BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 3.3 Metode Analisis Data Analisis Biaya Produksi

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV ANALISA SISTEM

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam

BALAI PERSUTERAAN ALAM

ANALISIS BIAYA PRODUKSI USAHA PERSUTERAAN ALAM: STUDI KASUS DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR SULAWESI BARAT DAN KABUPATEN ENREKANG SULAWESI SELATAN RENATO

Oleh YATI NURYATI A

Oleh YATI NURYATI A

MENINGKATKAN HARGA JUAL KOKON dengan MEMELIHARA HIBRID BARU ULAT SUTERA

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat,

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Klasifikasi Biaya dan Perhitungan Harga Jual Produk pada PT. JCO Donuts

TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG

BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

I. PENDAHULUAN. Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISA PENDAPATAN, NlLAl TAMBAN, DAN KESEMPATAN KERJk PADA USAHATAN1 SUTERA

ANALISA PENDAPATAN, NlLAl TAMBAN, DAN KESEMPATAN KERJk PADA USAHATAN1 SUTERA

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

III. METODOLOGI. 3.4 Analisis Data Analisis data yang dilakukan adalah analisis biaya produksi, harga pokok,

Bab XIII STUDI KELAYAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB 5 PROYEKSI KEUANGAN

ANALISIS USAHATANI KOPI DI DESA PIRIAN TAPIKO KECAMATAN TUTAR KAB.POLEWALI MANDAR. Rahmaniah HM.,SP, M.Si

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS PEMANFAATAN LIMBAH PAKAN PADA BUDI DAYA SUTERA ALAM SKALA RUMAH TANGGA

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERSUTERAAN ALAM DI DESA MATA ALLO KABUPATEN ENREKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KUISIONER PENELITIAN

PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori)

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

A. Malsari Kharisma Alam, A.Amidah A., Sitti Nurani S 83

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Oleh : Lincah Andadari

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah sangat luas,

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

VII. IMPLEMENTASI MODEL

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

KERJASAMA DALAM PENGEMBANGAN SUTERA DI SULAWESI SELATAN I. PENDAHULUAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PADA INDUSTRI JAGAD SUTERA DI KELURAHAN KAMONJI KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber

BAB V GAMBARAN UMUM RUMAH SUTERA ALAM

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANALISIS KELAYAKAN USAHA AGROINDUSTRI GULA KELAPA DI DESA PANERUSAN KULON KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA

Oleh : Tanti Novianti A

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

Peluang Investasi Sutra Alam

TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Nurhaedah M. ABSTRAK. Kata Kunci : Optimalisasi, lahan, usahatani, terpadu

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang bersuku Gayo dan daerahnya terletak di Dataran Tinggi tepatnya

Analisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Belanja ( x Rp ) 28,459,972, ,459,972, ,351,299,600 A PELAYANAN ADMINISTRASI PERKANTORAN

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

ANALISIS PENDAPATAN, NILAI TAMBAH DAN KESEMPATAN KERJA USAHATANI SUTERA ALAM PADA DUA BENTUK KEMITRAAN DI KABUPATEN GARUT PROPINSI JAWA BARAT.

Realisasi (Rp) Belanja (Rp) Tidak Langsung

Realisasi (Rp) Belanja (Rp) Tidak Langsung

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

DALAM PENGEMBANGAN SERAT RAMI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A

