NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

hal- ii Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2017

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Pemerintah Provinsi Bali

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BALI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

R K P D TAHUN 2014 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB III PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016

PEMERINTAH PROVINSI BANTEN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan Imam Bonjol Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Mukomuko Kode Poss 38364

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN

Analisis Isu-Isu Strategis

Kajian Ekonomi Regional Banten

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2015 (KUA APBD PERUBAHAN T.A. 2015)

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

5.1 ARAH PENGELOLAAN APBD

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 3 RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016

Transkripsi:

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 910/MoU.15 - Huk/2011 NOMOR : 164/09/DPRD/ XI/2011902/2010 TANGGAL : 17 November 2011 2009 TENTANG KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM APBD Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pemerintah daerah wajib menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), juga merupakan pedoman dalam menyusun Rancangan Kebijakan Umum APBD sebagai bahan pembahasan dalam rapat pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) untuk disepakati bersama antara DPRD Provinsi dengan Pemerintah Provinsi menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA). Kebijakan Umum Anggaran Tahun Anggaran 2014 yang juga merupakan kebijakan politik pemerintahan daerah dirumuskan dengan maksud agar proses penyusunan APBD dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta mampu secara komprehensif mengakomodir dinamika pembangunan pusat dan daerah sehingga dapat mempertahankan sinergitas pencapaian tujuan pembangunan pemerintah pusat dan daerah, sekaligus menjadi indikator kinerja yang akan digunakan dalam menilai efektivitas pelaksanaannya selama kurun waktu satu tahun ke depan. I - 1

Selanjutnya Kebijakan Umum Anggaran Tahun Anggaran 2014 merupakan dasar dalam menyusun Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 201 4, serta Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA -SKPD) Tahun Anggaran 2014 di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten dalam menyelenggarakan pembangunan selama satu tahun anggaran, yang disusun dengan mengacu pada kebijakan pemerintah pusat yang tertuang dalam RKP tahun 2014 dan kebijakan pemerintah daerah dalam RKPD tahun 2014. Berdasarkan hal tersebut diatas, dan sejalan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah untuk kedua kali dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2014 memuat pernyataan tentang kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah dan strategi pencapaiannya. Strategi pencapaian dimaksud perlu memuat langkah-langkah kongkrit dalam mencapai target yang ditetapkan melalui program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah. 1.2. TUJUAN PENYUSUNAN KUA Tujuan penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Provinsi Banten Tahun Anggaran 2014 adalah : I - 2

1. Sebagai landasan untuk penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2014; 2. Sebagai dasar untuk menentukan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2014; 3. Sebagai dasar bagi Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk menilai Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Banten Tahun Anggaran 2014; 4. Merupakan dasar dalam pelaksanaan pengawasan terhadap Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014. 1.3. DASAR HUKUM PENYUSUNAN KUA Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2014 disusun dengan berlandaskan pada peraturan perundang-undangan sebagai berikut : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); I - 3

4. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); I - 4

9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik In donesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat I - 5

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembara n Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Master Plan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025; 19. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5272); I - 6

20. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 91); 21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 517); 23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014; 24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; I - 7

25. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2007 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2007 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 4); 26. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2011 Nomor 1); 27. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2011 Nomor 9); 28. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2012 tentang Penyertaan Modal Daerah ke Dalam Modal PT. Bank Jabar Banten Syari ah dan Penambahan Penyertaan Modal Daerah ke Dalam Modal PT. Banten Global Development; 29. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pembangunan Infrastruktur Jalan dengan Penganggaran Tahun Jamak (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2012 Nomor 2); 30. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2012 Nomor 3); 31. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Banten Tahun 2012-2017 (Lembaran Daerah Prov insi Banten Tahun 2012 Nomor 4); I - 8

32. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Banten; 33. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pembentukan PT. Penjaminan Kredit Daerah Banten; 34. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 4 Tahun 2013 tentang Penyertaan Modal Daerah Dalam PT. Penjaminan Kredit Daerah Banten; 35. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penambahan Penyertaan Modal Daerah Kepada PT. Banten Global Development Untuk Pembentukan BPD Banten; 36. Peraturan Gubernur Banten Nomor 13 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Banten Tahun 2014; I - 9

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran berdasarkan pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2014 yang akan digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan RAPBD. Pada Kerangka Ekonomi Makro Daerah serta Kerangka Kebijakan Penganggaran Pembangunan Daerah Tahun Anggaran 2014 sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Banten (RKPD) Tahun 2014 memberikan gambaran perkembangan dan kerangka perekonomian daerah Provinsi Banten yang telah dicapai sampai tahun 2012 dan perkiraan capaian tahun 2013, serta langkah langkah kebijakan pokok dalam penganggaran daerah Tahun 2014. Kerangka ekonomi makro daerah Tahun 2014 tidak dapat dilepaskan dari arah kebijakan dan perkembangan berbagai kinerja ekonomi makro tahun berjalan 2013, dan prospeknya dalam tahun 2014, yang sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja makro ekonomi daerah tahun tahun sebelumnya. 2.1 PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI MAKRO DAERAH TAHUN 2012 DAN PERKIRAAN TAHUN 2013 Dari hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah, dapat dikatakan bahwa kondisi perekonomian Provinsi Banten telah mampu menunjukan peningkatan dilihat dari indikator-indikator perekonomian makro, seperti Laju Pertumbuhan Ekonomi, Laju Inflasi, Penduduk II - 1

