LIMBAH PADAT PENGOLAHAN MINYAK SAWIT SEBAGAI SUMBER NUTRISI TERNAK RUMINANSIA. Bambang Ngaji Utomo dan Ermin Widjaja

dokumen-dokumen yang mirip
LUMPUR MINYAK SAWIT KERING (DRIED PALM OIL SLUDGE) SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI DALAM RANSUM RUMINANSIA

PEMANFAATAN SUMBERDAYA PAKAN LOKAL DALAM RANGKA PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KALIMANTAN TENGAH

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

PROSPEK PENGGEMUKAN SAPI DI SEKITAR PABRIK KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

PENGANTAR. Latar Belakang. Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

PEMANFAATAN LIMBAH PRODUKSI MIE SEBAGAI ALTERNATIF PAKAN TERNAK

Potensi Lumpur Sawit (SOLID) Sebagai Pakan Ruminansia di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

PELUANG PEMANFAATAN LIMBAH SAWIT UNTUK PENGGEMUKAN TERNAK SAPI

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

Respon Broiler terhadap Pemberian Ransum yang Mengandung Lumpur Sawit Fermentasi pada Berbagai Lama Penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

INOVASI TEKNOLOGI MENDUKUNG SISTEM INTEGRASI TERNAK DENGAN KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

SUMBERDAYA INDUSTRI KELAPA SAWIT DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI NASIONAL

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

INTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat)

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

POTENSI LIMBAH SAWIT UNTUK PAKAN TERNAK SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

RESPON KINERJA PRODUKSI DOMBA YANG MEMPEROLEH SUBSTITUSI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak kurang dimanfaatkan, sehingga dapat mencemari l

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

Produk Samping Kelapa Sawit sebagai Bahan Pakan Alternatif di Kalimantan Tengah: 1. Pengaruh Pemberian Solid terhadap Performans Ayam Broiler

KECERNAAN RANSUM SAPI BALI DENGAN KONSENTRAT FERMENTASI BERBASIS LUMPUR SAWIT DAN BAHAN PAKAN LOKAL

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

POTENSI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Afrizon dan Andi Ishak

Inovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak unggul (DISTANBUNNAK TANAH BUMBU, 2006). ANDJAM

PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI HASIL SILANGAN MELALUI PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

PELEPAH DAN DAUN SAWIT SEBAGAI PAKAN SUBSTITUSI HIJAUAN PADA PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

HASIL SAMPINGAN KELAPA SAWIT HARAPAN BESAR BAGI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI PROVINSI RIAU

F. R. Pawere 1, L.Y. Sonbait 2 ABSTRAK

PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KELOMPOK TANI KALISAPUN DAN MAKANTAR KELURAHAN MAPANGET BARAT KOTA MANADO

Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat Ransum dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

EFISIENSI PEMANFAATAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS) SEBAGAI SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELE DALAM RANSUM SAPI PERAH

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

TINGKAT PENGGUNAAN ONGGOK SEBAGAI BAHAN PAKAN PENGGEMUKAN SAPI BAKALAN

DUKUNGAN USAHA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT TERHADAP USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN

PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pakan hijauan ternak ruminansia. Pada pabrik pe

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perbaikan taraf

SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

POTENSI DAN PROSPEK PENGGUNAAN LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI LAHAN KERING KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

Transkripsi:

LIMBAH PADAT PENGOLAHAN MINYAK SAWIT SEBAGAI SUMBER NUTRISI TERNAK RUMINANSIA Bambang Ngaji Utomo dan Ermin Widjaja Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, Jalan G. Obos km.5, Palangkaraya 73111 ABSTRAK Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah mempunyai potensi daya dukung untuk pengembangan peternakan, yaitu sebagai sumber pakan baik pakan hijauan maupun pakan dari limbah pengolahan minyak kelapa sawit. Salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah solid. Produksi limbah tersebut di Kabupaten Kotawaringin Barat mencapai 18 21 t/hari/pabrik. Bila limbah tersebut dimanfaatkan sebagai pakan, jumlah tersebut dapat menampung + 155.000 ekor sapi/hari. Solid mengandung bahan kering 81,56%, protein kasar 12,63%, serat kasar 9,98%, lemak kasar 7,12%, kalsium 0,03%, fosfor 0,003%, dan energi 154 kal/100 g. Pemberian solid dalam bentuk segar secara ad libitum kepada sapi PO jantan memberikan pertambahan bobot badan harian (PBBH) 770 g/ekor/hari. Pada domba, pemberian solid 1% dari bobot badan, baik dalam bentuk segar, complete feed block (CFB) tanpa fermentasi maupun CFB fermentasi masing-masing memberikan PBBH 45, 64, dan 83 g/ekor/hari. Permasalahan utama pemanfaatan solid adalah tidak tahan lama disimpan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan menyimpannya dalam kantong plastik dengan kandungan oksigen terbatas atau dibuat pakan blok. Pemanfaatan solid oleh petani dipengaruhi oleh sistem produksi ternak. Pemeliharaan ternak (sapi) sebagai usaha sambilan kurang menguntungkan apabila memanfaatkan solid sebagai pakan karena akan menambah biaya produksi, berupa biaya angkut dari pabrik ke lokasi peternak. Kondisi ini dapat menghambat adopsi teknologi pemanfaatan solid. Solid akan dimanfaatkan secara luas oleh peternak apabila pemeliharaan ternak bersifat komersial misalnya penggemukan. Strategi yang dapat ditempuh untuk memaksimumkan pemanfaatan solid sebagai pakan adalah melalui kemitraan antara petani dan pemerintah daerah ataupun pihak swasta. Kata kunci: Elaeis guineensis, limbah pengolahan minyak, pakan, ruminansia ABSTRACT Oil palm solid waste as source of nutrition for ruminant Oil palm estate in Central Kalimantan has a great potential to support livestock development by green fodder availability and oil palm by-products. One of the oil palm by-products that can be used as feed supplement for livestock is solid waste. Temporary production of solid waste in one of factories in West Kotawaringin Regency (Central Kalimantan) is around 18 21 tons per day. Solid has nutrient content of dry matter 81.56%, crude protein 12.63%, crude fiber 9.98%, crude fat 7.12%, calcium 0.03%, phosphorus 0.003%, and energy 154 cal/100 g. Bull cattle of PO fed ad libitum of solid produced average daily gain of 770 g/head/day. Sheep fed with 1% of fresh solid, 1% of solid in complete feed block (CFB) form without fermentation, and 1% of CFB with fermentation produced average daily gain of 45, 64, and 83 g/head/day, respectively. The main problem related to solid waste utilization is that it cannot be stored in long time. The problem can be solved by using black plastic bag or other container with minimum oxygen, or the by-product made in feed block form. Meanwhile, the main problem for farmers is affected by production system, where they raised livestock (cattle) as subsistence effort for living, saving or producing offspring not to maximize production. Therefore, if the farmers utilize solid waste directly taken by themselves from factory, it will add production cost in terms of transportation. The condition has a big impact toward adopting technology of solid as feed supplement of livestock. Farmers will use solid waste at large quantity if they raised livestock in commercially, for instance for fattening objective. The strategies which can be applied to maximize solid waste utilization is through partnership between farmers and factories or local government. Keywords: Elaeis guineensis, oil mill byproducts, feeds, ruminants Pemerintah daerah Kalimantan Tengah telah mencanangkan untuk berswasembada daging pada tahun 2005 (Dinas Kehewanan Kalimantan Tengah 2001). Saat ini untuk mencukupi kebutuhan daging regional, pemerintah daerah harus mendatangkan ternak dari luar propinsi sekitar 10.000 ekor/tahun. Upaya untuk berswasembada daging tersebut sangat mungkin terwujud, mengingat Kalimantan Tengah dengan luas wilayah 154.000 km 2 berpotensi untuk 22 Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004