Realisasi (Rp) Belanja (Rp) Tidak Langsung

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

AGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : ISSN :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ides Sundari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Biaya Produksi Persuteraan Alam Biaya produksi usaha persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang terdiri dari biaya produksi kokon, biaya produksi benang, dan biaya produksi kain. Secara umum tiap komponen biaya produksi tersebut meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya produksi usaha persuteraan alam dalam penelitian ini dihitung dalam satu tahun dan untuk setiap kilogram kokon, benang, atau unit sarung yang diproduksi. Perhitungan biaya produksi usaha persuteraan alam, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7, sedangkan jumlah produksi dan pendapatan dari masing-masing kegiatan persuteraan alam dapat dilihat pada Tabel Lampiran 5. Kegiatan usaha persuteraan alam secara terintegrasi yang dilakukan oleh Kelompok Tani Pallis di Kabupaten Polewali Mandar menghasilkan biaya produksi kain per unit sarung di Kabupaten Polewali Mandar sebesar Rp 144 ribu. Komponen biaya penyusun yang lebih besar terdapat pada biaya tetap terutama nilai penyusutan, hal ini terjadi karena biaya investasi yang dikeluarkan mulai dari pembuatan dan pemeliharaan kebun, pemeliharaan ulat, pemintalan benang, serta pertenunan tidak diikuti dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Komponen biaya variabel pada produksi kain di Kabupaten Polewali Mandar lebih kecil karena produksi kain dikerjakan sendiri oleh petani secara terintegrasi, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli bahan baku berupa kokon dan benang sutera, karena baik kokon maupun benang sutera yang dipakai berasal dari hasil budidaya ulat petani, selain itu pada proses pertenunan petani juga menggunakan zat pewarna alam. Komponen penyusun biaya produksi kain di Kabupaten Polewali Mandar turut memperhitungkan subsidi dari pemerintah yang berupa bahan baku bibit ulat sutera sebesar Rp 80.000/boks dan juga 5 buah alat pintal yang bernilai Rp 15 juta. Subsidi pemerintah yang berupa bahan baku bibit ulat disertakan ke dalam komponen penyusun biaya variabel yaitu biaya material sedangkan subsidi

30 pemerintah yang berbentuk alat pintal disertakan ke dalam komponen penyusun biaya tetap untuk dihitung besarnya nilai penyusutan dan bunga modal. Kegiatan usaha persuteraan alam di Kabupaten Enrekang dilakukan secara terpisah. Biaya produksi kokon per kilogram di Kabupaten Enrekang yaitu sebesar Rp 24 ribu. Biaya produksi kokon terdiri dari dua komponen pembiayaan yaitu biaya pembuatan dan pemeliharaan kebun murbei serta biaya pemeliharaan ulat. biaya pembuatan dan pemeliharaan kebun murbei di Kabupaten Enrekang untuk perkilogram kokon adalah sebesar Rp 15 ribu, sedangkan pada tahap pemeliharaan ulat biaya yang dikeluarkan untuk perkilogram kokon sebesar Rp 10 ribu. Komponen penyusun biaya pembuatan dan pemeliharaan kebun serta pemeliharaan ulat terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel pada produksi kokon di Kabupaten Enrekang lebih besar daripada biaya tetap, Hal itu terjadi karena pemeliharaan kebun dan pemeliharaan ulat yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Enrekang lebih intensif. Petani mengeluarkan biaya untuk bahan baku pemeliharaan kebun yang tinggi seperti untuk pupuk dan pestisida, dengan tujuan mencegah serangan hama peyakit pada tanaman murbei serta untuk meningkatkan produksi daun. Biaya produksi benang per kilogram di Kabupaten Enrekang adalah sebesar Rp 394 ribu. Biaya variabel pada tahap pemintalan benang di Kabupaten Enrekang lebih besar daripada biaya tetap. Besarnya biaya variabel disebabkan besarnya biaya material sebesar Rp 42,64 juta per tahun atau sebesar Rp 261 ribu per kilogram benang. Biaya material terdiri dari biaya pembelian bahan baku pemintalan yaitu berupa kokon dan bahan penolong minyak tanah. Subsidi dari pemerintah yang berupa bantuan bangunan dan alat pemintalan turut disertakan dalam perhitungan biaya tetap untuk kemudian dihitung nilai penyusutan dan bunga modalnya. Pertenunan Nenek Mallomo memproduksi dua jenis kain yaitu kain tenun ikat dan kain sarung bugis. Biaya produksi kain ikat di pertenunan nenek mallomo sebesar Rp 197 ribu dan biaya produksi kain sarung sebesar Rp 303 ribu untuk per unit sarung yang dihasilkan. Pada tahap pertenunan biaya variabel lebih besar daripada biaya tetap baik pada produksi kain ikat maupun produksi kain sarung.

