungsional antara sub. sistem dalam proses peradilan pidana. Per Undang Undangan UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 4 Tahun 2004, UU NO 8 Tahun. 2OO4; UU NO 5 Tahun 2004, UU NO. 12 Tahun 1995, UU NO. 18 Tahun 2003 Literatur Romli Atmasasmita, SH.LLM, Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme. Sidik Sunaryo, Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana. Prof. Dr. H. Muladi, SH., Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana., Kriminologi Dalam Sistem Peradilan Pidana. Ansori Sabuan, dkk., Hukum Acara Pidana. Soedjono D, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Pertemuan 11 : Perkuliahan 8 ( Lectures). Implikasi UU No.8 Th 1981 terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia. Sistem peradilan pidana terpadu (Intergreted Criminal Justice Sistem).

15 Per Undang Undangan UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 4 Tahun 2004, UU NO 8 Tahun. 2OO4; UU NO 5 Tahun 2004, UU NO. 12 Tahun 1995, UU NO. 18 Tahun Literatur Romli Atmasasmita, SH.LLM, Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme. Sidik Sunaryo, Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana. Prof. Dr. H. Muladi, SH., Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana., Kriminologi Dalam Sistem Peradilan Pidana. Ansori Sabuan, dkk., Hukum Acara Pidana. Soedjono D, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Pertemuan 12 : Tutorial ke 4 Discussion Task Study Task Berlakunya UU No 8 Th 1981 tentang KUHAP telah menimbulkan perubahan fundamental baik secara konsepsional maupun secara implementasi terhdap tata cara penyelesaian perkara pidana di Indonesia. Perubabahan Sistem Peradilan yang dianut melalui UU tersebut sudah barang tentu mengakibatkan adanya perubahan dalam cara berpikir yang kemudian mengakibatkan pula perubahan sikap dan cara berpikir serta bertindak para aparat penegak hukum secara keseluruhan. Dilihat dari segi ilmu pengetahuan hukum acara pidana, perubahan cara berpikir ini sangat penting artinya oleh karena kaitan dan konsekuensinya terhadap cara bersikap dan bertindak. Suatu undangundang yang secara konsepsional baik bukan hanya akan efektif, akan tetapi sekaligus akan menjadi tidak memiliki nilai nilai yang dianggap baik dan adil apabila tidak didukung oleh penghayatan yang baik atas nilai nilai yang terkandung pada konsep undang undang. Perubahan sistem peradilan dari sistem inkuisitur semasa berlakunya

16 Het Herziene Inlandsch Reglement (Stbl No. 44) ke sistem akusatur yang menurut sementara orang dianut oleh Undang undang No. 8 tahun 1981, perlu diamati dan diteliti secara amat berhati hati. Hal ini disebabkan perubahan dimaksud memiliki implikasi yang mendasar dan meluas. Perubahan setelah berlakunya Undang undang No. 8 tahun 1981, ini dapat dilihat dari landasan UU No 8/1981 yang memiliki beberapa asas diantaranya; perlakuan yang sama dimuka hukum; praduga tidak bersalah; hak untuk memperoleh bantuan hukum hak untuk memperoleh ganti kerugian dan rehabilitasi. Diskusikan: apakah semasa berlakunya Het Herziene Inlandsch Reglement (Stbl No. 44) menganut system inkuisitur dan semasa berlakunya UU No. 8 tahun 1981 menganut system akusatur? Per Undang Undangan UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 4 Tahun 2004, UU NO 8 Tahun. 2OO4; UU NO 5 Tahun 2004, UU NO. 12 Tahun 1995, UU NO. 18 Tahun 2003 Literatur Romli Atmasasmita, SH.LLM, Sistem Peradilan Pidana Persspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme. Sidik Sunaryo, Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana. Prof. Dr. H. Muladi, SH., Kapita Slekta Sistem Peradilan Pidana. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana., Kriminologi Dalam Sistem Peradilan Pidana. Ansori Sabuan, dkk., Hukum Acara Pidana. Soedjono D, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia.

