PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang
|
|
- Iwan Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ABSTRAK Ririn Yunus, Nim : Hukum Pidana, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. Penerapan Pasal 56 KUHAP Tentang Hak Terdakwa Untuk Mendapatkan Bantuan Hukum Dalam Proses Peradilan Pidana Di Pengadilan Negeri Gorontalo. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH., MH dan Pembimbing II : Muthia CH. Thalib, SH., M.Hum. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis penerapan Pasal 56 KUHAP tentang hak terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Gorontalo, dan untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Pasal 56 KUHAP tentang hak terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Gorontalo Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang hak terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Gorontalo belum terlaksana dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan data empirik bahwa pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 terdapat tujuh kasus atau perkara pidana yang disidangkan dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun Kata kunci: Penerapan Pasal 56 KUHAP, Bantuan Hukum PENDAHULUAN Seorang pengacara adalah seorang yang berprofesi memberi jasa hukum. Jasa hukum ini antara lain adalah memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada seseorang yang tidak mampu. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang No.18 tahun 2003 bahwa kewajiban dari seorang advokat adalah memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma pada pencari keadilan yang tidak mampu. Tidak mampu dalam hal ini terkait dengan kemampuan secara ekonomi dari seorang tersangka atau terdakwa untuk membayar jasa seorang pengacara, dan hal inipun telah secara tegas diatur pula dalam Pasal 56 ayat (2) KUHAP. Miranda Rule adalah merupakan hak-hak konstitusional dari tersangka atau terdakwa yang meliputi hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan pejabat
2 bersangkutan dalam proses peradilan pidana dan hak untuk didampingi atau dihadirkan penasihat hukum sejak dari proses penyidikan sampai dan atau dalam semua tingkat proses peradilan. Miranda Rule adalah merupakan hak konstitusional yang bersifat universal dihampir semua negara yang berdasarkan hukum. Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum pada dasarnya sangat menghormati Miranda Rule ini. Komitmennya terhadap penghormatan Miranda Rule telah dibuktikan dengan mengadopsi Miranda Rule ini ke dalam sistem Hukum Acara Pidana yaitu sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang lebih dikenal dengan KUHAP. Secara umum prinsip Miranda Rule (miranda principle) yang terdapat dalam KUHAP yang menyangkut hak-hak tersangka atau terdakwa ada di dalam Bab VI UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP, sedang secara khusus prinsip Miranda Rule atau miranda principle terdapat di dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP 1. Mengenai hak-hak terdakwa terdapat salah salah satu hak terdakwa tentang hak untuk mendapatkan bantuan hukum yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Pasal 56 ayat (1) berbunyi: Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka. Ayat (2) berbunyi: "Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan bantuannya dengan cuma-cuma". Perlu diketahui bahwa yang ingin dicapai dan atau ditegakkan di dalam prinsip Miranda Rule yang terdapat di dalam Pasal 56 ayat (1) tentang KUHAP adalah agar 1 Sofyan Lubis Prinsip "Miranda Rule" Hak Tersangka Sebelum Pemeriksaan. Jakarta: Pustaka Yustisia. hlm
3 terjamin pemeriksaan yang fair dan manusiawi terhadap diri terdakwa, sebab dengan hadirnya penasihat hukum untuk mendampingi, membela hak-hak hukum bagi terdakwa dalam pemeriksaan di pengadilan dimaksudkan dapat berperan melakukan kontrol, sehingga proses pemeriksaan terhindar dari adanya tindakan-tindakan yang tidak wajar yang dilakukan penegak hukum dalam proses peradilan yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM, serta di samping itu adanya kontrol oleh penasihat hukum terhadap jalannya pemeriksaan selama dalam proses persidangan di pengadilan. Didalam ketentuan yang terdapat pada Pasal 56 ayat (1) KUHAP ini bersifat imperatif, yang apabila di abaikan mengakibatkan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima. Dilihat pada kenyataan yang ada di Pengadilan Negeri Gorontalo, maka masih sangat sering terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana yang telah diuraikan diatas. Kasus yang berhubungan dengan hal ini tidaklah dikatakan sedikit. Banyak terdakwa yang tidak didampingi penasehat hukum sehingga menimbulkan perlakuan yang tidak adil dari aparat penegak hukum dalam proses peradilan. Ini terjadi akibat tidak dipenuhinya hak konstitusional dari terdakwa untuk didampingi oleh penasehat hukum dalam proses