Tabel 6 Biaya produksi persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang Uraian Biaya Produksi (Rp Juta/Tahun) Biaya Produksi (Rp 000,-/Kg) Kab. Polman Kab. Enrekang Kab. Polman Kab. Enrekang KTP SBK UPT NM KTP SBK UPT NM 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) Biaya Produksi 22,45 166,45 64,37 57,62 211,50 143,94 24,31 393,94 197,34 303,44 Biaya tetap 18,29 46,14 15,82 4,70 15,36 117,27 6,74 96,83 16,10 22,03 Penyusutan 11,90 26,21 8,92 1,77 5,61 76,26 3,83 54,56 6,05 8,05 Bunga Modal 6,40 19,93 5,41 2,76 9,32 41,02 2,91 33,10 9,44 13,38 Overhead 0,00 0,00 1,50 0,18 0,42 0,00 0,00 9,18 0,61 0,61 Biaya variabel 4,16 120,31 48,55 52,92 196,14 26,67 17,57 297,11 181,24 281,41 Material 3,70 118,30 42,64 34,67 91,59 23,72 17,28 260,94 118,74 131,41 Upah 0,00 2,01 3,51 18,25 104,55 0,00 0,29 21,48 62,50 150,00 Sewa 0,46 0,00 2,40 0,00 0,00 2,95 0,00 14,69 0,00 0,00 Keterangan : 1) Kelompok Tani Pallis 2) KUB Sinar Buntu Kurung 3) UPT Tekstil Enrekang 4) Pertenunan Nenek Mallomo 31

32 pada produksi kain ikat komponen penyusun biaya variabel yang terbesar dari biaya pembelian material bahan baku dan bahan penolong sedangkan pada produksi kain sarung komponen biaya penyusun terbesar terdapat biaya upah pekerja. Tabel 7 Biaya produksi persuteraan alam berdasarkan tahapan kegiatan di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang Tahapan Kab. Polman Kab. Enrekang Rp % Rp Juta/tahun % Juta/tahun Pembuatan dan Pemeliharaan Kebun 6,57 29,2 99,38 19,9 Pemeliharaan Ulat 8,26 36,8 67,07 13,4 Pemintalan Benang 6,62 29,5 64,37 12,9 Pertenunan 1,01 4,5 269,12 53,8 Total 22,45 100,0 499,94 100,0 Biaya produksi per tahapan kegiatan dilakukan untuk mengetahui tahapan atau bagian produksi yang membutuhkan biaya paling besar sehingga petani dapat mengendalikan biaya pada tahapan tersebut dengan harapan efisiensi produksi dapat dicapai. Berdasarkan tahapan kegiatan, biaya pemeliharaan ulat merupakan biaya yang mendominasi kegiatan persuteraan alam secara terintegrasi di Kabupaten Polewali Mandar. Komponen utama yang membuat biaya ini mendominasi biaya persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar adalah biaya penyusutan dan bunga modal serta kebutuhan material seperti bibit ulat, kapur, dan kaporit. Biaya yang mendominasi kegiatan persuteraan alam secara terpisah di Kabupaten Enrekang adalah biaya pada proses pertenunan. Hal ini disebabkan karena usaha pertenunan harus mengeluarkan biaya untuk pembelian material berupa benang sutera, bahan pewarna, bahan pemasak benang, serta membayar upah pekerja. Penelitian mengenai biaya produksi usaha persuteraan alam pernah dilakukan sebelumnya oleh Saifullah pada tahun 2004 di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat, seperti terlihat pada Tabel 8. Nilai ROI Kelompok Tani Ulat Sutera Margalaksana di Kabupaten Garut pada tahun 2004