Miskin, Pengangguran, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan per-kapita (PDRB per kapita), dan Investasi. (1) Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) LPE Provinsi Banten menunjukkan trend yang terus meningkat. Tahun 2010 LPE Provinsi Banten adalah sebesar 6,11 meningkat mencapai 6,43% pada tahun 2011, tetapi pada tahun 2012 mengalami perlambatan menjadi 6,15%. Namun demikian masih dalam koridor target RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012-2017. Sesuai dengan perkembangan ekonomi pada triwulan II dan III yang mengalami tekanan, maka laju pertumbuhan ekonomi pada P-APBD TA. 2013 diturunkan proyeksinya menjadi 5,7-6,0 %. (2) Tingkat Inflasi Sebagaimana penyesuaian target laju pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan mengalami pelemahan, maka tingkat inflasi sebagai pengurangan pada laju pertumbuhan ekonomi sesuai dengan PDRB atas dasar harga berlaku, maka tingkat inflasi disesuaikan menjadi 9,5-11,0 %. Tekanan terbesar dimulai dari bulan Juni sebagai dampak kebijakan kenaikan BBM, diikuti dengan penerimaan murid baru dan Hari Raya Idul Fitri pada bulan Agustus. (3) Penduduk Miskin Jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten dari tahun ke tahun telah berhasil diturunkan. Tahun 2010 jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten sebesar 751.000 atau 7,46%, turun menjadi 690.874 orang atau 6,26% pada tahun 2011, dan kembali turun II - 2

menjadi 648.254 orang atau 5,71% pada tahun 2012. (4) Pengangguran Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Banten dari tahun ketahun telah berhasil diturunkan. Tahun 2010 TPT di Provinsi Banten adalah sebesar 14,16%, turun menjadi 13,06% pada tahun 2011, dan kembali turun menjadi 10,10% pada tahun 2012. (5) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Angka PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku selama 3 (tiga) tahun terakhir menunjukan grafik yang terus meningkat. Tahun 2010 PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku adalah sebesar 171.747,58, naik menjadi 192.227,49 pada tahun 2011 dan kembali naik menjadi 212.856,62 pada tahun 2012 terjadi peningkatan sebesar Rp.20,63 Triliyun Sektor ekonomi yang menghasilkan nilai tambah bruto produk barang dan jasa terbesar pada tahun 2012 adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp. 97,80 triliun, diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 40,96 triliun, dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. 20,15 triliun. Meningkatnya PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku sejalan pula dengan meningkatnya PDRB Provinsi Banten atas dasar harga konstan. Besaran PDRB Provinsi Banten atas dasar harga konstan pada tahun 2012 mencapai Rp.99,99 triliun atau naik Rp.5,78 triliun dibandingkan tahun 2011 sebesar Rp.94,21 triliun. II - 3

(6) Pendapatan per-kapita (PDRB per kapita) PDRB bila dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun akan menggambarkan nilai PDRB per kapita atau merupakan pendekatan ukuran tingkat kemakmuran penduduk suatu wilayah. PDRB per kapita Provinsi Banten atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 mencapai 18,92 juta rupiah atau meningkat 8,39 persen bila dibandingkan dengan tahun 2011 (17,46 juta rupiah). Begitu juga dengan PDRB Provinsi Banten per kapita atas dasar harga konstan pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan menjadi 3,90 persen, yaitu dari Rp.8,56 juta di tahun 2011 menjadi Rp.8,89 juta di tahun 2012. (7) Investasi Optimisme pelaku usaha terkait investasi di Banten semakin meningkat seiring meningkatnya potensi konsumsi domestik/nasional dan perkiraan pencapaian status investment grade bagi Indonesia pada periode yang akan datang. Kinerja investasi diperkirakan meningkat tercermin dari meningkatnya angka pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto pada komponen PDRB Banten dari 8,39% pada tahun 2011 menjadi 15,37% pada tahun 2012. Pertumbuhan proyek-proyek konstruksi baru di pemukiman serta pusat perdagangan dan industri, serta penyelesaian kegiatan ekspansi usaha yang dilakukan selama tahun 2012 menjadi salah satu penyebab peningkatan kontribusi PMTB dalam struktur ekonomi Banten. II - 4

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI terbaru, tercatat Penanaman Modal Asing (PMA) di wilayah Banten pada tahun 2011 jauh melebihi tahun 2010. Jumlah realisasi PMA pada tahun 2011 mencapai 300 proyek dengan nilai investasi sebesar USD 2,17 miliar, sementara itu tahun 2010 hanya sebanyak 280 proyek dengan nilai USD 1,54 miliar atau terdapat peningkatan sebanyak 20 proyek atau senilai USD 0,63 miliar. Di sisi lain, realisasi investasi dalam negeri di Banten mengalami penurunan dari sebanyak 75 proyek pada tahun 2010 (Rp 5,85 triliun) menjadi sebanyak 68 proyek (senilai Rp 4,10 triliun) pada tahun 2011. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa investor yang berminat di wilayah Banten cenderung berasal dari investor luar negeri. Selanjutnya, upaya peningkatan investasi melalui perbaikan proses kemudahan perijinan, kesiapan lahan industri dan infrastruktur serta promosi investasi tidak saja dilakukan untuk investor luar negeri tetapi juga perlu ditujukan bagi investor dalam negeri. Struktur investasi Banten sampai saat ini dibentuk dari sektor swasta dan rumah tangga, yang terdiri dari sumbangan sektor K-UMKM sebesar 48,78%, sedangkan sektor Pemerintah terdiri dari APBN 8,01, APBD Provinsi Banten 3,34%, dan APBD kabupaten/kota 7,35% dan PMA/PMDN 32,52%. II - 5