peradilan. Masih banyaknya para aparat penegak hukum yang belum melaksanakan ketentuan ini, sehingga para terdakwa tidak lagi mendapatkan hak-haknya secara utuh terutama dalam mendapatkan bantuan hukum. Namun masih kurangnya pemahaman seorang terdakwa tentang hukum membuat para aparat penegak hukum pun sering melakukan tindakan yang tidak sesuai. Padahal ini merupakan hak seorang terdakwa dan merupakan kewajiban bagi aparat penegak hukum untuk menunjuk penasehat hukum baginya. Bertolak dari latar belakang di atas, dipandang perlu mengkonkritkan pokok permasalahan sebagai suatu objek yang akan diteliti untuk selanjutnya dituangkan dalam rumusan masalah adalah Bagaimanakah penerapan Pasal 56 KUHAP tentang hak terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Gorontalo? Dan Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi
4 penerapan Pasal 56 KUHAP tentang hak terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Gorontalo? Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mendeskripsikan dan menganalisis penerapan Pasal 56 KUHAP tentang hak terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Gorontalo, Untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Pasal 56 KUHAP tentang hak terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Gorontalo. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif empiris. Hal ini berarti bahwa dalam penelitian ini akan melihat bagaimana penerapan Pasal 56 KUHAP sebagai landasan yuridis terhadap terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum dalam proses persidangan serta melihat faktor-faktor apa yang mempengamhi penerapan Pasal 56 KUHAP dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Gorontalo. Adapun sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni deskriptif (menggambarkan) yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang permasalahan yang akan diteliti dengan memanfaatkan aturan hukum yang ada. Secara teoritis dalam penelitian hukum dikenal dengan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder 2. Sumber perolehan data primer melalui penelitian secara langsung di lapangan dengan mempergunakan metodologi penelitian tertentu, seperti wawancara, diskusi interaktif, interview, observasi, questioner, angket dan lain sebagainya. Data sekunder disebut juga data teoritis dan bersifat tidak langsung, diperoleh melalui kepustakaan (library research) dan yang diteliti adalah bahan-bahan kepustakaan atau tertulis denmgan membaca, inventarisasi, identifikasi dan komperatif. Populasi adalah keseluruhan dari objek pengamatan atau objek peneltian 3. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah tertuju pada aparat penegak hukum 2 Syamsuddin Pasamai Metodologi Penelitian Dan Penulisan Kenya Ilmiah Hukum. Makassar: PT. Umitoha Ukhuwah Grafika. hlm Burhan Ashshofa Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta. hlm. 79.
5 dalam hal ini adalah Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo dan Pengacara. Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap dapat mewakili populasinya 4. Sampel yang dipilih sebagai responden dalam penelitian ini adalah terdiri dari 2 (dua) orang Hakim di Pengadilan Negeri Gorontalo, 2 dua) orang Pengacara. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif pada dasarnya data dari penelitian ini tidak keluar dari lingkup sampel, bersifat deduktif, dan berdasarkan teori-teori atau konsepsi-konsepsi yang bersifat umum, atau dengan kata lain penelitian dekriptif bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematik dan akurat mengenai sesuatu fakta dan kareteristik tentang populasi atau mengenai bidang-bidang tertentu, sedangkan kualitatif adalah dimana pelaksanaan penelitian ini lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap hubungan antar fenomena yang diamati 5. PEMBAHASAN Asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), memberikan pengertian bahwa seseorang sejak disangka melakukan tindak pidana tertentu sampai mendapat putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dari hakim pengadilan, ia tetap masih memiliki hak-hak individunya sebagai warga negara. Dengan hak-hak individu yang dimiliki itu, dapat diajukan oleh dirinya kepada yang berwenang untuk segera untuk mendapat pemeriksaan oleh penyidik (tidak dibiarkan sampai berlarutlarut dengan alsasan banyak tugas). Selain itu, setiap individu memiliki hak untuk mempersiapkan penasehat hukum. Hak-hak individu ini sebelum berlakunya KUHAP sering tidak diperhatikan oleh petugas yang berwenang dalam menyelenggarakan proses peradilan. Hal itu karena RIB yang semula dari HIR, sebagai hukum acara buatan penjajah, tidak pernah memperhatikan hak-hak individu tersangka/terdakwa. Membicarakan tentang hak-hak tersangka/terdakwa itu dalam kaitannya dengan penyelesaian masalah yang dihadapi, hak itu tidak perlu dibatasi dalam pemberian 4 Ibid. 5 Syamsiddin Pasamai. Op. cit. hlm. 28.