Tabel 8 Perbandingan analisis biaya produksi persuteraan alam hasil penelitian tahun 2004 dan 2011 Penelitian Renato (2011) Penelitian Saifullah (2004) Komponen Satuan Kab. Polman Kab. Enrekang Kab. Garut Kab. Sukabumi KTP SBK UPT NM KTM PBK KWSC ikat sarung Produksi Kokon kg/tahun 306,00 6847,50 19,73 56,67 Benang kg/tahun 39,00 163,40 19,33 7,10 Kain lembar/tahun 156,00 292,00 697,00 Harga Jual Kokon Rp 000,-/kg 35,00 10,00 Benang Rp 000,-/kg 330,00 210,00 240,00 Kain Rp 000,-/lembar 180,00 250,00 300,00 Biaya Produksi Kokon Rp 000,-/kg 24,31 43,84 32,55 Benang Rp 000,-/kg 393,94 193,88 368,92 Kain Rp 000,-/lembar 143,94 197,34 303,44 Pendapatan Rp Juta/tahun 28,08 239,66 53,92 73,00 209,10 0,29 4,06 1,70 Keuntungan Rp Juta/tahun 5,62 73,21-10,46 12,98-0,58 0,24-0,92 Break Event Point kg/tahun 119,35 2647,15 481,50 68,35 826,07 233,84 6,14 27,02 Investasi Rp Juta/tahun 169,74 465,88 81,22 193,98 52,78 8,00 20,00 ROI % 3,31 15,71-12,88 6,69-1,09 2,98-4,58 33

34 sebesar -1,09%, sedangkan usaha pemintalan benang Koko memiliki nilai ROI yang positif yaitu sebesar 2,98%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa petani ulat di Kabupaten Garut mengalami kerugian, sementara usaha pemintalan memperoleh keuntungan. Hal ini disebabkan pemintalan benang Koko merupakan satu-satunya pemintalan yang ada di Kabupaten Garut, sehingga petani ulat hanya dapat menjual kokonnya sesuai harga yang ditwarkan oleh pemintalan ini. Usaha persuteraan alam di Kabupaten Enrekang menunjukkan hal yang sebaliknya dimana nilai ROI yang dimiliki petani ulat KUB Sinar Buntu Kurung bernilai positif yaitu sebesar 15,71%, sedangkan usaha pemintalan UPT Tekstil Enrekang bernilai negatif yaitu sebesar -12,88%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa petani ulat di Kabupaten Enrekang mempunyai kemampuan memperoleh laba yang cukup besar bila dibandingkan dengan petani ulat di Kabupaten Garut. Selain itu nilai ROI yang negatif pada usaha pemintalan disebabkan karena usaha pemintalan berproduksi jauh dibawah kapasitas optimumnya. Besarnya jumlah investasi yang dikeluarkan untuk peralatan pemintalan tidak diikuti dengan tingkat produksi optimum, UPT Tekstil Enrekang hanya berproduksi 12,97% dari kapasitas pemintalan. Usaha persuteraan alam secara terintegrasi di Kebun Cibidin Kabupaten Sukabumi hanya sampai pada tahap produksi benang, sedangkan di Kabupaten Polewali Mandar sampai pada tahap produksi kain. Pada tahun 2004 Kebun Wanatani Sutera Cibidin memiliki nilai ROI yang negatif yaitu sebesar -4,58%. Hal ini disebabkan karena produksi pemintalan yang rendah, yaitu hanya sebesar 10% dari kapasitas terpasang, selain itu usaha pemintalan benang di Kebun Cibidin juga mengalami kesulitan dalam memasarkan benangnya. Hal yang sebaliknya terjadi pada petani sutera di Kabupaten Polewali Mandar, walaupun tidak begitu besar tetapi petani mampu memperoleh keuntungan. 5.2 Analisis Break Even Point Break even point KUB Sinar Buntu Kurung di Kabupaten Enrekang pada tahun 2011 dicapai pada tingkat produksi kokon 2647,15 kg. Produksi kokon KUB Sinar Buntu Kurung pada tahun 2011 mencapai 6847,5 kg. Nilai tersebut