Tabel 2.1 Perkembangan Investasi Provinsi Banten Tahun 2009 2011 Tahun Proyek PMDN PMA Total Investasi PMA Investasi Investasi & PMDN Investasi Proyek (milyar rupiah) (US$. Juta) (rupiah) 2009 23 5.471,0 92 1.320,0 19.099.114.628.798 2010 75 5.852,6 280 1.544,2 19.710.000.000.000 2011 68 4.298,6 300 2.171,7 25.544.400.000.000 Sumber: Data Perkembangan Penanaman Modal Edisi Desember 2012, BKPM RI Catatan : (Asumsi nilai tukar USD mengikuti ketetapan BI pada masa tahun laporan) Perkembangan investasi secara real dapat dilihat juga dari neraca perbankan yang membandingkan antara dana pihak ketiga yang disimpan di lembaga perbankan dibandingkan dengan posisi pinjaman yang diberikan berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Banten. Jumlah dana pihak ketiga yang disimpan di Bank Umum di Banten per November 2012 sebesar 85,244 trilyun rupiah dan jumlah pinjaman yang diberikan berdasarkan lokasi proyek sebesar 147,549 trilyun rupiah. Hal ini dapat disimpulkan terjadi aliran modal atau investasi dari luar wilayah Provinsi Banten ke wilayah Provinsi Banten sebesar 62,305 trilyun rupiah. Investasi terbesar berada di Kabupaten Tangerang, dimana pinjaman berdasarkan lokasi proyek sebesar 74,773 trilyun rupiah dan dana pihak ketiga sebesar 34,506 trilyun rupiah, sehingga jumlah investasi yang masuk sebesar 40,267 trilyun. Investasi terbesar kedua berada di Kota Cilegon, dimana jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank umum berdasarkan lokasi proyek sebesar 14,963 trilyun rupiah, sementara dana simpanan pihak ketiga sebesar 6,555 trilyun rupiah, sehingga investasi yang II - 6

masuk sebesar 8,608 trilyun rupiah. Investasi terbesar ketiga berada di Kabupaten Serang, dimana jumlah pinjaman yang diberikan oleh Bank umum sebesar 11,512 trilyun rupiah, sementara dana simpanan pihak ketiga sebesar 3,452 trilyun rupiah, sehingga investasi yang masuk sebesar 8,060 trilyun rupiah. Investasi mengalir juga ke Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang, dimana nilainya masing-masing sekitar 4 trilyun rupiah. Walaupun Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang aktivitas ekonomi utamanya di sektor pertanian, terjadi pula peningkatan investasi yang relatif besar dibandingkan dengan jumlah simpanan dana pihak ketiga yang hampir sepuluh kali lipat, dimana dana simpanan pihak ketiga Kabupaten Lebak sebesar 413 miliar rupiah dan posisi pinjaman sebesar 4,216 trilyun rupiah. Dana simpanan pihak ketiga Kabupaten Pandeglang sebesar 477 miliar rupiah, sementara posisi pinjaman yang diberikan bank umum sebesar 4,548 trilyun rupiah. Berdasarkan data-data tersebut, investasi berdasarkan aliran uang (perbandingan jumlah tabungan dengan kredit) Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang, merupakan yang paling tinggi, mencapai sekitar 1.000 persen. II - 7

2.2. RENCANA TARGET EKONOMI MAKRO DAERAH TAHUN 2014 Dalam merumuskan prospek perekonomian daerah Tahun 2014 mendatang, tentunya perlu memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi Indonesia Tahun 2014 sebagaimana dirumuskan dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014. Berbagai hambatan di dalam negeri yang belum terselesaikan serta kemungkinan cuaca ekstrem di dalam negeri akan dihadapi dengan berbagai langkah yang tepat, antara lain: (i) penguatan ekonomi domestik melalui investasi agar daya beli meningkat (ii) meningkatkan efektivitas belanja negara, baik dari arah belanja negara tersebut maupun dari penyerapannya, terutama yang terkait dengan prioritas belanja negara untuk infrastruktur, serta (iii) peningkatan efektivitas penerimaan negara dengan sekaligus pengurangan defisit anggaran. Dengan langkahlangkah ini, secara keseluruhan momentum pembangunan yang sudah dicapai pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 dapat dipertahankan pada tahun 2013, dan dapat ditingkatkan pada tahun 2014. Dengan kemajuan yang dicapai pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 dan masalah yang diperkirakan masih dihadapi hingga tahun 2013, tantangan pokok yang dihadapi pada tahun 2014 adalah sebagai berikut : 1) Memantapkan Perekonomian Nasional. Dorongan akan diberikan pada peningkatan investasi, industri pengolahan nonmigas, daya saing ekspor, peningkatan efektivitas II - 8