6 bantuan hukum yang dapat dilakukan secara bebas. Artinya, hubungan antara tersangka/terdakwa dan pemberi bantuan hukum yang dimaksudkan untuk mempersiapkan pembelaan, tentu memerlukan penjelasan melalui komunikasi, selama komunikasi berlangsung, tidak perlu diawasi dan atau didengar oleh petugas. Didalam pasal 56 KUHAP menyebutkan bahwa seorang tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati, atau ancaman hukumannya diatas 15 (lima belas) tahun, maka para pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi tersangka atau terdakwa tersebut. Selain itu juga, seorang yang tidak mampu yang diancam 5 (lima) tahun atau lebih dan tidak memiliki penasehat hukum, maka kewajiban penegak hukum adalah untuk menyediakan penasehat hukum bagi dirinya. Dan keseluruhannya itu dibebankan oleh Negara, atau dengan kata lain tersangka/terdakwa didampingi penasehat hukum secara cuma-cuma. Terkait dengan penerapan pasal 56 KUHAP terhadap perkara tindak pidana yang disidangkan di Pengadilan Negeri Gorontalo dimana penulis telah melakukan penelitian di lokasi penelitian, yang dimana penulis mendapatkan data sekitar pada tahun 2009 sampai dengan 2010 terdapat 7 (tujuh) kasus atau tindak pidana yang disidangkan di Pengadilan Negeri Gorontalo yang hukumannya diancam lebih dari 5 (lima) tahun, akan tetapi terdakwanya tidak di dampingi oleh penasehat hukum. Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang perkara tindak pidana yang disidangkan di Pengadilan Negeri Gorontalo sekitar tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 yang diancam dengan hukuman lebih dari 5 (lima) tahun, akan tetapi terhadap terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum, dapat dilihat dalam tabel berikut: No Tahun Jenis Ancaman Perkara Tindak Pidana Hukuman Pasal 285 KUHP 12 (dua belas) Tahun
7 Pemerkosaan Pasal 338 KUHP Pembunuhan 15 (lima belas) Tahun Pasal 338 KUHP Pembunuhan 15 (lima belas) Tahun Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002 Pencabulan 15 (lima belas) Tahun Pasal 338 KUHP Pembunuhan 15 (lima belas) Tahun Pasal 363 ayat (1) KUHP Pencurian dengan Pemberatan 7 (tujuh) Tahun Pasal 351 ayat (3) KUHP Penganiyaan yang mengakibatkan kematian 7 (tujuh) Tahun Sumber Data : Pengadilan Negeri Gorontalo Merujuk uraian tabel diatas, menunjukan pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 terdapat 7 (tujuh) kasus atau tindak pidana yang disidangkan di Pengadilan Negeri Gorontalo yang dimana ancaman hukumannya diatas dari 5 (lima) tahun, akan tetapi terhadap terdakwa pada waktu persidangan tidak didampingi oleh penesehat hukum.