35 berada jauh di atas break even point sehingga terlihat bahwa KUB Sinar Buntu Kurung memperoleh keuntungan yang cukup besar dari usaha ini. Break even point Pemintalan UPT Tekstil di Kabupaten Enrekang pada tahun 2011 dicapai pada tingkat produksi benang 481,5 kg atau 38,21% dari kapasitas terpasang. Produksi benang sutera UPT Tekstil Enrekang pada tahun 2011 berada jauh di bawah break even point yaitu hanya sebesar 163,4 kg. Dengan demikian terlihat bahwa usaha pemintalan UPT Tekstil Enrekang mengalami kerugian yang cukup besar. UPT Tekstil Enrekang berproduksi jauh dibawah kapasitas optimumnya karena memiliki kendala yaitu sulit mencari tenaga kerja yang mau diupah untuk memintal benang. Break even point Pertenunan Nenek Mallomo pada tahun 2011 dicapai pada tingkat produksi kain ikat 68 unit dan kain sarung 826 unit. Produksi kain ikat di pertenunan nenek mallomo berada jauh di atas break even point yaitu sebesar 292 unit sedangkan produksi kain sarung berada dibawah break even point yaitu sebesar 697 unit. Dengan demikian terlihat bahwa kerugian akibat produksi kain sarung dapat ditutupi oleh keuntungan yang didapat dari produksi kain ikat. Break even point untuk kegiatan persuteraan alam Kelompok Tani pallis di Kabupaten Polewali Mandar yang terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir adalah sebesar 119 unit kain sarung. Produksi kain sarung di kelompok tani pallis berada di atas break even point yaitu sebesar 156 unit. Dengan demikian terlihat bahwa kelompok tani pallis mendapatkan keuntungan dari usaha ini. 5.3 Analisis Profitabilitas Kegiatan persuteraan alam secara terintegrasi mulai dari budidaya murbei, budidaya ulat, pemintalan, hingga pertenunan yang dilakukan oleh kelompok tani pallis di Kabupaten Polewali Mandar memperoleh keuntungan sebesar Rp 5,62 juta per tahun. Keuntungan yang diterima oleh kelompok tani masih bisa ditingkatkan lagi mengingat kelompok tani hanya memanfaatkan 3 kali periode pemeliharaan setiap tahunnya. Apabila petani bisa melakukan periode pemeliharaan setiap sebulan sekali atau 12 kali dalam setahun, tentunya berturut-

36 turut produktivitas kokon, benang, dan sarung akan meningkat dan diiringi dengan meningkatnya pendapatan. Tabel 9 Rugi laba usaha persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang Komponen Produksi Satuan Kab. Polman Kokon kg/tahun 306,00 6847,50 Kab. Enrekang KTP SBK UPT NM Benang kg/tahun 39,00 163,40 ikat sarung Kain lembar/tahun 156,00 292,00 697,00 Harga Jual Kokon Rp 000,-/kg 35,00 Benang Rp 000,-/kg 330,00 Kain Rp 000,-/lembar 180,00 250,00 300,00 Biaya Produksi Kokon Rp Juta/tahun 14,83 166,45 Benang Rp Juta/tahun 6,62 64,38 Kain Rp Juta/tahun 1,01 57,62 211,50 Pendapatan Rp Juta/tahun 28,08 239,66 53,92 73,00 209,10 Keuntungan Rp Juta/tahun 5,62 73,21-10,46 12,98 Biaya Tetap Rp Juta/tahun 18,30 46,14 15,83 4,70 15,36 Biaya Variabel Rp Juta/kg 0,02 0,03 Rp Juta/lembar 0,03 0,18 Break Event Point kg/tahun 2647,15 481,50 lembar/tahun 119,35 68,35 826,07 Investasi Rp Juta 169,74 465,88 81,22 193,98 ROI % 3,31 15,71-12,88 6,69 Harga Pokok Rp 000,-/kg 172,77 29,17 472,80 236,79 364,13 Kelompok Tani Pallis di Kabupaten Polewali Mandar akan menderita kerugian apabila menjual produknya dalam bentuk kokon, karena biaya produksi kokon per kilogram adalah sebesar Rp 47 ribu lebih besar daripada harga kokon di Kabupaten Polewali Mandar yaitu Rp 38 ribu. kelompok tani juga akan menderita kerugian apabila menjual dalam bentuk benang sutera, karena biaya produksi benang dengan menyertakan biaya produksi kokon per kilogramnya menjadi