Perluasan kebun kelapa sawit di Kalimantan Tengah ditargetkan mencapai area 1.557.752 ha. Apabila tanaman kelapa sawit sudah berproduksi semua, dan setiap 10.000 ha terdapat satu pabrik, maka dalam kebun seluas itu akan terdapat 155 pabrik pengolahan kelapa sawit. Apabila tiap pabrik rata-rata menghasilkan solid 20 t/hari maka setiap hari akan diperoleh 3.100 ton solid. Apabila seekor sapi dapat mengkonsumsi solid + 20 kg/hari (jumlah yang biasa diberikan peternak pada sapi dengan rata-rata bobot badan 250 kg), maka produksi limbah tersebut akan dapat mencukupi kebutuhan pakan bagi + 155.000 ekor sapi/ hari. Dengan demikian, keberadaan perkebunan kelapa sawit sangat menpengembangan peternakan baik dalam skala menengah maupun besar. Apalagi saat ini perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah berkembang cukup pesat dengan target area 1.557.752 ha yang tersebar di Kabupaten Kotawaringin Barat 644.845 ha, Kotawaringin Timur 700.000 ha, dan sisanya 212.857 ha tersebar di Kabupaten Barito Utara, Barito Selatan, Kapuas, dan Palangkaraya. Perkebunan kelapa sawit mempunyai potensi daya dukung untuk pengembangan peternakan sebagai sumber pakan ternak, baik yang berupa hijauan yang tumbuh di kawasan perkebunan maupun limbah pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (crude palm oil = CPO). Melalui keterpaduan dengan tanaman perkebunan, upaya pengembangan ternak ternyata menunjukkan hasil yang positif (Horne et al. 1994). Kendala utama pengembangan ternak di area perkebunan kelapa sawit adalah rendahnya kandungan gizi rumput alam. Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap berbagai jenis rumput yang tumbuh di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Barat menunjukkan kandungan bahan kering 83,15%, protein kasar 7,27%, karbohidrat 14,32%, lemak kasar 1,84%, kalsium 0,08%, fosfor 0,004%, dan energi 102,02 kal/100 g (Utomo et al. 1999). Jumlahnya pun masih jauh dari mencukupi, terlebih pada musim kemarau. Berdasarkan hasil monitoring, kapasitas tampung ternak hanya mencapai 0,70 ekor/ha/tahun, jauh lebih rendah dibandingkan bila mengintroduksikan rumput unggul (rumput raja) di kawasan perkebunan dengan kapasitas tampung mampu mencapai 6,06 ekor/ha/tahun. Selain itu, kandungan nutrisinya juga lebih tinggi (Utomo 2001). Keberhasilan pengembangan peternakan sangat ditentukan oleh penyediaan pakan ternak (Djaenudin et al. 1996). Upaya peningkatan produksi ternak tidak cukup hanya dengan memberikan rumput alam saja, tetapi perlu adanya pakan tambahan. Pakan tambahan yang potensial untuk dimanfaatkan adalah limbah kelapa sawit yang berupa solid (Utomo et al. 1999; Widjaja 1999; 2000a; 2000b; Utomo 2001). Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang peluang pemanfaatan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang berupa solid sebagai pakan ternak ruminansia di Kalimantan Tengah. Informasi yang disajikan mencakup potensi dan ketersediaannya, aplikasinya pada ternak ruminansia, serta permasalahan dan strategi pemanfaatannya ke depan. MENGENAL LIMBAH SOLID Industri kelapa sawit menghasilkan limbah yang berpotensi sebagai pakan ternak, seperti bungkil inti sawit, serat perasan buah, tandan buah kosong, dan solid (Aritonang 1986; Pasaribu et al. 1998; Utomo et al. 1999). Bungkil inti sawit mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dibanding limbah lainnya dengan kandungan protein kasar 15% dan energi kasar 4.230 kkal/kg (Ketaren 1986) sehingga dapat berperan sebagai pakan penguat (konsentrat). Namun, bungkil inti sawit di Kalimantan Tengah merupakan komoditas ekspor yang harganya relatif mahal sehingga bukan merupakan limbah, dan akan menjadi bahan pakan yang mahal bila diberikan pada ternak. Serat perasan buah dan tandan buah kosong bersama-sama dengan cangkang biasanya dibakar dijadikan abu untuk dimanfaatkan sebagai pupuk sumber kalium. Solid merupakan salah satu limbah padat dari hasil pengolahan minyak sawit kasar. Di Sumatera, limbah ini dikenal sebagai lumpur sawit, namun solid biasanya sudah dipisahkan dengan cairannya sehingga merupakan limbah padat. Ada dua macam limbah yang dihasilkan pada produksi CPO, yaitu limbah padat dan limbah cair. Persentase Tabel 1. limbah padat dan cair yang dihasilkan berdasarkan jumlah tandan buah segar (TBS) yang diolah disajikan pada Tabel 1. Saat sekarang ini produksi limbah solid di dua pabrik pengolahan CPO di Kabupaten Kotawaringin Barat sekitar 36 42 t/hari (rata-rata 20 t/pabrik/hari). Jumlah limbah solid yang dihasilkan bergantung pada TBS yang diolah. Produksi TBS akan makin bertambah pada masa mendatang seiring dengan makin luasnya area perkebunan kelapa sawit yang berproduksi. Diharapkan dalam setiap 10.000 ha berdiri satu pabrik pengolahan CPO. POTENSI LIMBAH SOLID SEBAGAI PAKAN TERNAK Komposisi limbah yang dihasilkan pada pengolahan minyak sawit (CPO) di salah satu pabrik di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Diskripsi Kisaran produksi (%) (t/hari) Tandan buah segar 100 600 700 Crude palm oil 23 138 161 Limbah cair 8,50 51 59,50 Limbah padat Tandan buah kosong 16 96 112 Serat perasan buah 26 156 182 Bungkil inti sawit 4 24 28 Cangkang 6 36 42 Solid 3 18 21 Limbah lain 13,50 81 94,40 Sumber: Utomo (2001). Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004 23

