Geokimia Minyak & Gas Bumi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kerogen tipe III. - H/C < 1,0 dan O/C > 0,3 - Menghasikan minyak. Kerogen tipe IV

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis

KANDUNGAN MATERIAL ORGANIK DAN SIFAT GEOKIMIA BATULEMPUNG PALEOGEN DAN NEOGEN DI CEKUNGAN SERAYU: Suatu Analisis Potensi Batuan Induk Hidrokarbon

Bab IV Hasil Analisis dan Diskusi

BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel...

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN MAKSUD

BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM

II Kerogen II Kematangan II.2.2 Basin Modeling (Pemodelan Cekungan) II.3 Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN...

Geokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi

BAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI

PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT

Bab III Interpretasi Data Geokimia

BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

Bab I Pendahuluan. Peta lokasi daerah penelitian yang berada di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Satyana, 2005). Lokasi daerah penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

Potensi Batuan Induk Batu Serpih dan Batu Lempung di Daerah Watukumpul Pemalang Jawa Tengah

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Zona Kendeng memiliki sistem minyak dan gas bumi yang masih terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN REGRESI MULTILINEAR DENGAN PENDEKATAN DATA WELL LOG

BAB I PENDAHULUAN. tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya

Oleh : Ahmad Helman Hamdani NIP

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lapangan minyak baru di Indonesia diyakini masih tinggi walaupun semakin sulit

EVALUASI BATUAN INDUK SAMPLE BATUAN SEDIMEN FORMASI TALANG AKAR DI DAERAH LENGKITI, OGAN KOMERING ULU, SUMATERA SELATAN

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

PENGARUH LAJU ALIRAN AGENT GAS PADA PROSES GASIFIKASI KOTORAN KUDA TERHADAP KARAKTERISTIK SYNGAS YANG DIHASILKAN

GEOKIMIA MINYAK BUMI

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

Prediksi Log TOC dan S2 dengan Menggunakan Teknik Log Resistivity

GAS BIOGENIK SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF BAGI MASYARAKAT DAERAH TERPENCIL DI WILAYAH PESISIR SISTEM DELTA SUNGAI BESAR INDONESIA.

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

Analisis Geokimia Minyak dan Gas Bumi pada Batuan Induk Formasi X Cekungan Y. Proposal Tugas Akhir. Oleh: Vera Christanti Agusta

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON LAPANGAN X CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

Evaluasi Batuan Induk Sub-Cekungan Aman Utara, Cekungan Sumatra Tengah Dengan Parameter Tipe Material Asal, Kekayaan Dan Kematangan

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai

Bab II Teknologi CUT

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank)

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

Macam macam mikroba pada biogas

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Material, Universitas Indonesia 3)

PENENTUAN KUALITAS AIR

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

GENESIS DAN KARAKTERISASI GEOKIMIA DI LAPANGAN SUBAN, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER OLEH MOHAMMAD KUSUMA UTAMA NIM:

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

PENYELIDIKAN BITUMEN PADAT DAERAH WINDESI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TELUK WONDAMA, PROVINSI PAPUA BARAT

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR DENGAN KATALIS BENTONIT: VARIABEL WAKTU PIROLISIS DAN RASIO KATALIS/CANGKANG SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang

DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

Karakteristik Limbah Padat

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Teori Dasar III.1 Kekayaan Material Organik

Kelompok I. Anggota: Dian Agustin ( ) Diantini ( ) Ika Nurul Sannah ( ) M Weddy Saputra ( )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah

UNIVERSITAS DIPONEGORO STUDI FAMILI MINYAK DI LAPANGAN EDELWEISS DAN CRISAN SERTA KORELASI TERHADAP KEMUNGKINAN BATUAN INDUK, CEKUNGAN JAWA TIMUR

BAB II TEORI DASAR 2.1 Pemodelan Geohistori Pemodelan Geohistori Burial

Transkripsi:

Geokimia Minyak & Gas Bumi Geokimia Minyak & Gas Bumi merupakan aplikasi dari ilmu kimia yang mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi serta alterasi minyak bumi (John M. Hunt, 1979). Petroleum biasanya jug diartikan minyak dan gas bumi yang memiliki komposisi kimia berupa Carbon dan Hidrogen. Komposisi kimia ini dihasilkan dari proses pembusukan (dekomposisi) serta kematangan termal material organik. Material organik tersebut berasal dari tumbuh2an dan algae. Material organik ini ketika mati segera diendapkan. Akibat adanya suhu, tekanan serta waktu yang cukup, komponen2 tumbuhan dan algae teralterasi menjadi minyak, gas dan kerogen. Kerogen dapat dianggap sebagai material padat sisa tumbuhan. Shale dan Limestone yang mengandung material organik disebut sebagai source rock karena batuan tersebut merupakan batuan sumber untuk menghasilkan minyak & gas bumi. Analisis Geokimia dalam dunia perminyakan tersebut bertujuan untuk : a. Untuk mengidentifikasi source rock dan menentukan jumlah, tipe, dan tingkat kematangan material organik b. Mengevaluasi perkiraan kapan migrasi minyak & gas bumi dari source rock c. Memprediksi jalur migrasi d. Korelasi komposisi minyak & gas bumi yang berada di dalam reservoar, rembesan (seeps) untuk mengetahui keberadaannya. Kebanyakan analisis geokimia menggunakan isotop stabil ; analisis hidrokarbon untuk material organik yaitu dengan Gas Chromatography (GC) dan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) ; indikator kematangan menggunakan Vitrinite Reflectance (%Ro) ; pirolisis dan analisis ; tipe kerogen. Rock Eval Pyrolisis Rock Eval Pyrolisis digunakan untuk mengidentifikasi tipe dan kematangan material organik serta untuk mendeteksi kandungan minyak/gas dalam batuan sedimen. REP dilakukan dengan menggunakan Delsi-Nermag Rock Eval II Plus TOC.

Sampel yang dipilih untuk analisis REP yaitu sampel yang sebelumnya dihancurkan kemudian dikeringkan. Metode REP terdiri dari pemanas temperatur (oven) pada suhu atmosfer inert (helium) dan sampel 100 mg untuk menentukan : a. Hidrokarbon bebas di dalam sampel b. Senyawa hidrokarbon dan oksigen yang menguap sejak proses cracking material organik di dalam sampel (kerogen) Program temperatur oven pada analisis Pyrolysis adalah sebagai berikut : a. Selama 3 menit oven dipanasi pada suhu 300 degc, hidrokarbon bebas menguap dan diukur sebagai puncak S1 b. Kemudian temperatur dinaikkan lagi dari 300 degc 550 degc (pada 25 degc/min). Ini merupakan fase penguapan komponen hidrokarbon berat (> C40) dan juga proses cracking material organik yang tidak menguap. Hidrokarbon yang dikeluarkan tersebut diukur sebagai puncak S2. c. Temperatur pada puncak S2 tersebut merupakan temperatur pematangan kerogen yang disebut T maximum. d. CO2 yang dikeluarkan dari kerogen terperangkap pada temperatur (300-390) degc. Perangkap tersebut dipanaskan dan CO2 dilepaskan dan dideteksi oleh TCD sejak proses pendinginan oven pyrolysis (puncak S3) S1 = total hidrokarbon bebas (gas & minyak) di dalam sampel (dalam milligram hidrokarbon per gram batuan). Jika S1 > 1 mg/g, kemungkinan mengindikasikan oil show. S1 secara normal meningkat paralel terhadap kedalaman. Kontaminasi sampel dengan fluida drilling dan lumpur dapat memberikan nilai yang tidak normal terhadap nilai S1. S2 = total hidrokarbon yang dihasilkan melalui cracking termal material organik yang tidak menguap. S2 merupakan indikasi kuantitas hidrokarbon batuan yang memiliki potensial menghasilkan hidrokarbon melalui penguburan dan pematangan. Parameter ini secara normal menurun dengan kedalaman penguburan > 1 km.