37 sebesar Rp 541 ribu lebih besar daripada harga benang sutera di Kabupaten Polewali Mandar yaitu sebesar Rp 400 ribu per kilogram. Hal ini terjadi karena investasi yang dikeluarkan oleh petani mulai dari budidaya murbei, budidaya ulat, hingga pemintalan cukup besar nilainya yaitu Rp 165,6 juta, namun tidak diikuti dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Keputusan Kelompok Tani Pallis untuk menjual produknya dalam bentuk kain sarung, bukan dalam bentuk kokon maupun benang sutera dinilai cukup baik karena petani bisa mengambil nilai tambah dari produk yang dihasilkan sehingga biaya produksi yang tinggi pada tahapan produksi kokon dan benang sutera bisa tertutupi. Kelompok usaha bersama (KUB) Sinar Buntu Kurung di Kabupaten Enrekang yang melakukan kegiatan persuteraan alam hingga tahapan produksi kokon mampu memperoleh keuntungan sebesar Rp 73,21 juta per tahun. Kelompok usaha bersama Sinar Buntu Kurung dapat menggunakan sumber daya seefisien mungkin, besarnya investasi yang dikeluarkan diikuti dengan tingkat produktivitas yang tinggi sehingga pendapatan yang diterima besar. Kegiatan pemintalan benang sutera di UPT Tekstil Enrekang mengalami kerugian karena pendapatan hasil pemintalan yang rendah (Rp 53,92 juta per tahun) tidak mampu menutupi biaya produksi yang dikeluarkan (Rp 64,38 juta per tahun). Kerugian yang diderita oleh UPT Tekstil mencapai Rp 10,46 juta per tahun. Kerugian yang dialami disebabkan biaya tetap yang berupa penyusutan dan bunga modal dari sarana dan prasarana tidak pernah diperhitungkan karena merupakan hibah bantuan dari pemerintah daerah. Pendapatan dari produksi kain ikat pada Pertenunan Nenek Mallomo lebih besar daripada biaya produksi kain, sehingga mendapat keuntungan sebesar Rp 15,38 juta per tahun. Sedangkan hasil pendapatan yang diterima dari produksi kain sarung lebih kecil daripada biaya produksi yang harus dikeluarkan sehingga mendapatkan kerugian sebesar Rp 2,4 juta per tahun. Secara keseluruhan Pertenunan Nenek Mallomo menerima keuntungan sebesar Rp 12,98 juta per tahun. ROI pada kegiatan pemintalan di UPT Tekstil bernilai negatif, sedangkan pada kegiatan produksi kokon di KUB Sinar Buntu Kurung, produksi kain di Pertenunan Nenek Mallomo dan kegiatan persuteraan alam terintegrasi di