dukung pengembangan peternakan di masa mendatang. Hingga kini solid dapat diambil secara cuma-cuma di pabrik pengolahan kelapa sawit. Alangkah sayangnya apabila potensi yang sangat besar ini terabaikan begitu saja. Sejauh ini solid masih belum dimanfaatkan oleh pihak pabrik, tetapi hanya dibuang begitu saja sehingga dapat mencemari lingkungan. Pihak pabrik memerlukan dana yang relatif besar untuk membuang limbah tersebut, yaitu dengan membuatkan lubang besar. Tentunya akan sangat menguntungkan bagi pihak pabrik apabila solid dapat dimanfaatkan secara luas, antara lain sebagai pakan ternak. Kelemahan solid untuk pakan adalah tidak tahan lama disimpan. Hal ini karena solid masih mengandung 1,50% CPO sehingga akan mudah menjadi tengik bila dibiarkan di tempat terbuka serta mudah ditumbuhi kapang yang berwarna keputihan. Namun dari hasil pemeriksaan di laboratorium, kapang tersebut tidak bersifat patogen. Solid dapat tahan lama apabila disimpan dalam tempat tertutup, misalnya dalam kantong plastik hitam dengan meminimumkan jumlah oksigen yang masuk. Teknologi sederhana ini terinspirasi oleh teknologi silo. Kantong plastik hitam akan menggantikan fungsi bangunan silo. Jumlah oksigen dalam kantong plastik diminimumkan dengan cara mengisap udara memakai pompa sepeda. Kantong plastik dibuat rangkap tiga. Kantong plastik pertama diisi dengan solid kemudian udaranya diisap dan ujungnya diikat. Selanjutnya bungkusan plastik dimasukkan ke dalam kantong plastik kedua dan sebelum diikat, udara yang ada di dalamnya diisap terlebih dahulu. Setelah diikat, bungkusan dimasukkan ke dalam kantong plastik ketiga, dikeluarkan udaranya kemudian diikat. Daya simpan solid sangat bergantung pada tempat penyimpanan (kualitas kantong plastik). Dengan cara ini solid tahan disimpan lebih dari 1 bulan dengan warna relatif tidak berubah, yaitu cokelat muda. Solid yang disimpan di tempat terbuka menjadi tengik (busuk) dan warnanya menjadi kehitaman (Utomo et al. 2002). Walaupun permukaan solid sudah berubah warna (busuk), bagian dalamnya memiliki konsistensi dan warna yang tidak berubah. Cara lain mengawetkan solid adalah dengan dibuat pakan blok (dikeringkan). Dengan cara ini, selain daya simpan solid lebih lama, juga kandungan nutrisinya lebih lengkap karena adanya beberapa bahan pakan lain yang ditambahkan. Pakan solid dalam bentuk blok bisa diberikan baik untuk ternak ruminansia besar maupun kecil. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa solid berpotensi sebagai sumber nutrisi baru untuk ternak dengan kandungan bahan kering 81,56%, protein kasar 12,63%, serat kasar 9,98%, lemak kasar 7,12%, kalsium 0,03%, fosfor 0,003%, dan energi 154 kal/100 g (Utomo et al. 1999). Pada uji preferensi terhadap 25 ekor sapi Madura, solid pada akhirnya sangat disukai, namun perlu waktu adaptasi 4 5 hari. Pemanfaatan solid sebagai pakan ternak diharapkan dapat membantu mengatasi masalah ketersediaan pakan terutama pada musim kemarau, serta meningkatkan produktivitas ternak. Ratarata pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi milik petani di Kabupaten Kotawaringin Barat yang tidak diberi pakan solid jauh di bawah PBBH ternak yang diberi solid, yaitu hanya 250 g/ekor/ hari (Zulbardi et al. 1995). Hal ini disebabkan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan, dalam hal ini rumput alam, relatif rendah. Sapi hanya dilepas di padang penggembalaan yang umumnya hanya ditumbuhi alang-alang tanpa diberi pakan tambahan (konsentrat). Solid sangat berpotensi sebagai sumber pakan lokal mengingat kandungan nutrisinya cukup memadai, jumlahnya melimpah, kontinuitas terjamin, terpusat pada satu tempat, murah karena dapat diminta secara cuma-cuma, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Berdasarkan pertimbangan tersebut, solid memungkinkan untuk menjadi titik tolak agroindustri pakan di Kalimantan Tengah. PERTAMBAHAN BOBOT BADAN TERNAK YANG DIBERI PAKAN TAMBAHAN SOLID Pemberian solid pada sapi dapat dalam bentuk segar (Gambar 1) atau dicampur dengan air. Pemberian solid mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ternak secara nyata dibandingkan yang tidak diberi solid. Pemberian solid segar secara terbatas pada sapi Madura jantan selama 3 bulan pemeliharaan rata-rata memberikan PBBH ternak 450 g/ekor/hari (Widjaja et al. 2000b). Sapi PO jantan yang diberi solid 1,50% bahan kering dari bobot badan dan yang diberi secukupnya (ad libitum) selama 3 bulan, masingmasing memberikan rata-rata PBBH 440 dan 770 g/ekor/hari (Tabel 2). Rata-rata PBBH sapi yang tidak diberi solid hanya mencapai 200 g/ekor/hari (Utomo 2001). Umumnya peternak memberikan solid secara ad libitum, sekitar 10 15 kg sekali pemberian karena ternak sangat menyukainya. Pemberian solid dapat meningkatkan jumlah konsumsi air ka- Gambar 1. Pemberian solid dalam bentuk segar secara ad libitum pada sapi. 24 Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004