S3 = total CO2 (dalam milligram CO2 per gram batuan) yang dihasilkan selama pyrolysis kerogen. S3 merupakan indikasi total oksigen di dalam kerogen dan digunakan untuk menghitung Oksigen Indeks. Kontaminasi sampel dideteksi jika nilai S3 yang diperoleh tidak normal. Konsentrasi karbonat tinggi yang dirusak pada suhu lebih rendah dari 390 degc juga akan menyebabkan nilai S3 yang lebih tinggi dari yang diharapkan. Tmax = temperatur maksimum untuk melepas hidrokarbon dari proses cracking kerogen yang terjadi selama pyrolisis (puncak S2). Tmax merupakan indikasi tahapan pematangan material organik. Peralatan RE II juga dapat digunakan untuk menentukan TOC dari sampel oleh proses oksidasi (pada suhu 600 degc) pada material sampel sisa setelah proses pirolisis (carbon organik sisa). Tipe dan kematangan material organik dalam source rock dapat diidentifikasi dari data REP. HI = hidrogen indeks ( HI = {100 x S2}/TOC}. HI merupakan parameter yang digunakan untuk menjelaskan asal material organik. Organisme laut dan alga secara umum adalah organik yang kaya lipid dan protein, dimana H/C lebih tinggi daripada karbohidratnya tumbuhan darat. Nilai HI biasanya antara 100-600 pada satu sampel. OI = Oksigen Indeks ( OI = {100 x S3}/TOC}. OI adalah parameter yang dikorelasikan dengan rasio O/C dimana nilainya tinggi pada tumbuhan darat dan material organik inert sebagai penciri sedimen laut. Nilai OI berkisar antara 0-150. PI = produksi indeks ( PI = S1/{S1+S2}). PI digunakan untuk menjelaskan level perkembangan material organik. PC = pyrolyzable carbon (PC = 0.083 x [S1 + S2]). PC corresponds to carbon content of hydrocarbons volatilized and pyrolyzed during the analysis. Kematangan material organik dapat dilihat dari : a. Lokasi HI dan OI te

b. Kisaran Tmax. Tmax = (400-430) degc menunjukkan material organik belum matang (immature) ; Tmax = (435-450) degc menunjukkan zona oil (matang) ; Tmax > 450 degc menunjukkan zona overmature. Source Rock, Tipe Kerogen, dan Potensial Hidrokarbon Source Rock Source rock HC merupakan sedimen berukuran butir halus (fine grain) yang secara alami sudah menghasilkan, sedang menghasilkan, atau akan menghasilkan cukup HC membentuk suatu akumulasi minyak dan gas bumi (Brooks et al. 1987). Shale dan Coal memiliki kandungan organik yang tinggi dan menjadi hal yang menarik secara ekonomi. Sebaliknya, source rock HC mengeluarkan hanya sedikit minyak dan gas bumi per unit volume batuan yang terakumulasi dalam batuan reservoar. Pengawetan material organik tersebut merupakan suatu fungsi kandungan oksigen, tingkat sedimentasi, dan intensitas kehidupan bentonik. Menurunnya tingkat oksigenasi dan aktifitas bentonik menyebabkan meningkatnya tingkat fermentasi metana oleh bakteri. Akibatnya ada banyak atau sedikit material organik yang tersimpan di dalam sedimen. Tipe Kerogen Ketika terkubur dan dengan bertambahnya temperatur, material organik mengalami beberapa reaksi geokimia mulai dari biopolymer hingga geopolymer (Fig.14.4)