38 Kelompok Tani Pallis memiliki nilai yang positif. Nilai ROI untuk kegiatan produksi kokon di KUB Sinar Buntu Kurung yaitu sebesar 15,71%, Pertenunan Nenek Mallomo sebesar 6,69%, dan usaha persuteraan alam terintegrasi Kelompok Tani Pallis sebesar 3,31%. Nilai ROI yang positif menunjukkan bahwa usaha ini menguntungkan, namun apabila suku bunga bank sekitar 12 % per tahun maka ROI pada kegiatan produksi kokon di KUB Sinar Buntu Kurung berada diatas tingkat bunga bank yang ditetapkan. Hal ini berarti dengan menjalankan usaha ini, KUB Sinar Buntu Kurung memperoleh pendapatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan hanya menaruh uang mereka di bank. Harga pokok penjualan dihitung dengan asumsi bahwa petani sutera menginginkan keuntungan sebesar 20% dari biaya produksi yang dikeluarkan. Harga pokok penjualan kain sutera Kelompok Tani Pallis sebesar Rp 173 ribu per unit sarung. Harga pokok penjualan kokon KUB Sinar Buntu Kurung sebesar Rp 29 ribu, benang sutera UPT Tekstil Enrekang sebesar Rp 473 ribu, kain ikat Pertenunan Nenek Mallomo sebesar Rp 237 ribu, dan kain sarung Pertenunan Nenek Mallomo sebesar Rp 364 ribu. Harga pokok penjualan benang sutera UPT Tekstil Enrekang dan kain sarung Pertenunan Nenek Mallomo yang ditetapkan sangat tinggi dan berada di atas harga jual sebenarnya. Hal ini dapat menyebabkan keuntungan menurun bahkan merugi karena biaya produksi tidak dapat tertutupi oleh pendapatannya. Harga pokok penjualan kain sutera Kelompok Tani Pallis, kokon KUB Sinar Buntu Kurung, dan kain ikat Pertenunan Nenek Mallomo yang ditetapkan masih berada dibawah harga jual rata-rata yang berlaku di daerah tersebut sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar. Dengan demikian terlihat bahwa Kelompok Tani Pallis, KUB Sinar Buntu Kurung,dan Pertenunan Nenek Mallomo mendapatkan excess profit dari usaha persuteraan alam ini. 5.4 Sistem Pemasaran dan Dampak Usaha Persuteraan Alam Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Produk utama yang dihasilkan oleh kelompok tani ulat sutera dan kelompok penenun di Kabupaten Polewali Mandar adalah kain sarung sutera mandar. Kelompok Tani Pallis melakukan sendiri semua tahapan persuteraan alam mulai

39 dari produksi kokon, produksi benang, hingga menjadi kain. Kelompok Tani Pallis menenun benang sutera mereka sendiri hingga menjadi kain sarung sutera mandar. Kain hasil produksi kemudian dijual kepada pedagang pengumpul yang ada di Pasar Pambusuang dan Pasar Tinambung dengan harga Rp 140 ribu-rp 180 ribu. Selain dari kelompok tani ulat sutera, pedagang pengumpul juga mendapatkan sarung sutera mandar dari kelompok penenun dengan cara memberikan benang sutera kepada para penenun dan membayar upah menenun mereka untuk satu kain yang dihasilkan sebesar Rp 75 ribu-rp 100 ribu. Produk kain sarung sutera mandar yang dibeli oleh pedagang pengumpul selanjutnya dijual lagi kepada toko pengecer maupun konsumen akhir dengan harga sebesar Rp 250 ribu-rp 300 ribu. Dapat dilihat bahwa pedagang pengumpul memiliki margin keuntungan yang lebih besar dibandingkan para petani. Hal ini terjadi karena Kelompok Tani Pallis kurang memiliki pengetahuan pemasaran yang baik serta keterbatasan akses pasar dibandingkan dengan pedagang pengumpul. Kelompok Tani Pallis berharap adanya semacam koperasi sebagai wadah untuk membantu dalam hal pemasaran dan kepastian harga bagi produk kain sarung sutera mandar mereka, sehingga keuntungan petani dapat meningkat. Alur distribusi produk kain sutera di Kabupaten Polewali Mandar dapat dilihat pada Gambar 13. Kelompok Tani Ulat Sutera Kelompok Penenun Pedagang Pengumpul Pasar Pambusuang Pedagang Pengumpul Pasar Tinambung Toko Konsumen Keterangan: = Produk kain sutera Gambar 13 Alur distribusi pemasaran kain sutera di Kabupaten Polewali Mandar.