Tabel 2. Kenaikan bobot badan ternak yang diberi pakan tambahan solid selama 3 bulan pemeliharaan di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Sapi Madura jantan Sapi PO jantan Domba jantan Komposisi pakan Bobot badan (kg/ekor) PBBH Bobot badan (kg/ekor) PBBH Bobot badan (kg/ekor) PBBH Awal Akhir (kg/ekor/ Awal Akhir (kg/ekor/ Awal Akhir (kg/ekor/ hari) hari) hari) Rumput alam 220 225,40 0,06 315,60 334,60 0,22 10,80 13,95 0,04 (pola petani) Solid segar 1,50% BB 220 261,20 0,46 Solid segar 1,50% BK 234,40 267,70 0,44 dari BB ternak Solid segar ad libitum 211,40 274,40 0,77 Solid segar 1% 13,30 17,35 0,05 Solid dalam bentuk 19 24,76 0,06 CFB 1% tanpa fermentasi Solid dalam bentuk 19,76 27,23 0,08 CFB fermentasi 1% BK = bahan kering; BB = bobot badan; CFB = complete feed block. Sumber: Utomo et al. (1999); Utomo (2001); Widjaja et al. (2000a; 2000b). rena ternak yang memakan solid mudah menjadi haus, sehingga air harus selalu tersedia. Pemberian solid pada domba juga memberikan hasil yang baik. Solid dapat diberikan dalam bentuk segar atau complete feed block (CFB) (Gambar 2), baik yang difermentasi dengan efective microorganism (EM4) maupun tanpa di fermentasi. Pemberian solid meningkatkan PBBH secara nyata dibandingkan tanpa pemberian solid. Rata-rata PBBH domba yang diberi 1% solid dalam bentuk segar, 1% solid dalam bentuk CFB tanpa fermentasi, dan 1% CFB fermentasi selama 3 bulan masing-masing adalah 45, 64, dan 83 g/ekor/hari, sedangkan PBBH domba yang tidak diberi solid hanya mencapai 25 g/ekor/hari (Tabel 2) (Widjaja et al. 2000a). CFB dengan kandungan solid 60% sangat disukai domba dan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan lebih tinggi dibanding bila diberikan dalam bentuk segar. Selain itu, CFB tahan disimpan selama 30 hari bahkan lebih (Widjaja et al. 2000a). Pemanfaatan solid untuk pakan ternak ruminansia di Indonesia belum banyak dilaporkan. Kamaruddin (1997) melaporkan penggunaan solid dalam bentuk lumpur (palm oil sludge) untuk pakan kambing yang pemberiannya dikombinasikan dengan bungkil inti sawit dan serat perasan buah. Pada pakan Gambar 2. tersebut, lumpur sawit dapat digunakan hingga 8%. Lumpur sawit tengah dikembangkan oleh Balai Penelitian Ternak sebagai pakan unggas. Untuk ternak itik pada fase awal pertumbuhan (1 2 minggu), penggunaan Complete feed block (CFB) dengan bahan dasar solid. Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004 25