8 Berikut ini adalah beberapa kutipan hasil wawancara langsung antara penulis dengan beberapa responden terkait dengan permasalahan yang diteliti: Berdasarkan wawancara dengan Bapak Arif Hakim Nugraha selaku Hakim Di Pengadilan Negeri Gorontalo, dimana menyebutkan bahwa: Setiap seseorang yang melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan dan diperiksa oleh aparat penegak hukum (dari tingkat kepolisian sampai di pengadilan) mereka masih memiliki hak-hak mereka, terutama hak untuk mendapatkan bantuan hukum melalui penasehat hukum. Penasehat hukum tersebut bisa disediakannya sendiri, ataupun bisa saja disediakan oleh Negara apabila masuk dalam kategori pasal 56 KUHAP. Peraturan tentang bantuan hukum terutama bagi orang yang tidak mampu, jangan sampai yang menikmati hanya penjahat golongan mampu belaka. Sehubungan dengan ini, perlu diperhatikan ketentuan pasal 114 yang menentukan bahwa sebelum dimulaianya pemeriksaan, penyidik wajib memberitahukan kepada tersangka tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum dan dalam hal lain yang diatur dalam pasal 56, wajib didampingi oleh penasehat hukum. Lebih lanjut menurut responden Bapak Arif Hakim Nugraha menyatakan: Bahwa ketentuan dalam Pasal 56 KUHAP ini mesti diperhatikan dalam tiap kali pemeriksaan pada tingkat manapun. Karena ini merupakan hak-hak dari seorang tersangka/terdakwa, dan juga menjadi sebuah kewajiban bagi aparat penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan. Hal ini juga, sering disalah artikan oleh aparat penegak hukum yang melakukan pemeriksaan. Berdasarkan wawancara dengan Bapak David F.A Porajow selaku Hakim di Pengadilan Negeri Gorontalo menyatakan bahwa:
9 Tidak sedikit para aparat penegak hukum sering melakukan pelanggaran dalam hal menerapkan Pasal 56 KUHAP. Mereka sering menyodorkan surat pernyataan kepada tersangka/terdakwa untuk tidak atau menolak untuk didampingi penasehat hukum tanpa memberitahukan kepada tersangka/terdakwa tentang haknya tersebut untuk mendapat bantuan hukum. Sungguh sangat disayangkan, padahal pendampingan penasehat hukum tersebut diberikan secara cuma-cuma kepada tersangka/terdakwa sesuai dengan ketentuan Pasal 56 KUHAP tersebut. Lebih lanjut Bapak David F.A Porajow menyatakan: Di dalam Pasal 56 ayat KUHAP memang disebutkan ada beberapa kriteria seorang yang bisa mendapatkan bantuan hukum atau penasehat hukum. Diantaranya seorang yang diancam dengan hukuman mati, yang diancam dengan hukuman 15 tahun penjara atau lebih, dan juga bagi orang yang tidak mampu yang diancam dengan hukuman 5 tahun atau lebih. Ini disiapkan oleh Negara, dengan kata lain setiap pejabat atau aparat penegak hukum yang melakukan pemeriksaan wajib menunjuk penasehat hukum bagi tersangka/terdakwa ini. Dan syarat-syarat mendapatkan penasehat hukum secara cuma-cuma ini seorang tersangka/terdakwa harus dikategorikan orang yang tidak mampu dan ancamannya juga harus diatas 5 tahun. Orang yang tidak mampu ini, beliau mengkategorikan dari segi ekonomi dan juga dari segi pemahaman/pengetahuan tentang hukum. Tapi tidak menutup kemungkinan orang yang mampu juga berhak untuk mendapatkan penasehat hukum ini. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Fatah Agung selaku Pengacara menyatakan bahwa: Sebagai pengacara yang dibebankan kode etik advokat, maka merupakan kewajiban dari seorang pengacara (advokat) untuk memberikan bantuan hukum kepada seorang yang tersandung suatu perkara pidana. Terlebih pada seorang