penerimaan negara, penguatan penyerapan belanja negara, serta pemantapan ketahanan pangan dan energi. 2) Menjaga Stabilitas Ekonomi. Perhatian akan diberikan pada langkah-langkah yang terpadu untuk menjaga stabilitas harga di dalam negeri dan nilai tukar, yang dihadapkan pada tingginya resiko harga komoditi baik migas maupun non-migas, serta pengendalian arus modal yang dapat membahayakan perekonomian. 3) Mempercepat Pengurangan Pengangguran dan Kemiskinan. Langkah-langkah akan dipusatkan pada upaya-upaya yang mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih besar serta menjangkau masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan program-program pemberdayaan yang tepat. Selanjutnya dengan memperhatikan kondisi ekonomi makro nasional tahun 2012 dan perkiraan ditahun 2013 di atas serta tantangan pokok yang akan dihadapi pada tahun 2014, maka laju pertumbuhan ekonomi tahun 2014 ditargetkan tumbuh sebesar 6,8-7,2 persen, laju inflasi 4,5 % (+/ - 1%), penurunan pengangguran terbuka 5,0-6,0 persen dan penduduk miskin 8,0-10,0 persen. Untuk lebih jelasnya tentang perkembangan dan sasaran ekonomi makro tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 2.2. II - 9

Tabel 2.2. Perkembangan dan Sasaran Ekonomi Makro Nasional Tahun 2010-2014 No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 (Perkiraan) (Sasaran) 1 Laju Pertumbuhan ekonomi (Persen) 6,2 6,5 6,2 6,5 6,8-7,2 2 Laju Inflasi 7,0 3,8 4,3 4,9 4,5 (+/- 1%) (Persen) 3 Penduduk 13,33 12,49 11,96 9,5-10,5 8,0-10,0 Miskin (Persen) 4 Pengangguran Terbuka (Persen) 7,1 6,6 6,1 5,8-6,1 5,0-6,0 Berdasarkan analisis atas hasil evaluasi kinerja pembangunan yang telah dicapai, memperhatikan prospek perekonomian nasional, permasalahan yang dihadapi, maka tantangan perekonomian di Provinsi Banten pada tahun 2014 antara lain yaitu: 1) Penciptaan Lapangan Kerja Penciptaan lapangan pekerjaan di Provinsi Banten pada tahun 2014 menjadi target kinerja prioritas, mengingat beban angkatan kerja terbuka masih sebesar 10, 10 % ditambah jumlah tenaga kerja yang setengah bekerja atau bekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 35 jam per minggu sebesar 3,3 %. Sehingga beban nyata dalam penyediaan lapangan pekerjaan mencapai 13,36 %. Daya saing ketenagakerjaan memiliki beban, mengingat penduduk bekerja pada tahun 2011 yang memiliki pendidikan SMP ke bawah masih tetap mendominasi, yaitu sebesar 59,78 % atau sebanyak 2.708.051 orang. Sedangkan penduduk bekerja dengan pendidikan SLTA keatas sebesar 1.821.609 (40,22 %) orang yang terdiri dari pendidikan SLTA 1.352.972 orang ( 29,87%) dan penduduk yang bekerja dengan pendidikan tinggi sebesar 468.637 (10,35 %). II - 10

2) Penanggulangan Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Banten pada September 2012 mencapai 648.254 orang (5,71 persen), berkurang 4.544 orang (0,14 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang sebesar 652.798 orang (5,71 persen). Selama periode Maret - September 2012, penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sekitar 450 orang (dari 333.003 orang pada Maret 2012 menjadi 333.453 orang pada September 2012), sementara di daerah perdesaan berkurang 4.994 orang (dari 319.795 orang pada Maret 2012 menjadi 314.801 orang pada September 2012). Di sisi lain, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2012 sebesar 4,46 persen, menurun menjadi 4,41 persen pada September 2012. Begitu juga dengan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan, yaitu dari 8,65 persen pada Maret 2012 menurun menjadi 8,31 persen pada September 2012. Pada periode Maret-September 2012, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan meningkat. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin jauh dari Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin melebar. 3) Porsi Investasi Domestik Masih Sangat Rendah Berdasarkan Data Indef, 75% dari sektor investasi dikuasai asing, sementara investasi domestik cuma menyumbang 25%. Hal ini menegaskan bahwa kegiatan ekonomi harus diarahkan pada peningkatan produksi ekonomi lokal dengan basis UMKM. II - 11

4) Penegakan Kedaulatan Ekonomi Saat ini tak sedikit pelaku ekonomi domestik yang merasa sulit mengembangkan usahanya di negerinya sendiri karena semakin kalah bersaing dengan pelaku asing. Banyak kegiatan usaha di sektor strategis seperti sektor pertambangan, bank, industri dan sebagainya dikuasai investor asing. 5) Penanggulangan Ketimpangan Pendapatan Gini Rasio (GR) sebagai alat ukur ketimpangan pendapatan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pada 2004 GR sebesar 0,33, tetapi pada 2011 sudah meningkat menjadi 0,41. Artinya, ketimpangan pendapatan kian meningkat. Dengan didasarkan pada konsep membangun kerjasama. Pembangunan ekonomi diarahkan sebagai bidang yang mampu menggerakan bidang lain melalui percepatan transformasi ekonomi agar kesejahteraan rakyat lebih cepat terwujud. Ditargetkan melalui kerangka MP3EI bahwa pada tahun 2025 Indonesia sudah menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita antara USD 14.250 USD 15.500 dan nilai total perekonomian (PDB) antara USD 4,0 4,5 triliun. Syarat pencapaiannya adalah pertumbuhan ekonomi riil yang tinggi dan konsisten disertai pengendalian inflasi. Pertumbuhan ekonomi riil yang diharpakan sebesar 6,4-7,5 % pada tahun 2011-2014 dan 8,0-9,0% pada periode 2015-2025, sedangkan inflasinya ditekan hingga mencapai 3,0% pada tahun 2025. Beberapa tantangan yang diprediksi menghadang rencana tersebut adalah struktur ekonomi Indonesia yang masih didominasi sektor pertanian dan industri ekstraktif, kesenjangan pembangunan II - 12