lumpur sawit serta produk fermentasinya disarankan tidak melebihi 10%, namun pada umur lebih tua (5 6 minggu) dapat diberikan hingga 15%. Pada ayam potong, lumpur sawit yang belum difermentasi dan yang sudah difermentasi dapat digunakan masing-masing 5% dan 10% dalam ransum (Sinurat et al. 1998a; 1998b). ANALISIS EKONOMI PEMBERIAN SOLID PADA TERNAK Pemberian solid selama 3 bulan pada sapi Madura jantan meningkatkan keuntungan per September 1999 dari Rp537.000/ekor/bulan (tanpa solid) menjadi Rp696.000/ekor/bulan (Tabel 3) (Widjaja et al. 2000b). Bagi pihak pabrik, dengan mendistribusikan solid yang diproduksinya seminggu sekali ke petani sekitarnya, seperti di Desa Kumpai Batu Bawah dengan jarak sekitar 60 km dari pabrik, biaya yang diperlukan lebih murah (hanya Rp2,16 juta) dibandingkan bila membuang limbah tersebut seperti yang biasa dilakukan dengan biaya lebih dari Rp6,76 juta (Utomo 2001). Biaya distribusi dapat lebih ditekan lagi bila solid didistribusikan ke desa yang berdekatan dengan lokasi pabrik dan merupakan daerah gudang ternak, misalnya Desa Pangkalan Lada yang jaraknya sekitar 25 km dari pabrik. EVALUASI DAN STRATEGI PEMANFAATAN SOLID SEBAGAI PAKAN Menurut Utomo (2001), alasan utama peternak memanfaatkan solid adalah mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ternak dan secara ekonomis menguntungkan untuk penggemukan. Namun yang menjadi masalah utama adalah peternak harus mengambil solid ke pabrik yang jaraknya relatif jauh dari tempat tinggal mereka. Hal ini juga menjadi kendala bagi petugas maupun penyuluh ketika mengintroduksikan solid ke petani (Tabel 4). Di Kalimantan Tengah, solid telah dimanfaatkan oleh peternak di Kabupaten Kotawaringin Barat karena biaya transportasi solid ke lokasi peternak ditanggung oleh pemerintah daerah dan Tabel 3. Analisis finansial pemeliharaan sapi Madura jantan per ekor selama 3 bulan dengan pemberian solid, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, September 1999. Uraian Pakan solid Tanpa solid (Rp) (Rp) Biaya Sapi bakalan 2.000.000 2.000.000 Rumput alam 148.500 198.000 Solid segar 29.700 0 Bioplus 20.000 0 Obat-obatan 5.000 5.000 Tenaga kerja 90.000 90.000 Perbaikan kandang 10.000 10.000 Total biaya 2.303.200 2.303.000 Penerimaan Penjualan sapi 3.918.000 3.381.000 Penjualan pupuk 108.000 172.800 Pengolahan tanah 360.000 360.000 Total penerimaan 4.386.000 3.913.800 Pendapatan 2.082.800 1.610.800 Pendapatan per bulan 694.000 537.000 R/C ratio 1,90 1,69 Sumber: Widjaja et al. (2000b). Tabel 4. Masalah Masalah introduksi solid serta alasan petani memanfaatkan atau tidak memanfaatkan solid sebagai pakan ternak di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Skor Introduksi solid ke petani Sulit memperoleh solid karena lokasi pabrik jauh 38 Sapi perlu adaptasi untuk makan solid (harus dilatih 30 terlebih dahulu) Menambah biaya pemeliharaan (transportasi) 28 Kurangnya motivasi petani 15 Latar belakang pendidikan petani rendah 12 Kurangnya informasi mengenai kegunaan solid 10 Alasan petani tidak memanfaatkan solid Harus mengambil solid ke pabrik 41 Bau solid mengganggu lingkungan 40 Lokasi pabrik penghasil solid jauh 35 Ragu-ragu bahwa solid bisa dimanfaatkan sebagai 23 pakan ternak Tidak tertarik memanfaatkan solid 16 Alasan petani mau memanfaatkan solid Meningkatkan bobot badan ternak 31 Secara ekonomis menguntungkan untuk 25 penggemukan Penampilan ternak lebih baik (berdasarkan 20 pengamatan petani) Konsumsi rumput jadi berkurang 14 Sumber: Utomo (2001). pengelola pabrik meskipun dalam jangka waktu tertentu. Pemerintah daerah setempat juga memanfaatkan solid sebagai pakan suplemen sapi pada kegiatan Proyek Kawasan Sentra Pengembangan Ternak Potong yang orientasi pemelihara- 26 Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004