40 Kelompok Usaha Bersama (KUB) Sinar Buntu Kurung di Kabupaten Enrekang melakukan budidaya ulat sutera yang menghasilkan produk berupa kokon. Kokon tersebut kemudian dipasarkan ke UPT Tekstil atau ke KUB pemintalan milik petani untuk dipintal hingga menjadi benang sutera. Benang sutera yang dihasilkan selanjutnya dijual kepada usaha dan industri pertenunan yang berada di luar Kabupaten Enrekang seperti di Pertenunan Nenek Mallomo di Kabupaten Sidrap, Kabupaten Sengkang, Kabupaten Wajo, dan Kabupaten Polman. Konsumen akhir bisa mendapatkan produk kain sutera dengan membeli di toko atau langsung membeli kepada pengrajin tenun sutera. Usaha Pertenunan Nenek Mallomo memasarkan produknya langsung di tempat. Karena lokasi usaha pertenunannya terletak di pinggir jalan poros antara Kota Makassar dan Kabupaten Tana Toraja, sehingga pertenunan nenek mallomo menjadi tempat persinggahan bagi para wisatawan untuk melihat proses menenun dan juga sekaligus untuk membeli cindera mata berupa kain sutera. Alur distribusi persuteraan alam di Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada Gambar 14. Usaha persuteraan alam berdampak sangat positif bagi masyarakat. Usaha persuteraan sudah menjadi mata pencaharian utama bagi masyarakat di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang. Usaha ini sangat baik dalam menyerap tenaga kerja, walaupun tenaga kerja tersebut masih muda ataupun tidak memiliki pendidikan yang tinggi sekalipun. Proyeksi penyerapan tenaga kerja untuk pemeliharaan satu boks ulat sutera yaitu, pada tahap budidaya murbei dan pemeliharaan ulat 3 orang, pemintalan 2 orang, dan pertenunan 4 orang. Sifatnya yang padat karya sehingga membuat usaha persuteraan alam dapat mengurangi tingkat pengangguran khususnya di pedesaan. Usaha persuteraan alam merupakan sektor usaha yang banyak menyerap tenaga kerja terutama tenaga kerja wanita pada proses pertenunan selain itu usaha ini juga memberikan nilai tambah yang tinggi apabila dikerjakan hingga menjadi produk kain. Nilai tambah suatu produk diperoleh jika produk tersebut mengalami proses produksi dan menjadi produk yang lebih kompleks dengan harga jual yang lebih mahal. Nilai tambah yang dihitung adalah nilai tambah dari bahan baku kokon yang diolah menjadi produk benang dan kemudian menjadi produk kain.

Pedagang Pasar Sudu Kelompok Usaha Bersama Ulat Sutera Keterangan: = Produk kokon = Produk benang = Produk kain sutera KUB Pemintalan Kab. Enrekang UPT Tekstil Enrekang Penenun Pedagang Pengumpul Kab. Sidrap Hj. Suhu Industri Pertenunan Kab. Wajo H. Kurnia Industri Pertenunan Kab. Sengkang H. Sultan KUB Pertenunan Nenek Mallomo Kab. Sidrap Usaha Pertenunan Kab. Polman H. Hadrawi Toko Konsumen Gambar 14 Alur distribusi persuteraan alam di Kabupaten Enrekang. 41

42 Nilai tambah yang diperoleh pada proses pengolahan bahan baku kokon hingga menjadi kain di Kabupaten Polewali Mandar adalah sebesar Rp 54 ribu per unit kain. sedangkan di Kabupaten Enrekang kokon yang diolah menjadi kain ikat memperoleh nilai tambah sebesar Rp 61 ribu per unit kain, apabila diolah menjadi kain sarung nilai tambah yang diperoleh sebesar Rp 27 ribu. Dari hasil perhitungan nilai tambah produk kokon baik di Kabupaten Polewali Mandar maupun di Kabupaten Enrekang akan semakin tinggi seiring dengan proses produksi yang dijalankan. Kendala yang dihadapi saat ini seperti keterbatasan akses pasar oleh para petani ulat sutera di Kabupaten Polewali Mandar serta serangan virus hingga menyebabkan kematian pada ulat dan menyebabkan gagal panen kokon di Kabupaten Enrekang, membuat banyak petani ulat sutera yang beralih untuk menanam komoditi perkebunan yang lain seperti kol, kakao, bawang merah ataupun memilih untuk beternak kambing. Namun salah satu faktor yang menyebabkan usaha persuteraan alam tetap bertahan di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang karena usaha ini sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat di kedua kabupaten dan provinsi tersebut.