antar kawasan Barat dan Timur Indonesia, biaya pembangunan infrastruktur yang mahal, ketersediaan sumberdaya manusia berkualitas, angka urbanisasi yang menambah beban kota, dan terakhir berupa ancaman kenaikan permukaan air laut karena pemanasan global. Untuk itu, pemerintah baik pusat maupun daerah perlu berkolaborasi dengan dunia usaha baik investor domestik maupun mancanegara. Salah satunya dengan membuat regulasi yang memungkinkan terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan baru. Untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru, pembangunan ekonomi diarahkan pada 8 program utama dan 22 kegiatan utama. Sebagai prasyarat terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan baru adalah peran aktif pemerintah pusat dan daerah, pelibatan dunia usaha, reformasi kebijakan keuangan negara, reformasi birokrasi, penciptaan konektivitas antar wilayah, kebijakan ketahanan pangan, air dan energi, serta jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Mengacu pada tantangan pokok perekonomian daerah, maka dalam merumuskan prospek perekonomian daerah tahun 2014 mendatang, perlu memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi nasional tahun 2014. Perbandingan kondisi ekonomi makro Provinsi Banten dan Nasional pada tahun 2014 terlihat sebagaimana Tabel 2.3. II - 13

Tabel 2.3 Perbandingan Sasaran Ekonomi Makro Provinsi Banten dan Nasional Tahun 2012-2014 (%) No 1 Uraian Indikator Laju Pertumbuhan Ekonomi Realisasi 2012 Target 2013 Target 2014 Banten Nasional Banten Nasional Banten Nasional 6,15 6,23 6,5-6,7 6,5 6,6-6,8 6,8-7,2 2 Laju Inflasi 4,37 4,3 4,7 4,9 4,5 ± 1 4,5 ± 1 3 Penduduk Miskin 5,71 11,96 5,5-5,2 9,5-10,5 5,3-5,0 8,0-10,0 4 Pengangguran Terbuka 10,13 6,1 10,24 5,8-6,1 9,74 5,0-6,0 Sumber : RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012-2017 dan Rancangan RKP Tahun 2014 Berdasarkan analisis atas hasil evaluasi kinerja pembangunan nasional yang telah dicapai, untuk indikator inflasi dan pengangguran di tahun 2014 berdasarkan trend/kecenderungan realisasi tahun berjalan dan tahun-tahun sebelumnya, akan mudah untuk dicapai. Namun dua indikator lainnya yaitu pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan, dibutuhkan kerja keras yang lebih agar target di tahun 2014 dapat tercapai. Sedangkan untuk Provinsi Banten, analisis atas hasil evaluasi kinerja pembangunan yang telah dicapai, untuk indikator pertumbuhan ekonomi, inflasi dan pengangguran di tahun 2014 berdasarkan trend/kecenderungan realisasi tahun berjalan dan tahun tahun sebelumnya, akan mudah untuk dicapai. Pada Tahun 2014, pembangunan perekonomian daerah Provinsi Banten diarahkan untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi agar mampu memecahkan permasalahan sosial mendasar terutama kemiskinan dan pengangguran. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi aktif masyarakat dan swasta (dunia usaha) sebagai pilar dan pelaku utama pembangunan. Disamping itu II - 14

pembangunan ekonomi daerah Provinsi Banten ditempuh untuk meningkatkan pemerataan dan sekaligus mendorong pengelolaan potensi pembangunan yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal, antara lain pada sektor pertanian, sektor industri yang berbasis pertanian, industri rakyat dan pariwisata. Dalam kaitan tersebut diatas, pertumbuhan ekonomi didorong terutama dengan meningkatkan investasi. Peningkatan investasi dilakukan dengan mengurangi hambatan-hambatan yang ada yaitu dengan menyederhanakan prosedur perijinan, mengurangi tumpang tindih kebijakan, meningkatkan kepastian hukum terhadap usaha, menyehatkan iklim ketenagakerjaan, meningkatkan penyediaan infrastruktur dan energi, dan lain-lain. II - 15

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Kondisi ekonomi makro tahun 2014 akan mempengaruhi Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Banten pada Tahun 2014, dengan memperhatikan berbagai kondisi yang terjadi di tingkat daerah, nasional maupun global. Stabilitas ekonomi makro merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat. 3.1. ASUMSI DASAR YANG DIGUNAKAN DALAM RAPBN 2014 Dengan kemajuan yang dicapai sampai dengan tahun 2012 dan masalah yang diperkirakan masih dihadapi hingga tahun 2013, tantangan pokok yang dihadapi pada tahun 2014 adalah sebagai berikut : 1. MEMANTAPKAN PEREKONOMIAN NASIONAL. Dorongan akan diberikan pada peningkatan investasi, industri pengolahan nonmigas, daya saing ekspor, penguatan penyerapan belanja negara, serta pemantapan ketahanan pangan dan energi. 2. MENJAGA STABILITAS EKONOMI. Perhatian akan diberikan pada langkah-langkah yang terpadu untuk menjaga stabilitas harga di dalam negeri dan nilai tukar, yang dihadapkan pada tingginya III - 1