annya untuk peningkatan produksi daging (penggemukan). Pemanfaatan solid sebagai pakan suplemen ternak hanya menguntungkan pada usaha penggemukan atau berorientasi komersial (Utomo 2001). Pada sistem pemeliharaan yang ada di tingkat petani, yang tujuan utamanya hanya sebagai tabungan atau menghasilkan anak (bukan berorientasi komersial), adopsi pemanfaatan solid untuk pakan cukup lambat, karena peternak akan menekan biaya pemeliharaan dengan mengabaikan peningkatan produksi. Penggunaan solid akan menambah biaya pemeliharaan karena peternak harus menanggung biaya pengangkutan. Melihat kenyataan tersebut, upaya pemanfaatan solid untuk meningkatkan produktivitas ternak akan lebih mudah tercapai melalui kemitraan dengan pihak swasta (perkebunan kelapa sawit) maupun pemerintah. Dengan kemitraan tersebut, pengelola perkebunan terbantu dalam Tabel 5. menangani permasalahan limbah serta ikut berperan dalam memberdayakan masyarakat sekitar perkebunan. Strategi yang dapat dijadikan bahan pemikiran untuk merealisasikan upaya tersebut dan merupakan hasil diskusi dengan stakeholders di Kabupaten Kotawaringin Barat dapat dilihat pada Tabel 5. Usaha pemeliharaan ternak untuk tujuan penggemukan lebih disukai peternak karena mampu memberikan keuntungan secara cepat (Utomo 2001). Kegiatan yang ditawarkan bisa dalam bentuk plasma-inti yang memungkinkan perusahaan sebagai inti (bapak angkat) dan petani ternak sebagai plasma untuk bekerja sama secara saling menguntungkan. Bentuk kegiatan lain yang memungkinkan adalah bantuan sapi bergulir untuk penggemukan, penyediaan kredit untuk produksi ternak, dan bantuan solid secara gratis (Tabel 5). Meningkatnya produksi ternak melalui pemanfaatan solid diharapkan Peringkat dampak strategi pemanfaatan solid berdasarkan diskusi dengan stakeholders di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Strategi Diskripsi PIR Bantuan Bantuan solid Kredit penggemukan bergulir untuk produksi sapi untuk penggemukan penggemukan sapi Level petani Pendapatan +++ +++ 0 +++ Peluang pekerjaan +++ +++ 0 +++ Pemberdayaan petani +++ +++ + +++ Solusi permasalahan 0 0 ++ 0 pakan musiman Level pabrik Pendapatan +++ ++ 0 0 Pengurangan biaya +++ +++ +++ 0 penanganan limbah Pembinaan petani +++ +++ +++ +++ Solusi masalah ++ ++ ++ ++ lingkungan Level daerah Pendapatan asli daerah ++ ++ + + Pertumbuhan ekonomi ++ ++ + + Investor di bidang + + + + pertanian Peningkatan standar + + + + hidup 0 = tidak ada dampak; + = sedikit dampak; ++ = berdampak; +++ = sangat berdampak. Sumber: Utomo (2001). dapat memperbaiki pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani. Pihak pabrik juga akan memperoleh keuntungan terutama pengurangan biaya pembuangan solid dan mengatasi atau mengurangi permasalah lingkungan. Bagi pemerintah daerah, adanya kegiatan produksi ternak akan membantu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) serta memacu pertumbuhan ekonomi dengan adanya para investor yang tertarik pada bidang peternakan. Peningkatan produksi ternak melalui pemanfaatan solid merupakan salah satu usaha untuk mengoptimumkan pemanfaatan sumber daya lokal melalui penerapan teknologi yang sesuai. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah upaya memberdayakan petani yang mandiri, maju, dan berkeadilan (Solahuddin 1999) untuk mencapai taraf kehidupan yang layak. Pemberdayaan petani mempunyai potensi yang sangat besar sehingga petani dapat memegang peranan utama dalam ekonomi pedesaan. Untuk mewujudkan hal itu, petani harus mempunyai akses ke sumber daya ekonomi yaitu kapital, sumber daya alam, dan teknologi. Dengan memiliki akses tersebut, petani dapat melakukan kegiatan ekonomi produktif dalam upaya meningkatkan pendapatan mereka. KESIMPULAN DAN SARAN Limbah kelapa sawit berupa solid berpotensi sebagai sumber nutrisi untuk ternak karena mengandung protein kasar 12,63% dan energi 154 kal/100 g, ketersediaannya melimpah, berkelanjutan, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Pemanfaatan solid sebagai pakan tambahan dipengaruhi oleh sistem produksi, dan menguntungkan pada pemeliharaan dengan orientasi komersial (penggemukan). Ketersediaan solid di Kalimantan Tengah dapat memenuhi kebutuhan bagi 150.000 ekor sapi/hari apabila perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah sudah berproduksi semua. Peran aktif pemerintah daerah dan atau industri pengolah minyak kelapa sawit sangat diperlukan untuk memasyarakatkan pemanfaatan solid secara lebih luas. Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004 27