10 yang tidak mampu. Bagi seorang pengacara yang diberikan kewajiban untuk menjadi seorang penasehat hukum kepada tersangka/terdakwa, dan tidak melaksanakannya maka seorang pengacara tersebut sudah melanggar kode etik, dan tidak bekerja secara professional. Namun sangat disayangkan apabila melihat seseorang yang diadili tanpa ada pendampingan penasehat hukum. Bisa saja orang tersebut akan diberlakukan yang tidak sesuai oleh aparat penegak hukum. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Syahril Hamid selaku pengacara menyatakan bahwa: Pada prakteknya, memang seorang pengacara wajib memberikan bantuannya kepada seseorang yang terjearat kasus pidana. Namun kembali pada jumlah pengacara yang berada di kota Gorontalo, itu masih sangat kurang dan juga lembaga khusus untuk bantuan hukum pun masih minim. Disini kami sebagai seorang pengacara dalam memberikan bantuan hukum pun sangat sulit, sehingga dapat dilihat ada beberapa perkara yang semestinya ada pendampingan penasehat hukum, malah harus mengabaikan ketentuan yang ada. Memang dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa dalam proses pemeriksaan baik di tingkat kepolisian sampai ditingkat pengadilan, seorang yang menjadi tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan penasehat hukum untuk mendampinginya pada proses pemeriksaan dari awal. Dan penasehat hukum itu wajib ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada setiap pemeriksaan. Namun kenyataannya masih saja penegak hukum tidak mengindahkan aturan ini. Hal ini disebabkan karena kekurangannya pengacara yang ada di Gorontalo untuk menjadi penasehat hukum dalam proses pemeriksaan tersebut. Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, khususnya dalam penerapan pasal 56 KUHAP antara lain adalah Faktor Struktur Hukum (Legal Structure). Yaitu Struktur hukum meliputi institusi penegak hukum
11 beserta para aparatnya yakni yang terdiri dari Institusi Kepolisian yang didalamnya, Faktor Subtansi Hukum (Legal Subtance) yaitu norma dan pola perilaku manusia yang ada dalam system, dan Faktor Budaya Hukum (Legal Culture) yang pada dasarnya mencangkup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsep abstrak mengenai apa yang baik dan buruk. KESIMPULAN sebagai rangkaian akhir penutup dari jurnal ini, maka penulis menarik kesimpulan yakni Prinsip Miranda Rule atau yang dikenal dengan hak-hak tersangka/terdakwa sebagaimana yang tercantum dalam ketenrtuan Pasal 56 KUHAP merupakan hak konstitusional yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa untuk mendapatkan atau memperoleh bantuan hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan pidana. Penerapan Pasal 56 KUHAP khususnya dalam proses peradilan pidana di Pengadilan Negeri Gorontalo belum sepenuhnya diterapkan, padahal secara jelas prinsip ini dalam ketentuan aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagaimana diatur dalam pasal 56 KUHAP merupakan suatu bentuk ketentuan aturan yang berifat imperatif. Dan Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penegakan hukum terkait dengan penerapan Pasal 56 KUHAP, yaitu faktor struktur hukum, yang meliputi pihak aparat penegak hukum baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan, hakim yang dalam hal ini tidak mencerminkan adanya sikap profesional dalam menjalankan tugas, faktor subtansi hukum, yang meliputi ketentuan aturan perundang-undangan dan faktor budaya hukum, yang meliputi sikap atau budaya taat hukum bagi seorang aparat penegak hukum. DAFTAR PUSTAKA Sofyan Lubis Prinsip "Miranda Rule" Hak Tersangka Sebelum Pemeriksaan. Jakarta: Pustaka Yustisia Syamsuddin Pasamai Metodologi Penelitian Dan Penulisan Kenya Ilmiah Hukum. Makassar: PT. Umitoha Ukhuwah Grafika
12 Burhan Ashshofa Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta Syamsuddin Pasamai Metodologi Penelitian Dan Penulisan Karya Ilmiah Hukum. Makassar: PT. Umitoha Ukhuwah Grafika.
BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) 1. Konsekuensi dalam suatu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengadilan Negeri Gorontalo terletak di jalan Achmad Nadjamuddin Kec.Kta Tengah,
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pengadilan Negeri Gorontalo terletak di jalan Achmad Nadjamuddin Kec.Kta Tengah, Kota Gorontalo. Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Gorontalo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum
Lebih terperinciBAB III ANALISIS HAK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981
BAB III ANALISIS HAK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (STUDI KASUS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Salah satunya dalam hal ini mengenai pengakuan, jaminan, perlindungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana
Lebih terperinciBAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang
BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penahanan Tersangka Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau
Lebih terperinciBAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN
BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN A Pemeriksaan Tersangka di tingkat Kepolisian Berdasarkan KUHAP, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Kode Etik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, penegasan ini secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian
Lebih terperinciLex Crimen Vol. IV/No. 7/Sep/2015
KAJIAN PASAL 56 KUHAP TENTANG PENUNJUKAN PENASEHAT HUKUM ADALAH HAK ASASI TERSANGKA/TERDAKWA 1 Oleh: Junaidi S. Abdullah 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau dilanggar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alih hak dan kewajiban individu dalam lintas hubungan masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran hukum dalam masyarakat di antaranya adalah untuk mengintegritaskan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama lain,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan
Lebih terperinciHAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN
HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN Oleh Maya Diah Safitri Ida Bagus Putu Sutama Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The right to obtain legal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fenomena di Indonesia, segala bentuk kejahatan yang dilakukan oleh anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tindak pidana anak merupakan suatu perbuatan yang menjadi fenomena di Indonesia, segala bentuk kejahatan yang dilakukan oleh anak dibawah umur dan pada aturannya menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Lebih terperinciJAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta
JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu kumpulan dari masyarakat-masyarakat yang beraneka ragam corak budaya, serta strata sosialnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 28, Pasal
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan wawancara terhadap sejumlah responden yang akan memberikan gambaran
Lebih terperinciBAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA
BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA 3.1 Hak-Hak Tersangka Tidak Mampu Dalam Perundang-Undangan Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu prinsip Negara hukum adalah
Lebih terperinciINDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013
LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk
Lebih terperinciMANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu
MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang
Lebih terperinciABSTRAK MELIYANTI YUSUF
0 ABSTRAK MELIYANTI YUSUF, NIM 271411202, Kedudukan Visum Et Repertum Dalam Mengungkap Tindak Pidana Penganiayaan Pada Tahap Penyidikan (Studi Kasus di Polres Gorontalo Kota). Di bawah Bimbingan Moh. Rusdiyanto
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma bagi Terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri Salatiga, kesimpulan-kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.
Lebih terperinciKESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) tidak berdasar kekuasaan belaka (machstaat), seperti yang dicantumkan dalam pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MENDAPATKAN PENDAMPINGAN PENASIHAT HUKUM MENURUT KUHAP 1 Oleh : Teafani Kaunang Slat 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan Umum (Sipil) dan Peradilan tata usaha negara, peradilan agama dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan mempertimbangkan dan menilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
Lebih terperinciToddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak
Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa Abstrak Penelitian ini mengkaji dan menjawab beberapa permasalahan hukum,pertama, apakah proses peradilan pidana konsekuensi hukum penerapan asas praduga tidak bersalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:
TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini
Lebih terperinciPERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI
PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI Oleh : Ruslan Abdul Gani ABSTRAK Keterangan saksi Ahli dalam proses perkara pidana di pengadilan negeri sangat diperlukan sekali untuk
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah tahapan-tahapan
Lebih terperinciKAJIAN FUNGSI PENTINGNYA PENASIHAT HUKUM DI DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (Studi Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Oleh :
1 KAJIAN FUNGSI PENTINGNYA PENASIHAT HUKUM DI DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (Studi Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Oleh : DANIS ARDANIL ABSTRAK Penelitian yang disusun dalam bentuk