resiko harga komoditi baik migas maupun non-migas, serta pengendalian arus modal yang dapat membahayakan perekonomian. 3. MEMPERCEPAT PENGURANGAN PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN. Langkah-langkah akan dipusatkan pada upayaupaya yang mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih besar serta menjangkau masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan program-program pemberdayaan yang tepat. Kebijakan ekonomi makro pada tahun 2014 diarahkan sejalan dengan tema pembangunan nasional RKP 2014 yaitu Memantapkan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan. Dengan arah kebijakan ekonomi makro di atas serta dengan memperhatikan lingkungan eksternal dan internal, pertumbuhan ekonomi tahun 2014 ditargetkan untuk tumbuh sebesar 6,8-7,2 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas ekonomi yang terjaga tersebut, pengangguran terbuka akan menurun menjadi berkisar antara 5,0-6,0 persen dari angkatan kerja dan jumlah penduduk miskin menjadi berkisar antara 8,0-10,0 persen pada tahun 2014. Dengan memperhatikan kondisi makro ekonomi di atas, dalam merumuskan arah kebijakan keuangan daerah mendatang memperhatikan asumsi makro ekonomi nasional tahun 2014, yaitu : 1. Mendukung pertumbuhan perekonomian nasional dengan melanjutkan program program stimulus fiskal, yang antara lain : III - 2

a. Defisit Proyeksi RAPBN 2014 diperkirakan sebesar 1,50 % PDB; b. Pertumbuhan Ekonomi Nasional diproyeksikan sebesar 6,8-7,2%; c. Inflasi pada angka 4,5 ± 1 %; d. Pengangguran terbuka 5,0 6,0 %; e. Penduduk miskin 8,0 10,0 %. 2. Belanja negara diperkirakan mencapai Rp1.900 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar 10,7 persen terhadap PDB dan transfer ke daerah sebesar 5,2 persen terhadap PDB; 3. Mempertahankan rasio anggaran untuk Fungsi Pendidikan sebesar 20 % dalam Belanja Negara. Tabel 3.1; Asumsi Ekonomi Makro Nasional Tahun 2014 NO INDIKATOR EKONOMI RKP 2014 (Proyeksi) 1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,8 7,2 2. Tingkat Inflasi (%) 4,5 ± 1 3. Pengangguran terbuka (%) 5,0-6,0 4. Penduduk miskin (%) 8,0 10,0 Sumber : Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2014 3.2. LAJU INFLASI Inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi yang cukup penting, karena berpengaruh langsung terhadap daya beli masyarakat. Jika inflasi terlalu tinggi, akan menurunkan daya beli masyarakat yang kemudian akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. III - 3

Inflasi di Provinsi Banten sepanjang tahun 2012 tetap terkendali pada level yang rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi sebesar 5,0 persen. Terkendalinya inflasi tersebut sebagai hasil dari sinergi kebijakan fiskal, moneter, dan sektoral dan didukung oleh meningkatnya koordinasi kebijakan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Inflasi tahun 2012 mencapai 4,37 persen. Selain itu, terjaganya inflasi juga didukung oleh koordinasi yang semakin intensif antara Bank Indonesia dan pemerintah daerah melalui forum TPID (Tim pengendali Inflasi Daerah), terutama pada upaya peningkatan produksi, kelancaran distribusi, dan stabilitas harga pangan strategis. Laju inflasi tahun kalender (Januari 2013 April 2013) tercatat 2,99 persen sementara Inflasi Year on Year (IHK April 2013 terhadap IHK April 2012) sebesar 6,47 persen. Inflasi ini terjadi karena dipicu oleh turunnya Indeks 2 (dua) kelompok pengeluaran yakni : kelompok bahan makanan turun 0,61 persen dan kelompok sandang -1,26 persen. Sementara itu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik 0,30 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,26 persen; kelompok kesehatan 0,25 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,17 persen serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 0,04 persen. Kondisi inflasi Banten pada level yang rendah didorong oleh relatif stabilnya kondisi pasokan komoditas bahan makanan dan makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta harga-harga komoditas yang ditetapkan oleh pemerintah. Memperhatikan kondisi tersebut III - 4

Laju inflasi dapat dipertahankan dengan angka di bawah 5 % melalui ketersediaan pangan yang cukup, aman dan terjangkau. 3.3. PERTUMBUHAN PDRB Angka PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku selama 3 (tiga) tahun terakhir menunjukan grafik yang terus meningkat. Tahun 2010 PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku adalah sebesar 171.747,58, naik menjadi 192.227,49 pada tahun 2011 dan kembali naik menjadi 212.856,62 pada tahun 2012 terjadi peningkatan sebesar Rp.20,63 Triliyun. Sektor ekonomi yang menghasilkan nilai tambah bruto produk barang dan jasa terbesar pada tahun 2012 adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp. 97,80 triliun, diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 40,96 triliun, dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. 20,15 triliun. Meningkatnya PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku sejalan pula dengan meningkatnya PDRB Provinsi Banten atas dasar harga konstan. Besaran PDRB Provinsi Banten atas dasar harga konstan pada tahun 2012 mencapai Rp.99,99 triliun atau naik Rp.5,78 triliun dibandingkan tahun 2011 sebesar Rp.94,21 triliun. 3.4. LAIN-LAIN ASUMSI Beberapa asumsi yang berkaitan dengan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2014, antara lain : III - 5

1. Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDRB (Tax Ratio) diharapkan berkisar antara 1,0 1,1 %. Peningkatan tax ratio tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan, potensi dan perkembangan perekonomian sehingga tidak menghambat atau mematikan perkembangan kegiatan ekonomi yang menjadi basis pajak; 2. Kebutuhan belanja daerah akan meningkat dengan tetap mempertahankan efektivitas Belanja Pegawai, Belanja Barang / Jasa serta Belanja Modal, yang merupakan bagian dari belanja daerah yang tidak dapat ditunda agar tetap dapat menjaga kelangsungan roda pemerintahan; 3. Mengacu Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2014, maka Tema dan Prioritas Pembangunan Daerah Provinsi Banten Tahun 2014 adalah : Percepatan dan Perluasan Perekonomian Banten untuk Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan Unsur-unsur yang terkandung dalam tema Tema Provinsi Banten Tahun 2014 antara lain: RKPD 1) Pemantapan Perekonomian Banten; a. Peningkatan konektivitas dan daya dukung pusatpusat pertumbuhan b. Revitalisasi investasi, perkuatan Bank Banten, dan PT. PPKD III - 6

c. Peningkatan produksi dan produktifitas serta pemasaran produk unggulan daerah d. Peningkatan kualitas/labeling Bahan baku, komoditas unggulan/eksport e. Pemberdayaan UMKM-K 2) Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan; a. Peningkatan kualitas SDM berbasis pasar tenaga kerja b. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat c. Penanganan kemiskinan dan pengangguran d. Mitigasi bencana banjir, gempa bumi, angin puting beliung, longsor 3) Penguatan Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan a. Peningkatan kinerja aparatur birokrasi b. Stabilitas sosial dan pelaksanaan pemilu 2014 4. Pembangunan infrastruktur dan stabilitas politik mempengaruhi kuatnya keyakinan pelaku ekonomi terhadap kondusifnya Provinsi Banten untuk menanamkan investasi. Untuk meningkatkan investasi melalui Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Pena naman Modal Dalam Negeri (PMDN), anggaran untuk pembangunan infrastruktur menjadi perhatian di tahun 2014. Dukungan infrastruktur dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan rakyat masih menghadapi berbagai masalah dan tantangan, antara lain : masih kurang memadainya III - 7

pelayana infrastruktur untuk memenuhi pelayanan dasar, peningkatan daya saing; 5. Terkait dengan optimalisasi penetapan program, kegiatan dan pendanaan pembangunan di daerah perlu dilakukan penyelarasan sasaran program dan kegiatan dekonsentrasi, tugas pembantuan dan desentralisasi, sehingga diharapkan bobot alokasi APBD betul-betul dapat difokuskan untuk urusan yang menjadi kewenangannya dan membatasi penggunaan APBD untuk mendanai program dan kegiatan di luar kewenangannya; 6. Dalam rangka optimalisasi pencapaian sasaran pembangunan sesuai prioritas nasional dalam kerangka desentralisasi melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), hibah dan/atau pinjaman/hibah luar negeri, masing-masing pemerintah daerah mengalokasikan dana pendamping dalam APBD sesuai dengan kriteria dan ketentuan yang dipersyaratkan; 7. Sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah dilakukan dengan mempedomani pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. III - 8

Tabel 3.2 Asumsi Ekonomi Makro Provinsi Banten Tahun 2014 NO INDIKATOR EKONOMI RKPD 2013 (Proyeksi) 1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,6-6,8 2. Tingkat Inflasi (%) 4,5 ± 1 3. Pengangguran terbuka (%) 9,74 4. Penduduk miskin (%) 5,3-5,0 III - 9

BAB IV KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN DAERAH Beberapa perubahan mendasar dalam sistem perencanaan pembangunan dan penganggaran daerah menuntut dilakukannya sejumlah perbaikan dalam pengelolaan keuangan daerah, terutama dalam aspek anggaran, aspek akuntansi, dan aspek pemeriksaan. Perubahan-perubahan ini mengarahkan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan prinsip pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel yang diimplementasikan dalam sistem anggaran berbasis kinerja. Penganggaran daerah yang didasarkan kepada kemampuan keuangan daerah diarahkan dan dikelola berazaskan fungsi : (1) Otorisasi, yaitu sebagai dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan; (2) Perencanaan, yaitu menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan; (3) Pengawasan, yaitu menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; (4) Fung si Alokasi, yaitu anggaran daerah yang harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian; (5) Fungsi Distribusi, yaitu kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; dan (6) Stabilisasi, yaitu menjadi alat untuk IV - 1

memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang direncanakan perlu mempedomani norma dan prinsip anggaran sebagai berikut : 1. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran Daerah. Merupakan persyaratan utama untuk mewujudkan pemerintah yang baik, bersih dan tanggungjawab. Sebagai instrumen evaluasi pencapaian kinerja dan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam mensejahterakan rakyat, maka APBD dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan; 2. Disiplin Anggaran. Program harus disusun dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa meninggalkan keseimbangan antara pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu penyusunan anggaran dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan; 3. Keadilan Anggaran Pendapatan, pada hakekatnya diperoleh melalui mekanisme pajak dan retribusi atau beban lainnya yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat. Untuk itu Pemerintah mengalokasikan penggunaannya secara adil dan merata berdasarkan pertimbangan yang obyektif agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa dikriminasi dalam pemberian pelayanan; IV - 2

4. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran. Dana yang tersedia dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan secara optimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu untuk mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaannya ditetapkan secara jelas arah dan tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang diprogramkan. 4.1. PENDAPATAN DAERAH Rencana pendapatan daerah yang akan dituangkan dalam RAPBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. 4.1.1 Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2014 Penyusunan pokok pokok kebijakan penganggaran daerah dan kerangka ekonomi makro daerah tahun 2014 yang akan menjadi landasan dalam penyusunan APBD Tahun 2014 tidak dapat dilepaskan dari arah kebijakan dan perkembangan berbagai kinerja ekonomi tahun 2012 dan perkiraan target perekonomian dalam tahun 2013. Sedangkan asumsi target penerimaan Pendapatan Daerah adalah sebagai berikut : IV - 3

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Penerimaan PAD pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten Tahun 2012-2017 diproyeksikan rata-rata sebesar 13,25 % per tahun, dengan mempertimbangkan asumsi-asumsi berikut : a) Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) berkisar 6,6-6,8 %; b) Prediksi produksi kendaraan bermotor secara nasional tahun 2012 sebanyak 780.000 unit dan tumbuh setiap tahun hingga tahun 2015 sebanyak 1.030.000 unit. Sedangkan jumlah yang dipasarkan di wilayah Provinsi Banten setiap tahun rata-rata sebesar 6,8% ; c) Kebijakan peningkatan penyertaan modal kepada lembagalembaga keuangan bank dan PT. Banten Global Development; d) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP perihal Penerapan Manajemen Resiko pada Bank yang melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB); e) Penerapan pajak progresif di Provinsi Banten pada tahun 2013. 2. Dana Perimbangan Penerimaan dari Dana Perimbangan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten Tahun 2012-2017 diproyeksikan sebesar 7-8% per tahun, dengan mempertimbangkan asumsi-asumsi sebagai berikut : IV - 4

a) Realisasi penerimaan Dana Perimbangan selama kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,77%; b)berkurangnya pos dana perimbangan dari Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan mulai tahun 2014. 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Penerimaan dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten Tahun 2012-2017 diproyeksikan rata-rata sebesar 0,01% per tahun. Beberapa pertimbangan dalam penentuan Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2014 sebagai berikut : A. PENDAPATAN ASLI DAERAH Dalam upaya pengelolaan dan peningkatan PAD, kebijakan yang ditempuh adalah memberikan insentif untuk menarik atau rangsangan agar kegiatan ekonomi masyarakat cenderung meningkat. Upaya tersebut antara lain melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, rasionalisasi pajak/retribusi daerah, meningkatkan ketaatan wajib pajak dan pembayar retribusi daerah, serta meningkatkan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan PAD yang diikuti dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan palayanan. IV - 5

Sejalan dengan arah kebijakan penganggaran khususnya kebijakan pendapatan, tantangan pokok yang dihadapi berkaitan dengan upaya untuk terus meningkatkan pendapatan asli daerah melalui pajak dan non pajak daerah guna membiayai prioritas pembangunan yang ditetapkan. Secara umum kebijakan penganggaran daerah adalah langkah langkah yang dilakukan dalam meningkatkan target target pendapatan dan langkah langkah yang diperlukan untuk mengefektifkan belanja, dan efisiensi pembiyaan. Untuk penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari PAD dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014, memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Kondisi perekonomian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, perkiraan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 dan realisasi penerimaan PAD tahun sebelumnya, serta ketentuan peraturan perundang-undangan terkait; 2. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpedoman pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, sehingga dilarang menganggarkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang peraturan daerahnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun IV - 6

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing dan/atau telah dibatalkan. Dalam penetapan target pajak daerah dan retribusi daerah, memperhatikan potensi pajak daerah dan retribusi daerah. Dengan mempertimbangkan tidak memberatkan masyarakat dan dunia usaha; 3. Rasionalitas hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan atas penyertaan modal atau investasi daerah lainnya, dengan memperhitungkan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan, baik dalam bentuk uang maupun barang sebagai penyertaan modal (investasi daerah). B. DANA PERIMBANGAN Untuk penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014, memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1). Perhitungan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) didasarkan pada alokasi DAU Tahun Anggaran 2013 dengan memperhatikan realisasi Tahun Anggaran 2012; 2). Perhitungan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) mempertimbangkan besaran alokasi DBH yang tercantum IV - 7

dalam Peraturan Menteri Keuangan Tahun Anggaran 2013, dan memperhatikan realisasi DBH Tahun Anggaran 2012; 3). Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dianggarkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi DAK Tahun Anggaran 2014. Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, maka penganggaran DAK didasarkan pada alokasi DAK Provinsi Banten Tahun Anggaran 2014 yang diinformasikan secara resmi oleh Kementerian Keuangan atau Surat Edaran Menteri Keuangan setelah Rancangan Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2014 disetujui bersama antara Pemerintah dan DPR-RI. C. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain- Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Penganggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dialokasikan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2014. Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, penganggaraan dana BOS tersebut didasarkan pada alokasi dana BOS Tahun Anggaran 2013. IV - 8