DAFTAR PUSTAKA Aritonang, D. 1986. Perkebunan kelapa sawit sebagai sumber pakan ternak di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian V(4): 93 99. Dinas Kehewanan Kalimantan Tengah. 2001. Kebijakan dan strategi pembangunan peternakan di Kalimantan Tengah tahun 2001 2005. Makalah disampaikan pada Temu Aplikasi Paket Teknologi dan Temu Informasi Pertanian Subsektor Peternakan 13 14 November 2001 di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, Palangkaraya. Djaenudin, D., H. Subagio, dan S. Karama. 1996. Kesesuaian lahan untuk pengembangan peternakan di beberapa propinsi di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Cisarua 7 8 November 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 165 174. Horne, P.M., Ismail, and C.D. Thai. 1994. Agroforestry plantation system: sustainable forage and animal production in rubber and oil palm plantation. In J.W. Coplan, A. Djajanegara, and Sabrani (Eds.). Proceedings of an International Symposium held in Association with 7 th AAAP Animal Science Congress, Bali, Indonesia, 11 16 July 1994. Kamaruddin, A. 1997. The effects of feeding palm oil by-products on the growth performance and nutrients utilization by growing lambs. Prosiding Seminar Nasional II Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, 15 16 Juli 1997. Kerja Sama Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dengan Asosiasi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Indonesia (AINI), Bogor. hlm. 71 72. Ketaren, P.P. 1986. Bungkil inti sawit dan ampas minyak sawit sebagai pakan ternak. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 8(4 6): 10 11. Pasaribu, T., A.P. Sinurat, J. Rosida, T. Purwadaria, dan T. Haryati. 1998. Pengkayaan gizi bahan pakan inkonvensional melalui fermentasi untuk ternak unggas. 2. Peningkatan nilai gizi lumpur sawit melalui fermentasi. Edisi Khusus Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Peternakan Tahun Anggaran 1996/1997. Buku III: Penelitian Ternak Unggas. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Sinurat, A.P., K. Supriyati, T. Purwadaria, T. Haryati, H. Hamid, J. Rosida, I. Sutikno, dan I.P. Kompiang. 1998a. Pengkayaan gizi bahan pakan inkonvensional melalui fermentasi untuk ternak unggas. 3. Pemanfaatan limbah sawit (bungkil inti sawit dan lumpur sawit) dalam ransum itik. Edisi Khusus Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Peternakan Tahun Anggaran 1996/1997. Buku III: Penelitian Ternak Unggas. Balai Penelitian Ternak, Bogor. hlm. 227 239. Sinurat, A.P., P.P. Ketaren, T. Purwadaria, A. Habibie, T. Haryati, I.A.K. Bintang, T. Pasaribu, H. Hamid, J. Rosida, I. Sutikno, I.P. Kompiang, Y.C. Rahardjo, P. Setiadi, dan Supriyati. 1998b. Pengkayaan gizi bahan pakan inkonvensional melalui fermentasi untuk ternak unggas. 4. Bungkil inti sawit, lumpur sawit dan produk fermentasinya sebagai pakan ayam pedaging. Edisi Khusus Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Peternakan Tahun Anggaran 1996/1997. Buku III: Penelitian Ternak Unggas. Balai Penelitian Ternak, Bogor. hlm. 240 248. Solahuddin, S. 1999. Pengembangan Pertanian di Era Reformasi. Departemen Pertanian, Jakarta. Utomo, B.N., E. Widjaja, S. Mokhtar, S.E. Prabowo, dan H. Winarno. 1999. Laporan Akhir Pengkajian Pengembangan Ternak Potong pada Sistem Usaha Tani Kelapa Sawit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya, Palangkaraya. Utomo, N.U. 2001. Potential of Oil Palm Solid Wastes as Local Feed Resource for Cattle in Central Kalimantan, Indonesia. MSc. Thesis, Wageningen University, The Netherlands. Utomo, B.N., E. Widjaja, dan A. Hewu. 2002. Laporan Akhir Kegiatan Pengkajian Komponen Teknologi Sistem Usaha Tani Ternak pada Area Perkebunan Kelapa Sawit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, Palangkaraya. Widjaja, E., B.N. Utomo, S.E. Prabowo, dan D. Hartono. 1999. Laporan Akhir Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Domba Berwawasan Agribisnis (tahun pertama). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya, Palangkaraya. Widjaja, E., B.N. Utomo, R. Rachmadi, S.E. Prabowo, dan D. Hartono. 2000a. Laporan Akhir Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Domba Berwawasan Agribisnis (tahun kedua). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya, Palangkaraya. Widjaja, E., B.N. Utomo, dan R. Ramli. 2000b. Potensi limbah kelapa sawit solid sebagai pakan suplemen ternak sapi. Prosiding Hasilhasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Palangkaraya 10 Oktober 2000. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya, Palangkaraya. hlm. 145 154. Zulbardi, M., M. Sitorus, Maryono, dan L. Affandy. 1995. Potensi dan pemanfaatan pakan ternak di daerah sulit pakan. Edisi Khusus Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Tahun Anggaran. 1994/1995. Ternak Ruminansia Besar. Balai Penelitian Ternak, Bogor. 28 Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004