SILABI A. IDENTITAS MATA KULIAH

SILABI A. IDENTITAS MATA KULIAH SILABI A. IDENTITAS MATA KULIAH Nama Mata Kuliah : SistemPeradilanPidana Kode Mata Kuliah : SKS : 2 (dua) Sks Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi Semester Sajian : 7 (tujuh) B. DESKRIPSI MATA KULIAH

Lebih terperinci

KRIMINOLOGI KODE MATA KULIAH : MKK 077 BLOCK BOOK. Planing Group :

KRIMINOLOGI KODE MATA KULIAH : MKK 077 BLOCK BOOK. Planing Group : KRIMINOLOGI KODE MATA KULIAH : MKK 077 BLOCK BOOK Planing Group : Dr. I Gusti Ketut Ariawan, S.H., M.H. I Ketut Rai Setiabudhi, S.H., M.S. Gde Made Swardhana, S.H., M.H. Sagung Putri S.E. Purwani, S.H.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penahanan Tersangka Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni : I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) menentukan secara tegas, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

PRAKTEK PERADILAN PIDANA Kode Mata Kuliah : MI 020

PRAKTEK PERADILAN PIDANA Kode Mata Kuliah : MI 020 PRAKTEK PERADILAN PIDANA Kode Mata Kuliah : MI 020 Tim Penyusun : I Ketut Keneng, SH.,MH. I Dewa Made Suartha, SH.,MH. I Wayan Sutara Djaya, SH.,MH. S.L.P Dawisni Manik Pinatih, SH. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PERKULIAHAN (GBPP)

GARIS-GARIS BESAR PERKULIAHAN (GBPP) GARIS-GARIS BESAR PERKULIAHAN (GBPP) MATA KULIAH BEBAN SKS SEMESTER DOSEN : HUKUM ACARA PIDANA : 2 SKS : III : I Nyoman Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Memberikan Pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Karen Tuwo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PENUTUP. penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan

PENUTUP. penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan pada bab bab terdahulu, berikut

Lebih terperinci

Mata Kuliah : Perancangan Kontrak Kode Mata Kuliah : WUK 7219

Mata Kuliah : Perancangan Kontrak Kode Mata Kuliah : WUK 7219 Block Book Mata Kuliah : Perancangan Kontrak Kode Mata Kuliah : WUK 7219 Planning Group: 1. Prof. R.A. Retno Murni, SH.MH.Ph.D 2. Dr. I Wayan Wiryawan,SH.MH 3. AA Dharma Kusuma,SH.MH Bagian Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SISTEM PERADILAN PIDANA Oleh : Supriyanto, SH.MHum Fakultas Hukum UNISRI

PERKEMBANGAN SISTEM PERADILAN PIDANA Oleh : Supriyanto, SH.MHum Fakultas Hukum UNISRI PERKEMBANGAN SISTEM PERADILAN PIDANA Oleh : Supriyanto, SH.MHum Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK : Sistem peradilan pidana untuk pertama kali diperkenalkan oleh pakar hukum pidana dan para ahli dalam criminal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

KEDUDUKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA KEDUDUKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA Oleh: Made Adi Kusuma Ni Ketut Supasti Darmawan Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Adapun sistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan dan Sekitar Penahanan 1. Pengertian Penahanan Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang menyatakan bahwa penahanan merupakan penempatan

Lebih terperinci

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan No.655, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Koordinasi. Aparat Penegak Hukum. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG MENTERI HUKUM DAN HAM JAKSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomer 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Admasasmita Romli, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta: Kencana

DAFTAR PUSTAKA. Admasasmita Romli, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta: Kencana DAFTAR PUSTAKA LITERATUR BUKU Admasasmita Romli, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Anwar Yesmir, Adang, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen, & Pelaksanannya

Lebih terperinci

BLOCK BOOK HUKUM ACARA PIDANA Kode Mata Kuliah : WUI 5342

BLOCK BOOK HUKUM ACARA PIDANA Kode Mata Kuliah : WUI 5342 BLOCK BOOK HUKUM ACARA PIDANA Kode Mata Kuliah : WUI 5342 DIBUAT OLEH : TIM PENGAJAR HUKUM ACARA PIDANA I WAYAN TANGUN SUSILA,SH.MH I WAYAN BELA SIKILAYANG,SH.MH. BAGIAN HUKUM ACARA PIDANA FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan institusi Kejaksaan Republik Indonesia saat ini adalah Undang-