Komposisi kerogen pada beberapa source rock dikontrol oleh beberapa proses berikut (Fig.14.1) Tingkat sedimentasi yang rendah pada kondisi oksidasi lebih menghasilkan inertinite, dan sebaliknya pada kondisi anoxic (reduksi) lebih menghasilkan liptinite yang kaya H. Material organik pada source rock HC dibagi dalam 2 kelompok : 1. Bitumen : material organik larut yang hanya sedikit menunjukkan total TOC 2. Kerogen : material organik yang tidak larut yang lebih menjunjukkan total TOC Beberapa tipe Kerogen : a. Tipe Liptinite (tipe I Kerogen), berasal dari lipid alga setelah mengalami degradasi oleh bakteri, alterasi oleh proses dekomposisi, kondensasi dan polimerisasi. Endapan yang kaya liptinite dicirikan oleh warna gelap, laminasi, dan kaya akan TOC. Liptinite ini terbentuk di danau dan lagoon, tetapi liptinite juga banyak dalam lingkungan laut. Liptinite relatif kaya akan Hidrogen dan punya rasio H/C yang tinggi ; memiliki kandungan oksigen yang rendah dan rasio O/C yang rendah. b. Tipe Exinite (tipe II Kerogen), berasal dari membran tumbuhan seperti spora, pollen, kutikula daun, dsb. Tumbuhan tersebut bukan hanya bukan hanya hidup di darat, swamp

yang nantinya akan menghasilkan coal, akan tetapi bisa juga hidup di danau maupun di laut (ex : dinoflagellata dan phytoplankton). Exinite memiliki kandungan H atau H/C yang tinggi (lebih rendah dari Liptinite) dan kandungan O atau O/C yang relatif menengah. Kebanyakan sedimen laut dan source rock mengandung campuran liptinite, exinite dan vitrinite. Exinite berpotensial untuk menghasilkan oil, condensate dan wet gas. c. Tipe Vitrinite (tipe III Kerogen), berasal dari kayu tumbuhan (woody plant) yang terdegradasi. Vitrinite memiliki kandungan H atau H/C yang rendah, akan tetapi memiliki O/C yang tinggi. Kerogen ini merupakan komponen utama dari batubara (coal). Vitrinite ini bisa juga terjadi di laut dan di danau. Vitrinite tersebut sangat berpotensial untuk menghasilkan gas, akan tetapi bisa juga oil dan kondensat dalam juga yang terbatas. d. Tipe Inertinite (tipe IV Kerogen), berasal dari tumbuhan yang teralterasi kuat, rombakan material organik. Karena proses oksidasi dan karbonisasi yang tinggi, kandungan H atau H/C menjadi sangat rendah. Batuan yang mengandung Inertinite ini kenyataannya tidak berpotensi untuk menghasilkan oil maupun gas.

van Krevelen Diagram Diagram van Krevelen dibuat berdasarkan pada perbandingan beberapa tipe komponen kerogen yaitu C, H, dan O. Diagram ini lebih berguna pada material organik yang belum matang (immature). Kematangan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan burial depth. Tipe kerogen yang kaya akan C, dan miskin akan H dan O dikarenakan adanya proses pelepasan H2O, CH4 dan beberapa hidrokarbon lainnya.

Generation of Hydrocarbons (proses pembentukan hidrokarbon) Proses evolusi material organik dari proses biopolymer menuju geopolymer dengan pertambahan burial depth seperti terlihat dibawah ini : Proses evolusi dimulai dengan diagenesis, proses ini diakhiri dengan ekstrak asam humic dengan segera. Pada proses katagenesis, kerogen dikonversikan menjadi hidrokarbon. Proses ini merupakan zona oil dan wet gas generation (oil kitchen). Proses evolusi batubara (coal) hingga bituminous coal akan melepaskan gas dan oil. Pada proses selanjutnya yaitu metagenesis, source rock dan hard coal sebagian besar melepaskan gas. Pada source rock yang mengandung oil, residu yang kaya akan C disebarluaskan pada shale, sedangkan deposit karbon akan membentuk Antracit dan kemudian akibat proses metamorfisme menbentuk grafit.

Hubungan antara kematangan kerogen dengan temperatur dan kedalaman serta pelepasan material organik dan generasi hidrokarbon : 1. Pada shallow depth, material organik yang tidak matang melepaskan hanya biogenic gas (gas methane) yang dihasilkan dari fermentasi bakteri serta sebagian kecil hidrokarbon berat. 2. Kemudian pada tahap mid-mature (setengah matang-matang), sejumlah besar oil dihasilkan dalam temperatur antara 60 degc to 80 degc dan 120 degc to 150 degc.