Lebih terperinciBAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Lebih terperinciFUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA
FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA Disusun Dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana
Lebih terperinciBANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA
BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA Sapto Budoyo* Abstrak. Prinsip-prinsip dasar yang melandasi eksistensi bantuan hukum di Indonesia secara yuridis konstitusional
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus
KAJIAN HUKUM TERHADAP PROSEDUR PENANGKAPAN OLEH PENYIDIK MENURUT UU NO. 8 TAHUN 1981 1 Oleh: Dormauli Lumban Gaol 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimanakah prosedur
Lebih terperinciTinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukansecara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan I. PEMOHON 1. Ricky Kurnia Margono, S.H., M.H. 2. David Surya, S.H., M.H. 3. H. Adidharma
Lebih terperincidengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan tugas sehari-hari dikehidupan masyarakat, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan
Lebih terperinciPresiden, DPR, dan BPK.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia (selanjutnya disingkat HAM) yang utama adalah hak atas kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017
KEWAJIBAN PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PEMERIKSAAN TERHADAP TERSANGKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh: Christian Tambuwun 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak mempunyai permasalahan atau berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial sesuai dengan apa yang termuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akses kepada keadilan (access to justice) dan kesamaan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, yang mana hal itu terdapat dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum 1. Dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan
Lebih terperinciBLOCK BOOK HUKUM ACARA PIDANA Kode Mata Kuliah : WUI 5342
BLOCK BOOK HUKUM ACARA PIDANA Kode Mata Kuliah : WUI 5342 DIBUAT OLEH : TIM PENGAJAR HUKUM ACARA PIDANA I WAYAN TANGUN SUSILA,SH.MH I WAYAN BELA SIKILAYANG,SH.MH. BAGIAN HUKUM ACARA PIDANA FAKULTAS HUKUM
Lebih terperinciKONSEKUENSI TIDAK DIDAMPINGINYA TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU OLEH PENASEHAT HUKUM DALAM TAHAP PERSIDANGAN (STUDI DI PENGADILAN NEGERI KEPANJEN)
KONSEKUENSI TIDAK DIDAMPINGINYA TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU OLEH PENASEHAT HUKUM DALAM TAHAP PERSIDANGAN (STUDI DI PENGADILAN NEGERI KEPANJEN) JURNAL ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat
Lebih terperinciI. METODE PENELITIAN
I. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Bahwa mencari, menemukan dan menganalisis suatu masalah yang diteliti, digunakan metode-metode tertentu yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode penelitian
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan
Lebih terperinciPERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU
Al-Qishthu Volume 13, Nomor 1 2015 1 PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU Pitriani Dosen Jurusan Syari ah dan Ekonomi Islam STAIN Kerinci natzimdarmawan@yahoo.com
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Karen Tuwo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan terhadap saksi pada saat ini memang sangat mendesak untuk dapat diwujudkan di setiap jenjang pemeriksaan pada kasus-kasus yang dianggap memerlukan perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persidangan atas diri mereka yang digelar Pengadilan Negeri Tangerang.
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sebanyak 10 anak, sebagian besar siswa sekolah dasar, sedang menanti persidangan atas diri mereka yang digelar Pengadilan Negeri Tangerang. Persidangan kasus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan kekuasaan belaka. Hal ini berarti bahwa Republik Indonesia ialah negara hukum yang demokratis berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum, hukum diciptakan untuk mengatur kehidupan manusia agar tercipta suatu kehidupan yang serasi, selaras
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van
138 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kewenangan untuk menentukan telah terjadinya tindak pidana pemerkosaan adalah berada ditangan lembaga pengadilan berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum
Lebih terperinciBAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA
BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA 3.1 Dasar Filosofis Asas Ne Bis In Idem Hak penuntut umum untuk melakukan penuntuttan terhadap setiap orang yang dituduh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang dilaksanakan pemerintah meliputi semua aspek kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari semua aspek kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai
Lebih terperinciA. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan
BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PENERAPAN BANTUAN HUKUM DAN EFEKTIFITAS BANTUAN HUKUM BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota
Lebih terperinciPENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA
PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Oleh : I Dewa Bagus Dhanan Aiswarya Putu Gede Arya Sumerthayasa Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciPRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA
PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada
Lebih terperinci