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan institusi Kejaksaan Republik Indonesia saat ini adalah Undang- 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kejaksaan Keberadaan institusi Kejaksaan Republik Indonesia saat ini adalah Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (UU Kejaksaan). Menurut ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH BLOCK BOOK HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH KODE MATA KULIAH : WCI 3222 STATUS MATA KULIAH : PROGRAM KEHKUSUSAN HUKUM PEMERINTAHAN (PK.III) SKS : 2 (DUA) SEMESTER : III (TIGA) PLANNING GROUP : PROF.DR. IBRAHIM,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara, yakni: supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di depan hukum. mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Negara, yakni: supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di depan hukum. mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsekuensi Indonesia sebagai negara hukum, ada tiga prinsip dasar yang wajib dijunjung tinggi oleh aparat pemerintahan maupun oleh setiap warga Negara, yakni:

Lebih terperinci

Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Seminar Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) JAKARTA, 10 April 2013 1 Daftar Isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran auditor investigatif dalam mengungkap tindak pidana khususnya kasus korupsi di Indonesia cukup signifikan. Beberapa kasus korupsi besar seperti kasus korupsi simulator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakta hukum dalam suatu perkara tindak pidana adalah bagian proses penegakan hukum pidana yang tidak dapat diketegorikan mudah dan sederhana. Para penegak hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan diperhatikan harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia seutuhnya. Hak yang

Lebih terperinci

PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU

PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU Al-Qishthu Volume 13, Nomor 1 2015 1 PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU Pitriani Dosen Jurusan Syari ah dan Ekonomi Islam STAIN Kerinci natzimdarmawan@yahoo.com

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tanggal 31 Desember 1981, Bangsa Indonesia telah memiliki Undangundang Hukum Acara Pidana karya bangsa sendiri, yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN Diajukan oleh: JEMIS A.G BANGUN NPM : 100510287 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana. Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

Hukum Acara Pidana. Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Hukum Acara Pidana Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Topik Landasan Hukum Asas Hukum Acara Peradilan Pidana Kewenangan Pengadilan Pemeriksaan Pembuktian Putusan Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan mempertimbangkan dan menilai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang

BAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang 337 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Terjadinya Ketidakmandirian Secara Filosofis, Normatif Dalam Sistem Peradilan Militer Peradilan militer merupakan salah satu sistem peradilan negara yang keberadaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen SH 1113 3 4 (Empat) Endri, S.H., M.H. Deskripsi Mata Kuliah Standar Mata Kuliah merupakan mata kuliah yang bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan

Lebih terperinci

TEORI DAN HUKUM KONSTITUSI WHI 3215 Block Book

TEORI DAN HUKUM KONSTITUSI WHI 3215 Block Book TEORI DAN HUKUM KONSTITUSI WHI 3215 Block Book Planning Group: Edward T.L. Hadjon, S.H., LL.M. (Koordinator) e mail: www.hadjon.edward@gmail.com I Gede Yusa S.H., M.H. Bagian Hukum Tata Negara FH UNUD.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI Sigit Budi Santosa 1 Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang Jl. Danau Sentani 99 Kota Malang Abstraksi: Korupsi sampai saat ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

2. Pengawasan dan penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana;

2. Pengawasan dan penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana; BAB 2 Differensiasi Fungsional Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 2.1 Sistem Peradilan Pidana Indonesia Konsepsi sistem

Lebih terperinci

9/13/2012 8:29 AM Ngurah Suwarnatha 1

9/13/2012 8:29 AM Ngurah Suwarnatha 1 ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA Sebagaimana hukum pidana materiii, hukum pidana formil atau hukum acara pidana juga memiliki asasasas yang menurut Mark Constanzo dengan asas-asas yang abstrak sifatnya terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan semua uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan mengenai pembuktian terbalik/pembalikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem peradilan pidana di Indonesia terdiri dari hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materil di Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM PERKARA PIDANA

PENERAPAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM PERKARA PIDANA TESIS PENERAPAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM PERKARA PIDANA Oleh : E. R. CANDRA, SH NIM : 12105050 PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2007 PENERAPAN ASAS

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula modus kejahatan yang

BAB I PENGANTAR. Seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula modus kejahatan yang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula modus kejahatan yang terjadi di Indonesia sebagai dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan baik sosial, budaya

Lebih terperinci

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN PADA TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA Oleh: Dr. Sahuri Lasmadi, S.H., M.

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN PADA TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA Oleh: Dr. Sahuri Lasmadi, S.H., M. TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN PADA TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA Oleh: Dr. Sahuri Lasmadi, S.H., M.Hum 1 Abstrak Kewenangan masing-masing sub sistem dalam sistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak dan Kekuasaan Kehakiman

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak dan Kekuasaan Kehakiman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asas Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak dan Kekuasaan Kehakiman Keberadaan asas peradilan yang bebas dan tidak memihak dalam penyelenggaraan penegakan hukum, khususnya hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan. Salah satu ciri negara hukum Indonesia yaitu adanya. yang bertugas mengawal jalannya pemeriksaan sidang pengadilan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan. Salah satu ciri negara hukum Indonesia yaitu adanya. yang bertugas mengawal jalannya pemeriksaan sidang pengadilan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu negara tidak boleh melaksanakan kewenangannya atas dasar kekuasaan belaka, tetapi harus berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah Negara hukum Indonesia sudah berdiri sejak lebih dari tujuh puluh tahun lamanya. Kualifikasinya sebagai Negara hukum pada tahun 1945 terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia

Lebih terperinci

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah perbuatan melawan hukum. secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah perbuatan melawan hukum. secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK-HAK TERDAKWA DALAM PERADILAN IN ABSENTIA TINDAK PIDANA TERORISME DITINJAU DARI FIQH AL-MURA>FA A>T DAN UNDANG-UNDANG NO. 15 TAHUN 2003 A. Analisis Perlindungan Hak-Hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia Serikat,

Presiden Republik Indonesia Serikat, UNDANG-UNDANG (UU) NOMOR 6 TAHUN 1950 (6/1950) TENTANG MENETAPKAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG HUKUM ACARA PIDANA PADA PENGADILAN TENTARA" (UNDANG-UNDANG DARURAT NR. 17, TAHUN 1950), SEBAGAI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum pidana dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan

TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum pidana dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penegakan Hukum Pidana Penegakan hukum pidana dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh Ayu Komang Sari Merta Dewi I Gusti Ayu Puspawati Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Corruption

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005

LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005 LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005 PEDOMAN PENYELESAIAN PERKARA ATAU SENGKETA HUKUM DI PENGADILAN BAB I U M U M A. Pengertian Dalam Pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal

BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Hukum dibuat untuk ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat.hukum merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal budi, kearifan dan keadilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu)

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu) PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu) PRASETYO DARMANSYAH PUTRA DJAMAN / D 101 10 310 ABSTRAK Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) Oleh : Ni Made Ira Sukmaningsih Tjok Istri Putra Astiti Bagian Hukum Acara Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) B. Lembaga/Pihak Dalam Penegakan Hukum Lembaga atau pihak apa saja yang terkait dengan upaya penegakan hukum? dan apa tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Norma ini bermakna bahwa di dalam Negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan I. PEMOHON 1. Ricky Kurnia Margono, S.H., M.H. 2. David Surya, S.H., M.H. 3. H. Adidharma

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

PENYALAHGUNAAN WEWENANG POLISI DALAM PENYIDIKAN PERKARA PIDANA MENURUT KUHAP 1 Oleh : I Wayan Eka Candra Pande 2

PENYALAHGUNAAN WEWENANG POLISI DALAM PENYIDIKAN PERKARA PIDANA MENURUT KUHAP 1 Oleh : I Wayan Eka Candra Pande 2 PENYALAHGUNAAN WEWENANG POLISI DALAM PENYIDIKAN PERKARA PIDANA MENURUT KUHAP 1 Oleh : I Wayan Eka Candra Pande 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana karakteristik dan asas-asas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan kejahatan yang mempunyai akibat sangat kompleks dan sangat merugikan keuangan Negara, dan di Indonesia sendiri korupsi telah menjadi masalah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENAHANAN DITINJAU DARI ASPEK YURUDIS DAN HAK ASASI MANUSIA 1 Oleh : Muhamad Arif 2

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENAHANAN DITINJAU DARI ASPEK YURUDIS DAN HAK ASASI MANUSIA 1 Oleh : Muhamad Arif 2 PENAHANAN DITINJAU DARI ASPEK YURUDIS DAN HAK ASASI MANUSIA 1 Oleh : Muhamad Arif 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuan mengenai penahanan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci